Sunday, December 25, 2011

Dzikir dan Sholawat Malam Tahun Baru 31 Des 2011


http://nurulmusthofa.org
http://www.naqsybandi.org

Taubat Menurut Imam Ghazali

Taubat seperti dijelaskan oleh Imam Ghazali dalam kitabnya "Ihya ulumuddin" adalah sebuah makna yang terdiri dari tiga unsur: ilmu, hal dan amal. Ilmu adalah unsur yang pertama, kemudian yang kedua hal, dan ketiga amal.

Ia berkata: yang pertama mewajibkan yang kedua, dan yang kedua mewajibkan yang ketiga. Berlangsung sesuai dengan hukum (ketentuan) Allah SWT yang berlangsung dalam kerajaan dan malakut-Nya.

Ia berkata: "Sedangkan ilmu adalah, mengetahui besarnya bahaya dosa, dan ia adalah penghalang antara hamba dan seluruh yang ia senangi. Jika ia telah mengetahui itu dengan yakin dan sepenuh hati, pengetahuannya itu akan berpengaruh dalam hatinya dan ia merasakan kepedihan karena kehilangan yang dia cintai. Karena hati, ketika ia merasakan hilangnya yang dia cintai, ia akan merasakan kepedihan, dan jika kehilangan itu diakibatkan oleh perbuatannya, niscaya ia akan menyesali perbuatannya itu. Dan perasaan pedih kehilangan yang dia cintai itu dinamakan penyesalan. Jika perasaan pedih itu demikian kuat berpengaruh dalam hatinya dan menguasai hatinya, maka perasaan itu akan mendorong timbulnya perasaan lain, yaitu tekad dan kemauan untuk mengerjakan apa yang seharusnya pada saat ini, kemarin dan akan datang. Tindakan yang ia lakukan saat ini adalah meninggalkan dosa yang menyelimutinya, dan terhadap masa depannya adalah dengan bertekad untuk meninggalkan dosa yang mengakibatkannya kehilangan yang dia cintai hingga sepanjang masa. Sedangkan masa lalunya adalah dengan menebus apa yang ia lakukan sebelumnya, jika dapat ditebus, atau menggantinya.

Yang pertama adalah ilmu. Dialah pangkal pertama seluruh kebaikan ini. Yang aku maksudkan dengan ilmu ini adalah keimanan dan keyakinan. Karena iman bermakna pembenaran bahwa dosa adalah racun yang menghancurkan. Sedangkan yakin adalah penegasan pembenaran ini, tidak meragukannya serta memenuhi hatinya. Maka cahaya iman dalam hati ini ketika bersinar akan membuahkan api penyesalan, sehingga hati merasakan kepedihan. Karena dengan cahaya iman itu ia dapat melihat bahwa saat ini, karena dosanya itu, ia terhalang dari yang dia cintai. Seperti orang yang diterangi cahaya matahari, ketika ia berada dalam kegelapan, maka cahaya itu menghilangkan penghalang penglihatannya sehingga ia dapat melihat yang dia cintai. Dan ketika ia menyadari ia hampir binasa, maka cahaya cinta dalam hatinya bergejolak, dan api ini membangkitkan kekuatannya untuk menyelamatkan dirinya serta mengejar yang dia cintai itu.

Ilmu dan penyesalan, serta tekad untuk meninggalkan perbuatan dosa saat ini dan masa akan datang, serta berusaha menutupi perbuatan masa lalu mempunyai tiga makna yang berkaitan dengan pencapaiannya itu. Secara keseluruhan dinamakan taubat. Banyak pula taubat itu disebut dengan makna penyesalan saja. Ilmu akan dosa itu dijadikan sebagai permulaan, sedangkan meninggalkan perbuatan dosa itu sebagai buah dan konsekwensi dari ilmu itu. Dari itu dapat dipahami sabda Rasulullah Saw : " Penyesalan adalah taubat" (Hafizh al 'Iraqi dalam takhrij hadits-hadits Ihya Ulumuddin berkata: hadits ini ditakhrijkan oleh Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dan al Hakim. Serta ia mensahihkan sanadnya dari hadits Ibnu Mas'ud. Dan diriwayakan pula oleh Ibnu Hibban dan Al Hakim dari hadits Anas r.a. dan ia berkata: hadits ini sahih atas syarat Bukhari dan Muslim), karena penyesalan itu dapat terjadi dari ilmu yang mewajibkan serta membuahkan penyesalan itu, dan tekad untuk meninggalkan dosa sebagai konsekwensinya. Maka penyesalan itu dipelihara dengan dua cabangnya, yaitu buahnya dan apa yang membuahkannya." (Ihya Ulumuddin (4: 3,4), cetakan: Darul Ma'rifah, Beirut).

Saturday, December 24, 2011

Sufi Road : Hadits Arba'in (10)

HADITS KESEPULUH
Terjemah hadits / ترجمة الحديث :

Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu dia berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya Allah ta’ala itu baik, tidak menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang beriman sebagaimana dia memerintahkan para rasul-Nya dengan firmannya : Wahai Para Rasul makanlah yang baik-baik dan beramal shalihlah. Dan Dia berfirman : Wahai orang-orang yang beriman makanlah yang baik-baik dari apa yang Kami rizkikan kepada kalian. Kemudian beliau menyebutkan ada seseorang melakukan perjalan jauh dalam keadaan kumal dan berdebu. Dia memanjatkan kedua tangannya ke langit seraya berkata : Yaa Robbku, Ya Robbku, padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan kebutuhannya dipenuhi dari sesuatu yang haram, maka (jika begitu keadaannya) bagaimana doanya akan dikabulkan.
(Riwayat Muslim).



Pelajaran :

1. Dalam hadits diatas terdapat pelajaran akan sucinya Allah ta’ala dari segala kekurangan dan cela.
2. Allah ta’ala tidak menerima kecuali sesuatu yang baik. Maka siapa yang bersedekah dengan barang haram tidak akan diterima.
3. Sesuatu yang disebut baik adalah apa yang dinilai baik disisi Allah ta’ala.
4. Berlarut-larut dalam perbuatan haram akan menghalangi seseorang dari terkabulnya doa.
5. Orang yang maksiat tidak termasuk mereka yang dikabulkan doanya kecuali mereka yang Allah kehendaki.
6. Makan barang haram dapat merusak amal dan menjadi penghalang diterimanya amal perbuatan.
7. Anjuran untuk berinfaq dari barang yang halal dan larangan untuk berinfaq dari sesuatu yang haram.
8. Seorang hamba akan diberi ganjaran jika memakan sesuatu yang baik dengan maksud agar dirinya diberi kekuatan untuk ta’at kepada Allah.
9. Doa orang yang sedang safar dan yang hatinya sangat mengharap akan terkabul.
10. Dalam hadits terdapat sebagian dari sebab-sebab dikabulkannya do’a : Perjalanan jauh, kondisi yang bersahaja dalam pakaian dan penampilan dalam keadaan kumal dan berdebu, mengangkat kedua tangan ke langit, meratap dalam berdoa, keinginan kuat dalam permintaan, mengkonsumsi makanan, minuman dan pakaian yang halal.

As-Suhrawadi- Sufi Cahaya Allah yang dipancung

As-Suhrawadi
Ia salah sorang sufi besar yang suka mengembara untuk berburu ilmu dan kebenaran. Dialah pencetus faham Isyraq “Kerinduan kepada Allah”
Di jagat tasawuf, dikenal sebuah paham yang disebut isyraq. Paham ini meyakini, Allah adalah nurus samawati wal ard (cahaya langit dan bumi), sebagaimana disebut dalam Al-Quran surah An-Nur ayat 35. Dari nur Allah itulah lahir cahaya-cahaya yang lain di alam semesta dan di jagat rohaniah. Paham ini juga dikenal sebagai paham iluminatif (pencerah), dan terpengaruh oleh paham-paham filsafat. Karena itu, pakar tasawuf Prof. Dr. Hamka menyebutnya sebagai filsafat isyraq.
Adalah As-Suhrawardi, filsuf besar yang pertama kali mencetuskan paham isyraq. Ada tiga sufi yang namanya mirip: As-Suhrawardi, Abu An-Najib As-Suhrawardi, dan Abu Hafs Syihabuddin As-Suhrawardi Al-Baghdadi. Yang terakhir ini adalah pengarang kitab Awarif al-Maarif.
As-Suhrawardi, yang nama aslinya Abul Futuh Yahya bin Habsyi bin Amrak, lahir di Suhrawand, Zanda, Persia Utara, pada 549 H/1129 M. Seperti halnya Al-Hallaj, ia juga dibunuh oleh penguasa. Itu sebabnya ia dijuluki Al-Maqtul (Yang Terbunuh).
Suhrawardi lahir di lingkungan keluarga yang taat beribadah. Seperti hainya sufi atau ulama besar lainnya, sejak kecil ia juga belajar dasar-dasar ilmu agama, seperti Al-Quran dan fikih. Juga, seperti sufi yang lain, catatan perjalanan hidupnya sangat sedikit diketahui orang. Menurut pengamat sufi, Mehdi Amin-razafi, Suhrawardi hidup di suatu zaman ketika muncul kebutuhan untuk menyatukan kembali ilmu pengetahuan Islam dengan memadukan berbagai mazhab. Di tengah perdebatan intelektual itulah muncul pemikiran Suhrawardi tentang isyraq, yang antara lain meyakini bahwa wacana fflosofis merupakan bagian dari perjalanan spiritual seseorang.

Dalam buku Tokoh-tokoh Sufi; Tauladan dan Kehidupan yang Saleh, Prof. Dr. H. Ahmadi Isa MA menulis, Suhrawardi terkenal sebagai pengembara yang gandrung menuntut ilmu, la berguru kepada sejumlah ulama dan pakar dalam berbagai ilmu pengetahuan. Di Marga, Azerbaijan, Asia Tengah, ia belajar fikih dan filsafat kepada Syekh Majduddin Al-Jilli, seorang fukaha yang termasyhur kala itu. Di Isfahan, Iran, ia belajar mantik (logika) kepada Ibn Sahlan As-Sawi, pengarang kitab Al-Basair an-Nasiriyah. Selain itu ia juga tercatat belajar filsafat India, Persia, dan Yunani. Menurut seorang pengikutnya, pengetahuan Suhrawardi sangat daiam, dan sangat menguasai ilmu hikmah alias filsafat dan fikih. la juga sangat fasih dalam hal ungkapan.
As-Suhrawardi memulaiis perjalanan suflstis sejak bergabung dengan para sufi dalam kehidupan asketisnya. Beberapa tahun bergelut dengan ajaran-ajaran sufi, setelah itu ia mengembara, mengunjungi sejumlah ulama dan pakar di Aleppo, Damaskus, Anatholia, sampai ke Azerbaijan. Terakhir ia melakukan j perjalanan ke Halb, belajar tasawuf kepada sufi besar Asy-Syafir iftikharuddin.

Suhrawardi juga termasuk sufi besar yang produktif membukukan pikiran-pikirannya. Karya-karyanya yang dianggap monumental, antara lain, Hikmah ai-lsyraq, Al-Muqawamat, dan Al-Mutaribal Salah satu kitab yang banyak diperbincangkan ialah Hikmah ai-lsyraq, memuat berbagai pandangannya perihal filsafat isyraq atau iluminatif. Karya-karyanya yang lain, rata-rata dalam sebuah kitab yang tipis, Hayakil an-Nur, Alwah wa Imadiyyah, Partaw Nama, Fit I'tikad al-Hukama, Ah Lahamat, Bustan al-Qulub - sebagian besarj dituiis dalam bahasa Arab, sementara karya-karyanya dalam bahasa Persia banyak dipuji sebagai karya sastra yang indah. Karya-karyanya yang lain, di antaranya, Aqli Surkh, Awazi ParJabrail, Al-Qissah al-Ghurbah ah Gharbiyyah, Lugati Muran, Risalah fil Hallah all'Tufuliyyah, Ruzi ba Jamaah Sufiyan, Safir



Kenikmatan Duniawi

Ada pula karya Suhrawadi, risalah yang bersifat filosofis berupa terjemahan karya ibnu sina berjudul risalah Tayr, dan komentar dan komentar mengenai karya Ibnu Sina daiam bahasa Persia, Isyarat wa Tanbihat. Juga ada sebuah risalah berjudul Risalah fi Haqiqah al-'lsyq, didasarkan pada karya Ibnu Sina berjudul Risalah fil 'Isyq. Ada juga karyanya yang memuat doa, zikir, wirid, berjudul Al-Waridat wa Taqdisat, Banyak pandangan Suhrawardi diikuti para sufi, misalnya ucapannya yang terkenal, "Semua yang menyenangkan Anda, seperti hak milik, perabotan, kenikmatan duniawi, dan hal-hal yang serupa itu, lemparkanlah. Jika resep ini Anda ikuti, penglihatan Anda akan tercerahkan." Pandangan lain yang juga terkenal, "Ketika mata batin terbuka, mata zahir harus ditutup. Bibir harus dikunci, dan indra-indra lahir harus dibungkam. Indra batin hendaknya mulai berfungsi, sehingga jika ia toencapai sesuatu, melakukannya dengan jasad batin. Jika mendengar, dia mendengar dengan telinga batin." Salah satu peritiwa yang tidak bias dipisahkan dari kehidupan Suhrawardi ialah saat kematiannya. la meninggal di tiang gantungan, dalam sebuah upacara pengadillan yang digelar Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi, dan Dinasti Bani Saljuk -gara-gara ajarannya dianggap sesat. Di tengah kemasyhurannya sebagai salah seorang ulama tasawuf dan cendekiawan, pendapat-pendapatnya memang sering memancing kontroversi. Seperti pandangan-pandangan Al-Halla] mau-un Junaid Al-Bagdadi, pendapat-pendapat Suhrawardi sering dianggap menyimpang sehingga memicu polemik berkepanjangan.
Sebelum diadili, ia dipanggil oleh Pangeran Zahir bin Salahuddin Al-Ayyubi untuk mempertanggungjawabkan ajarannya dalam forum debat terbuka yang dihadiri para teolog dan fukaha. Dalam debat itu, Suhrawardi berhasil mempertahankan argumentasinya, sehingga Pangeran Zahir pun memaafkannya, bahkan belakangan bersahabat dengannya. Tapi, akibatnya, hat itu memancing dengki dan iri.

