1. Dari Asma’ binti Yazid Al Anshariyah ra., ia berkata : “Lengan kemeja Rasulullah saw. Hanya sampai pergelangan tangan.” (HR. Abu Dawud dan Turmudzi)
2. Dari Ibnu Umar ra. bahwasannya Nabi saw. bersabda:
“Barangsiapa yang menurunkan kainnya di bawah mata kaki karena sombong, maka pada hari kiamat nanti Allah tidak akan melihatnya.” Kemudian Abu Bakar ra. berkata : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kain saya selalu turun sampai di bawah mata kaki, kecuali apabila saya sangat berhati-hati.”
Rasulullah saw. bersabda kepadanya : “Sesungguhnya kamu tidaklah termasuk orang-orang yang berbuat semacam itu karena sombong.” (HR. Bukhari)
2. Dari Ibnu Umar ra. bahwasannya Nabi saw. bersabda:
“Barangsiapa yang menurunkan kainnya di bawah mata kaki karena sombong, maka pada hari kiamat nanti Allah tidak akan melihatnya.” Kemudian Abu Bakar ra. berkata : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kain saya selalu turun sampai di bawah mata kaki, kecuali apabila saya sangat berhati-hati.”
Rasulullah saw. bersabda kepadanya : “Sesungguhnya kamu tidaklah termasuk orang-orang yang berbuat semacam itu karena sombong.” (HR. Bukhari)
3. Dari Abu Hurairah ra. bahwasannya Rasulullah saw. bersabda : ”Nanti pada hari kiamat Allah tidak akan melihat orang yang menurunkan kainnya di bawah mata kaki karena sombong.”(HR. Bukhari dan Muslim)
4. Dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw., beliau bersabda : ”Kain yang berada di bawah mata kaki, adalah bagian dari api neraka.” (HR. Bukhari)
5. Dari Abu Dzar ra. Dari Nabi saw., beliau bersabda : ”Ada tiga kelompok manusia yang kelak pada hari kiamat Allah tidak akan mengajak bicara mereka, Allah tidak akan melihat mereka dan tidak pula mengampuni dosa mereka; dan mereka akan mendapat siksaan yang pedih.” Rasulullah saw. mengucapkan kalimat itu tiga kali. Kemudian Abu Dzar berkata : ”Amatlah kecewa dan rugi mereka itu. Siapakah mereka wahai Rasulullah ?” Beliau menjawab :” yaitu orang yang menurunkan kainnya, orang yang suka menyebut nyebut pemberiannya dan orang yang menjual barang dagangannya menggunakan sumpah palsu.” (HR. Muslim)
6. Dari Ibnu Umar ra. dari Nabi saw. beliau bersabda : ”Orang yang menurunkan kain, kemeja dan sorbannya; barangsiapa yang memanjangkan sesuatu karena sombong, maka kelak pada hari kiamat Allah tidak akan melihat kepadanya.” (HR.Abu Dawud dan Nasa’i)
7. Dari Abu Jurayz (Jabir) bin Sulaim ra., ia berkata : ”Saya melihat seseorang yang pendapatnya selalu diikuti oleh orang banyak, apapun yang dikatakannya pasti diikuti mereka.” Saya bertanya: ”Siapakah orang itu?” Para sahabat menjawab: ”Itu adalah Rasulullah saw.” Saya mengucapkan ”ALAIKASSALAAMU YAA RASULULLAAH dua kali.” Kemudian
beliau bersabda : ”Janganlah kamu mengucapkan ALAIKASSALAM, karena ucapan ALAIKASSALAAM adalah salam untuk orang yang sudah meninggal, tetapi ucapkanlah
ASSALAAMU’ALAIKUM.” Jabir bertanya : ”Benarkah engkau utusan Allah?” Beliau menjawab: ”Ya, aku adalah utusan Allah, Zat yang apabila kamu tertimpa suatu musibah kemudian kamu berdo’a kepada-Nya, niscaya Dia akan menghilangkan musibah yang menimpa kamu. Apabila kamu tertimpa paceklik, kemudian kamu berdoa kepada-Nya, niscaya Dia akan segera menumbuhkan tanaman untuk kamu. Apabila kamu berada di tengah gurun pasir atau tanah lapang, kemudian kendaraanmu atau ternakmu hilang lantas kamu berdo’a kepada-Nya, niscaya Dia akan mengembalikannya kepadamu.” Jabir berkata kepada beliau: ”Berilah saya nasehat.” Beliau bersabda : ”Janganlah kamu sekali-kali memaki seseorang.” Jabir berkata: ”Maka setelah itu saya tidak pernah memaki orang merdeka, budak, onta dan kambing.”
