Friday, September 11, 2009

Kunjungan dan Ziarah Sultan Awliya Mawlana Syekh Muhammad Nazim Adil Al-Haqqani QS (2001)

The Naqshbandi Eastern World Tour 2001

Dalam rangkaian tour ke dunia timur, pendiri ISCA, Mawlana Syekh Muhammad Nazim Adil al-Haqqani QS dan ketua ISCA, Syekh Muhammad Hisyam Kabbani QS memimpin delegasi ISCA mengunjungi beberapa negara yang dimulai pada awal bulan April 2001. Tour ini bertujuan untuk membangkitkan kembali praktik-praktik tradisional Islam, seperti berziarah ke situs-situs Muslim yang penting, berkumpul bersama dalam mengingat Allah SWT dan berdoa untuk masyarakat umum. Sebagai organisasi keagamaan non-profit yang berbasis di Washington DC, ISCA berusaha untuk mempromosikan Islam sebagai agama yang damai, moderat, toleran, dan adil ke seluruh dunia.

Turki dan Uzbekistan (1-17 April 2001)
Setelah sukses dengan tour ke Afrika pada awal tahun 2001, ISCA kemudian menggagas acara yang bertajuk “The Naqshbandi Eastern World Tour” dan sebagai tujuan pertama adalah Istanbul di Turki dan Uzbekistan, negri kuno bagi kaum Sufi. Dalam sejarah awal Islam, Uzbekistan menjadi pusat pendidikan dan pusat spiritualitas bagi seluruh dunia Muslim. Uzbekistan juga merupakan asal bagi Imam Bukhari QS, Syah Naqsyband QS dan beberapa Syekh Naqsybandi lainnya
Masjid Mufti Uzbekistan terkenal dengan koleksi manuskrip-manuskrip asli yang sangat berharga, salah satunya adalah mushaf suci Al-Qur'an Sayyidina Utsman RA.


Manuskrip tulisan tangan Khwaja Bahauddin Syah Naqsyband QS

Salah satu kegiatan istimewa adalah mengunjungi mushaf suci Al-Qur’an yang pernah dibaca oleh Sayyidina Utsman RA ketika beliau dibunuh oleh para pengkhianat. Mawlana juga melihat manuskrip yang ditulis tangan oleh Syah Bahauddin Naqsyband QS. Kota-kota yang dikunjungi antara lain adalah Tashkent dan Samarqand, yang merupakan tanah para Sahabat, ulama dan Sultan


Masjid dan Museum Amir Timur sebagai penanda kota Bukhara

Berziarah ke makam Imam Bukhari

Makam Syekh Abdul Khaliq al-Ghujdawani QS di Ghujdawan dekat Bukhara

berdoa di depan makam Syekh Abdul Khaliq al-Ghujdawani QS

Pintu Ka'bah dari abad ke-6 H. Diceritakan bahwa suatu hari Ka'bah mendatangi Syekh Abdul Khaliq al-Ghujdawani QS, lalu tawaf mengelilingi beliau dan meninggalkan pintunya sebagai bukti

makam Syah Bahauddin Naqsyband QS, Imam Tarekat Naqsybandi.

makam Syekh Arif ar-Riwakri QS di Riwakar, dekat Ghujdawan

ziarah ke makam Khwaja Mahmud al-Injir al-Faghnawi QS di Qilit, dekat Bukhara

Di Bukhara, yang terdapat Masjid dan Museum Timur, Mawlana dan rombongan berziarah ke makam Imam Bukhari, Khwaja Abdul Khaliq al-Ghujdawani QS, Syah Bahauddin Naqsyband QS, Khwaja Ali ar-Ramitani QS, Sayyid Muhammad Baba as-Samasi QS, Sayyid Amir Kulal QS, Khwaja Arif ar-Riwakri QS, Khwaja Mahmud al-Injir al-Faghnawi QS, Masjid Bukhara, dan lembah Farghana yang indah, di mana beliau bertemu dengan salah satu awliya besar, Syekh Abdurrauf al-Yamani QS.