Maka berseliweranlah fitnah dan hasutan ke alamat Suhrawardi. Bahkan ada yang sempat mengirim surat kepada Sultan Shalahuddin, yang memperingatkan perihal "kesesatan" ajaran Suhrawardi. Celakanya, sang Sultan malah memerintahkan Pangeran Zahir, putranya, agar menghukum Suhra¬wardi. Zahir segera menggelar sidang, membicarakan hukuman bagi sang sufi. Keputusan pun jatuh: Suhrawardi dijatuhi hukum pancung. Itu terjadi pada 587 H/1167 M, ketika Suhrawardi berusia 38 tahun. Mungkin karena ia korban persekongkolan politik, makamnya pun tak diketahui.
Tapi, justru karena hukuman itu nama Suhrawardi melejit. Masyarakat menggelari-nya dengan sebutan al-Maqtul, (tokoh) "yang terbunuh". Suhrawardi memang telah di-bunuh. Jasadnya telah dibuang. Tapi pikiran-pikirannya yang cemerlang tetap hidup hingga kini, bahkan sepanjang zaman.

Sumber: Al-Kisah

Friday, December 23, 2011

Perjuangan Ulama Sufi di Medan Jihad Dalam Menegakkan Islam

Banyak sekali kita dengar dari golongan yang memusuhi dan anti sufi bahwa ulama sufi tidak pernah mengikuti peperangan jihad fisabilillah, mereka hanya sibuk dengan ibadah dan melupakan kewajiban jihad, mereka mencoba untuk menghilangkan sejarah yang pernah diukir oleh pembesar-pembesar sufi yang ikut dalam perjuangan melawan kafir-kafir penjajah negeri islam, mereka memutar balikkan fakta yang ada, selanjutnya mereka membanggakan diri dengan menyebut sebagai pahlawan yang mati-matian menyerang musuh islam dan mengobarkan panji jihad, mereka adalah musuh Amerika yang tidak takut mati, musuh umat kristen yang gagah berani, ditangan mereka berdirinya syari`at, merekalah kelompok yang benar dan berjaya mendapatkan naungan surga.

Tetapi apakah jihad mereka sesuai dengan peraturan al-Qur`an dan sunnah Nabi, kenapa banyak umat islam yang mereka bunuh dengan letupan bom, berapa banyak nyawa melayang dengan serangan bom rakitan yang diledakkan oleh mereka, berapa banyak perempuan yang jadi janda hanya karena tidak faham makna jihad sebenarnya, berapa banyak anak-anak menjadi yatim karena bom bunuh diri, Bali yang indah digoncang oleh bom atas nama jihad mereka, Jakarta yang megah diserang bom atas nama jihad, Besawir Pakistan yang meriah hancur luluh lantah dihantam bom bunuh diri atas nama jihad, Syarmun Syeikh Mesir yang cerah tidak ketinggalan di bom oleh mereka, somalia menjadi tempat darah bersimbah hanya atas nama jihad, yang mati juga orang islam, yang diperangi juga orang islam, inikah jihad mereka, padahal Rasulullah saw melarang kita untuk membunuh kafir Zimmi, bagaimana pula mereka membunuh umat islam?

Para ulama sufi dari dahulunya memang sudah dikenal tangguh di medan perang, mereka tidak pernah takut mengikuti peperangan, tetapi mereka tidak suka membesar-besarkan keikutsertaan mereka di dalam peperangan, karena hal tersebut bisa membuat niat tidak ikhlas. Sebab itulah Imam Bukhari meletakkan hadits niat di dalam bab berjihad fisabilillah, karena niat yang ikhlas dalam bejihad sangat penting sekali, orang yang mati dalam peperangan fisabilillah jika tidak memiliki niat yang ikhlas maka dia mati sia-sia tidak mendapatkan gelar syahid.

Tetapi diantara para Sufi yang mengikuti peperangan melawan kaum kuffar ada terdapat sebagiannya yang telah ditulis oleh sejarah, diantara ulama-ulama sufi yang mengikuti peperangan melawan musuh adalah :

1 - Imam Abu Hasan Syadzuli, sebagai Imam Sufi yang teragung, dan telah menggambungkan ilmu hakikat dan syari`at, Qutub pada zamannya, mengikuti peperangan yang terjadi di Kota Mansurah ( Mesir ) pada tahun 642 hijriyah. Walaupun umur beliau telah melewati enam puluh tahun, mata beliau telah buta tetapi tidak mematikan semangatnya untuk menyertai jihad fisabilillah. Siang malam beliau berdo`a agar Allah memberikan kemenangan dalam peperangan melawan pasukan Salib yang datang melalui kota Dimyath. Akhirnya pada suatu malam beliau mendapat kabar gembira dari Rasulullah saw dalam mimpinya tentang kemenangan umat islam. Sulthan ulama izzuddin Abdussalam meminta pasukan Islam mendengarkan kabar gembira dari Syeikh Abu Hasan Syadzuli sehingga kabar gembira tersebut menjadi kenyataan yang indah, pasukan salib dapat dikalahkan bahkan Raja Lois IX ditawan oleh umat islam dan diletakkan dirumah Ibnu Luqman dikota Mansurah ini terjadi pada tahun 648, tempat ini masih ada sampai sekarang, syeikh Abu Hasan meninggal dunia pada tahun 656 hijriyah dan dikuburkan di Humaisara. (1 )

2 - Syeikhul Islam Sulthonul ulama al-Mujtahid Izzuddin Abdussalam merupakan seorang sufi yang hebat dan berani, beliau merupakan ulama yang sangat ditakuti dan di segani, tidak hanya ahli dalam ilmu agama tetapi juga ikut tampil didalam peperangan melawan musuh islam, keberaniannya juga terlihat dihadapan para pemerintahan islam yang tidak patuh terhadap ajaran agama, beliau juga selalu mengikuti pengajian Syeikh Abu Hasan Syadzili dan sangat menghormatinya, diantara peperangan yang beliau ikuti adalah :

a ) Peperangan Salib yang terjadi di kota Mansurah menghadang pasukan musuk yang datang melalui kota Dimyath menuju kota Kairo, didalam peperangan ini beliau beserta Syeikh Abu Hasan Syadzuli ikut terjung langsung ke medan jihad sehingga tertawannya Raja Lois IX, diantara peristiwa yang sangat dikenang ketika itu adalah teriakan Syeikh Izzuddin kepada angin ketika melihat banyaknya kapal-kapal perang Francis yang menghadap ke dermaga Dimyath, dengan suara yang kuat Syeikh Izzuddin berkata : ” Wahai angin hancurkan meraka “, ketika itu juga angin menghancurkan kapal-kapal perang Francis, sehingga seorang prajurit muslim mengatakan : Segala puji bagi Allah yang telah melihatkan kepada kami dari golongan umat Nabi Muhammad yang telah Allah mudahkan untuk menundukkan angin.

b) Peperangan melawan Tatar, ketika itu Tatar telah menguasai Baghdad dan ingin menuju Syam, mendengar kabar kedatangan tentra Tatar yang tidak berprikemanusian dan terkenal biadap, maka Sulton Saifuddin Quthruz mempersiapkan tentera untuk menyerang pasukan Tatar, tetapi serangan tersebut setelah hari raya, Syeikh Izzuddin menyeru kepada Sulthan agar menyerang mereka ketika bulan ramadhan dan menjanjikannya dengan kemenangan, janji tersebut menjadi kenyataan sehingga pasukan Tatar ( Mongngolia ) kalah didalam peperangan Ainul Jalut pada tahun 658 hijriyah. Beliau meninggal dunia tahun 660 hijriyah (2 ).

3 – Pangeran Abdul Qadir al-Jaza`iri, seorang yang ahli didalam ilmu hadits dan tasawuf yang memiliki sifat tawadhu` dan rendah hati, tetapi tidak ingin negerinya dijajah oleh Francis, beliau menyerang tentera musuh dengan gagah berani sehingga melemahkan pasukkan Francis dan keuangan mereka, peperangan ini memakan waktu lebih dari tujuh belas tahun lamanya.(3 ).

4 -Syeikh Ahmad Syarif Sanusi, ketika Syeikh Ahmad telah dilantik menjadi pemimpin Zawiyah Tariqah Sanusiyah pada tahun 1900 Masehi bertepatan tahun 1320 Hijriyah, beliau langsung menyatakan perang melawan musuh Allah penjajah tanah air mereka, gerakan ini membuat pasukkan Francis kewalahan menghadapi serangan pasukan Sanusiyah, ketika itu juga pasukan Italia telah menguasai Barqah, tetapi mendapat perlawanan dari Syeikh Ahmad Syarif Sanusi, perjalanan hidupnya penuh dengan perjuangan sehingga beliau meninggal dengan tenang di kota Madinah setelah datang dari Syam.( 4 )
5 – Umar Mukhtar, seorang tenaga pendidik di Jawiyah Sanusiyah yang telah mengambil Tariqah dari Mursyid Sanusiyah, beliau mengajak murid-muridnya untuk berjihad fisabilillah melawan Italia yang telah menduduki kota Banghazi Libya, beliau telah memerangi Italia sebanyak 263 kali dalam masa duapuluh bulan saja, membuat Pasukkan Italia marah dan mengepung pasukkannya, sehingga banyak tentera islam yang menyertainya jatuh gugur menghadap Allah, akhirnya beliau ditangkap dan dipenjara selama empat hari, kemudian dihukum gantung sampai mati pada tahun 1350 hijriyah.( 5 )

6 – Muhammad Izzuddin Qassam Syadzuli, beliau merupakan seorang syeikh Jawiyah Syadzuliyah di gunung al-Adhamiyah dibahagian negeri Suria, setelah selesai perang dunia pertama tahun 1918 M negeri Francis menjajah bahagian tepi pantai Suria, ketika itu beliau mengajak para muridnya untuk mengangkat senjata menyerang penjajahan Francis, beliau juga turut perang melawan Israel yang telah menduduki Palestina, pada tahun 1934 meletus revolusi sehingga beliau gugur Syahid dalam peperangan, kemudian dikuburkan di Haifa, murid-muridnya sampai sekarang masih ada dan memiliki pasukkan yang berani didalam peperangan, pasukkan itu adalah Kata`ib Izzuddin Qassam. ( 6 )
Masih banyak lagi pahlawan-pahlawan sufi yang gugur didalam peperangan baik yang dicatat di dalam sejarah maupun tidak tertera, semoga Allah melimpahkan surga kepada mereka dan kita semua.

Catatan Kaki :
( 1 ) Bayanul Jazim Anna Tasawuf litazkiyatil Insan Nahjul Lazim karya Sa`id Abul `As`ad : 132, Tabaqat Syadzuliyah al-Kubra karya Abu Ali Hasan bin Muhammad al-Faasi : 20. Husnul Muhadharah Fi Tarikhi Mesr Wal Qahirah Karya Imam Sayuti : 1 /401.
( 2 ) Bayanul Jazim : 133 , Husnul Muhadharah Fi Tarikh Mesr wal Qahirah : 1 / 142, Maktabah al-`Ashriyah Lubnan.
( 3 ) Bayanul Jazim : 134
( 4 ) Bayanul Jazim : 136
( 5 ) Natsrul Jawahir Wa Dururu Fi Ulama Qarni Rabi` `Asyar :1/939, Bayanul Jazim : 144.
( 6 ) Natsrul Jawahir Wa Dururu Fi Ulama Qarni Rabi` `Asyar : 2 / 1352
.

Penulis : al-Ustadz Husni Allangkati Hafidzahullah :
Medan, Sumatra Utara, Indonesia Lahir di Besitang Langkat tarikh 26 Dzulqa`idah 1400 H,Tamat SDN 050780 thn 1992, Ijazah Tsanawiyah Negeri 31 Mei 1996,Ijazah Tsanawiyah Ma`had Musthafawiyah 1997 M, Musthafa,Ijazah Mas 29 Mei 1999 M, Ijazah Lisence Universitas Al-Azhar 2004 M, Ijazah Defloma Master Ma`had Ali Darasat Islamiyah 17 Januari 2007 M, Kuliyah Usuluddin al-Azhar Jurusan Hadits Syarif.

http://ashhabur-royi.blogspot.com

Tidak Semua Bid'ah Hukumnya Haram

Assalamualaikum Wr. Wb.
Telah dibuktikan didalam kitab-kitab para Imam, sebagaimana perkara yang disebutkan oleh para Imam menegnai perkara yang telah dikatakan sebagai bid’ah namun perlu diingat bahwa para imam tidak serta merta menjatuhkannya pada status hukum haram, seperti perkataan mereka yakni “bid’ah makruhah (bid’ah yang hukumnya makruh, bukan haram)”, juga “bid’ah ghairu mustahibbah (bid’ah yang tidak dianjurkan)” maka ini status hukumnya jatuh antara mubah dan makruh. Ada lagi istilah bid’ah munkarah yang hukumnya makruh, dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, tidak semua perbuatan menjadi haram (berdosa) walaupun semisalnya dilakukan. Juga tidak bisa dijadikan “dalih” mengharamkan tahlilan, sama sekali tidak ada benang merahnya.