7. Dari Abu Jurayz (Jabir) bin Sulaim ra., ia berkata : ”Saya melihat seseorang yang pendapatnya selalu diikuti oleh orang banyak, apapun yang dikatakannya pasti diikuti mereka.” Saya bertanya: ”Siapakah orang itu?” Para sahabat menjawab: ”Itu adalah Rasulullah saw.” Saya mengucapkan ”ALAIKASSALAAMU YAA RASULULLAAH dua kali.” Kemudian
beliau bersabda : ”Janganlah kamu mengucapkan ALAIKASSALAM, karena ucapan ALAIKASSALAAM adalah salam untuk orang yang sudah meninggal, tetapi ucapkanlah
ASSALAAMU’ALAIKUM.” Jabir bertanya : ”Benarkah engkau utusan Allah?” Beliau menjawab: ”Ya, aku adalah utusan Allah, Zat yang apabila kamu tertimpa suatu musibah kemudian kamu berdo’a kepada-Nya, niscaya Dia akan menghilangkan musibah yang menimpa kamu. Apabila kamu tertimpa paceklik, kemudian kamu berdoa kepada-Nya, niscaya Dia akan segera menumbuhkan tanaman untuk kamu. Apabila kamu berada di tengah gurun pasir atau tanah lapang, kemudian kendaraanmu atau ternakmu hilang lantas kamu berdo’a kepada-Nya, niscaya Dia akan mengembalikannya kepadamu.” Jabir berkata kepada beliau: ”Berilah saya nasehat.” Beliau bersabda : ”Janganlah kamu sekali-kali memaki seseorang.” Jabir berkata: ”Maka setelah itu saya tidak pernah memaki orang merdeka, budak, onta dan kambing.”
Beliau juga bersabda: ”Janganlah kamu sekalikali meremehkan sesuatu kebaikan dan berkatalah kepada temanmu dengan muka yang manis. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk kebaikan. Dan tinggikanlah kainmu sampai pada pertengahan betis dan kalau kamu enggan, maka boleh sampai pada kedua mata kaki. Janganlah kamu menurunkan kain itu melebihi mata kaki karena itu termasuk perbuatan sombong dan sesungguhnya Allah tidak suka pada sifat sombong. Dan apabila ada seseorang memaki dan mencela kamu dengan apa yang dia ketahui tentang dirimu, maka janganlah kamu mencelanya dengan apa yang kamu ketahui tentang dirinya, karena sesungguhnya akibat dari caci maki itu akan kembali kepadanya.” (HR. Abu Dawud dan Turmudzi)
8. Dari Abu Hurairah ra. ia berkata : ”Pada suatu ketika ada seseorang salat dengan kain yang sampai di bawah mata kaki, maka Rasulullah saw. bersabda : ”Pergilah dan berwudhu-lah.” Ia pun pergi dan berwudhu.” Maka ada seseorang bertanya: ”Wahai Rasulullah, mengapa engkau menyuruh orang itu melakukan wudhu kemudian engkau diamkan?” Beliau bersabda: ”Karena ia salat dengan memakai kain sampai di bawah mata kaki. Sesungguhnya Allah tidak akan menerima salat seseorang yang memakai kain sampai di bawah mata kaki.” (HR. Abu Dawud)
9. Dari Qais bin Basyir At Taghlibi, ia berkata: Ayah yang menjadi teman dekat Abu Darda’ memberitahukan kepadaku dimana ia berkata: ”Di Damaskus ada seseorang sahabat Nabi saw. yang bernama Ibnu Hanzhaliyah, ia adalah orang yang senang menyendiri, jarang sekali duduk-duduk bersama orang lain, kecuali untuk salat. Apabila selesai salat ia terus membaca tasbih dan takbir sehingga pulang ke rumahnya.”