Syekh Abdurrauf al-Yamani QS, seorang wali besar dalam Tarekat Naqsybandi yang mempunyai banyak pengikut di Farghana

Sumber : haqqaniindonesia.blogspot.com

Mengenal Tokoh Tarekat Tijani Dunia

Sidi Omar Masoud (Sudan)

Sidi Tamimu Jugu

Syeikh Idris Iraqi

Sidi Muhammad Shiddiq (Indonesia)

Sidi Muhammad Saqqat al-Fasi

Sidi Muhammad Salga


Sidi Muhammad Laraaqi

Sidi Muhammad Laqmari Tunisi


Sidi Muhammad ibn Rashid al-Iraqi


Sidi Muhammad ibn Muhammad al-Hujuji al-Fasi (Morocco)

Sidi Muhammad ibn Idriss Badrawi

Sidi Muhammad ibn Idris Boushrine

Sidi Muhammad ibn Ali Tayyeb (Indonesia)

Sidi Muhammad ibn Ali Dukkali


Sidi Muhammad ibn Abdul Salam Bennani


Sidi Muhammad ibn Abdullah Ash-Shinqiti

Sidi Muhammad Boudali at-Tijany


Sidi Muhammad al-Quri

Sidi Mohammed Jakani Susi(Syeikh Morocco & Mauritania)


Sidi Mohammade Ali Arbel Tijany

Sidi Ihsan Baaqili


Sidi Idriss ibn Abdullah KhadraSyeikh Masjid Qariween & University of Fez


Syeikh KH. Badruzzaman (Garut, Indonesia)

Posted by Thariqat Tijaniyah Malaysia


Thursday, September 10, 2009

Landasan dan Rumusan tasawuf Syekh Ahmad al-Tijani

Dasar-dasar tasawuf Syekh Ahmad al-Tijani di bangun di atas landasan dua corak tasawuf, yakni tasawuf amali dan tasawuf falsafi. Dengan kata lain, Syekh Ahmad al-Tijani menggabungkan dua corak tasawuf, dimaksud dalam ajaran thariqatnya.
Pengkajian menyangkut tasawuf falsafi, bukan sesuatu hal yang sederhana, sebab pengkajian ini sudah masuk dalam wilayah pemikiran; dan kaum thariqat, terlebih ummat Islam pada umumnya yang mempunyai kemauan dan kemampuan untuk memasuki wilayah ini sangat terbatas. Keterbatasn ini, ditunjukan dalam sejarah pekembangan pemikiran Islam khusunya bidang tasawuf, banyak ummat Islam, menilai, bahwa tasawuf falsafi dianggap sebagai pemikiran yang menyimpang dari ajaran syari’at Islam.

Dasar-dasar tasawuf falsafi yang dikembangkan Syekh Ahmad at-Tijani adalah tentang maqam Nabi Muhammad saw., sebagai al-Haqiqat al-Muhammadiyyah dan rumusan wali Khatm. Dua hal ini telah dibahas oleh sufi-sufi filusuf, seperti al-Jilli, ibn al-Farid dan ibn Arabi. Tentang pemikiran sufi-sufi ini, Syekh Ahmad al-Tijani mengembangkan dalam amalan shalawat wirid thariqatnya, yakni : shalawat fatih dan shalawat jauhrat al-Kamal. Konsep dasar haqiqat al-Muhammadiyyah ini disamping kontroversial, ia juga complicated. Atas dasar ini, tidaklah mengherankan apabila Syekh Ahmad al-Tijani memberikan “aba-aba” kepada setiap orang, termasuk muridnya yang ingin memasuki secara lebih jauh tentang diri dan thariqatnya. Untuk itu Syekh Ahmad al-Tijani menegaskan :

إِذَا سَمِعْهتُمْ عَنِّى شَيْأً فَزِنُوْهُ بِمِيْزَانِ الشَّرْعِ فَمَا وَافَقَ فَخُذُوْهُ وَمَاخَالَفَ فَاتْرُكُوْهُ

Artinya : “Apabila kamu mendengar apa saja dariku, maka timbanglah ia dengan neraca (mizan) syari’at. Apabila ia cocok, kerjakanlah dan apabila menyalahinya, maka tinggalkanlah”.
Menurut KH. Fauzan, penegasan Syekh Ahmad al-Tijani ini merupakan pertanggung jawaban yang terbuka, lapang dada dan menyeluruh terhadap ajaran yang dikembangkannya