Kenapa tidak semua bid’ah jatuh pada status hukum haram ? Sebab bid’ah bukanlah hukum
(status hukum Islam). Bid’ah adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menyebut perkara baru yang tidak berasal dari Nabi Shallallahu ‘alayhi wa sallam. Adapun hukum Islam ada 5 yakni : wajib, sunnah (mandub), mubah, makruh dan haram. Ini adalah bahasan tentang status hukum dan penetapannya.
Maka, apabila ada perkara yang oleh ulama dianggap sebagai bid’ah, mereka tidak serta merta menjatuhkan status hukum haram untuk bid’ah tersebut, melainkan mereka (ulama) menimbang dan mengkaji terlebih dahulu tentang bid’ah tersebut, yakni terkait selaras atau tidaknya dengan kaidahkaidah syariat. Sehingga nantinya akan terlihat/dapat disimpulkan status hukum untuk perkara bid’ah tersebut, apakah masuk dalam hukum wajib, sunnah/mandub/mustahab, mubah/jaiz, makruh dan haram. Sebab sesuatu harus ditetapkan status hukumnya. Nikah pun yang jelas-jelas sunnah Rasulullah, tidak serta merta dihukumi wajib tergantung kondisi dan situasinya. Oleh karena itu bid’ah juga harus ditinjau dengan kaidah syariat dalam menetapkan hukum :
Jika masuk pada kaidah penetapan hukum makruh, maka ulama akan menyebutnya sebagai “bid’ah makruhah (bid’ah yang hukumnya makruh)” ;
Jika masuk pada kaidah penetapan hukum makruh haram maka ulama akan menyebutnya sebagai “bid’ah muharramah (bid’ah yang hukumnya haram)”
Jika masuk pada kaidah penetapan hukum mubah/jaiz maka ulama akan menyebutnya sebagai“bid’ah mubahah (bid’ah yang hukumnya mubah)” ;
Jika masuk pada kaidah penetapan hukumsunnah/mandub/mustabah maka ulama akan menyebutnya sebagai “bid’ah mustahabbah (bid’ah yang hukumnya sunnah/ mustahab/ mandub)” ;
Jika masuk pada kaidah penetapan hukum wajib maka ulama akan menyebutnya sebagai “bid’ah wajibah (bid’ah yang hukumnya wajib)”.

Sebagaimana Imam an-Nawawi menyebutkan didalam al-Minhaj syarah Shahih Muslim :
قال العلماء البدعة خمسة أقسام واجبة ومندوبة ومحرمة ومكروهة ومباحة فمن الواجبة نظم أدلة المتكلمين للرد على الملاحدة
والمبتدعين وشبه ذلك ومن المندوبة تصنيف كتب العلم وبناء المدارس والربط وغير ذلك ومن المباح التبسط في ألوان الأطعمة وغير
ذلك والحرام والمكروه ظاهران وقد أوضحت المسألة بأدلتها المبسوطة في تهذيب الأسماء واللغات
’Ulama berkata bahwa bid’ah terbagi menjadi 5 bagian (bagian hukum) yakni wajibah (bid’ah yang wajib), mandubah (bid’ah yang mandub), muharramah (bid’ah yang haram), makruhah (bid’ah yang makruh), dan mubahah (bid’ah yang mubah)”,

diantara bid’ah yang wajib adalah penyusunan dalil oleh ulama mutakallimin (ahli kalam) untuk membantah orangorang atheis, ahli bid’ah dan seumpamanya;
diantara bid’ah mandzubah (bid’ah yang sunnah) adalah mengarang kitab ilmu, membangun madrasah dan tempat ribath serta yang lainnya ;
diantara bid’ah yang mubah adalah mengkreasi macam-macam makanan dan yang lainnya, sedangkan bid’ah yang haram dan bid’ah yang makruh, keduanya telah jelas dan telah dijelaskan permasalahannya dengan dalil yang rinci didalam kitab Tahdzibul Asmaa wal Lughaat”

Berikut adalah redaksi dalam kitab Tahdzibul Asma’ wal Lughaat, yang menjelaskan lebih rinci lagi tentang pembagian bid’ah tersebut :
قال الشيخ الإمام المجمع على إمامته وجلالته وتمكنه في أنواع العلوم وبراعته أبو محمد عبد العزيز بن عبد السلام رحمه الله ورضي
عنه في آخر كتاب "القواعد": البدعة منقسمة إلى: واجبة، ومحرمة، ومندوبة، ومكروهة، ومباحة. قال: والطريق في ذلك أن تعرض
البدعة على قواعد الشريعة، فإن دخلت في قواعد الإيجاب فهي واجبة، أو في قواعد التحريم فمحرمة، أو الندب فمندوبة، أو المكروه
فمكروهة، أو المباح فمباحة، وللبدع الواجبة أمثلة منها: الاشتغال بعلم النحو الذي يفهم به كلام الله تعالى وكلام رسول الله - صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -، وذلك واجب؛ لأن حفظ الشريعة واجب، ولا يتأتى حفظها إلا بذلك وما لا يتم الواجب إلا به، فهو واجب، الثاني حفظ
غريب الكتاب والسنة في اللغة، الثالث تدوين أصول الدين وأصول الفقه، الرابع الكلام في الجرح والتعديل، وتمييز الصحيح من
السقيم، وقد دلت قواعد الشريعة على أن حفظ الشريعة فرض كفاية فيما زاد على المتعين ولا
يتأتى ذلك إلا بما ذكرناه، وللبدع
المحرمة أمثلة منها: مذاهب القدرية والجبرية والمرجئة والمجسمة والرد على هؤلاء من البدع الواجبة، وللبدع المندوبة أمثلة منها
إحداث الرُبِط والمدارس، وكل إحسان لم يعهد في العصر الأول، ومنها التراويح، والكلام في دقائق التصوف، وفي الجدل، ومنها جمع
المحافل للاستدلال إن قصد بذلك وجه الله تعالى. وللبدع المكروهة أمثلة: كزخرفة المساجد، وتزويق المصاحف، وللبدع المباحة
أمثلة: منها المصافحة عقب الصبح والعصر، ومنها: التوسع في اللذيذ من المآكل، والمشارب، والملابس، والمساكن، ولبس
الطيالسة، وتوسيع الأكمام. وقد يختلف في بعض ذلك فيجعله بعض العلماء من البدع المكروهة، ويجعله آخرون من السنن المفعولة
في عهد رسول الله - صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فما بعده، وذلك كالاستعاذة في الصلاة والبسملة هذا آخر كلامه
“Syaikhul Imam Abu Muhammad ‘Abdul ‘Aziz bin Abdis Salam didalam akhir kitabnya al-
Qawaid berkata : “bid’ah terbagi kepada hukum yang wajib, haram, mandub, makruh dan
mubah. Ia berkata : metode yang demikian untuk memaparkan bid’ah berdasarkan kaidah kaidah syari’ah, sehingga
1. Apabila masuk pada qaidah (penetapan) hukum wajib maka itu bid’ah wajibah,
2. Apabila masuk pada qaidah (penetapan) hukum haram maka itu bid’ah muharramah,
3. Apabila masuk pada qaidah (penetapan) hukum mandub maka itu bid’ah mandubah,
4. Apabila masuk pada qaidah (penetapan) hukum makruh maka itu bid’ah makruhah,
5. Apabila masuk pada qaidah (penetapan) hukum mubah maka itu bid’ah mubahah.
Diantara contohnya masing-masing adalah ;
1. Bid’ah Wajibah seperti : menyibukkan diri belajar ilmu-ilmu sehingga dengannya bisa paham firman-firman Allah Ta’ala dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam, itu wajib karena menjaga menjaga syariah itu wajib, dan tidak mungkin menjaga kecuali dengan hal itu, dan sesuatu kewajiban yang tidak sempurna kecuali dengannya maka itu wajib, menjaga bahasa asing didalam al-Qur’an dan as-Sunnah, mencatat (membukukan) ilmu ushuluddin dan ushul fiqh, perkataan tentang jarh dan ta’dil, membedakan yang shahih dari buruk, dan sungguh kaidah syariah menunjukkan bahwa menjaga syariah adalah fardlu kifayah”.

2. Bid’ah Muharramah seperti : aliran (madzhab) al-Qadariyah, al-Jabariyah, al-Murji’ah, al-Mujassimah, dan membantah mereka termasuk kategori bid’ah yang wajib (bid’ahwajibah).

3. Bid’ah Mandzubah (Bid’ah yang Sunnah) seperti : membangun tempat-tempat rubath dan
madrasah, dan setiap kebaikan yang tidak ada pada masa awal Islam, diantaranya
adalah (pelaknasaan) shalat tarawih, perkataan pada detik-detik tashawuf, dan lain
sebagainya.

4. Bid’ah Makruhah seperti : berlebih-lebihan menghiasai masjid, menghiasi mushhaf danlain sebagainya.

5. Bid’ah Mubahah seperti : bersalaman (berjabat tangan) selesai shalat shubuh dan ‘asar, jenis-jenis makanan dan minuman, pakaian dan kediaman. Dan sungguh telah berselisih pada sebagian yang demikian, sehingga sebagian ‘ulama ada yang memasukkan pada bagian dari bid’ah yang makruh, sedangkan sebagian ulama lainnya memasukkan
perkara sunnah yang dilakukan pada masa Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam dan
setelah beliau, dan itu seperti mengucapkan isti’adzah didalam shalat dan basmalah. Ini akhir perkataan beliau. “

Kesimpulannya sudah jelas yaitu bahwa tidak semua bid’ah dihukumi haram, melainkan harus ditinjau terlebih dahulu status hukumnya. Semua itu karena ternyata ada bid’ah yang tidak bertentangan dengan syariat Islam, diistilahkan dengan bid’ah hasanah (baik) dan ada juga bid’ahyang bertentangan dengan syariat Islam, di istilahkan dengan bid’ah yang buruk. al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah pernah mengatakan sebagaimana disebutkan olah al-Muhaddits al-Baihaqi :

أخبرنا أبو سعيد بن أبي عمرو، ثنا أبو العباس محمد بن يعقوب , ثنا الربيع بن سليمان، قال: قال الشافعي رضي الله عنه: المحدثات من
الأمور ضربان: أحدهما: ما أحدث يخالف كتابا أو سنة أو أثرا أو إجماعا , فهذه لبدعة الضلالة. والثانية: ما أحدث من الخير لا خلاف
يعني أنها محدثة « نعمت البدعة هذه » : فيه لواحد من هذا , فهذه محدثة غير مذمومة وقد قال عمر رضي الله عنه في قيام شهر رمضان
لم تكن , وإن كانت فليس فيها رد لما مضى

“Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Sa’id bin Abu ‘Amr, telah menceritakan kepada kami Abul ‘Abbas Muhammad bin Ya’qub, telah menceritakan kepada kami ar-Rabi’ bin Sulaiman, ia berkata : Imam asy-Syafi’i pernah berkata : perkara baru (muhdatsaat) itu terbagi menjadi menjadi dua bagian :
1. Suatu perkara baru yang menyelisihi al-Qur’an, Sunnah, Atsar atau Ijma’, maka ini
termasuk perkara baru yang disebut bid’ah dlalalah, dan
2. Suatu perkara baru yang baik yang didalamnya tidak menyelisihi dari salah satu tersebut, maka ini perkara baru (muhdats) yang tidak buruk, dan sungguh Sayyidina ‘Umar radliyallahu ‘anh berkata tentang shalat pada bulan Ramadhan
(shalat Tarawih) : “sebaik-baiknya bid’ah adalah ini”, yakni perkara muhdats yang tidak ada sebelumnya, walaupun keberadaannya tidaklah bertentangan dengan sebelumnya.
Contoh-contoh semacam ungkapan (istilah) seperti diatas begitu banyak dikitab-kitab Ulama, diantaranya sebagaimana yang telah disebutkan. Sehingga menjadi penting ketika membaca perkataan ulama syafi’iyah juga mengerti pembagian bid’ah menurut ulama syafi’iyah. Perincian Imam ‘Izzuddin bin ‘Abdis Salam tersebut kadang berbeda dengan ulama madzhab lainnya, sehingga menyebutnya bukan sebagai bid’ah melainkan sebagai maslahah Mursalah, perbedaan ini terjadi karena memang cara memahaminya pun berbeda walaupun esensinya sebenarnya sama yaitu samasama para ‘ulama menerimanya. Perbedaan seperti inilah yang sebenarnya terjadi, bukan seperti kalangan yang selalu menuding-menuding “ini sesat” dan “itu sesat”, bukan seperti pemahaman mereka itu.

LANJUT MASALAH BID’AH
Pembahasan bid’ah adalah sebenarnya pembahasan “usang” yang selalu di gembar-gemborkan oleh beberapa kalangan hingga akhirnya menimbulkan keresahan diantara kaum Muslimin dengan berbagai tudingan yang sebenarnya bermuara pada perbedaan pemahaman dalam memahami esensi dari bid’ah. Misalnya seperti kalangan ulama menolak pembagian bid’ah hasanah, hakikatnya adalah tidak menerima penyebutan bid’ah terhadap masalah yang masih di naungi oleh keumuman nas atau masalah yang masih ada asalnya dari al-Qur’an, as—Sunnah, Ijma’, Qiyas, Mashlahah Mursalah, dan ada fuqaha’ yang menunjuki dalilnya, sehingga menurut mereka, yang seperti ini kenapa harus disebut bid’ah jika ada nasnya (walaupun nas-nya umum).