Ketika kami berada di tempat Abu Darda’ ia lewat, maka Abu Darda’ berkata kepadanya: ”Sampaikanlah suatu kalimat yang bermanfaat bagi kami dan tidak merugikan kamu.” Ia
berkata: ”Rasulullah saw. mengutus suatu pasukan, kemudian setelah kembali salah seorang di antara mereka duduk pada suatu majlis yang mana di situ ada Rasulullah saw. Ia berkata kepada seseorang yang berada di sampingnya: ”Bagaimana pendapatku ketika kami berhadapan dengan musuh, maka seorang dari kami menyerang musuh dan setelah menikam musuh lalu ia berkata: ”Rasulullah tikaman diriku dan aku adalah pemuda Ghifar?” Orang yang berada di sampingnya berkata :”Menurut pendapatku orang tadi selalu hilang pahalanya.” Orang lain yang mendengar apa yang dikatakannya ia berkata, ”Menurut pendapatku orang itu tidak apa-apa (masih tetap pahalanya).” Maka bertengkarlah kedua orang itu sehingga Rasulullah saw. mendengar, kemudian beliau bersabda :”Maha Suci Allah, tidak apa-apa ia trtap mendapat pahala dan tetap terpuji.” Saya melihat Abu Darda’ nampak gembira sekali dan mengangkat kepalanya ditujukan kepada Ibnu Hanzhaliyah serta bertanya :”Apakah kamu mendengar sendiri keterangan itu dari Rasulullah saw.? Ibnu Hanzhaliyah menjawab:”Ya.” Abu Darda mengulang-ulang pertanyaan itu kepadanya sehingga saya berkata :”Ia benarbenar
minta berkah pada kedua lututnya.” Ayah berkata lagi :”Pada saat yang lain ia lewat, maka Abu Darda’ berkata kepadanya :”Sampaikanlah satu kalimat yang bermanfaat
untuk kami dan tidak merugikan kamu.” Ia berkata :”Rasulullah saw. bersabda kepada kami :”Orang yang memberi belanja untuk kudanya itu bagaikan orang yang membentangkan tangannya dengan sedekah, ia tidak menggenggamkan tangannya itu.” Pada saat yang lain ia lewat, maka Abu Darda’ berkata :”Sampaikanlah satu kalimat
yang bermanfaat untuk kami dan tidak merugikan kamu.” Ia berkata :”Rasulullah saw. bersabda : ”Sebaik-baik orang adalah Khuraim Al Usaidy, seandainya ia tidak berambut
panjang dan tidak menurunkan kainnya sampai di bawah mata kaki.” Setelah berita itu terdengar oleh Khuraim maka ia langsung mengambil pisau untuk memotong rambutnya
sampai sebatas kedua telinganya dan menaikkan kainnya sampai ke pertengahan kedua betisnya.” Pada saat yang lain ia lewat, maka Abu Darda’ berkata kepadanya :
”Sampaikanlah satu kalimat yang bermanfaat untuk kami dan tidak merugikan kamu.” Ia berkata :”Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda : ”Sesungguhnya kamu sekalian akan kembali kepada saudara-saudaramu, maka perbaikilah kendaraanmu dan baguskanlah pakaianmu sehingga kamu seolah-olah merupakan tahi lalat yang menjadi hiasan manusia. Karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang kotor, baik dalam pakaiannya maupun perbuatannya.” (HR. Abu Dawud)
9. Dari Qais bin Basyir At Taghlibi, ia berkata: Ayah yang menjadi teman dekat Abu Darda’ memberitahukan kepadaku dimana ia berkata: ”Di Damaskus ada seseorang sahabat Nabi saw. yang bernama Ibnu Hanzhaliyah, ia adalah orang yang senang menyendiri, jarang sekali duduk-duduk bersama orang lain, kecuali untuk salat. Apabila selesai salat ia terus membaca tasbih dan takbir sehingga pulang ke rumahnya.”
