Showing posts with label Rasulullah SAW. Show all posts
Showing posts with label Rasulullah SAW. Show all posts

Monday, February 18, 2013

Sejauh Mana Rindu Kita Berjumpa Dengan Nabi SAW

Jika cintamu kepada Rasulullah SAW seperti cintamu kepada air dingin itu, engkau akan bermimpi bertemu Rasulullah SAW.”

 Syaikh Ahmad bin Muhammad bin Mukhtar At-Tijani (1150 H/1737 M) adalah imam besaar yang diyakini sebagai seorang wali quthb. Sejak usia tujuh tahun Syaikh At-Tijani telah hafal Al-Qur’an. Kemudian pada usia dua puluh tahun ia telah mendalami berbagai ca­bang ilmu; baik ilmu ushul, ilmu furu’, mau­pun ilmu adab. Menginjak usia tiga puluh satu tahun, Syaikh At-Tijani mendalami ilmu tasawuf dan terjun dalam dunia sufi sampai memasuki usia empat puluh enam tahun. Ia membersihkan jiwa, tenggelam dalam mengamalkan amalan thariqah dibarengi kunjungan kepada para wali besar di berbagai belahan daerah, se­perti Tunisia, Mesir, Makkah, Madinah, Fez (Maroko), dan Abu Samghun. Kun­jungan kepada wali-wali besar itu dalam upaya silaturahim dan menapaki hik­mah-hikmah kewalian secara lebih luas.

Pada saat itu para wali besar telah melihat dan mengakui bahwa Syaikh At-Tijani adalah wali besar, bahkan lebih tinggi derajatnya dari yang lain. Ungkap­an kesaksian demikian karena di dunia sufi diakui bahwa derajat kewalian hanya bisa di­ketahui oleh sesama wali, yang haki­katnya berasal dari Allah SWT. Derajat wali, semata karena Allah, anugerah dari Allah, tidak bisa diketahui kecuali atas kehendak Allah.

Proses panjang Syaikh At-Tijani me­napaki hikmah-hikmah kewalian melalui perja­lanan panjang mengunjungi para awliya’ besar, berakhir di sebuah padang sahara bernama Abu Samghun di wila­yah Alja­zair. Syaikh At-Tijani meng­un­jungi dae­rah Abu Samghun pada tahun 1196 H/1782 M. Di tempat inilah ia men­capai anu­gerah al-fath al-akbar (pembu­kaan be­sar) dari Allah.

Pada saat al-fath al-akbar ini Syaikh At-Tijani mengaku berjumpa dengan Ra­sulullah SAW secara yaqzhah, sadar la­hir dan bathin. Pada saat itu ia mendapat talqin (pengajaran) tentang wirid-wirid dari Rasulullah SAW berupa istighfar 100 kali dan shalawat 100 kali. Empat tahun kemudian, pada tahun 1200 H/1786 M, wirid itu disempurnakan lagi oleh Rasulullah SAW dengan baca­an dzikir Hailalah (La ilaha illallah) 100 kali. Wirid-wirid yang diajarkan langsung oleh Rasulullah SAW melalui perjumpa­an secara yaqzhah inilah yang menjadi awal mula berdirinya Thariqah At-Tija­niyah.

Penggalan kisah perjalanan ruhani Syaikh At-Tijani di atas hingga bertemu dengan Rasulullah SAW dalam keadaan sadar lahir bathin adalah anugerah Ilahi­yah hasil dari perjalanan panjang yang tidak setiap orang dapat melakukannya, kecuali mereka yang terpilih sebagai ke­kasih-kekasih Allah.

Bertemu dengan Rasulullah SAW se­perti yang dialami oleh Syaikh At-Tijani hanyalah satu dari berjuta lembar­an riwayat yang mencatatkan perjumpa­an terindah antara sang kekasih dengan tumpuan hatinya, antara perindu dengan kekasih tercintanya, dan antara umat yang teramat sayang dan rindu kepada nabinya, insan termulia, manusia pilihan, kekasih Tuhan semesta alam, habibuna Muhammad Rasulullah SAW.

Diriwayatkan, seorang waliyullah diberikan kecintaan lebih kepada Allah. Wali itu bernama Syaikh Balwas. Di­nama­kan “Syaikh Balwas” karena kele­bihan cintanya itu kepada Allah. Ia melakukan hijrah ke sebuah gua, yang akhirnya ia dicerca dan dibenci oleh keluarganya, saudaranya, lingkung­annya. Mirip yang dialami oleh Nabi Ayub AS.

Rindunya kepada Rasulullah SAW berapi-api hingga suatu ketika Allah mengilhamkan bacaan shalawat kepada­nya, yang ternyata kelebihannya luar biasa bagi yang mengamalkannya. Syaikh Balwas merenungkan ayat Allah tentang kejadian manusia yang dium­pamakan seekor burung kepada Nabi Ibrahim AS. Burung tersebut dipotong men­jadi beberapa bagian, kemudian di­hidupkan kembali.