Sedangkan KH. Badruzzaman melihat bahwa penegasan Syekh Ahmad al-Tijani tadi menunjukan pertaggung jawabannya bahwa segala sesuatu yang diungkapkannya mempunyai dasar-dasar syari’at.
Hemat penulis, penegasan Syekh Ahmad al-Tijani di atas dilatarbelakangi dua hal : Pertama; Ia sendiri menyadari banyak ungkapan-ungkapan pengalaman spiritual dan fatwanya, akan sulit dijangkau oleh pemahaman masyarakat umum. Untuk itu, beliau menekankan untuk senantiasa mengembalikan kepada tatanan dasar syair’at. Dengan kata lain, secara terbuka dan tegas ia mengharuskan setiap orang yang akan meneliti ajarannya untuk senantiasa terlebih dahulu memahami petunjuk-petunjuk al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad saw., secara menyeluruh dan mendalam. Kedua; Penegasan tersebut, dikarenakan “kekhawatirannya”, akan terjadi salah atau kurang tepat dalam memahami pengalaman spiritual dan fatwanya-fatwanya, sehingga tidak sesuai atau salah alamat dari apa yang dimaksudkan oleh dirinya. Kekhawatiran ini, didasarkan atas upaya penggabungan dua corak tasawuf yang dirumuskan dalam bentuk bacaan thariqatnya sebagai mana telah disebutkan. Sejak abad ke- Hijri, ajaran taswuf terpisah menjadi dua corak yakni tasawuf amali dan tasawuf falsafi yang dalam sejarah perkembangannya masing-masing mempunyai metode tersendiri. Sebagai wali yang mengaku memperoleh maqam wali khatm, al-Quthb al-Maktum, ia menyatukan kembali dan atau mengutuhkan kembali dua corak tasawuf tersebut. Hemat penulis, disinilah keunggulan Syekh Ahmad al-Tijani. Dan diduga peran inilah yang dimaksud dengan ungkapannya :
قدماي هتان على رقبة كل ولتى لله تعالى.
“Dua kakiku ini di atas tengkuk semua Waly Allah Swt.”
Agaknya, hal tersebut di atas, sangat diantisipasi oleh KH. Badruzzaman, ia menegaskan, bahwa dalam melihat dan memahami fatwa-fatwa Syekh Ahmad al-Tijani, senantiasa harus melihatnya melalui petunjuk al-Qur’an dan sunnah secara menyeluruh dan mendalam, lahiriyah dan batiniyah. Penegasan KH. Badruzzaman ini, didasarkan atas pengalaman dirinya dalam menganalisis Syekh Ahmad al-Tijani dan Thariqatnya; dimana sebelum merintis pengembangan ajaran thariqat tijaniyah, ia adalah “penentang yang gigih” terhadap thariqat ini.

Landasan tasawuf Syekh Ahmad al-Tijani, sebagai mana telah dijelaskan membangun rumusan tasawufnya. Ada dua rumusan tasawuf yang dikemukakannya :
a. Tentang definisi tasawuf; menurut Syekh Ahmad al-Tijani, tasawuf adalah :

إِمْتِثَالُ اْلاَوَامِرِ وَاجْتِنَابُ النَّوَاهِى فِى الظَّاهِرِ وَالْبَاطِنِ مِنْ حَيْثُ يَرْضَ لاَمِنْ حَيْثُ تَرْضَ

Artinya : “Patuh mengamalkan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, baik lahir maupun batin, sesuai dengan ridha-Nya bukan sesuai dengan ridha’mu”.
Melalui rumusan definisi di atas, Syekh Ahmad al-Tijani ingin menunjukan bahwa pada dasarnya, ajaran tasawuf merupakan pengamalan syari’at Islam secara utuh, sebagai sarana menuju Tuhan dan menyatu dalam kehendak-Nya. Keterpaduan dalam tasawuf yang diajarkan Syekh Ahmad al-Tijani antara amaliah lahir dan amaliah batin, adalah sebagai wujud pengamalan syari’at Islam secara keseluruhan. Sebab pada bagian lain ia menyatakan bahwa ilmu tasawuf adalah : “Ilmu yang terpaut dalam qalbu para wali yang bercahaya karena mengamalkan al-Qur’an dan sunnah.

Sejalan dengan pendapat ini, al-Tusturi (w. 456 H.) mengatakan bahwa ilmu tasawuf dibangun melalui kekuatan keterikatan terhadap Qur’an dan Sunnah.
Sebagai wujud keterikatan Syekh Ahmad Al-Tijani dan thariqatnya terhadap syari’at, ia mengatakan bahwa syarat utama bagi orang yang mau mengikuti ajarannya adalah memelihara shalat lima waktu dan segala urusan syari’at. Dalam mengomentari landasan tasawuf yang diajarkan Syekh Ahmad al-Tijani, Muhammad al-Hapidz dalam ahzab wa awrad, mengatakan :
والاصل الذى اسّس شيخنارصى الله المحا فظة على الشريعة علماوعملا.
“Landasan pokok Thariqat Tijaniyah yang menjadi asas penopangnya adalah menjaga syari’at yang mulia, baik ilmiyah maupun alamiyah”
Sedangkan KH. Badruzzaman, mengatakan bahwa landasan pokok Thariqat tijaniyah adalah memelihara syari’at yang mulia baik yang berhubungan dengan amaliah kalbu seperti khusyu (khusyuk), ikhlas (ikhlas) dan tawadha (rendah hati).