Ketika kami berada di tempat Abu Darda’ ia lewat, maka Abu Darda’ berkata kepadanya: ”Sampaikanlah suatu kalimat yang bermanfaat bagi kami dan tidak merugikan kamu.” Ia
berkata: ”Rasulullah saw. mengutus suatu pasukan, kemudian setelah kembali salah seorang di antara mereka duduk pada suatu majlis yang mana di situ ada Rasulullah saw. Ia berkata kepada seseorang yang berada di sampingnya: ”Bagaimana pendapatku ketika kami berhadapan dengan musuh, maka seorang dari kami menyerang musuh dan setelah menikam musuh lalu ia berkata: ”Rasulullah tikaman diriku dan aku adalah pemuda Ghifar?” Orang yang berada di sampingnya berkata :”Menurut pendapatku orang tadi selalu hilang pahalanya.” Orang lain yang mendengar apa yang dikatakannya ia berkata, ”Menurut pendapatku orang itu tidak apa-apa (masih tetap pahalanya).” Maka bertengkarlah kedua orang itu sehingga Rasulullah saw. mendengar, kemudian beliau bersabda :”Maha Suci Allah, tidak apa-apa ia trtap mendapat pahala dan tetap terpuji.” Saya melihat Abu Darda’ nampak gembira sekali dan mengangkat kepalanya ditujukan kepada Ibnu Hanzhaliyah serta bertanya :”Apakah kamu mendengar sendiri keterangan itu dari Rasulullah saw.? Ibnu Hanzhaliyah menjawab:”Ya.” Abu Darda mengulang-ulang pertanyaan itu kepadanya sehingga saya berkata :”Ia benarbenar
minta berkah pada kedua lututnya.” Ayah berkata lagi :”Pada saat yang lain ia lewat, maka Abu Darda’ berkata kepadanya :”Sampaikanlah satu kalimat yang bermanfaat
untuk kami dan tidak merugikan kamu.” Ia berkata :”Rasulullah saw. bersabda kepada kami :”Orang yang memberi belanja untuk kudanya itu bagaikan orang yang membentangkan tangannya dengan sedekah, ia tidak menggenggamkan tangannya itu.” Pada saat yang lain ia lewat, maka Abu Darda’ berkata :”Sampaikanlah satu kalimat
yang bermanfaat untuk kami dan tidak merugikan kamu.” Ia berkata :”Rasulullah saw. bersabda : ”Sebaik-baik orang adalah Khuraim Al Usaidy, seandainya ia tidak berambut
panjang dan tidak menurunkan kainnya sampai di bawah mata kaki.” Setelah berita itu terdengar oleh Khuraim maka ia langsung mengambil pisau untuk memotong rambutnya
sampai sebatas kedua telinganya dan menaikkan kainnya sampai ke pertengahan kedua betisnya.” Pada saat yang lain ia lewat, maka Abu Darda’ berkata kepadanya :
”Sampaikanlah satu kalimat yang bermanfaat untuk kami dan tidak merugikan kamu.” Ia berkata :”Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda : ”Sesungguhnya kamu sekalian akan kembali kepada saudara-saudaramu, maka perbaikilah kendaraanmu dan baguskanlah pakaianmu sehingga kamu seolah-olah merupakan tahi lalat yang menjadi hiasan manusia. Karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang kotor, baik dalam pakaiannya maupun perbuatannya.” (HR. Abu Dawud)
10. Dari Abu Sa’id Al Khudriy ra. ia berkata : Rasulullah saw. bersabda :”Kain sarung seorang muslim adalah sampai pertengahan betisnya. Dan tidaklah berdosa jika sampai pada diantara betis dan kedua mata kaki. Sedangkan yang sampai di bawah mata kaki itu adalah bagian neraka. Dan barangsiapa yang menurunkan kain sarungnya sampai di bawah mata kaki karena sombong maka kelak Allah tidak akan melihat kepadanya.” (HR. Abu Dawud)