Sedangkan yang membagi bid’ah hasanah, mereka menganggap bahwa perkara tersebut memang baru (muhdats) yang tidak ada pada masa Rasulullah yang perlu di di tinjau hukumnya sehingga jika selaras dengan esensi al-Qur’an dan As-Sunnah atau masih di naungi dengan nas-nas umum maka berarti itu perkara baru yang baik. Hal ini juga didasarkan pada ungkapan Sayyidina ‘Umar yaitu “ni’amatul bid’ah” juga hadits “man sanna fil Islam”, yang dari sini kemudian muncul istilah bid’ah hasanah atau bid’ah mahmudah atau bid’ah hudaa dan lain sebagainya. Penggunaan istilah bid’ah tidak lain sebagai pembeda antara perkara yang ada pasa masa Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam danyang tidak. Imam an-Nawawi rahimahullah didalam al-Majmu’ juga menjelaskan :

(قوله) صلى الله عليه وسلم " كل بدعة ضلالة " هذا من العام المخصوص لأن البدعة كل ما عمل على غير مثال سبق قال العلماء وهي
خمسة أقسام واجبة ومندوبة ومحرمة ومكروهة ومباحة وقد ذكرت أمثلتها واضحة في تهذيب الأسماء واللغات

“Sabda Nabi shallallahu ‘alayhi wa salam “setiap bid’ah adalah dlalalah (sesat)”, ini bagian dari ‘amun makhshush, karena sesunggguhnya bid’ah adalah setiap perkara yang dilakukan atas tidak adanya contoh sebelumnya, ulama juga berkata : bid’ah terbagi kepada 5 bagian yaitu wajiban, mandzubah, muharramah, makruhah dan mubahah, dan sungguh telah aku sebutkan contoh-contohnya dan telah aku jelaskan didalam kitab Tahdizbul Asmaa’ wal Lughaat”.

Disini Imam an-Nawawi menjelaskan maksud hadits “kullu bid’atin dlalalah” sebagai bentuk yang umum yang di takhshish (dikhususkan) oleh hadits-hadits lainnya. Adapun salah satu hadits yang menjadi takhsish terhadapnya adalah sebagaimana yang telah beliau sebutkan penjelasannya didalam Syarh Shahih Imam Muslim :

وفي هذا الحديث تخصيص قوله صلى الله عليه وسلم كل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة وأن المراد به المحدثات الباطلة والبدع
المذمومة وقد سبق بيان هذا في كتاب صلاة الجمعة وذكرنا هناك أن البدع خمسة أقسام واجبة ومندوبة ومحرمة ومكروهة ومباحة

Dan dalam hadits ini (man sanna fil Islam) merupakan takhsish terhadap sabda Nabi
shallallahu ‘alayhi wa sallam “setiap perkara baru (muhdats) adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah dlalalah (sesat)”, sesungguhnya yang dimaksud dengannya adalah perkara-perkara baru yang bathil dan bid’ah madzmumah (buruk), dan telah berlalu penjelasan masalah ini pada kitab Shalat Jum’at, dan kami telah menuturkan disana bahwa bid’ah terbagi menjadi 5 bagian yakni wajibah, mandzubah, muharramah, makruhah dan mubahah”.

Sehingga dari itu, dapat dipahami bahwa istilah sunnah sayyi’ah pada hadits “man sanna fil Islam” sebenarnya merupakan bid’ah yang buruk, karena mensunnahkan atau mencetuskan sesuatu baru yang buruk didalam Islam. Adapun para sahabat Nabi sendiri, mensunnahkan atau mencetuskan sesuatu yang baik Islam. Oleh karena itu, bid’ah yang dimaksudkan pada hadits yang masih umum tersebut adalah bid’ah madzmumah atau perkara muhdats yang bathil.
Italic
Pendefinisian Bid’ah
Imam an-Nawawi mengatakan bid’ah sebagai perbuatan yang tidak ada contoh sebelumnya,
أن البدعة كل ما عمل على غير مثال سبق
setiap perkara yang dilakukan yang mana padanya tidak ada contoh sebelumnya

dan didalam Tahdzibul Asmaa’ wal Lughaat, beliau mendefinisikan :

بدع: البِدعة بكسر الباء في الشرع هي إحداث ما لم يكن في عهد رسول الله - صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -، وهي منقسمة إلى: حسنة وقبيحة

“Bid’ah didalam syara’ adalah mengada-adakan perkara yang tidak ada pada masa Rasulullah shalullah shallallahu ‘alayhi wa sallam, dan itu terbagi menjadi hasanah dan qabihah”.

Sulthanul ‘Ulamaa’ al-Imam ‘Izzuddin bin Abdissalam didalam kitabnya Qawa’idul Ahkam
mendefinisikan bid’ah sebagai berikut :

البدعة فعل ما لم يعهد في عصر رسول الله - صلى الله عليه وسلم -. وهي منقسمة إلى: بدعة واجبة، وبدعة محرمة، وبدعة مندوبة، وبدعة
مكروهة، وبدعة مباحة، والطريق في معرفة ذلك أن تعرض البدعة على قواعد الشريعة

Bid’ah adalah melakukan sesuatu yang tidak ada masa masa Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam, dan itu terbagi menjadi ; bid’ah wajibah, bid’ah muharramah, bid’ah mandzubah, bid’ah makruhah dan bid’ah mubahah, sedangkan metode dalam mengetahui pembagian yang demikian untuk menjelaskan bid’ah berdasarkan kaidah-kaidah syariah”.

Berdasarkan definisi ini, setiap sesuatu apapun terkait syara’ yang tidak ada pada masa Rasulullah maka itu dinamakan sebagai bid’ah. Sehingga apa yang dilakukan hanya atas inisiatif sahabat Nabi pasca wafatnya Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam, itu adalah perkara baru yang bid’ah. Namun perlu di ketahui, bahwa perkara baru ini dilakukan oleh sahabat Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam, yang mana para sahabat merupakan orang-orang yang mendapatkan petunjuk sehingga perkara baru yang
mereka lakukan walaupun kadang terjadi perselisihan diantara mereka tetap saja disebut sebagai sunnah. Yaitu bid’ah yang hakikatnya adalah sunnah. 95 Sunnah yang dimaksud adalah sunnah dalam pengertian kebiasaan umum bukan khusus. Sebab dalam pengertian khusus hanya di sandarkan pada Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam baik berupa perkataan, perbuatan maupun taqrir beliau.
Definisi ulama lainnya memang ada kemungkinan berbeda tergantung dari sudut pandang apa mereka mendefinisikannya, sehingga nantinya cara memahami pun akan terjadi perbedaan namun pada hakikatnya sebenarnya sama.

Sumber: Tahlilah menurut mazhab syafi'i oleh ashhabur royi

Wednesday, December 21, 2011

Sufi Road : Puisi Cinta Rumi

PERNYATAAN CINTA

Bila tak kunyatakan keindahan-Mu dalam kata,
Kusimpan kasih-Mu dalam dada.
Bila kucium harum mawar tanpa cinta-Mu,
Segera saja bagai duri bakarlah aku.

Meskipun aku diam tenang bagai ikan,
Tapi aku gelisah pula bagai ombak dalam lautan
Kau yang telah menutup rapat bibirku,
Tariklah misaiku ke dekat-Mu.
Apakah maksud-Mu?
Mana kutahu?

Aku hanya tahu bahwa aku siap dalam iringan ini selalu.
Kukunyah lagi mamahan kepedihan mengenangmu,
Bagai unta memahah biak makanannya,
Dan bagai unta yang geram mulutku berbusa.
Meskipun aku tinggal tersembunyi dan tidak bicara,
Di hadirat Kasih aku jelas dan nyata.
Aku bagai benih di bawah tanah,
Aku menanti tanda musim semi.
ingga tanpa nafasku sendiri aku dapat bernafas wangi,
Dan tanpa kepalaku sendiri aku dapat membelai kepala lagi.

CINTA : LAUTAN TAK BERTEPI
Cinta adalah lautan tak bertepi
langit hanyalah serpihan buih belaka.
Ketahuilah langit berputar karena gelombang Cinta
Andai tak ada Cinta, Dunia akan membeku.
Bila bukan karena Cinta,
Bagaimana sesuatu yang organik berubah menjadi tumbuhan?
Bagaimana tumbuhan akan mengorbankan diri demi memperoleh ruh (hewani)?
Bagaimana ruh (hewani) akan mengorbankan diri demi nafas (Ruh) yang menghamili Maryam?
Semua itu akan menjadi beku dan kaku bagai salju
Tidak dapat terbang serta mencari padang ilalang bagai belalang.
Setiap atom jatuh cinta pada Yang Maha Sempurna
Dan naik ke atas laksana tunas.
Cita-cita mereka yang tak terdengar, sesungguhnya, adalah
lagu pujian Keagungan pada Tuhan.

PERIH CINTA
Perih Cinta inilah yang membuka tabir hasrat pencinta:
Tiada penyakit yang dapat menyamai dukacita hati ini.
Cinta adalah sebuah penyakit karena berpisah, isyarat
Dan astrolabium rahasia-rahasia Ilahi.
Apakah dari jamur langit ataupun jamur bumi,
Cintalah yang membimbing kita ke Sana pada akhirnya.
Akal ’kan sia-sia bahkan menggelepar ’tuk menerangkan Cinta,
Bagai keledai dalam lumpur: Cinta adalah sang penerang Cinta itu sendiri.
Bukankah matahari yang menyatakan dirinya matahari?
Perhatikanlah ia! Seluruh bukit yang kau cari ada di sana.

TANPA CINTA, SEGALANYA TAK BERNILAI
Jika engkau bukan seorang pencinta,
maka jangan pandang hidupmu adalah hidup
Sebab tanpa Cinta, segala perbuatan tidak akan
dihitung Pada Hari Perhitungan nanti
Setiap waktu yang berlalu tanpa Cinta,
akan menjelma menjadi wajah yang memalukan dihadapanNya.
Burung-burung Kesedaran telah turun dari langit
dan terikat pada bumi sepanjang dua atau tiga hari
Mereka merupakan bintang-bintang di langit
agama yang dikirim dari langit ke bumi
Demikian pentingnya Penyatuan dengan Allah
dan betapa menderitanya Keterpisahan denganNya.
Wahai angin, buatlah tarian ranting-ranting
dalam zikir hari yang kau gerakkan dari Persatuan
Lihatlah pepohonan ini ! Semuanya gembira
bagaikan sekumpulan kebahagiaan
Tetapi wahai bunga ungu, mengapakah engkau larut dalam kepedihan ?
Sang lili berbisik pada kuncup : “Matamu yang menguncup akan segera mekar. Sebab engkau telah merasakan bagaimana Nikmatnya Kebaikan.”
Di manapun, jalan untuk mencapai Kesucian Hati
adalah melalui Kerendahan Hati.
Hingga dia akan sampai pada jawaban “YA” dalam pertanyaan :
“Bukankah Aku ini Rabbmu ?”

KEARIFAN CINTA
CINTA yang dibangkitkan
oleh khayalan yang salah
dan tidak pada tempatnya
bisa saja menghantarkannya
pada keadaan ekstasi.
Namun kenikmatan itu,
jelas tidak seperti bercinta dengan kekasih sebenarnya
kekasih yang sedar akan hadirnya seseorang

by Jalaludin Rumi

Sufi Road : Futuhal Ghaib (1)

Syeikh Abdul Qadir Jilani

Bismillahirohmanirrohiim

Ada tiga perkara yang wajib diperhatikan oleh setiap Mu'min di dalam seluruh keadaan, yaitu: (1) melaksanakan segala perintah Allah; (2) menjauhkan diri dan segala yang haram; (3) ridha dengan hukum-hukum atau ketentuan Allah.

Ketiga perkara ini jangan sampai tidak ada pada seorang Mu'min. Oleh karena itu, seorang Mu'min harus memikirkan perkara ini. Bertanya kepada dirinya tentang perkara ini dan anggota tubuhnya melakukan perkara ini.

Ikutilah dengan ikhlas jalan yang telah ditempuh oleh Nabi besar Muhammad saw. dan janganlah merubah jalan itu. Patuhlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan jangan sekali-kali berbuat durhaka. Ber-Tauhid-lah kepada Allah dan jangan menyekutukan-Nya. Allah itu Maha Suci dan tidak mempunyai sifat-sifat tercela atau kekurangan. Janganlah ragu-ragu terhadap kebenaran Allah. Bersabarlah dan berpegang-teguhlah kepada-Nya. Bermohonlah kepada-Nya dan tunggulah dengan sabar. Bersatu-padulah di dalam menta'ati Allah dan janganlah berpecah-belah. Saling mencintailah di antara sesama dan janganlah saling mendengki. Hindarkanlah dari dari segala
noda dan dosa. Hiasilah dirimu dengan keta'atan kepada Allah.

Janganlah menjauhkan diri dari Allah dan janganlah lupa kepada-Nya. Janganlah lalai untuk bertobat kepada-Nya dan kembali kepada-Nya. Janganlah jemu untuk memohon ampun kepada Allah pada siang dan malam hari. Mudah-mudahan diberi rahmat dan dilindungi oleh-Nya dari marabahaya dan azab neraka, diberi kehidupan yang berbahagia di dalam surga, bersatu dengan Tuhan dan diberi nikmat-nikmat oleh-Nya. Anda akan menikmati kebahagiaan dan
kesentosaan yang abadi di surga beserta para Nabi, orang-orang shiddiq, para syuhada' dan orang-orang shaleh. Anda akan hidup kekal di dalam surga itu untuk selama-lamanya.