“Ya Allah, semua orang adalah faqir (tidak punya). Nabi Khidhir juga faqir. Hanya Engkaulah Yang Mahakaya. Maka aku ingin bertemu dengan Rasul­ullah SAW secara yaqzhah,” ujar Syaikh Balwas suatu ketika.

Maka seluruh apa yang dimilikinya di­berikan kepada orang lain. Termasuk istri­nya, diserahkan kepada pihak kesul­tanan.

“Dan aku ini budak siapa pun,” kata Syaikh Balwas. Maka setiap ada yang meminta bantuannya karena Allah, ia me­nyerahkan dirinya untuk membantu­nya. Perilaku ini mirip dengan apa yang dilakukan oleh Nabi Khidhir AS.

Kemudian, datanglah Rasulullah SAW menjumpai Syaikh Balwas dalam keadaan sadar. Beliau memberikan bacaan shalawat kepadanya. Rasulullah SAW memerintahkan kepada Syaikh Balwas untuk membacanya sebanyak 20.000 kali.

Berkata Syaikh Balwas, “Aku menger­jakannya dalam sehari semalam.” Lalu datanglah seseorang membawa­kan uang 20.000 dinar kepadanya.

Syaikh Balwas hidup pada masa Syaikh Samman Al-Madani. Ia adalah orang yang tidak mengetahui bahwa dirinya adalah seorang wali Allah. Kisah ini termasyhur di kalangan pengikut Tha­riqah Idrisiyah.

Syaikh Yusuf bin Ismail An-Nabhani, dalam kitabnya Afdhal ash-Shalawat ‘ala Sayyid as-Sadat, menukil riwayat dari Syaikh Ahmad Al-Mubarak dalam kitab Al-Ibriz, meriwayatkan ihwal gurunya, Syaikh Al-Ghawts Abdul Aziz Ad-Dab­bagh, yang menceritakan bahwa Nabi Khidhir AS memberinya satu wiridan, pada masa awal perjalanan kewalian­nya, untuk diamalkan setiap hari dengan membacanya sebanyak 7000 kali. Wirid­an itu berupa doa yang berbunyi, “Ya Allah, ya Tuhanku, dengan kedudukan peng­hulu kami, Nabi Muhammad bin Abdullah, kumpulkanlah aku bersama Nabi Muhammad di dunia sebelum di akhirat.”

Syaikh Abdul Aziz kemudian menda­wamkan wirid ini sebagaimana dianjur­kan oleh Nabi Khidhir AS hingga ia ber­temu dengan Nabi SAW dalam keadaan sadar. Dalam pertemuan itu, Syaikh Abdul Aziz menanyakan kepada Nabi SAW ber­bagai permasalahan. Kemudian Nabi pun menjawab berbagai permasalahan yang diajukan tersebut dengan jawaban yang tidak satu pun bertentangan de­ngan penjelasan yang disebutkan oleh para imam, padahal Syaikh Abdul Aziz adalah orang yang ummi, tidak dapat membaca ataupun menulis.

Selain itu, Syaikh Yusuf An-Nabhani mengisahkan juga perjumpaannya de­ngan Syaikh Mahmud Al-Kurdi di makam Nabi SAW. Syaikh Kurdi menyatakan, dirinya selalu berjumpa dengan Nabi SAW dan berdialog dengan beliau. Per­nah juga Syaikh Kurdi datang ke makam Nabi SAW dan dikatakan kepadanya bahwa beliau SAW sedang berkunjung kepada pamannya, Hamzah bin Abdul Muththallib. Syaikh Kurdi juga mencerita­kan berbagai hal yang dialaminya ber­sama Rasulullah SAW selama itu. “Dan aku meyakini hal itu dan membenarkan apa yang diceritakannya itu, karena be­liau termasuk salah satu ulama shadi­qin,” kata Syaikh Yusuf menegaskan.

Dalam kitab yang sama, Syaikh Yusuf juga menukilkan riwayat dari Syaikh Ibnu Hajar Al-Haitami, menghi­kayatkan dari Syaikh Ibnu Abi Jumrah, Syaikh Al-Bazi, Syaikh Al-Yafi, dan yang lainnya dari kalangan tabi‘in dan juga generasi sesudah mereka, bahwa mere­ka telah bertemu Nabi SAW dalam mim­pi dan kemudian bertemu dengan beliau dalam keadaan sadar. Mereka bertanya kepada Nabi SAW tentang perkara-per­kara yang ghaib dan beliau pun menja­wabnya. Dan apa yang terjadi kemudian adalah seperti apa yang dikhabarkan oleh Nabi SAW.

Syaikh Ibnu Abi Jumrah mengata­kan, “Hal tersebut adalah bagian dari karamah awliya’, sehingga orang-orang yang mengingkarinya mestilah terjatuh ke dalam jurang pengingkaran terhadap karamah para awliya.”

Mungkinkah Bertemu Nabi?
Dapatkan seseorang bertemu, ber­bin­cang, bahkan berdialog dengan Nabi SAW, yang sudah wafat berabad-abad yang lalu, dalam keadaan sadar? Ma­salah ini memang menimbulkan perbe­da­an pendapat di kalangan umat Islam. Karena ada banyak aspek yang jawab­nya pun akan beragam pula berdasar­kan aspek yang dimaksudkan dan di­tanyakan.