11. Dari Ibnu Umar ra., ia berkata :”Saya berjalan di depan Rasulullah saw. sedangkan kain saya terlalu rendah, kemudian beliau bersabda :”Wahai Abdullah, naikkanlah kainmu itu.” Maka saya pun menaikkannya. Beliau bersabda lagi :”Naikkan lagi.” Maka sayapun menaikan kain sesuai dengan petunjuk itu.”Ada orang yang bertanya :”Sebatas mana kamu menaikkan?” Abdullah menjawab :”Sebatas pertengahan kedua betis.”(HR. Muslim)
12. Dari Ibnu Umar ra., ia berkata: Rasulullah saw. Bersabda :”Barangsiapa yang menurunkan kainnya karena sombong, maka kelak pada hari kiamat Allah tidak melihat kepadanya.” Salamah bertanya: ”Maka bagaimana cara wanita menurunkan tepi kain mereka?” Beliau bersabda :”Diturunkan sejengkal.” Salamah berkata :”Kalau begitu, telapak kaki mereka terbuka?” Beliau bersabda :”Boleh diturunkan sehasta, tidak boleh lebih dari itu.” (HR. Abu Dawud dan Turmudzi)
12. Dari Ibnu Umar ra., ia berkata: Rasulullah saw. Bersabda :”Barangsiapa yang menurunkan kainnya karena sombong, maka kelak pada hari kiamat Allah tidak melihat kepadanya.” Salamah bertanya: ”Maka bagaimana cara wanita menurunkan tepi kain mereka?” Beliau bersabda :”Diturunkan sejengkal.” Salamah berkata :”Kalau begitu, telapak kaki mereka terbuka?” Beliau bersabda :”Boleh diturunkan sehasta, tidak boleh lebih dari itu.” (HR. Abu Dawud dan Turmudzi)
2 comments:
Mbah Mahardi :
Di dalam Ilmu Al-Qawaa`idlul Fiqhiyyah disebutkan sebagai berikut :
القاعدة الحادية والعشرون: إذا اجتمع مباح ومحظور، غلب المحظور.
إذا اجتمع مباح ومحظور، غلب جانب المحظور احتياطاً وذلك لأنه لا يمكن تجنب الحرام إلا باجتناب الكامل للحلال والحرام، ويدل على ذلك قوله تعالى: ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنصَابُ وَالأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ﴾ [المائدة:90] فحرم الله الخمر والميسر مع أن فيهما منافع للناس، لكن لما غلب جانب الشر منع.
Kaidah ke sebelas : Apabila terkumpul kebolehan dan larangan, maka larangan yang dimenangkan.
Apabila (dalam suatu hal) terkumpul kebolehan dan larangan, sisi larangan dimenangkan sebagai kehati-hatian. Karena tidak mungkin bisa menjauhi al-haram kecuali dengan menjauhi hal yang sempurna dalam al-halal dan al-haram. Dan yang menjadi dalil perkara ini yaitu firman Alloh Ta`ala, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S. Al-Maa`idah : 90) Maka Alloh mengharamkan khamar (arak) dan judi padahal di dalam keduanya terdapat manfaat bagi manusia. Tetapi dikarenakan padanya ada sisi-sisi keburukan maka keduanya pun terlarang.
Begitu pula dengan memanjangkan pakaian melebihi mata kaki (isbal). Ada beberapa hadits yang membolehkannya dengan syarat tidak sombong. Namun banyak hadits-hadits yang melarangnya. Berdasarkan kaidah fiqih tersebut di atas hal mana telah disepakai oleh para ulama maka memanjangkan pakaian/ sarung/ celana melebihi mata kaki adalah haram. Barakallohu fiik.
ini adalah kesalahan tafsir jika dalil tersebut disamakan dengan khamar, judi dan sebagainya. karena dengan jelas didalam dalil tersebut ada penegasan sombong sebagai asbabnya. ini adalah peringatan untuk bangsa arab pada waktu itu karena orang2 bangsawan biasanya memakai pakaian yg panjang sampai ke lantai karena lantai mereka adalah karpet sehingga mereka berlaku sombong. ini berbeda dengan para pekerja2 kasar dan pedagang karena di keseharian mereka adalah padang pasir dan penuh debu sehingga tidak mungkin memakan pakaian yg panjang. perbedaan ini menjadi status sosial bangsa arab pada masa itu..
Post a Comment