b. Tentang penegasan ajaran tasawufnya
Sebagai wujud penekanan keterikatan ajarannya terhadap syari’at, Syekh al-Tijani menegaskan bahwa patokan utama pengembangan ajarannya adalah al-Qur’an dan sunnah. Lebih tegas ia menyatakan :
وَلَنَا قَاعِدَةٌ وَاحِدَةٌ عَنْهَا تُنْبِئُ جَمِيْعَ اْلأُصُوْلِ اَنَّهُ لاَحُكْمَ اِلاَِّللهِ وَرَسُوْلِهِ وَلاَعِبْرَةَ فِى الحُكْمِ اِلاَّ بِقَوْلِ الله ِوقَوْلِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
“Kami hanya mempunyai satu pedoman (Kaidah) sebagai sumber semua pokok persoalan (ushul), bahwasanya tidak ada hukum kecuali kepunyaan Allah dan Rasul-Nya, tidak ada ibarat dalam hukum kecuali firman Allah swt., dan sabda Rasul-Nya.
Penekanan Syekh Ahmad al-Tijani ini, dimaksudkan untuk menegaskan keterikatan ajarannya terhadap syari’at (al-Qur’an dan sunnah).

Sumber : Khadim Zawiah Tijaniah

Habib Nuh - Cahaya dari Singapura

Habib Nuh bin Muhammad Al Habsy adalah seorang wali Allah yang telah menghabiskan masa hidupnya di singapura. Makam beliau terletak disebuah bukit, yaitu diPalmer Road, Tanjong Pagar, Singapura.
Habib Nuh Al Habsy berasal dari kedah, malaysia. Beliau berketurunan Rasulullah s.a.w. mengikuti nasab Ali Zainal Abidin bin Sayidina Hussein r.a. Tidak banyak yang mengetahui kehidupan beliau diusia muda. Neliau adalah 4 ebrsaudara, yaitu Habib Noh, Habib Ariffin dan Habib Zain (kedua-duanya meninggal di Pulau Pinang) dan Habib Salikin, yang meninggal di Daik, Indonesia.

Beliau menikah dengan Anchik Hamidah yang berasal dari Province Wellesley, Pulau Pinang, mereka dikurniakan hanya seorang anak perempuan bernama Sharifah Badaniah. Sharifah Badaniah kemudiannya berkahwin dengan Syed Mohamad bin Hassan Al-Shatri di Jelutong, Pulau Pinang. Pasangan ini kemudiannya memberikan Habib Noh hanya seorang cucu perempuan bernama Sharifah Rugayah. Dia berkahwin dengan Syed Alwi bin Ali Aljunied dan mereka mempunyai lima anak, dua lelaki dan tiga perempuan bernama Syed Abdul Rahman, Syed Abdullah, Syarifah Muznah, Sharifah Zainah dan Sharifah Zubaidah.

Dari beberapa sumber menceritakan bahwa Habib Nuh sampai ke Singapura tidak lama setelah Sir Stamford Raffles mendarat di pulau itu. Usianya pada waktu itu sekitar tiga puluh tahun. Walaupun beliau telah menghabiskan banyak usianya di Singapura dan meninggal dunia di sana, akan tetapi beliau banyak berdakwah ke Johor Bahru dan negeri-negeri lain di Malaysia
Foto Syeikh Hisyam Kabbani yang menziarahi habib nuh


Beliau adalah seorang yang amat wara. Waktu malamnya beliau gunakan untuk solat hingga terbit fajar. Dan beliau juga sering berkunjung ke makam-makam untuk selalu mendoakan roh-roh yang telah meninggalkan jasad.

Habib nuh sangat diidolakan oleh masyarakat, baik yang tua, muda dan bahkan anak-anak. Sering orang melihat karamah-karamah beliau. Beliau juga sering memberikan permen dan uang kepada anak-anak, fakir miskin dan yang memerlukan. Habib nuh sangat sayang kepada anak-anak karana mereka adalah ahlul Jannah [ahli Syurga]. Masyarakat sangat senang jika dikunjungi oleh habib nuh, karena akan banyak anak-anak yang datang dam mengambil makanan di warung/kedai mereka, dan itu akan memberikan berkah tersendiri kepada mereka.

Habib nuh mempunyai banyak sekali karamah selama hidupnya. Beliau pernah dipenjarakan oleh penjajah, tapi anehnya Habib Nuh tetap berada di luar penjara, walaupun dalam penjara kaki dan tangannya dirantai beliau masih bisa keluar, sehingga penjajah tidak bisa lagi untuk memenjarakan beliau.