Apakah pertanyaan itu menyangkut aspek syari’at dan tetapnya kemungkin­an melihat Nabi SAW dengan dalil-dalil syari’at? Apakah pertanyaan itu berkait­an dengan makna melihat dan kapan ter­jadinya? Dan siapakah yang layak meli­hat Nabi SAW jika hal itu termasuk mung­kin menurut syari’at?

Sesungguhnya permasalahan ten­tang melihat Nabi SAW secara nyata dan sadar telah disebutkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim.

Dalam Shahih Al-Bukhari, diriwayat­kan dari Abu Hurairah RA bahwa Ra­sulullah SAW bersabda, “Barang siapa melihatku dalam mimpi, niscaya ia akan melihatku dalam keadaan sadar. Karena setan tidak akan dapat menyerupaiku.”

Imam Ibnu Hajar dalam kitabnya Fath al-Bary menukilkan bahwa hadits ini diriwayatkan dengan tiga lafazh yang berbeda, yakni: pertama dengan lafazh “niscaya akan melihatku dalam keadaan sadar”, kedua dengan lafazh “maka se­akan-akan ia telah melihatku dalam ke­adaan sadar”, dan ketiga dengan lafazh “maka sungguh ia telah melihatku”.

Berkenaan dengan hadits ini, para ulama berbeda pendapat dalam menen­tukan lafazh yang paling kuat di antara ketiga riwayat tersebut, meskipun mere­ka tidak berbeda pendapat dalam kesha­hihannya. Perbedaan pendapat juga ter­jadi dalam menentukan makna dari ke­tiganya, terutama pada riwayat yang me­nyatakan, “Barang siapa melihatku da­lam mimpi, niscaya ia akan melihatku da­lam keadaan sadar.”

Untuk mengetahui apakah mungkin bertemu Nabi SAW dalam keadaan sa­dar, menurut pandangan syari’at tidaklah dapat disimpulkan berdasarkan hadits ini. Melainkan berdasarkan hadits-hadits lain yang kedudukannya mendekati mutawatir (derajat tertinggi keshahihan hadits). Yakni, antara lain, hadits-hadits yang menjelaskan mungkinnya melihat arwah yang tidak lagi berada pada jasad duniawinya. Hal itu telah dialami oleh Rasulullah SAW sebagaimana dalam ri­wayat yang menjelaskan ihwal peristiwa Isra dan Mi‘raj.

Nabi SAW dipertemukan oleh Allah de­ngan arwah para nabi sebelumnya, yang menyerupai bentuk jasad mereka se­masa di dunia, sebagaimana dijelas­kan dalam hadits-hadits yang shahih.

Dari riwayat tentang peristiwa Isra dan Mi‘raj yang dialami oleh Rasulullah SAW, dapat dipahami adanya kemung­kin­an melihat arwah menurut syari’at yang menjadi pembahasan kita kali ini, dengan tidak memandang kepada siapa yang mengalami peristiwa tersebut, yakni Rasulullah SAW. Hal itu tidak lain adalah mukjizat Nabi SAW.

Kalangan ulama Ahlussunnah wal Ja­ma’ah dalam masalah karamah aw­liya’ berpandangan bahwa segala se­suatu yang sah untuk menjadi mukjizat bagi Nabi SAW, sah pula untuk menjadi karamah bagi wali, kecuali terdapat dalil yang menunjukkan kekhususannya bagi Nabi SAW.

Pandangan ini telah dijelaskan oleh para imam, di antaranya adalah Imam Nawawi dalam Syarh Muslim. Demikian itu karena karamah dan mukjizat, kedua­nya adalah sama-sama perkara yang di luar adat kebiasaan manusia yang da­tang dari Allah SWT. Perbedaan kedua­nya tidak terletak pada kemungkinan ter­jadinya, melainkan pada kedudukan muk­jizat sebagai bukti nyata yang tidak dapat diingkari kebenarannya dan se­bagai bukti kebenaran kenabian. Ada­pun karamah tidaklah demikian, melain­kan sebagai karunia dan kemuliaan yang Allah berikan bagi siapa pun yang dike­hendaki-Nya dari para kekasih Allah.

Karamah-karamah tersebut banyak disebutkan dalam Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi SAW, dengan tidak adanya batasan tertentu, selain bahwa hal itu mungkin terjadinya dengan kudrat Allah SWT dengan bentuk yang berbeda-beda berdasarkan situasi dan kondisi yang dialami oleh masing-masing pelakunya. Seperti pertemuan dan dialog antara Mar­yam dan Jibril AS, pemindahan is­tana Bilqis dalam sekejap mata oleh salah seorang pengikut Nabi Sulaiman AS yang dikaruniai ilmu dari Al-Kitab, dan sebagainya.

