Thursday, December 15, 2016

Keutamaan Wirid

Habib Abdullah bin ‘Alwi Al-Haddad berkata: Ketahuilah, bahwa wirid mempunyai pengaruh yang amal kuat untuk menerangi kalbu dan mengendalikan anggota tubuh. Akan tetapi, ia tidak akan efektif kecuali setelah diamalkan secara berulang-ulang dan terus menerus di waktu-waktu tertentu. Jika engkau tidak termasuk orang-orang yang melewatkan seluruh siang dan malam dalam tugas-tugas kebaikan dan amal-amal khair. maka paling sedikit engkau harus mengamalkan beberapa wirid secara teratur pada waktu-waktu tertentu, jika pada suatu saat, dan karena suatu alasan, engkau tidak mengerjakannya, maka hendaknya engkau segera mengganti (meng-qadha’) wirid tersebut di waktu lain, agar nafsumu terbiasa dengan berbagai wirid tersebut.

Dalam setiap keadaan, manusia pasti membutuhkan tobat. Tidak ada seorang pun yang terlepas dari kebutuhan untuk bertobat, meskipun ia seorang yang Nabi yang ma’shum (terlindung dari perbuatan dosa), apalagi selainnya. Karena itulah para Malaikat, para Nabi dan Rasul, serta kaum Shiddiqin yang terjaga dari perbuatan dosa, mereka senantiasa memohon ampun (istighfar) dan bertobat kepada Allah. Jika demikian adanya, maka orang-orang yang suka mencampuradukkan kebaikan dan keburukan, yang suka bermaksiat dengan melakukan berbagai perbuatan dosa seperti kita ini, seharusnya lebih membutuhkan dan lebih wajib untuk bertobat. Oleh karena itu, jika memperoleh kemudahan, kita harus segera menyusul manusia-manusia terbaik tersebut. Dan hal ini dapat dilaksanakan jika kita senantiasa mau meneliti niat, perbuatan maupun ucapan kita. Jika kita mampu memperbaiki dan meluruskan ketiga hal tersebut, maka kita akan memperoleh waridat yang indah.

Waridat yang kita peroleh adalah sesuai dengan amal yang kita kerjakan. Karena itulah, orang-orang yang memiliki waridat tersebut menyatakan bahwa waridat yang tiba ke dalam hati adalah sesuai dengan macam wirid yang kita amalkan. Jika kita melakukan hal-hal yang baik, maka kita juga akan memperoleh hal yang baik. Wirid merupakan tubuh waridat. Sebagaimana ruh tidak akan masuk ke dalam jasad janin yang berada di perut ibu, kecuali setelah sempurnanya jasad tersebut, maka waridat juga tidak akan tiba di hati seorang hamba sebelum tubuhnya dihias dengan berbagai wirid. Oleh karena itu, orang-orang yang mengabaikan dan meremehkan wirid, mereka adalah orang-orang yang sangat bodoh, lalai dan sangat lemah pemahamannya.

Orang-orang yang berjalan menuju Allah memiliki perhatian, semangat dan ketekunan dalam membaca berbagai wirid. Mereka menikmati wirid-wirid tersebut. Inilah tanda kesungguhan mereka di dalam berjalan menuju Allah dan kemampuan pemahaman mereka yang besar. Barang siapa memahami kedudukan wirid, maka ia akan menaruh perhatian yang besar terhadap berbagai macam wirid dan dzikir. Sehingga perjalanannya menuju Allah berlangsung dengan baik dan ia akan senantiasa memperoleh limpahan karuria-Nya.

Adapun seseorang yang berada di dalam kebodohan, sedikit pun ia tidak akan menaruh perhatian terhadap berbagai macam wirid tersebut. Dan seandainya ia membaca salah satu wirid itu, maka ringan baginya untuk meninggalkannya. Jika salah satu wirid yang ia baca terlewatkan karena suatu sebab, maka ia tidak akan pernah merasa kehilangan maupun merindukannya. Ini merupakan tanda kebodohannya. Seseorang yang demikian keadaannya, sebenarnya ia tidak berjalan menuju Allah Ta’ala.*

Oleh karena itu, kalian pasti akan melihat keutamaan dan manfaat nyata yang akan diperoleh mereka yang suka membaca wirid, di dunia ini sebelum di Akhirat nanti. Kalian akan melihat perbedaan yang sangat besar antara orang-orang yang mengisi hari-hari mereka di tempat seperti ini dengan membaca, memuliakan dan mengagungkan wirid — ikut membaca wirid sebelum dan setelah subuh, sebelum dan setelah shalat dhuhur, dzikir sebelum shalat ashar, doa ketika berjabat tangan selepas shalat ashar dan wirid setelah ashar dengan hati yang khusyuk — dengan orang-orang yang mengabaikan berbagai macam wirid tersebut. Di antara mereka pasti tampak perbedaan yang sangat besar yang akan tampak dalam perjalanan kehidupan mereka di dunia maupun di Akhirat. Kedua kelompok manusia ini tidak dapat disamakan.

Orang yang memiliki ikatan hati dengan kaum sholihin tidak mungkin dapat disamakan dengan orang yang tidak memiliki ikatan hati dengan mereka.

yang menyandang akhlak mulia tidak mungkin dapat disamakan dengan mereka yang tidak menyandangnya. Orang yang beramal tidak mungkin dapat disamakan dengan orang yang tidak beramal. Bagaimana mungkin keduanya dapat disamakan. Allah Ta’ala mewahyukan:

ام حسب الذين اجترحوا السيئات ان نجعلهم كالذين ءامنوا وعملواالصلحت سواء محياهم ومماتهم ساء ما يحكمون(21

“Apakah orang-orang yang membuat kejahatan itu menyangka bahwa kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, yaitu sama antara kehidupan dan kematian mereka? amat buruklah apa yang mereka sangka itu.” (Al-Jatsiah, 45:21)

Dapatkah disamakan seseorang yang ketika turun hujan rahmat hatinya khusyuk (ingat kepada Allah) dengan seseorang yang lalai? Apakah keduanya dapat disamakan? Yang satu hatinya selalu berhubungan dengan Allah sedangkan yang lain hatinya putus hubungan dengan-Nya. Yang satu menghadapkan diri kepada Allah sedangkan yang lain berpaling dari-Nya. Keduanya tidak mungkin dapat disamakan. Sudah menjadi ketentuan Allah di alam semesta, kedua jenis manusia ini tidak mungkin dapat disamakan. Tidaklah sama kegelapan dengan cayaha, orang yang normal penglihatannya dengan tuna netra, dan yang hidup dengan yang mati, meskipun semuanya adalah makhluk Allah. Karena itu, jika kalian perhatikan, orang-orang yang bertobat senantiasa menekuni berbagai wirid dan dzikir. Mereka akan banyak beristighfar memohon ampun kepada Allah. Rasulullah saw bersabda:

طوبى لمن وجد في صحيفته استغفارا كثيرا

. (HR Ibnu Majah)
‘Sungguh beruntung seseorang yang mendapati istighfar yang banyak dalam buku catatan amalnya

Setelah Rasulullah saw menyatakan mereka sebagai seorang yang sangat beruntung, maka mereka akan merasakan kenikmatan yang luar biasa.

Sumber : Obat Hati 1 Saduran Ceramah Al Habib Umar bin Hafidz
http://www.alhabibahmadnoveljindan.org