Habib Noh juga terkenal sebagai tabib yang hebat, banyak sekali cerita yang menunjukkan karomah habib nuh disaat mengobati anak-anak. beliau juga tidak segan segan berjalan jauh tuk mengobati. Pernah diceritakan bahwa beliau pernah mengubah air kelapa menjadi air susu dan diberikan kepada anak dari seorang keluarga miskin yang sedang sakit.

Diceritakan lagi bahwa pada satu ketika ada seorang saudagar yang sedang dalam pelayaran ke Singapura. Dalam pelayaran, kapalnya telah dipukul badai yang kencang. Dalam suasana cemas tersebut, saudagar itu berdoa kepada Allah agar diselamatkan kapalnya dari angin ribut tersebut dan dia bernazar jika sekiranya dia selamat sampai ke Singapura dia akan menghadiahkan sebuah kain kepada Habib Nuh. Alhamdulillah, dia dan barang dagangannya diselamatkan Allah dari keganasan angin ribut tersebut. Setibanya di Singapura, dia sangat heran kerana Habib Noh telah sedia menunggu kedatangannya di pelabuhan dan memintanya melaksanakan nazar yang telah dibuatnya di tengah laut itu.

Dalam satu peristiwa lain, ketika sebuah kapal hendak berlayar, muncul Habib Noh di perlabuhan. Habib Noh menahan barang2 yang berharga yang dibawa bersama dalam pelayaran itu. Orang2 tidak senang dengan sikap beliau itu tetapi beliau tetap bertegas;
“Tidak boleh membawa barang-barang yang berharga.”
Beberapa hari kemudian, penduduk Singapura mendapat berita bahwa kapal tersebut telah terbakar dan tenggelam di tengah lautan. Barulah orang2 yang mempunyai barang2 tersebut sadar hikmah disebalik larangan Habib Noh itu.


Foto Habib Salim Assatiriyang menziarahi habib nuh

Pada satu saat ada seorang India Muslim yang balik ke India melewati jalan laut untuk. Dia telah berniat bahwa jika dia kembali ke Singapura dengan selamat, dia akan menghadiahkan kepada Habib Noh satu hadiah. Ketika dia pulang, dia terkejut karena melihat Habib Noh sudah menunggunya di tepi laut.
Habib Noh berkata kepadanya “Saya percaya bahwa anda sudah berjanji untuk memberikan sesuatu kepada saya.” Terkejut, India Muslim itu berkata, “Katakan kepada saya wahai tuan yang bijaksana, apakah yang tuan hajati dan saya akan dengan senang hati menghadiahkan kepada tuan.”
Habib Noh menjawab, “Saya ingin beberapa gulung kain kuning untuk bersedekah kepada orang miskin, yang memerlukannya dan anak-anak.”
Sambil memeluk Habib Noh, India Muslim itu berkata, “Demi Allah, saya amat gembira untuk menghadiahkan kepada seorang lelaki yang dirahmati Allah kerana baik budinya terhadap umat manusia. Berilah pada saya tiga hari untuk menghadiahkannya kepada tuan.”


Habib Nuh al-Habsyi wafat pada hari Jum'at, 14 Rabi`ul Awwal 1283H. Sebelum meninggal, beliau telah mewasiatkan agar dikebumikan di atas sebuah bukit kecil di Jalan Palmer tersebut. Wasiat ini dipandang sedikit aneh karena tempat yang ditunjukkannya itu adalah terpencil dari kuburan orang Islam dan berada di tepian laut. Maka keluarga beliau memutuskan agar jenazahnya dimakamkan saja di tanah perkuburan biasa. Setelah selesai urusan jenazah dan ketika hendak dibawa ke tanah pemakaman biasa, jenazah beliau tidak dapat diangkat oleh orang yang hendak membawanya. Diceritakan puluhan orang mencoba untuk mengangkat jenazah tersebut, semuanya gagal. Akhirnya mereka diperingatkan agar mematuhi wasiat Habib Nuh tentang tempat pengkebumiannya. Maka ketika jenazahnya hendak dibawa ke tempat menurut wasiatnya tersebut, maka orang-orang yang membawanya merasa jenazahnya amat ringan dan mudahlah mereka mengusungnya. Makam beliau tetap terpelihara sehingga sekarang dan menjadi tempat ziarah bagi mereka yang mencintai para Aulia Allah

Banyak sekali cerita dari karamah-karamah beliau yang patut kita teladani dan kita dapat mencontohi jejak langkah beliau dalam mengikuti perjalanan para leluhurnya sambung-menyambung sehingga ke hadhrat JunjunganRasulullahs.a.w.