Berdasarkan riwayat yang menetap­kan bertemunya Nabi SAW dengan ar­wah para nabi dalam peristiwa Isra dan Mi‘raj, sebagai mukjizat bagi beliau, da­pat dikatakan, sah pula bahwa arwah da­pat dilihat oleh wali siapa pun dengan ja­lan di luar adat kebiasaan manusia, se­bagai penghormatan dan kemuliaan dari Allah SWT. Karena bertemu dan melihat arwah tidaklah termasuk khushushiyah (sesuatu yang dikhususkan) bagi Nabi SAW semata, sehingga hal itu berlaku dalam konteks umum.

Pendapat yang mengatakan bahwa segala sesuatu yang sah untuk menjadi mukjizat bagi Nabi SAW, sah pula untuk men­jadi karamah bagi wali, ini bersan­dar­kan pada dasar-dasar yang kuat. Yakni bahwa pembahasan dalam masa­lah terjadinya perkara apa pun membu­tuh­kan dua dalil, yaitu al-imkan ‘aqlan (mungkin terjadinya secara akal) dan ats-tsubut naqlan (ketetapan berda­sar­kan nash-nash syari’at).

Mungkin terjadinya secara akal, yak­ni tidak termasuk mustahil secara akal, yaitu sesuatu yang tidak mungkin ter­gam­bar oleh akal wujudnya, seperti per­nyataan bahwa benda bergerak dan diam pada satu waktu yang bersamaan, tempat yang sama, dan arah yang sama pula. Dan mukjizat para nabi dan kara­mah para awliya’ termasuk perkara yang jaiz, mungkin terjadinya, menurut akal. Karena perkara yang mustahil secara akal, mustahil pula terjadinya meski se­kadar dalam khayalan.

Menghidupkan orang yang sudah mati, sebagaimana terjadi pada Nabi Isa AS, misalnya, telah dijelaskan secara pasti dalam Al-Qur’an. Hal ini menunjuk­kan penetapan terjadinya peristiwa itu me­nurut nash syari’at, yang mana meng­hidupkan orang yang sudah mati terma­suk mukjizat yang paling agung. Akan tetapi, tidak adanya riwayat yang me­nyebutkan terjadinya hal itu bagi selain Nabi Isa AS tidaklah menunjukkan bah­wa hal itu mustahil terjadinya pada selain Nabi Isa AS.

Di sana terdapat perbedaan antara apa yang mungkin terjadi dan apa yang belum terjadi berdasarkan ketetapan nash-nash syari’at. Tidak ada riwayat shahih yang menetapkan bahwa Nabi SAW menghidupkan orang yang mati padahal beliau lebih dekat dan lebih tinggi kedudukannya di sisi Allah diban­ding Nabi Isa AS. Namun Imam Syafi‘i berkata, “Tidaklah seorang nabi diberi mukjizat oleh Allah SWT kecuali Nabi SAW diberi mukjizat sejenisnya yang lebih agung darinya.”

Ketika Imam Syafi‘i ditanya perihal Nabi Isa yang dapat menghidupkan orang yang sudah mati, ia menjawab, “Tangisan pilu batang kurma lebih agung dalam masalah ini.” Karena menghidup­kan yang sudah mati berarti mengem­balikan kehidupan bagi sesuatu yang su­dah pernah hidup sebelumnya. Sedang­kan tangisan pilu batang kurma berarti memberikan kehidupan yang serupa de­ngan kehidupan manusia bagi sesuatu yang tidak memiliki kehidupan seperti manusia.

Para ulama menyatakan, hal itu me­rupakan mukjizat Nabi SAW, dan setiap karamah para wali adalah mukjizat Nabi SAW, karena mereka menerima kara­mah tersebut dengan sebab ittiba (meng­ikuti jalan) Rasulullah SAW sehing­ga semua karamah yang dika­runiakan Allah kepada para wali tidak lain adalah mukjizat-mukjizat beliau SAW.

Dari sini dapat diketahui dengan jelas bahwa mukjizat membutuhkan al-imka­nul ‘aqliy (mungkin terjadinya secara akal) dan ats-tsubut an-naqliy (ketetapan ber­dasarkan nash-nash syari’at). Demi­kian pula halnya dengan karamah. Ha­nya saja perbedaan keduanya adalah bah­wa yang pertama adalah pengakuan Nabi SAW, sedangkan yang kedua bu­kan pengakuan Nabi SAW. Perbedaan­nya juga bahwa iman kepada setiap muk­jizat wajib hukumnya pada dzatnya; adapun karamah para wali, wajib iman kepadanya secara umum, bukan kepada tiap-tiap karamah yang terjadi pada ma­sing-masing setiap wali, kecuali terha­dap karamah-karamah yang telah dite­tapkan dalam Al-Qur’an dan hadits-ha­dits Nabi SAW.

Adapun berkaitan dengan masalah ber­temu Nabi SAW dalam keadaan sa­dar, dapat dikatakan bahwa hal itu ter­masuk mumkin syar‘an wa ‘aqlan (mung­kin atau boleh terjadinya secara syari’at dan akal).