------------------------------------

Apabila kamu 'mati' dari makhluk, maka akan dikatakan kepada kamu, "Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada kamu." Kemudian Allah akan mematikan kamu dari nafsu-nafsu badaniyyah. Apabila kamu telah 'mati' dari nafsu badaniyyah, maka akan dikatakan kepada kamu, "Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada kamu". Kemudian Allah akan mematikan kamu dan kehendak-kehendak dan nafsu. Dan apabila kamu telah 'mati' dari kehendak dan nafsu, maka akan dikatakan kepada kamu, "Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada kamu." Kemudian Allah akan menghidupkan kamu di dalam suatu 'kehidupan' yang baru.

Setelah itu, kamu akan diberi 'hidup' yang tidak ada 'mati' lagi. Kamu akan dikayakan dan tidak akan pernah papa lagi. Kamu akan diberkati dan tidak akan dimurkai. Kamu akan diberi ilmu, sehingga kamu tidak akan pernah bodoh lagi. Kamu akan diberi kesentosaan dan kamu tidak akan merasa ketakutan lagi. Kamu akan maju dan tidak akan peroah mundur lagi. Nasib kamu akan baik, tidak akan pemah buruk. Kamu akan dimuliakan dan tidak akan dihinakan. Kamu akan didekati oleh Allah dan tidak akan dijauhi oleh-Nya.
Martabat kamu akan menjadi tinggi dan tidak akan pernah rendah lagi. Kamu akan dibersihkan, sehingga tidak lagi kamu merasa kotor. Ringkasnya, jadilah kamu seorang yang tinggi dan memiliki kepribadian yang mandiri. Dengan demikian, maka kamu boleh dikatakan sebagai orang yang luar biasa.

Jadilah kamu ahli waris para Rasul, para Nabi dan orang-orang yang shiddiq. Dengan demikian, kamu akan menjadi titik akhir bagi segala kewalian, dan wali-wali yang masih hidup akan datang menemuimu. Melalui kamu, segala kesulitan dapat diselesaikan, dan melalui shalatmu, tanaman-tanaman dapat ditumbuhkan, hujan dapat diturunkan dan malapetaka yang hendak menimpa umat manusia dan seluruh tingkatan dan lapisan dapat dihindarkan. Boleh dikatakan kamu adalah polisi yang menjaga kota dan
rakyat.

Orang-orang akan berdatangan menemuimu dari tempat-tempat yang dekat dan jauh dengan membawa hadiah dan oleh-oleh dan memberikan khidmat mereka kepadamu. Semua ini hanyalah karena idzin Allah Yang Maha Perkasa dan Maha Kuasa jua. Lisan manusia tak henti-hentinya menghormati dan memuji kamu. Tidak ada dua orang yang beriman yang bertingkah kepadamu. Wahai mereka yang baik-baik, yang tinggal di tempat-tempat ramai dan mereka yang mengembara, inilah karunia Allah. Dan Allah mempunyai kekuasaan yang tiada terbatas.

--------------------------------------

Apabila kamu melihat dunia dikuasai oleh ahli-ahli dunia dengan perhiasan dan kekosongannya, dengan penipuan dan perangkapnya dan dengan racunnya yang membunuh yang di luarnya tampak lembut tetapi di dalamnya sangat niembahayakan, cepat merusak dan membunuh siapa saja yang memegangnya, yang menipu mereka dan yang menyebabkan mereka lengah terhadap dosa dan maksiat; apabila kamu lihat semua itu, maka hendaklah kamu bersikap sebagai seorang yang melihat orang lain yang membuang air besar yang membuka auratnya dan mengeluarkan bau busuk. Dalam keadaan seperti itu, hendaklah kamu memalingkan pandanganmu dari ketelanjangannya dan menutup hidungmu supaya tidak mencium baunya yang busuk. Demikian pulalah hendaknya kamu bersikap terhadap dunia. Apabila kamu melihatnya, maka hendaklah kamu memalingkan pandanganmu dari pakaiannya dan tutuplah hidungmu supaya tidak mencium bau busuk kegemerlapannya yang tidak kekal. Semoga dengan demikian kamu dapat selamat dari bahaya dan cobaannya. Apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, pasti akan kamu rasakan. Allah telah berfirman kepada Nabi Muhammad saw.:

'Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. Dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal.' (QS,20:131)

(bersambung)

Al Hikam : Pengertian Dekat Kepada Allah

Kita sudah maklum bahwa Allah s.w.t. adalah dekat dengan kita. Tetapi hamba-hamba Allah yang shaleh merasakan bahwa mereka dekat dengan Allah
s.w.t. Bagaimana pengertian hal keadaan ini, tentu saja kita ingin mempelajarinya. Maka dalam hal ini yang mulia Maulana Ibnu Athaillah Askandary telah mengungkapkannya dalam Kalam Hikmah beliau sebagai berikut:

"Dekat anda kepadaNya ialah bahwa anda melihat dekatNya. Jika tidak(demikian), maka di manakah anda dan di manakah wujud dekatNya?

Kalam Hikmah ini sepintas lalu agak sulit difahami dan dimengerti,
karena itu marilah kita jelaskan sebagai berikut:

I. Pengertian "dekat Allah s.w.t. dengan kita" ialah dekat pada ilmu, pada kekuasaan (qudrat) dan paa kehendak (iradah).
DekatNya Allah dengan kita pada 'Ilmu', artinya segala sesuatu apa pun yang terdapat pada kita dan yang terjadi pada kita, lahir dan bathin, semuanya diketahui oleh Allah s.w.t. dengan IlmuNya sejak azali, artinya sejak alam mayapada ini belum diciptakanNya, selain yang ada hanya Dia, yakni Allah s.w.t.
Dekatnya Allah dengan kita pada 'kekuasaan' (qudrat), artinya segala sesuatu apa pun, baik yang adanya dari tiak ada atau kebalikannya, ataupun apa saja yang terjadi, sama sekali tidak l;uput dari kekuasaanNya atau qudratNya. Maka demikian pulalah dengan iradahNya (kehendakNya). Dan atas inilah semua tafsir dari dirman-firman Allah s.w.t. yang menggambarkan dekatNya kepada makhluk-makhlukNya sebagai berikut di bawah ini:

Pertama, ayat 16 dalam Surat Qaf juz 26:

"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya." (Qaf: 16)

Kedua, ayat 85 dalam Surat Al-Waqi'ah juz 27:

"Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu. Tetapi kamu tidak melihat." (Al-Waqi'ah: 85)

Ketiga, ayat 4 dalam Surat Al-Hadid juz 27:

"...Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan." (Al-Hadid: 4)

II. Pengertian dekat kita kepada Allah ialah kita merasakan dengan "Ilmul-Yaqin" bahwa: Alam mayapada ini pada hakikatnya tidak ada, yakni tidak ada padanya wujud yang hakiki, karena ia berasal dari tidak ada dan akan kembali kepada tiada. Atau asalnya tiada, kemudian ada dan seterusnya dengan kehedak Allah dan kekuasaanNya. Ia akan ada terus, seperti syurga dan neraka. Sedangkan wujud yang hakiki, yakni wujud yang tiada permulaannya dan tiada pula disudahi dengan tiada, ialah wujudnya Allah s.w.t. Dia tidak diliputi oleh tempat dan zaman atau masa. Bahkan Dia tidak seumpama dengan sesuatu apa pun dalam alam mayapada ini.

Apabila hal keadaan ini semua sudah merupakan Ilmul-Yaqin bagi kita, kemudian masuk meresap ke dalam bathin penghayatan kita, maka barulah ketika itu hati dan semua perasaan kita dapat melihat bahwa Allah s.w.t. dekat dengan kita. Dia melihat kita dan melihat segala gerak-gerik kita, lahiriah kita dan bathiniah kita. Barulah ketika itu kita merasakan cinta kepadaNya dengan melaksanakan apa-apa yang diridhaiNya, dan begitu takut padaNya apabila terkerjakan apa-apa yang tidak diridhaiNya. Dan pada ketika itu pula kita senantiasa menjaga dan memelihara adab dan akhlak terhadapNya dengan adab-adab kita sebagai hambaNya kepada Dia yang bersifat dengan kemahasempurnaan dalam sekalian sifat-sifatNya.

Penghayatan yang sedemikian rupa adalah merupakan zikrullah yang paling penting yakni ingatnya kita kepadaNya dalam segala pekerjaan lahiriah yang kita sedang kerjakan, apakah itu bersifat dunia atau bersifat agama. Dan apalagi jikalau penghayatan yang demikian itu kita bawa serta ke dalam shalat kita dan ibadat-ibadat kita lainnya.

Yang demikian itulah disebut dengan hakikat "Al-Ihsan", yakni keterpaduan antara "Al-Iman" dengan "Al-Islam", atau dengan kata lain keterpaduan antara kepercayaan kepada Allah s.w.t. dengan pelaksanaan jaran-ajaranNYa seperti apa yang Dia telah wahyukan kepada Nabi-nabiNya sepanjang zaman, sejak Adam a.s. hingga Nabi dan RasulNya terakhir Muhammad s.a.w.

III. Dengan demikian jelaslah bagi kita bahwa pengertian "dekat" di sini bukanlah maksudnya pendekatan dalam arti biasa dan umum menurut kelaziman kita sebagai makhlukNya, tetapi adalah menurut arti dan makna seperti yang kita uraikan di atas.

Kesimpulan:

Apabila kita telah merasakan pendekatan seperti tersebut di atas berarti tingkatan Tauhid kita kepada Allah s.w.t. sudah berada dalam lingkungan daerah lapangan Tauhid buat hamba-hamba Allah yang shaleh, yakni para WaliNya menurut tingkatan nilai kemuliaan yang ditentukan olehNya. Mudah-mudahan kita semua dengan bantuan Allah dapat berjalan ke arah lapangan tersebut agar dapat dekat kepada Allah. Amin.

----------------------------------------------------------------------
HAKIKAT HIKMAH TAUHID DAN TASAWUF (AL-HIKAM) oleh Prof. Dr. K.H. Muhibbuddin Waly

Saturday, December 17, 2011

Tujuh Golongan Yang Dinaungi Allah SWT di Hari Kiamat

www.majelisrasulullah.org
Senin, 05 Desember 2011


قَالَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ، فِي ظِلِّهِ، يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ، الْإِمَامُ الْعَادِلُ، وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ، وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ، اجْتَمَعَا عَلَيْهِ، وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ، وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ، وَجَمَالٍ، فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ، وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى، حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا، فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ.

(صحيح البخاري)

Sabda Rasulullah saw : “Tujuh Golongan yg dinaungi Allah dihari kiamat yg tiada tempat berteduh selain yg diizinkan Nya swt, Pemimpin yg Adil, dan pemuda yg tumbuh dengan beribadah pd Tuhannya, dan orang yg mencintai masjid masjid, dan dua orang yg saling menyayangi karena Allah, bersatu karena Allah dan berpisah karena Allah, dan orang yg diajak berbuat hina oleh wanita cantik dan kaya namun ia berkata : Aku Takut pd Allah, dan pria yg sedekah dg sembunyi2, dan orang yg ketika mengingat Allah dalam kesendirian berlinang airmatanya” (Shahih Bukhari)

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

حَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ اْلجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا بِعَبْدِهِ اْلمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ نَادَانَا لَبَّيْكَ يَا مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبـَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِي جَمَعَنَا فِي هَذَا الْمَجْمَعِ اْلكَرِيْمِ وَفِي الْجَلْسَةِ الْعَظِيْمَةِ نَوَّرَ اللهُ قُلُوْبَنَا وَإِيَّاكُمْ بِنُوْرِ مَحَبَّةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَخِدْمَةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَاْلعَمَلِ بِشَرِيْعَةِ وَسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.