Sumber:
Tujuh Wali Melayu
Sheikh Hassan Abdullah Al-Khatib, penjaga makam Habib Noh

Al-Habib Abdurrahman Bil Faqih

Hampir seluruh waktu Habib Abdurrahman Bilfaqih dipergunakan dijalan dakwah dan mengajar di pesantren. Memang buah jatuh tidak jauh dari induknya. Sejal kecil, anak ketiga pasangan Habib Abdullah bin Abdul Qodir Bilfaqih dan Syarifah Azizah Al-Jufri ini ( lahir pada 16 Desember 1972 ) di didik orangtuanya di pesantren. Setelah agak besar, beliau melanjutkan ke PP Darus Surur Kabupaten Bandung, dibawah asuhan Abuya Yahya, murid tarekat Habub Abdul Qodir Bilfaqih, kakeknya, yang paling sepuh yang baru saja meninggal bulan Agustus 2009 ini.
Di pondok pesantren ini, Habib abdurrahman Bilfaqih belajar ilmu agama dan tarekat dari tahun 1988- 1993. Di masa belajar itu, beliau melangsungkan pernikahan dengan Syarifah Laila binti Utsman Alaydrus pada tahun 1991 dan menetap dengan isterinya di dekat pondok pesantren.
Usai mondok di Darus Surur, beliau dan isterinya menetap di Indramayu, kota asal isterinya. Namun setahun kemudian, Habib Abdurrahman melanjutkan belajar lagi ke PP At-Tauhidiyyah Giren Talang Tegal, Jawa Tengah, di bawah asuhan Syaikh Akhmad Said dan Syaikh Muhammad Khasani. Beliau belajar disana selama lima tahun, 1994 - 2000."Saya tertarik belajar di pesantren ini karena pesantren ini menitikberatkan pelajaran tauhid.
Pendirinya dulu, Syaikh Ubaidillah, sudah dikenal sebagai ahli kajian tauhid, sehingga mendapat undangan Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, mufti Makkah pada abad ke-19, untuk bersama-sama membahas masalah tauhid bersama para ulama Timur Tengah waktu itu," tuturnya. Selepas belajar di Tegal, beliau dipanggil pulang ke Malang untuk memperkuat Dewan Pengasuh PP Darul Hadits. Dewan Pengasuh terdiri dari semua anak Habib Abdullah Bilfaqih, yaitu dua kakak lelakinya ( Habib Abdul Qodir dan Habib Muhammad ), baru kemudian dirinya dan dua adik perempuannya ( Syarifah Ummu Hani dan Syarifah Khadijah ).


Video Dakwah Habib Abdurahman di Jakarta bersama Majelis Nurul Mustofa

Namun karena sehari-hari tinggal di Indramayu,Jawa Barat, Beliau hanya beberapa hari datang ke Malang. Di Indramayu, Habib Abdurrahman mengasuh pesantren, yang diberi nama Ribath Rahmatul Muhammadiyah. Pondok pesantren yang beralamat di Jl. Nyi Resik RT 01 RW 01 Sindang Indramayu, Jawa Barat. "Menjadi santri disini gratis, yang penting bisa mencuci pakaian dan merawat kamarnya sendiri," ujar ayah empat anak ini. Di pesantren itu, selain diajarkan ilmu agama, juga diajarkan tarekat tingkat dasar. Dalam perjalanan dakwahnya, Habib Abdurrahman mendapati, umat Islam sekarang kurang memperhatikan pendidikan cinta dan mengikuti teladan Rosulullah SAW. "Saya gambarkan, dulu di zaman Rosulullah masih hidup, para sohabat cinta, tunduk, dan meneladani Rosulullah SAW.
Mereka setiap hari bisa bertemu junjungan mereka, dan mendengar pelajaran maupun bertanya tentang hal yang mereka tidak ketahui. Namun bisakah kita sekarang memposisikan diri sebagai para sahabat, yang setiap hari cinta, tunduk, dan meneladani Rosulullah SAW dalam kehidupan kita sehari-hari? Kalau kita ingin belajar dan bertanya , segeralah membaca A-lqur'an atau Hadits, atau bertanya kepada para ulama yang mengetahui kedua sumber Islam tersebut," katanya.