Mungkin secara akal telah diuraikan di atas. Adapun menurut syariat, dasar­nya adalah kaidah: segala sesuatu yang sah untuk menjadi mukjizat bagi Nabi SAW, sah pula untuk menjadi karamah bagi wali. Dan nash syari’at yang diri­wayatkan oleh Al-Bukhari dalam shahih­nya telah menetapkan bagi siapa pun yang bertemu Nabi SAW dalam mimpi akan bertemu dengan beliau dalam ke­adaan sadar.

Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah RA, dalam bab at-Ta‘bir, Nabi SAW bersabda, “Barang siapa me­lihatku dalam mimpi, niscaya ia akan me­lihatku dalam keadaan sadar. Karena setan tidak akan dapat menyerupaiku.” Kemudian Imam Al-Bukhari menyebut­kan pula secara langsung riwayat lain dari Anas RA, Nabi SAW bersabda, “Barang siapa melihatku dalam mimpi, sungguh dia telah melihatku, karena se­sungguhnya setan tidak dapat menye­rupai diriku. Dan mimpi seorang mukmin adalah bagian dari empat puluh enam bagian kenabian.”

Selanjutnya, sebagian ulama menje­laskan bahwa lafazh hadits ini menggu­nakan kata “fasayarani”. Huruf sin yang me­nunjukkan arti “akan” bila dimasuk­kan dalam fi`il mudhari`(kata kerja ben­tuk kedua yang menunjukkan makna kini dan akan datang), dalam kaidah bahasa Arab, digunakan untuk menunjukkan jarak waktu yang dekat. Berbeda dengan kata sawfa, yang bermakna “niscaya akan”, digunakan untuk masa yang jauh. Dan Nabi SAW tidak berkata-kata dari hawa nafsunya, melainkan berasal dari wahyu yang datangnya dari Allah SWT. Itulah sebabnya, ucapan yang keluar dari lisan beliau adalah ucapan yang paling kuat, yang tidak ada kerancuan padanya atau sesuatu yang mendatang­kan keraguan.

Bila yang dimaksud “melihat” dalam hadits tersebut adalah melihat kelak pada hari Kiamat, niscaya beliau berkata “sawfa yarani” (niscaya akan). Sedang­kan ulama sepakat bahwa semua orang mukmin akan bertemu dengan Nabi SAW pada hari Kiamat. Lalu di mana perbedaan dan keistimewaan bagi orang yang mimpi bertemu Nabi di dunia, atau apakah hanya orang yang bertemu Nabi dalam mimpi yang akan bertemu beliau kelak pada hari Kiamat?

Sayyid Muhammad Al-Maliki menga­takan, “Adapun bagi pihak yang mentak­wilkannya dengan melihat Nabi SAW dalam keadaan sadar di akhirat, jawaban para ulama terhadap mereka: sesung­guhnya di akhirat, setiap orang yang ber­iman akan melihat Baginda SAW, sama saja yang pernah bermimpi berjumpa dengan beliau di dunia maupun yang tidak pernah bermimpi berjumpa dengan Nabi SAW, seperti yang dijelaskan dalam banyak hadist shahih yang lain. Hal ini menyebabkan, tidak ada peng­khususan antara mereka yang pernah melihat Nabi di dalam mimpi ataupun tidak. Sedangkan hadits tersebut men­ce­ritakan ihwal pengkhususan terhadap mereka yang pernah bermimpi bertemu Nabi dari mereka yang tidak pernah bermimpi berjumpa Nabi, yaitu, ‘ia akan melihatku dalam keadaan sadar’.”

Selain itu, Imam As-Suyuthi, dalam kitab Tanwir Al-Halk fi Imkan Ra’yah An-Nabiy fi Al-Yaqzhah wa Al-Malak, me­nukilkan penjelasan Imam Abu Muham­mad bin Abi Jumrah, ia berkata dalam ta’liq-nya (komentar) terhadap hadits riwayat Al-Bukhari, “Hadits ini menunjuk­kan bahwa barang siapa yang bertemu Nabi SAW dalam mimpi, nis­caya orang tersebut akan bertemu Nabi SAW dalam keadaan sadar. Dan apakah hal ini ber­laku umum pada masa Nabi hi­dup dan sesudah beliau wafat, ataukah hanya pada masa hidup beliau? Kemu­dian apakah hal itu berlaku bagi setiap orang yang melihat Nabi dalam mimpi, atau khusus bagi mereka yang memiliki ke­mampuan tertentu dan mengikuti sun­nah beliau SAW?

Lafazh hadits ini menunjukkan ke­umumannya; dan barang siapa menya­ta­kan kekhususan dengan tanpa adanya dalil yang mengkhususkannya dari Nabi SAW, orang tersebut telah berlaku sem­brono.

Namun sebagian orang benar-benar tidak meyakini keumuman hadits ini. Ia berkata dengan apa yang ada dalam pikirannya, ‘Bagaimana mungkin sese­orang yang sudah meninggalkan dunia dapat dilihat oleh orang yang masih hidup di alam nyata?’