Limpahan puji kehadirat Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Suci dan Luhur, tiada satu pun dari segala yang terjadi dan yang diciptakan oleh Allah subhanahu wata’ala, kecuali merupakan bimbingan hikmah Ilahi untuk mencapai keluhuran, baik hal itu berupa musibah atau pun kenikmatan Dimana musibah yang terjadi itu menanti sifat sabar dari seorang hamba, yang mana sabar adalah merupakan penghancur musibah yang terkuat, namun tentunya diiringi juga dengan usaha, karena Allah subhanahu wata’ala Maha Mampu untuk tidak member musibah, atau memberi musibah yang lebih besar dari musibah tersebut. Sayyidina Umar bin Khattab berkata : “Aku bersyukur dengan adanya musibah padaku, sebab beberapa hal, diantaranya karena Allah subhanahu wata’ala tidak menimpakan musibah pada imanku, kedua bahwa Allah subhanahu wata’ala Maha Mampu memberikan musibah yang lebih besar dari musibah yang telah datang kepadaku, namun Allah subhanahu wata’ala hanya menurunkan musibah tersebut, dan ketiga dengan musibah itu Allah subhanahu wata’ala menghapus dosa-dosaku”. Hal ini sebagaimana sabda nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa segala musibah kesemua itu adalah penghapusan dosa, meskipun hanya sekedar kegundahan hati hal itu juga menghapus dosa. Dan kesabaran dengan adanya musibah yang puncak dari kesabaran itu adalah bersyukur, justru hal tersebut akan melebur musibah, sehingga musibah berubah menjadi kemudahan dan kenikmatan. Jika seseorang mempunyai anak kecil dan Allah member musibah denga sakit maka Allah subhanahu wata’ala akan memberi kesembuhan baginya, jika ada yang ditimpa kesempitan harta maka akan Allah limpahkan kemakmuran dan kecukupan harta baginya, dan jika seseorang mendapatkan masalah apapun maka Allah subhanahu wata’ala Maha Mampu dan siap menyelesaikan seluruh masalah-masalahnya, dimana tidak ada satu makhluk pun yang mampu menyelesaikan seluruh masalah. Masalah apapun yang ada, Allah subhanahu wata’ala Maha Mampu menyelesaikannya, bahkan sekecil-kecil permasalahan seekor semut kecil yang ingin mengangkat kakinya untuk melangkah hingga masalah perputaran alam semesta yang demikian luasnya. Hingga perasaan semut yang ketakutan ketika prajurit nabiyullah Sulaiman AS lewat, Allah pun mengetahuinya. Begitu juga perasaan seorang hamba yang dalam kesendiriannya merasa risau dan kebingungan, dan ia tidak mengatakan atau mengadukannya kepada orang lain, namun Allah subhanahu wata’ala melihat dan mendengarnya serta Maha Mampu dan siap untuk menghilangkan musibah dan kegundahannya. Namun Sang Maha Pengatur, Sang Maha Pemberi, Sang Maha memudahkan setiap permasalahan semakin hari semakin ditinggalkan oleh manusia, dimana ketika datang ajakan luhur namun ditinggalakan padahal mampu untuk melakukannya, karena Allah subahanahu wata’ala tidak membebani hamba lebih dari kemampuannya. Banyak orang yang belum mengerti Al qur’an namun ia layak membacanya meskipun belum mengerti maknanya, dan ada juga yang belum bisa membaca Al qur’an maka ia harus mempelajarinya, jika sibuk bagaimana? jika sangat sibuk bisa dengan mempelajarinya sekali dalam seminggu atau sekali dalam sebulan, namun dalam hati tidak ada perasaan menolak Al qur’an Al Karim. Demikian pula syariat Islam yang lainnya seperti hukum shalat, hukum wudhu’, hukum puasa, hukum zakat, hukum haji dan lainnya kesemua itu juga perlu dipelajari dimana kesemua itu dalam waktu ratusan tahun pun kita mempelajarinya hal itu tidak akan pernah selesai, namun selayaknya waktu luang kita jauh lebih baik kita isi dengan mempelajari ilmu-ilmu tersebut yang telah diajarkan oleh nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, agar kita semakin mulia di sisi Allah subhanahu wata’ala. Seseorang yang dalam hidupnya ada niat atau keinginan untuk belajar dan juga mengerjakan pekerjaan atau aktivitas yang lainnya maka Allah subhanahu wata’ala akan memudahkan untuknya jalan menuju ke surga, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam :

مَنْ سَلَكَ طَرِيقاً يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْماً سَهَلَّ اللَّهُ لَهُ طَرِيقاً إِلَى الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga”

Guru mulia Al Habib Umar bin Muhammad bin Salim Al Hafizh berkata dalam salah satu qasidahnya, yang artinya : “Ketika Allah subhanahu wata’ala membuka tabir penghalang manusia untuk melihat Allah, maka itulah saat-saat yang terindah”, atau melihat sang nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang merupakan makhluk terindah dari seluruh ciptaan Allah subhanahu wata’ala. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam tidak lebih dari sekedar ciptaan Allah subhanahu wata’ala, namun beliau adalah makhluk terindah dari semua ciptaan Allah. Ketika seseorang mengingat bahwa ada sosok manusia yang paling baik dan ramah, paling berlemah lembut dan berkasih sayang, dimana ketika ada orang datang kepadanya dengan penuh dosa maka beliau doakan dan dimohonkan pengampunan kepada Allah subhanahu wata’ala, bahkan musuh-musuh beliau berusaha dilindungi agar tidak semuanya meninggal agar kelak keturunan mereka bisa selamat dan mendapatkan hidayah, maka siapa yang tidak merindukan sosok manusia yang paling berlemah lembut seperti beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Diriwayatkan ketika sayyidah Aisyah Ra sedang mencari jarum yang terjatuh di kamarnya di malam hari, dan di saat itu hanya ada pelita pelita yang cahayanya sangat kecil, setelah beberapa waktu dicari jarum itu tidak pula ditemukan, maka ketika itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam datang dan masuk ke dalam kamar maka jarum itu pun terlihat dengan jelas, kemudian sayyidah Aisyah Ra berkata : “Wahai Rasulullah, betapa terangnya wajahmu”, cahaya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berbeda dengan cahaya lampu yang mana cahaya lampu menyakitkan mata, namun cahaya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak menyakitkan mata, sehingga Allah menamakan beliau sebagai “Siraajan Muniira” ( cahaya yang terang benderang).

Ketika seorang sahabat datang kepada salah seorang istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana yang terdapat dalam Fathul Bari sahabat tersebut berkata : “Wahai Ummul mu’minin, gambarkanlah kepadaku bagaimana indahnya wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?”. Dan diriwayatkan oleh sayyidina Ali dalam menggambarkan keindahan wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam seakan matahari dan bulan beredar di wajah nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Kemudian istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengambil cermin dan berkata : “jika engkau ingin melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lihatlah ke cermin ini”, maka sahabat tersebut melihat ke cermin itu namun yang telihat bukanlah wajahnya tapi wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sahabat tersebut kaget dan heran bagaimana cermin itu bisa memperlihatkan wajah sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Cermin itu dulu pernah digunakan untuk bercermin oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, namun setelah itu cermin tersebut tidak mau menampakkan wajah lain selain wajah nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, bagaikan rekaman foto yang merekan wajah sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

Saat ini kita berada di dalam bulan yang luhur bulan Muharram, dimana di bulan ini telah diselamatkan nabi Musa As dari kejaran Fir’aun, di bulan itu pula lautan terbelah agar Fir’aun tenggelam dan nabi Musa selamat dari kejarannya. Dan di bulan ini nabi Nuh dan kaumnya yang beriman diselamatkan dari banjir yang begitu besar, dan di bulan ini pula Allah subhanahu wata’ala melimpahkan banyak pertolongan kepada hamba-hamba-Nya, terlebih lagi untuk ummat sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, maka perbanyaklah doa dan munajat kepada Allah subhnahu wata’ala. Teriwayatkan di dalam Shahih Al Bukhari bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa pada hari ke sepuluh bulan Muharram, dan hal ini merupakan puasa sunnah bukan puasa wajib, yang mana jika dikerjakan mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan tidak mendapatkan dosa, namun berbeda dengan hal yang wajib dimana jika dikerjakan mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan mendapatkan dosa. Maka disunnahkan untuk berpuasa pada tanggal 10 Muharram, dan diriwayatkan dalam Shahih Muslim bahwa pahala puasa pada tanggal 10 Muharram menghapus dosa setahun yang lalu. Dan diriwayatkan dalam Shahih Al Bukhari bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah memaksakan diri untuk berpuasa di suatu hari melebihi puasa pada tanggal 10 Muharram, kecuali puasa di bulan Ramadhan yang merupakan hal yang wajib, namun selain puasa ramadhan, diantara puasa sunnah yang paling disukai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah puasa 10 Muharram, dan disunnahkan juga untuk puasa pada tanggal 9 Muharram, karena ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dikabari bahwa orang Yahudi juga berpuasa pada tanggal 10 Muharram maka Rasulullah mengatakan bahwa di tahun yang akan datang beliau akan berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram, namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terlebih dahulu wafat sehingga tidak sempat melakukan puasa pada tanggal 9 Muharram, sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam :

لَئِنْ بَقِيْتُ إِلَى قَابِلٍ َلأَصُوْمَنَّ التَاسِعَ

“ Jika aku masih hidup hingga tahun depan maka aku akan puasa tanggal 9 (Muharram)”

Dan Al Imam As Syafi’i berkata bahwa sunnah muakkadah untuk berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram, akan tetapi tidak apa-apa jika hanya berpuasa pada tanggal 10 Muharram saja. Bagi yang tidak mampu untuk berpuasa, seperti orang yang sudah sangat tua, orang-orang yang sangat sibuk dan banyak pekerjaan sehingga tidak mampu untuk berpuasa atau wanita-wanita yang sedang berhalangan (menstruasi) maka doakanlah orang-orang yang berpuasa agar diberi kekuatan dan puasanya diterima oleh Allah subhanahu wata’ala, atau dengan menyiapkan buka puasa untuk orang-orang yang berpuasa, itulah cara yang terbaik untuk orang yang tidak mampu berpuasa, agar tidak terlewat dari kemuliaan yang datang dari Allah subhanahu wata’ala.

Sampailah pada hadits mulia, dimana ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah subhanahu wata’ala di saat tidak ada naungan selain naungan Allah subhanahu wata’ala, naungan yang dimaksud adalah tempat berteduh dan berlindung dari panasnya matahari di padanga mahsyar kelak di hari kiamat, dimana jika matahari itu berpijar dengan panas seperti saat di padang mahsyar, maka tidak akan ada kehidupan di permukaan bumi ini, yang mana matahari itu tidak ada lagi cahayanya namun yang tersisa hanya panasnya saja yang gelap gulita, bagaikan bola hitam yang sangat panas dan menakutkan. Ketika itu semua cahaya sirna kecuali cahaya hamba-hamba yang beriman, yang dipimpin oleh cahaya manusia yang paling beriman, sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Merekalah yang akan terang benderang dan cahayanya melebihi cahaya bintang-bintang, Allah Yang Maha Tunggal dan Maha Abadi yang memberikan cahaya kepada hamba-hamba-Nya dengan cahaya ketenangan, cahaya kedamaian, cahaya kebahagiaan, cahaya kemudahan, dan cahaya keluhuran di dunia dan akhirat. Maha Suci Allah dan Maha Indah, dan betapa suci jiwa-jiwa yang menyembah Allah dan tidak menyamakan Allah dengan makhluk, sebagaimana firman-Nya:

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

( الشورى : 11 )

“ Tidak ada sesuatu yang menyamai-Nya, dan Dia (Allah) Maha Mendengar dan Melihat”. ( QS: As Syuuraa)

Allah subhanahu wata’ala maha mendengar, namun pendengaran Allah tidak membutuhkan telinga, begitu juga Allah melihat namun penglihatan Allah tidak membutuhkan mata, dan Allah juga berfirman dengan menurunkan wahyu namun Allah tidak membutuhkan lisan, Allah subhanahu wata’ala juga berbuat atau melakukan sesuatu namun hal itu tidak membutuhkan jasad, dimana penglihatan Allah lebih agung dari penglihatan makhluk-Nya dan seluruh penglihatan makhluk bersumber dari-Nya, tidak satu pun makhluk melihat kecuali dari anugerah Allah subhanahu wata’ala, tidak pula satu pun makhluk mendengar kecuali dari anugerah Allah subhanahu wata’ala, dan makhluk tidak mampu menciptakan penglihatan dan pendengarannya sendiri, bahkan tidak mampu menciptakan asal muasal dirinya yang terbuat dari sel yang tidak terlihat mata. Allah subhanahu wata’ala Yang menciptanya, Allah Yang menghidupkannya di bumi kemudian dikembalikan ke alam barzakh, dan di alam barzakh akan datang malaikat setelah seseorang dimasukkan ke dalam kubur dan kemudian ditinggalkan oleh yang mengantarnya, sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam riwayat Shahih Al Bukhari bahwa seseorang yang meninggal dan telah dikuburkan mendengar hentakan kaki orang-orang yang meninggalkan perkuburannya di saat itu, setelah itu datanglah malaikat memperlihatkan sang nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata : “Wahai Fulan, apa yang engkau ketahui tentang orang ini?”, maka jika ia adalah orang yang beriman ia akan menjawab :

هُوَ مُحَمَّدٌ هُوَ مُحَمَّدٌ

“Dia adalah Muhammad, dia adalah Muhammad”.

Namun jika ia adalah seorang yang munafik dan banyak berbuat dosa, maka ia akan menjawab : “Aku tidak mengenalnya”.