Menurutnya, sikap seperti itu kini kurang diajarkan para ustadz kepada santrinya. Karena itulah, kaum muslimin sekarang memahami Islam sebagaimana dirinya dipengaruhi oleh budaya sekitar. Mestinya, kaum muslimin memahami Islam sebagaimana para sohabat mendapat bimbingan dari rosulullah SAW. "
Apa yang kita petik dari meneladani cara para sohabat belajar kepada Nabi Muhammad SAW ? Mereka tidak ada satupun yang murtad hingga akhir hayatnya, dan hidup mereka selalu diterangi cahaya Islam. Dan saya yakin, semuanya masuk surga."Disamping mempelajari kitab kuning dan Tarekat Awaliyah, Habib Abdurrahman juga menerapkan kepada santrinya, yaitu membiasakan mereka berpuasa Senin Kamis, kemudian puasa Nabi Daud (sehari puasa sehari tidak), dan terakhir puasa Dahr (puasa setiap hari,selain lima hari terlarang-yaitu 'Idul fitri, Idul Adha, dan tiga hari setelah Idul Adha) Puasa ini dengan tujuan untuk membersihkan hati dan menghindar dari segala godaan yang sering muncul ketika kita tidak puasa.Selain menjadi Ustadz di dua pesantren itu, Habib Abdurrahman masih menyempatkan diri belajar lagi di luar negeri.
Tepatnya, pada tahun 2003 beliau belajar ke PP Darul Musthafa Tarim, yang di asuh oleh Habib Umar bin Hafidz. "Belia hanya tabarukan, sebab disana hanya 40 hari saja. Selain itu, beliau juga banyak berkunjung ke beberapa Habib sepuh, seperti Al-Maghfurlah Sayyid Muhammad Al-Maliki, Al-Maghfurlah Habib Abdurrahman Assegaf, Habib Zain bin smith, Habib Salim Asy-Syathiri, untuk mendapatkan ijazah beberapa aurad Alawiyin. Tentu saja tidak hanya itu, dengan mendekatkan diri kepada para Habaib dan Ulama, banyak ilmu dan teladan yang diperoleh dari mereka. Setelah banyak belajar dari berbagai guru, saatnya Habib Abdurrahman mengajarkan apa yang telah didapatkannya.
Selain memberikan kuliah umum kepada para santri Darul Hadits Malang, beliau juga mengasuh Ribath di Indramayu dan berbagai majlis ta'lim di berbagai kota. Pada malam Ahad pertama, pembacaan manaqib di majlis ta'lim Habib Muhammad bin Abdurrahman Assegaf di Indramayu. Sedang pada malam Ahad kedua, pembacaan kitab fiqih yang diikuti ratusan jamaah. Ada juga jadwal di Bandung, yaitu pada malam Selasa awal bulan. Kemudian di Jakarta, ada beberapa tempat. Pada Rabu kedua setiap bulan di Masjid Al-Bahri di jl.D.I Panjaitan. Pada Kamis malam di ribath yang terletak di Pondok Bambu. Belum lagi ta'lim yang sifatnya undangan khusus yang diselenggarakan di beberapa kota di Indonesia maupun luar negeri.
Istiqomah Berpuasa Dahr
Di tengah jadwal dakwah yang padat itu, Habib Abdurrahman mengamalkan puasa Dahr. Kebiasaan itu sudah berjalan sejak lima tahun lalu. Beliau merasa tidak berat, tetapi justru merasakan bahwa puasanya itu semakin mendukung kesehatan ruhani dan jasmaninya. Beliau mengaku tidak pernah terkena stres atau penyakit jasmani lainnya


NASAB BELIAU

Sayyid Abdurrahman Najlil Imamil Qurtbil Habib Abdullah Bilfaqih Al-Alawy RA.

Sayyiduna Wa Maulana Al-Imam Al-Hafidz Al-Musnid Al-Qutub Al-Habib Abdullah Bilfaqih Al-Alawy RA

Sayyiduna Wa Maulana Al-Imam Al-Habr Al-Qutub Al-Habib Abdul Qodir Bilfaqih Al-Alawy RA ▼
Sayyiduna Imam Al-Habib Muhammad bin Ibrahim Bilfaqih Al-alawy RA

Sayyidunal Imam Isa bin Muhammad Az-zamzany RA

Sayyidunal imam yahaya bin Muhammad jamalul lail RA

Sayyidunal imam Abdullah bin ahmad al-alawy RA

Sayyidunal imam al-allamtud dunya abdur rahman bin abdulloh bilfaqih Al-Alawy RA

Sayyidunal imam ahmad bin umar bin mudlor al-alawy

Sayyidunal imam al-gagihul muqoddam ats-tsany abdur rahman bin Muhammad as-assegaf RA

Sayyidunal imam abdulloh ba’alawy

Sayyidunal imam Muhammad bin isa bin abi fadhol RA

Sayyidunal imam al-faqih muqoddam Muhammad bin ali ba’alawy RA
( Mursyid Pertama Thoriqoh Alawiyah )

Dari Sayyidunal Imam Al-faqih Muqoddam RA terbagi menjadi dua jalur yakni Jalur Ahlul Bait dan Bukan Ahlul Bait