Pendapat semacam ini mengandung dua hal yang sangat berbahaya, yaitu: pertama, tidak mempercayai ucapan Nabi SAW, yang tidaklah mengucapkan sesuat dari keinginanya; dan yang ke­dua, bodoh terhadap kekuasaan Yang Maha­kuasa dan menganggapnya lemah.…”

Imam As-Suyuthi berkata, “Ungkap­an Imam Ibnu Abi Jumrah bahwa ‘Lafazh hadits ini menunjukkan keumumannya’ tidak khusus bagi mereka yang memiliki kemampuan tertentu dan mengikuti sunnah beliau SAW, maksudnya adalah kepastian melihat Nabi SAW dalam keadaan sadar setelah melihat beliau dalam mimpi, meskipun hanya sekali, sebagai bukti dari janji beliau SAW yang tidak akan mungkin diingkari. Dan bagi orang awam, hal itu banyak terjadi pada saat-saat menjelang kematian, yaitu pada saat hadirnya sakratul maut. Yang mana ruhnya tidak akan keluar dari jasadnya sebelum melihat Nabi SAW sebagai perwujudan dari janji beliau SAW.

Adapun bagi selain orang-orang awam, melihat dan bertemu Nabi SAW dapat terjadi sepanjang hidup mereka, baik itu sering ataupun jarang, tergan­tung dari kesungguhan dan pemeliha­ra­an mereka terhadap sunnah Nabi SAW. Dan melanggar sunnah Nabi SAW merupakan penghalang yang besar untuk dapat melihat dan bertemu dengan beliau SAW.”

Sejauh Mana Cinta Kita
Itulah sebabnya, bagi yang mengha­rapkan mendapat anugerah besar dapat mimpi dan bertemu Nabi SAW, penting bagi kita untuk merenungi kisah berikut, sebagai muhasabah sejauh mana ke­cintaan kita kepada Rasulullah SAW dan seberapa besar pula tekad dan kesung­guhan kita dalam menjalankan sunnah-sunnah beliau SAW.

Pada suatu ketika seorang murid ber­jalan menuju rumah gurunya. Tam­pak di wajahnya ia sedang mengingin­kan sesuatu. Ketika sampai di rumah sang guru, dia duduk bersimpuh dengan sangat ber­adab di hadapan sang guru, yang tak bergerak sedikit pun. Kemudian dengan wajah dan suara yang berwibawa, bertanyalah sang guru kepada muridnya, “Apakah yang mem­buatmu datang kepadaku di tengah ma­lam begini?”

“Wahai Guru, sudah lama aku ingin melihat nabiku SAW walau hanya lewat mimpi, tetapi keinginanku belum terkabul juga,” jawab sang murid dengan nada sungguh-sungguh.

“Oh… itu rupanya yang kau inginkan. Tunggu sebentar.”

Sang guru mengeluarkan pena, ke­mudian menuliskan sesuatu untuk mu­ridnya. “Ini…, bacalah setiap hari se­banyak seribu kali, insya Allah kau akan bertemu dengan nabimu.”

Pulanglah murid membawa catatan dari sang guru, dengan penuh harapan ia akan bertemu dengan Rasulullah SAW. Tetapi setelah beberapa minggu kembalilah murid itu ke rumah gurunya, memberitahukan bahwa bacaan yang diberikannya tidak berpengaruh apa-apa.

Kemudian sang guru memberikan bacaan baru untuk dicobanya lagi. Sayangnya, beberapa minggu sete­lah itu muridnya kembali lagi memberi­tahukan kejadian yang sama. Setelah berdiam beberapa saat, ber­katalah sang guru, “Nanti malam engkau datang ke rumahku, kuundang makan ma­lam.” Sang murid heran. Ia bertanya-tanya dalam hati, “Ingin bertemu Nabi, tetapi kok diundang makan malam?” Sebagai murid yang taat, ia meme­nuhi undangan makan malam sang guru. Datanglah ia ke rumah gurunya untuk me­nikmati hidangan malamnya.

Tenyata sang guru hanya menghi­dang­kan ikan asin dan segera memerin­tahkan muridnya untuk menghabiskan­nya. “Makan, makanlah semua, dan ja­ngan biarkan tersisa sedikit pun.” Sang murid pun menghabiskan selu­ruh ikan asin yang ada. Setelah itu ia merasa kehausan, ka­rena memang ikan asin membuat orang haus. Tetapi ketika ingin meneguk air yang ada di depan matanya, sang guru mela­rangnya. “Kau tidak boleh meminum air itu hing­ga esok pagi, dan malam ini kau akan tidur di rumahku!” kata sang guru. Dengan penuh keheranan, ia menu­ruti perintah sang guru. Ketika malam semakin larut, sang murid merasa susah tertidur, karena ke­hausan. Ia membolak-balikkan badan­nya, hingga akhirnya tertidur juga karena kelelahan.