Dan saat-saat seperti itu akan datang kepada kita semua, semoga di saat jasad kita diturunkan ke liang lahat lalu ditutup dengan tanah, dan orang-orang yang mengantarkan kita mulai meninggalkan kita sendiri di perkuburan dan langkah-langkah mereka yang meninggalkan perkuburan terdengar oleh kita, dan ketika itu diperlihatkan kepada kita sang nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan ditanyakan kepada kita maka kita akan menjawab :

هُوَ مُحَمَّدٌ هُوَ مُحَمَّدٌ

“Dia adalah Muhammad, Dia adalah Muhammad”

Kembali pada hadits yang kita baca, bahwa ada 7 golongan yang dinaungi oleh Allah subhanahu wata’ala kelak di hari kiamat, dan dijelaskan oleh Al Imam Ibn Hajar bahwa banyak yang akan mendapatkan naungan Allah subhanahu wata’ala kelak di hari kiamat, namun cir i-ciri mereka terdapat dalam hadits ini, maka disebutlah dengan 7 golongan yang akan mendapatkan naungan Allah subhanahu wata’ala kelak di hari kiamat. Pertama adalah seorang pemimpin yang adil, karena sangat berat untuk menjadi seorang pemimpin yang adil. Seperti contoh seorang ketua RT, yang mana dia juga mempunyai keluarga, mempunyai kesibukan atau pekerjaan yang lainnya, suatu hari sebelum adzan Subuh dan di saat semua orang masih tidur tiba-tiba rumah digedor dan ada teriakan : “Pak RT, rumah saya kemalingan” maka pak RT bangun dan langsung menuju ke rumah warga yang kemalingan, dan pak RT bingung apa yang harus diperbuat, jika maling masih di tempat mungkin barang bisa diambil kembali, namun si maling sudah tidak ada di tempat tersebu, maka pak RT berkata : “baik, akan segera saya urus dan laporkan ke polisi”, belum selesai pembicaraan pak RT dengan warga yang kemalingan, tidak lama kemudian datang warga lain mengadu : “Pak RT rumah saya kebanjiran gara-gara sampah yang menumpuk dibiarkan begitu saja tanpa diurus”, kemudian warga yang kemalingan berkata lagi : “Pak RT siapa satpam yang jaga semalam, padahal saya sudah bayar uang keamanan, bagaimana rumah saya masih bisa kecurian?”, kemudian warga yang kebanjiran berteriak : “Pak RT bagaimana ini, air mampet akhirnya rumah saya kebanjiran”, maka Pak RT segera menuju rumah warga yang kebanjiran dan mulai mengangkut barang-barang, tidak lama kemudian ada warga yang datang berteriak dan mengadu : “Pak RT, rumah saya kebakaran karena banyak kabel-kabel yang sudah lama dan perlu diganti namun tidak pernah diperhatikan, pak RT bisanya hanya ambil uang dari PLN saja, apa gunanya jadi ketua RT!”, padahal ketua RT juga mempunyai keluarga dan kesibukan dan yang lainnya namunyang disalahkan selalu ketua RT, itu baru tingkat RT, bagaimana lagi jika ketua RW, Kades, Lurah atau pemimpin yang di tingkat atasnya lagi. Oleh karena itu sangat sulit dan dengan susah payah untuk berusaha menjadi pemimpin yang adil dan sabar, maka seorang pemimpin yang adil seperti itu di hari kiamat akan dinaungi oleh Allah subhanahu wata’ala, dimana tidak ada tempat berteduh selain tempat berteduh yang diberi oleh Allah subhanahu wata’ala. Jadi jika di zaman sekarang kita sering mendengar wakil rakyat atau pemimpin yang berbuat salah maka hal itu wajar, karena untuk menjadi pemimpin yang baik di tingkat RT saja sangat sulit, maka terlebih lagi pemimpin di tingkat yang lebih tinggi. Maka benar yang telah disabdakan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam: “Jika ada seorang muslim menjadi pemimpin, kemudian ia berbuat baik pada rakyatnya dan juga berbuat kesalahan, maka terimalah kebaikannya dan maafkan kesalahannya”. Jadi tidak perlu diadilikah?, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengetahui jika seorang pemimpin dinaikkan kemudian dijatuhkan lagi, maka yang gembira adalah musuh-musuh Islam, karena pemerintah dan rakyat saling hantam, para Ulama’ dan orang-orang yang baik dimasukkan ke penjara dimana hal itu merupakan akibat daripada saling hantam satu sama lain. Maka strategi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang sangat sempurna adalah jika ada pemimpin-pemimpin yang tidak baik namun para Ulama’ mengetahui hal itu maka mereka akan semakin mendidik generasi yang baik yang kelak akan menggantikan kepemimpinan para pemimpin yang tidak baik, itulah strategi indah dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan Majelis Rasulullah ini juga merupakan strategi dalam membangun generasi yang baik, generasi yang rukun dan damai, generasi yang suka dzikir dan shalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Kedua, adalah seorang pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada Allah, yaitu banyak beribadah kepada Allah, dimana sejak kecil sudah mempelajari dzikir, dari kecil anak-anak mereka didorong untuk hadir di majelis ta’lim atau majelis dzikir, maka pendidikan seperti ini sejak seseorang masih kecil merupakan hal yang sangat penting, karena sebagian besar kesuksesan itu muncul dari pemuda yang mulai meniti untuk mencapai keluhuran sejak usia muda, sejak masih muda sudah cinta dan suka hadir majelis, namun permasalahannya jika waktu final bola yang hadir majelis berkurang dan beruntungnya saya saat itu tidak hadir majelis, tetapi sampai kabar kepada saya bahwa yang hadir majelis berkurang karena ada final bola. Oleh karena itu kita selalu berusaha untuk mendidik diri kita agar semakin baik dan senantiasa merasa asyik dengan hal-hal yang luhur yang mampu untuk kita lakukan, jangan selalu mencari godaan syaitan untuk melakukan sesuatu yang tidak mampu kita perbuat, jika seseorang belum mampu untuk shalat tahajjud maka jangan dipaksakan untuk shalat tahajjud, dan jika shalat wajib 5 waktu belum dikerjakan dengan baik maka perbaiki dulu shalat yang 5 waktu tersebut, dan juga jika belum mampu jangan puasa sunnah dulu, namun perlahan-perlahan akan sampai kepada puncak keluhuran.

Ketiga adalah seeorang yang hatinya selalu terikat dengan masjid yaitu orang yang mencintai masjid, ada orang yang selalu duduk di dalam masjid namun hatinya berada di luar masjid dan ada juga orang yang jasadnya berada di luar masjid akan tetapi hatinya selalu di masjid dan golongan inilah yang dimaksud dalam hadits ini. Dalam hatinya ada keinginan untuk selalu dekat dengan masjid, ingin selalu shalat jamaah di masjid. Ada seseorang sangat cinta terhadap masjid Al Haram dan masjid An Nabawi maka dipajanglah foto masjid itu di rumahnya dan dilihatnya setiap hari hingga air matanya terus mengalir karena ingin memandangnya orang seperti inilah yang hatinya selalu terikat dengan masjid. Ada kelompok orang yang mengatakan jika tidak melakukan shalat di masjid maka shalatnya tidak sah, padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana yang teriwayatkan dalam Shahih Al Bukhari dan Shahih Muslim bahwa rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam banyak juga melakukan tidak di masjid. Dan dalam madzhab Syafii shalat di masjid merupakan sunnah muakkadah, akan tetapi shalat di luar masjid pun tetap sah. Dalam hal ini terdapat permasalahan, datang seseorang bertanya kepada saya : “Bib saya sumpek dimana masjid dalam keadaan bersih kemudian datang sekelompok orang dan nginap di masjid, bawa kompor dan lainnya hingga berantakan dan mengotori masjid, setelah itu pergi tanpa membersihkannya terlebih dahulu, maka apa yang harus kami lakukan?, dalam hal ini kita pilih jalan tengah, jangan sampai kita mengusir orang Islam dari tempat ibadah karena mereka juga saudara kita seiman, namun berusaha untuk memberi tau orang-orang yang datang dengan tujuan i’tikaf di masjid untuk membersihkan masjid sebelum mereka pergi, jangankan masjid yang merupakan tempat ibadah, rumah sendiri saja kita ingin melihatnya selalu dalam keadaan bersih terlebih lagi masjid yang merupakan rumah Allah. Ada lagi pertanyaan, mengapa orang-orang Islam tidak mau mengajak saudara-saudaranya untuk shalat memenuhi masjid?, ketahuilah ibadah tidak hanya ke masjid saja, namun tidak mengganggu atau menggunjing orang lain juga termasuk ibadah, bekerja untuk bersedekah juga ibadah, menikah juga ibadah, mendidik anak pun termasuk ibadah, jadi bagi saudara-saudara kita yang sudah bergabung dalam jamaah ini dan selalu mengajak muslim yang lainnya untuk bergabung bersamanya, maka hal itu adalah hal yang bagus dan telah memiliki keberanian, namun jangan mencela orang yang tidak memperbuatnya.

Keempat adalah dua orang yang saling menyayangi karena Allah subhanahu wata’ala dan yang dimaksud bukanlah pacaran, namun saling mencintai dan menyayangi karena Allah adalah saling membantu untuk mencapai keluhuran ibadah, misalnya seorang teman tidak mengaji karena tidak mempunyai Al qur’an maka diberi pinjaman Al qur’an, atau temannya tidak hadir ke majelis karena tidak mempunyai kendaraan maka dipinjamin kendaraan karena mungkin kebetulan jika malam hari kendaraan saudara atau keluarganya tidak di pakai atau bisa juga berupa pernikahan, maka hal-hal yang seperti itu adalah saling menyayangi karena Allah dan berkumpul atau berpisah karena Allah, bukan karena masalah keduniawian. Namun jangan disalah artikan dengan mengatasnamakan pacaran adalah cinta karena Allah dan berpisah karena Allah, justru hal demikian adalah pertemuan dan perpisahan karena syaitan. Diperbolehkan ada hubungan antara lelaki dan wanita yang bukan mahram dengan syarat tidak melanggar syariat, sebagaimana dahulu di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam banyak para sahabat yang berbicara dan bertanya kepada ummul mu’minin, dan banyak wanita yang berdagang di pasar namun tetap menjaga norma-norma kesopanan dan tidak melanggar syariat. Jadi boleh saling kirim sms namun jangan sampai melewati batas dan mulai masuk pada hal-hal yang buruk, seperti mengajak untuk bertemu dan lainnya karena hal itu mendekati pada perbuatan zina yang dilarang oleh Allah subhanahu wata’ala, sebagaimana firman-Nya:

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

( الإسراء : 32 )

“Dan janganlah kalian mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji, dan suatu jalan yang buruk”. (QS. Al Isra’ : 32 )

Diriwayatkan oleh Al Imam Al Bukhari dalam kitab Adab Al Mufrad dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda bahwa seseorang yang berzina dengan tetangganya maka dosanya jauh lebih besar daripada berzina dengan orang lain , mengapa? karena telah berkhianat kepada temannya sendiri. Yang kelima adalah seorang lelaki yang diajak berzina oleh seorang wanita (atau sebaliknya) yang cantik dan kaya raya, namun lelaki itu menjawab : “Sungguh aku takut kepada Allah”, bukan karena takut di tangkap polisi atau dituntut ke pengadilan. Sebagaimana yang juga terjadi pada seorang wanita cantik dan mempunyai harta ia mendatangi seorang lelaki yang ahli ibadah dan mengatakan bahwa ia ingin berjima’ dengannya, maka lelaki itu menutup matanya, kemudian wanita itu mengatakan bahwa ia telah menggunakan penutup dan meminta lelaki itu untuk membuka matanya, namun ketika lelaki itu membuka matanya ia melihat wanita itu telah membuka seluruh pakaiannya, kemudian lelaki itu memalingkan wajahnya, maka Allah subhanahu wata’ala menjadikan wajah wanita itu gelap hingga ia wafat. Dan terdapat dalam riwayat yang shahih ketika seorang wanita shalihah akan berangkat ke sebuah tempat yang jauh bersama kafilah, maka seorang lelaki mengikutinya karena dia menyukai wanita itu, beberapa lama kemudian semua orang mulai tidur, namun wanita itu masih duduk dan belum tidur, kemudian lelaki itu mendekat kepadanya dan mengajaknya untuk berbuat keji karena semua orang telah tidur, maka wanita itu berkata : “apakah engkau yakin semua orang sudah tidur dan tidak ada yang akan melihat kita?”, maka lelaki itu pun kembali meyakinkan bahwa semua orang telah tidur,dan berkata kepada wanita itu : “betul semua orang telah tidur”, maka wanita itu berkata : “apakah Allah tidur dan tidak melihat kita?”, mendengar ucapan wanita itu maka lelaki itu tertunduk malu dan berkata : “iya betul Allah melihat kita”, wanita itu berkata lagi : “jika Allah melihat kita apakah engkau tidak malu kepada Allah, hingga engkau mengikutiku dari tempat yang jauh untuk berbuat hal itu kepadaku, dan jika engkau meninggal saat ini apa yang akan engkau jawab dihadapan Allah”, maka lelaki itu menutup mukanya karena malu dan kemudian pergi, setahun kemudian terdengar kabar bahwa telah wafat seorang wali Allah dan puluhan ribu orang yang mengantar jenazahnya ke pemakaman, dan setelah ditanya siapakah wali Allah yang telah wafat tersebut, ternyata dia adalah lelaki yang telah bertaubat di tangan wanita itu yang kemudian Allah mengangkat derajatnya hingga ia menjadi wali Allah subhanahu wata’ala. Yang keenam adalah seseorang yang bersedekah secara sembunyi-sembunyi, dan ada satu cara untuk hal ini dimana tangan kanan memberi namun tangan kiri tidak mengetahuinya, yaitu jika tangan kanan mengeluarkan uang untuk sedekah namun seakan-akan bukan untuk sedekah, caranya adalah jika melihat orang miskin yang berdagang setelah ditanya harga barang yang dijual misalnya ia adalah penjual kacang, kemudian ia menjawab : “sebungkus 1000”, namun dibayar 5000 dan tidak minta uang kembalian, maka hal itu adalah termasuk sedekah secara sembunyi, mungkin ketika si pembeli menyerahkan uang 5000 si penjual akan berkata : “maaf pak tidak ada kembaliannya”, lalu si pembeli berkata : “ya sudah ambil saja kembaliannya”, maka penjual pun tidak mengetahui kalau itu adalah sedekah. Atau jika melihat orang yang susah sedang berdagang dan ketika ditanya harga dagangannya, si pedagang menyebutkan harga, padahal jika ditawar harganya dibawah itu, namun pembeli tidak lagi menawar karena berniat untuk sedekah kepada penjual tersebut, hal itu pun merupakan sedekah secara sembunyi-sembunyi, hingga yang diberi sedekah pun tidak mengetahui kalau dia menerima sedekah, hal yang seperti itu pahalanya sangat besar. Dalam riwayat Shahih Muslim terdapat 2 pendapat yang mengatakan bahwa pahala yang sangat besar akan didapatkan bagi orang yang bersedakah dengan cara sembunyi-sembunyi, dan juga orang yang bersedakah secara terang-terangan dengan tujuan agar orang lain mengikutinya karena banyak orang yang kaya raya namun tidak ada yang mau mengeluarkan hartanya untuk sedekah, dan ketika seseorang bersedekah dengan terang-terangan, misalnya : “saya sedekah 1000 dolar”, maka orang kaya yang lainnya pun tidak mau kalah dan akan mengeluarkan uang untuk sedekah, maka dengan cara ini orang kaya yang enggan bersedekah akan terdorong untuk bersedekah. Dan jika ada orang yang ingin bersedekah secara sembunyi namun ketika melihat keadaan dimana orang-orang tidak ada yang mau mengeluarkan sedekah, kemudian ia bersedekah secara terang-terangan maka ia pun termasuk dalam golongan yang akan mendapatkan naungan Allah subhanahu wata’ala kelak di hari kiamat. Demikian indah firman Allah dan hadits nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam jika kita mau menelaahnya. Yang ketujuh adalah seseorang yang mengingat Allah dalam kesendirian lalu mengalir air matanya, maka kita berdoa dan berdzikir kepada Allah subhanahu wata’ala semoga Allah mengangkat derajat kita, demi kemuliaan malam 10 Muharram ini semoga Allah menyelamatkan kehidupan kita di dunia dan akhirah, menyelesaikan segala permasalahan kita di dunia dan akhirat, dan mengabulkan segala hajat kita Ya Rahman Ya Rahim…