Jalur Ahlul Bait

Sayyidunal imam al-faqih muqoddam Muhammad bin ali ba’alawy RA

Sayyidunal Imam Ali Bin Muhammad Ba’alawy RA

Sayyidunal imam Isa An-Naqib RA

Sayyidunal Imam Muhammad bin ali ( Shohibul Marbath ) RA

Sayyidunal Imam Ali Bin Alwy Kholi Qosam RA

Sayyidunal Imam Muhammad Bin alwy bin Muhammad ba’alawy RA

Sayyidunal imam Alwy RA ( Jaddu Bani Alawy )

Sayyidunal Imam Ubaidillah bin ahmad Al-muhajir RA (Sultonul Wujud )

Sayyidunal imam Ahmad Bin Isa An-Naqib RA

Sayyidunal Imam Ali Al-Uraidhy Ra

Sayiidunal Imam ja’far As-Shodiq RA

Sayyidunal Imam Muhammad Al- Baqir RA

Sayyidunal Imam Ali Zainal Abidin RA

Sayyidunal Imam Abu Abdillah Al-Husain RA

Sayyidunal Imam Ali Bin Abi Tholib KRW

Sayyidunal Wa Maulana Muhammad Rasulullah SAW



Jalur Bukan Ahlul Bait

Sayyidunal Imam Al- Faqih Muqoddam Sayyiduna Muhammad Bin Ali Ba’alawy RA

Sayyiduna As-Syekh Abu Madyan Bin Syu’eb Bin Al-Husein RA

Sayyiduna As-Syekh Nuruddin Ali Bin Chizihim RA

Sayyiduna As-Syekh Abu Bakar Muhammad Bin Abdillah Al-Ma’arifi RA

Sayyiduna As-Syekh Abdul Malik RA
( Imamul Haromain )

Sayyiduna As-Syekh Abdullah Bin Yusuf Al-Juwainy RA

Sayyiduna As-Syekh Abu Tholib Muhammad Bin Ali Al-Makki RA

Sayyiduna As-Syekh Abu Bakar Dullaf Bin Juhdur As-Subly RA

Sayyiduna As-Syekh Abul Qosim Al-Junaid Bin Muhammad Al- Baghdad RA

Sayyiduna As-Syekh Abul Hasan As-Sirri As-Siqthi RA

Sayyiduna As-Syekh Abu Mahfudz Ma’ruf Al-Karkhi RA

Sayyiduna As-Syekh Abu Sulaiman Daud Bin Nushoir At-Tho’iy RA

Sayyiduna As-Syekh Abu Muhammad habib Bin Muhammad Al-Ajamy RA

Sayyiduna As-Syekh Abu Said Al-Hasan Bin Abil Hasan Al-Bashry RA

Sayyidunal Imam Ali Bin Abi Tholib KRW

Sayyiduna Wa Maulana Muhammad Rasululloh SAW

Sayyiduna Jibril Aminullah AS

Rabbuna Rabbul Izzah Allah Swt
Perlu ditambahkan bahwa Al-Ustadzul Imam Al-hafidz RA menerima izin membai’at dalam thoriqoh Alawiyyah melalui pengangkatan langsung dari maha Guru Al-Ustadzul Imam Al-Habr RA dan Al-Habibul imam Al-Qutub Muhammad Bin Hadi As-Seggaf RA melalui perintah (Isyarah) dari Baginda Nabi Muhammad SAW. Beliau Al-Hafidz RA juga diperintahkan untuk mengasuh para santri di lembaga Pesantren “Darul Hadits” dan berdakwah ke pelbagai daerah.Dikutip dari Buku Ringkasan Boigrafi “As-Syaikhain Al-Imamain” yang disusun oleh : Ustd. Sayyid Abu Abdillah Abdul Qodir Najlil Imamil Qurtbil Habib Abdullah Bilfaqih Al-Alawy RA
Sumber : majelisremajacintasholawat


Monday, September 7, 2009

Moroccoan Sufi Festival - Sidi ALi


O 'Aisha!
Rise and place yourself
in the service of Allah and the Prophet.
O Sire!
Greetings to the Prophet.
Welcome O Lalla 'Aisha.
The altar is prepared.
O Lalla 'Aisha! O Gnawiyya!Welcome,
O Daughter of the river.
Allah! Allah! Lalla 'Aisha!
She has come!
She has come!She has come!
Lalla 'Aisha!
Hahiya jat! Hahiya jat! Hahiya jat! Lalla 'Aisha

Mempersiapkan untuk memasuki makam
Ini adalah foto upacara yang menakjubkan yang dilaksanakan di desa pegunungan Sidi Ali - di mana umat memberikan penghormatan di makam seorang sufi Sidi Ali ben Hamdush.












Sumber : riadzany.blogspot.com