Dalam tidurnya ia bermimpi bertemu gurunya membawakan satu ember air dingin lalu mengguyurkan ke badannya. Lalu terjagalah ia karena mimpi itu, se­akan-akan benar-benar terjadi pada diri­nya. Kemudian ia mendapati gurunya te­lah berdiri di hadapannya dan berkata, “Apa yang kau impikan?” “Guru, aku tidak bermimpi tentang Nabi SAW. Aku bermimpi, guru mem­bawa air dingin lalu mengguyurkan ke badanku.” Tersenyumlah sang guru karena ja­waban muridnya. Kemudian dengan bi­jaksana ia berkata, “Jika cintamu kepada Rasulullah SAW seperti cintamu kepada air dingin itu, engkau akan bermimpi ber­temu Rasulullah SAW.” Menangislah si murid, ia menyadari bahwa di dalam dirinya belum ada rasa cinta kepada Rasulullah SAW. Ia masih le­bih mencintai dunia daripada Nabi SAW. Ia menyadari bahwa selama itu ia ma­sih sering meninggalkan sunnah-sun­nahnya, bahkan ia pun merasa masih sering me­nyakiti hati umat Rasulullah SAW.

Sumber : majalah-alkisah.com

Friday, October 12, 2012

Bermimpi Rasulullah dengan Sholawat Al Fatih

Bermimpi melihat Rasulullah adalah Haq, didalam hadits dijelaskan:

من رآني في المنام فقد رآني فإن الشيطان لا يتخيل بي
Siapa yang melihatku dalam mimpi, dia benar-benar melihatku. Karena setan tidak mampu meniru rupa diriku.” (HR. Bukahri dan Muslim)

Dalam satu riwayat tercantum dengan lafadz

مَنْ رَآنِي فَقَدْ رَآى الحَقَّ

Barangsiapa melihatku dalam mimpi maka dia benar benar telah melihatku.

Menurut Imam Nawawi berkata:"Melihat RAsulullah adalah salah satu kegembiraan yang luhur dan berita gembira yang agung. Allah mengkhususkan hal itu bagi orang-orang yang dicintaiNya. Melihat Rasulullah adalah hak yang umum bagi setiap orang mukmin dan muslim, baik saleh ataupun tidak saleh, namun bentuknya berneda-beda sesuai dengan perbedaan sumber yang keluar dari ahri mereka, kebersihan, dan kesiapan mental mereka."

Salah satu risalah berjumpa rasulullah dalam mimpi yaitu dengan membaca sholawat Fatih yang terdapat didalam kitab Maghnatisul Qabul Fil Wushul Ila Ru'yati Sayyidina Rasul karya Syaikh Hasan Muhammad Syiad Ba'Umar.

Berikut adalah sholawat Al Fatih yang dinisbahkan oleh Sayyid Muhammad Al Bakry


Allâhumma shalli `alâ Sayyidinâ Muhammadini ‘l-fâtihi limâ ughliq, wa ‘l-khâtimi limâ sabaq, nâshiri ‘l-haqqi bi ‘l-haqq, wa ‘l-hâdî ilâ shirâthika ‘l-mustaqîm, wa `alâ âlihi haqqa qadrihî wa miqdârihi ‘l-`azhîm.

Ya Allah berikanlah shalawat kepada penghulu kami Nabi Muhammad yang membuka apa yang tertutup dan yang menutupi apa-apa yang terdahulu, penolong kebenaran dengan kebenaran yang memberi petunjuk ke arah jalan yang lurus. Dan kepada keluarganya, sebenar-benar pengagungan padanya dan kedudukan yang agung.

Diriwayatkan: Barangsiapa membacanya sebanyak 1000 kali pada malam kamis atau malam jumat atau malam senin maka orang itu akan berkumpul bersama nabi.
Pembacaan sholawat tersebut dilaksanakan selepas sholat sunnah empat rekaat, pada rekaat pertama setelah surat alfatihah membaca surat al Qodr tiga kali
Pada rekaat kedua surat Al Zalzalah tiga kali
Pada rekaat ketiga surat Al Kafirun tiga kali dan
Pada rekaat keempat membaca surat Al Mu’awwizatain (Al Falaq dan An Nas) tiga kali
Pada saat membacanya bakarkanlah dupa atau kayu gaharu

hal yang penting dalam melakukan riyadah ini seperti yang dicontohkan oleh ulama-ulama terdahulu adalah dengan menumbuhkan kecintaan yang dalam terhadap rasulullah. dengan kecintaan ini akan membuat hubungan spiritual yang dekat dan tersambung dengan setiap lafadz sholawat atau mawlid yang kita baca dalam memuji dan mengagungkan rasulullah.

semoga risalah ini bermanfaat bagi siapa saja yang ingin mengamalkannya.

Salam

Tuesday, June 19, 2012

Rindu Rasulullah

“Aku rindu… aku rindu…”, kata Rasulullah Saaw ketika sedang duduk bersama para sahabat..,

para sahabat bertanya kepada beliau Saw,

“Siapakah gerangan yang engkau rindukan itu ya Rasulullah?”

“Aku rindu kepada saudara-saudaraku..”, jawab beliau Saw

“Bukankah kami ini saudara-mu ya Rasulullah?”, tanya para sahabat.

“Kalian sahabat-sahabatku dan aku mencintai kalian, namun aku sangat rindu kepada saudara-saudaraku”, jawab Rasulullah Saw.