فَقُوْلُوْا جَمِيْعًا

Ucapkanlah bersama-sama

يَا الله...يَا الله... ياَ الله.. ياَرَحْمَن يَارَحِيْم ...لاَإلهَ إلَّاالله...لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ اْلعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ...لاَ إِلهَ إِلَّا الله رَبُّ اْلعَرْشِ اْلعَظِيْمِ...لاَ إِلهَ إلَّا اللهُ رَبُّ السَّموَاتِ وَرَبُّ الْأَرْضِ وَرَبُّ اْلعَرْشِ اْلكَرِيْمِ...مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ،كَلِمَةٌ حَقٌّ عَلَيْهَا نَحْيَا وَعَلَيْهَا نَمُوتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مِنَ اْلأمِنِيْنَ

Dzikir dan Tabligh Akbar dengan HAbib Umar Bin Hafiz 19 Des 2011


Wednesday, December 14, 2011

Riyadhus Shalihin : Haram Menurunkan Pakaian Karena Sombong

1. Dari Asma’ binti Yazid Al Anshariyah ra., ia berkata : “Lengan kemeja Rasulullah saw. Hanya sampai pergelangan tangan.” (HR. Abu Dawud dan Turmudzi)

2. Dari Ibnu Umar ra. bahwasannya Nabi saw. bersabda:
“Barangsiapa yang menurunkan kainnya di bawah mata kaki karena sombong, maka pada hari kiamat nanti Allah tidak akan melihatnya.” Kemudian Abu Bakar ra. berkata : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kain saya selalu turun sampai di bawah mata kaki, kecuali apabila saya sangat berhati-hati.”
Rasulullah saw. bersabda kepadanya : “Sesungguhnya kamu tidaklah termasuk orang-orang yang berbuat semacam itu karena sombong.” (HR. Bukhari)

3. Dari Abu Hurairah ra. bahwasannya Rasulullah saw. bersabda : ”Nanti pada hari kiamat Allah tidak akan melihat orang yang menurunkan kainnya di bawah mata kaki karena sombong.”(HR. Bukhari dan Muslim)

4. Dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw., beliau bersabda : ”Kain yang berada di bawah mata kaki, adalah bagian dari api neraka.” (HR. Bukhari)

5. Dari Abu Dzar ra. Dari Nabi saw., beliau bersabda : ”Ada tiga kelompok manusia yang kelak pada hari kiamat Allah tidak akan mengajak bicara mereka, Allah tidak akan melihat mereka dan tidak pula mengampuni dosa mereka; dan mereka akan mendapat siksaan yang pedih.” Rasulullah saw. mengucapkan kalimat itu tiga kali. Kemudian Abu Dzar berkata : ”Amatlah kecewa dan rugi mereka itu. Siapakah mereka wahai Rasulullah ?” Beliau menjawab :” yaitu orang yang menurunkan kainnya, orang yang suka menyebut nyebut pemberiannya dan orang yang menjual barang dagangannya menggunakan sumpah palsu.” (HR. Muslim)


6. Dari Ibnu Umar ra. dari Nabi saw. beliau bersabda : ”Orang yang menurunkan kain, kemeja dan sorbannya; barangsiapa yang memanjangkan sesuatu karena sombong, maka kelak pada hari kiamat Allah tidak akan melihat kepadanya.” (HR.Abu Dawud dan Nasa’i)

7. Dari Abu Jurayz (Jabir) bin Sulaim ra., ia berkata : ”Saya melihat seseorang yang pendapatnya selalu diikuti oleh orang banyak, apapun yang dikatakannya pasti diikuti mereka.” Saya bertanya: ”Siapakah orang itu?” Para sahabat menjawab: ”Itu adalah Rasulullah saw.” Saya mengucapkan ”ALAIKASSALAAMU YAA RASULULLAAH dua kali.” Kemudian
beliau bersabda : ”Janganlah kamu mengucapkan ALAIKASSALAM, karena ucapan ALAIKASSALAAM adalah salam untuk orang yang sudah meninggal, tetapi ucapkanlah
ASSALAAMU’ALAIKUM.” Jabir bertanya : ”Benarkah engkau utusan Allah?” Beliau menjawab: ”Ya, aku adalah utusan Allah, Zat yang apabila kamu tertimpa suatu musibah kemudian kamu berdo’a kepada-Nya, niscaya Dia akan menghilangkan musibah yang menimpa kamu. Apabila kamu tertimpa paceklik, kemudian kamu berdoa kepada-Nya, niscaya Dia akan segera menumbuhkan tanaman untuk kamu. Apabila kamu berada di tengah gurun pasir atau tanah lapang, kemudian kendaraanmu atau ternakmu hilang lantas kamu berdo’a kepada-Nya, niscaya Dia akan mengembalikannya kepadamu.” Jabir berkata kepada beliau: ”Berilah saya nasehat.” Beliau bersabda : ”Janganlah kamu sekali-kali memaki seseorang.” Jabir berkata: ”Maka setelah itu saya tidak pernah memaki orang merdeka, budak, onta dan kambing.”

Beliau juga bersabda: ”Janganlah kamu sekalikali meremehkan sesuatu kebaikan dan berkatalah kepada temanmu dengan muka yang manis. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk kebaikan. Dan tinggikanlah kainmu sampai pada pertengahan betis dan kalau kamu enggan, maka boleh sampai pada kedua mata kaki. Janganlah kamu menurunkan kain itu melebihi mata kaki karena itu termasuk perbuatan sombong dan sesungguhnya Allah tidak suka pada sifat sombong. Dan apabila ada seseorang memaki dan mencela kamu dengan apa yang dia ketahui tentang dirimu, maka janganlah kamu mencelanya dengan apa yang kamu ketahui tentang dirinya, karena sesungguhnya akibat dari caci maki itu akan kembali kepadanya.” (HR. Abu Dawud dan Turmudzi)

8. Dari Abu Hurairah ra. ia berkata : ”Pada suatu ketika ada seseorang salat dengan kain yang sampai di bawah mata kaki, maka Rasulullah saw. bersabda : ”Pergilah dan berwudhu-lah.” Ia pun pergi dan berwudhu.” Maka ada seseorang bertanya: ”Wahai Rasulullah, mengapa engkau menyuruh orang itu melakukan wudhu kemudian engkau diamkan?” Beliau bersabda: ”Karena ia salat dengan memakai kain sampai di bawah mata kaki. Sesungguhnya Allah tidak akan menerima salat seseorang yang memakai kain sampai di bawah mata kaki.” (HR. Abu Dawud)

9. Dari Qais bin Basyir At Taghlibi, ia berkata: Ayah yang menjadi teman dekat Abu Darda’ memberitahukan kepadaku dimana ia berkata: ”Di Damaskus ada seseorang sahabat Nabi saw. yang bernama Ibnu Hanzhaliyah, ia adalah orang yang senang menyendiri, jarang sekali duduk-duduk bersama orang lain, kecuali untuk salat. Apabila selesai salat ia terus membaca tasbih dan takbir sehingga pulang ke rumahnya.”
Ketika kami berada di tempat Abu Darda’ ia lewat, maka Abu Darda’ berkata kepadanya: ”Sampaikanlah suatu kalimat yang bermanfaat bagi kami dan tidak merugikan kamu.” Ia
berkata: ”Rasulullah saw. mengutus suatu pasukan, kemudian setelah kembali salah seorang di antara mereka duduk pada suatu majlis yang mana di situ ada Rasulullah saw. Ia berkata kepada seseorang yang berada di sampingnya: ”Bagaimana pendapatku ketika kami berhadapan dengan musuh, maka seorang dari kami menyerang musuh dan setelah menikam musuh lalu ia berkata: ”Rasulullah tikaman diriku dan aku adalah pemuda Ghifar?” Orang yang berada di sampingnya berkata :”Menurut pendapatku orang tadi selalu hilang pahalanya.” Orang lain yang mendengar apa yang dikatakannya ia berkata, ”Menurut pendapatku orang itu tidak apa-apa (masih tetap pahalanya).” Maka bertengkarlah kedua orang itu sehingga Rasulullah saw. mendengar, kemudian beliau bersabda :”Maha Suci Allah, tidak apa-apa ia trtap mendapat pahala dan tetap terpuji.” Saya melihat Abu Darda’ nampak gembira sekali dan mengangkat kepalanya ditujukan kepada Ibnu Hanzhaliyah serta bertanya :”Apakah kamu mendengar sendiri keterangan itu dari Rasulullah saw.? Ibnu Hanzhaliyah menjawab:”Ya.” Abu Darda mengulang-ulang pertanyaan itu kepadanya sehingga saya berkata :”Ia benarbenar
minta berkah pada kedua lututnya.” Ayah berkata lagi :”Pada saat yang lain ia lewat, maka Abu Darda’ berkata kepadanya :”Sampaikanlah satu kalimat yang bermanfaat
untuk kami dan tidak merugikan kamu.” Ia berkata :”Rasulullah saw. bersabda kepada kami :”Orang yang memberi belanja untuk kudanya itu bagaikan orang yang membentangkan tangannya dengan sedekah, ia tidak menggenggamkan tangannya itu.” Pada saat yang lain ia lewat, maka Abu Darda’ berkata :”Sampaikanlah satu kalimat
yang bermanfaat untuk kami dan tidak merugikan kamu.” Ia berkata :”Rasulullah saw. bersabda : ”Sebaik-baik orang adalah Khuraim Al Usaidy, seandainya ia tidak berambut
panjang dan tidak menurunkan kainnya sampai di bawah mata kaki.” Setelah berita itu terdengar oleh Khuraim maka ia langsung mengambil pisau untuk memotong rambutnya
sampai sebatas kedua telinganya dan menaikkan kainnya sampai ke pertengahan kedua betisnya.” Pada saat yang lain ia lewat, maka Abu Darda’ berkata kepadanya :
”Sampaikanlah satu kalimat yang bermanfaat untuk kami dan tidak merugikan kamu.” Ia berkata :”Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda : ”Sesungguhnya kamu sekalian akan kembali kepada saudara-saudaramu, maka perbaikilah kendaraanmu dan baguskanlah pakaianmu sehingga kamu seolah-olah merupakan tahi lalat yang menjadi hiasan manusia. Karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang kotor, baik dalam pakaiannya maupun perbuatannya.” (HR. Abu Dawud)

10. Dari Abu Sa’id Al Khudriy ra. ia berkata : Rasulullah saw. bersabda :”Kain sarung seorang muslim adalah sampai pertengahan betisnya. Dan tidaklah berdosa jika sampai pada diantara betis dan kedua mata kaki. Sedangkan yang sampai di bawah mata kaki itu adalah bagian neraka. Dan barangsiapa yang menurunkan kain sarungnya sampai di bawah mata kaki karena sombong maka kelak Allah tidak akan melihat kepadanya.” (HR. Abu Dawud)

11. Dari Ibnu Umar ra., ia berkata :”Saya berjalan di depan Rasulullah saw. sedangkan kain saya terlalu rendah, kemudian beliau bersabda :”Wahai Abdullah, naikkanlah kainmu itu.” Maka saya pun menaikkannya. Beliau bersabda lagi :”Naikkan lagi.” Maka sayapun menaikan kain sesuai dengan petunjuk itu.”Ada orang yang bertanya :”Sebatas mana kamu menaikkan?” Abdullah menjawab :”Sebatas pertengahan kedua betis.”(HR. Muslim)

12. Dari Ibnu Umar ra., ia berkata: Rasulullah saw. Bersabda :”Barangsiapa yang menurunkan kainnya karena sombong, maka kelak pada hari kiamat Allah tidak melihat kepadanya.” Salamah bertanya: ”Maka bagaimana cara wanita menurunkan tepi kain mereka?” Beliau bersabda :”Diturunkan sejengkal.” Salamah berkata :”Kalau begitu, telapak kaki mereka terbuka?” Beliau bersabda :”Boleh diturunkan sehasta, tidak boleh lebih dari itu.” (HR. Abu Dawud dan Turmudzi)