Sahabat semakin penasaran dan sekali lagi bertanya kepada beliau Saw

“Ya Rasulullah, siapakah gerangan mereka yang engkau panggil dengan sebutan ‘saudaramu’ dan engkau sangat rindukan itu?”

Rasulullah Saww menjawab, “Mereka adalah umatku kelak, yang mana mereka belum pernah melihat wajahku, belum pernah bertemu denganku, belum pernah berbincang-bincang denganku, tetapi mereka sangat merindukanku dengan tulus, ikhlas dan penuh rasa hormat kepadaku, mereka adalah orang-orang yang melanjutkan perjuanganku dan tidak jarang pula mereka meneteskan air mata karena menahan rindu yang sangat kepadaku, aku rindu kepada mereka dan aku ingin bertemu dengan mereka…”

السَّلاَمُ عَلَيْكَ يَا رَسُولَ الله, السَّلاَمُ عَلَيْكَ يَا نَبِيَّ الله, السَّلاَمُ عَلَيْكَ يَا مُحَمَّدَ بْنَ عَبْدِ الله, السَّلاَمُ عَلَيْكَ يَا خَاتَمَ النَّبِيِّيْنَ, أَشْهَدُ أَنَّكَ قَدْ بَلَّغْتَ الرِّسَالَةَ وَأَقَمْتَ الصَّلاَةَ وَآتَيْتَ الزَّكَاةَ وَأَمَرْتَ بِالْمَعْرُوْفِ وَنَهَيْتَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَعَبَدْتَ اللّه مُخْلِصاً حَتَّى أتَاكَ الْيَقِيْنُ فَصَلَوَاتُ الله عَلَيْكَ وَرَحْمَتُهُ وَعَلَى أهْلِ بَيْتِكَ الطَّاهِرِيْنَ

Saturday, February 11, 2012

Keutama'an Bulan "Rabi'ul Awal"

indo.hadhramaut.info

Bulan Rabi'ul Awal merupakan bulan yang sangat mulia bagi kaum muslimin. Di bulan inilah terlahir seorang yang sangat dibanggakan dan dicintai oleh umat islam di seluruh dunia.

Dia membawa wahyu Allah SWT untuk menyelamatkan umatnya dari kegelapan dunia menuju ke jalan yang terang benderang sebagai bekal untuk ke akherat nanti. Dialah Rasulullah "Muhammad SAW". Seorang yang sangat menyayangi umatnya hingga di akhir hayatnyapun mengucapkan "Umatku...umatku...". Dialah satu-satunya yang dapat memberi syafa'at kepada manusia di hari yang sangat berat itu. Dialah yang bersujud kepada Allah SWT untuk umatnya dan berkata "Ana Laha...Ana Lahaa.." sehingga Allahpun bersabda: " Irfa' yaa Muhammad...Isyfa' tusyaffa'...?" .

Wahai saudaraku...! pantaskah bilamana kita menyepelekan bulan ini? Pantaskah kita jika bulan ini terlewati sedang kita dalam keada'an lalai? Pantaskah seorang yang mengaku mencintai Rasulnya dan berkeinginan untuk mendapatkan syafa'at di alam kubur ketika ditanya oleh Munkar Nakir : siapa nabimu? berharap untuk bisa menjawabnya. Pantaskah seorang mukmin ingin mendapat syafa'atnya ketika sedang kebingungan, kepada siapakah aku meminta syafa'at sa'at tidak diterima satupun syafa'at nabi-nabi lain di hari kiyamat nanti sedangkan dia tak kenal Rasulullah SAW. Sungguh sangat jauh harapan itu.

Wahai saudaraku...! di bulan inilah Rasul kita Muhammad SAW dilahirkan, akan tetapi mungkin terlintas dalam pikiran kita sebuah pertanya'an: "Mengapa Rasulullah SAW tidak dilahirkan di bulan lain yang lebih barakah? Mengapa tidak dilahirkan di bulan lain seperti Ramadhan, dimana Allah SWT menurunkan Al-Qur'an dan dihiasi dengan Lailatul Qadar? Atau disalah satu dari bulan-bulan haram lainnya seperti Dzulhijjah, Dzulqa'dah, Muharram atau Rajab (Asyhur Alhurum) yang telah diagungkan oleh Allah SWT dimana di situ diciptakan langit dan juga bumi? Atau di bulan Sya'ban dimana di situ terletak malam Nishfu Sya'ban ? Mengapa dilahirkan di hari senin bulan Rabi'ul Awal?

Lahirnya Rasulullah SAW di hari senin tanggal dua belas Rabi'ul Awal bukanlah suatu kebetulan atau tanpa hikmah dan faidah tertentu. Akan tetapi di situ terdapat hikmah tersendiri yang jika seorang muslim meyakininya, niscaya akan menambah kecinta'anya kepada beliau. hikmah tersebut adalah:

Pertama : di sebuah Hadist disebutkan bahwa "Allah SWT menciptakan pepohonan dihari senin ". Hadist ini merupakan peringatan yang sangat muliya bagi umat Islam yaitu Bahwa: " Allah menciptakan bahan makanan, Rizki, buah-buahan dan kebaikan-kebaikan yang dengan itu anak Adam berkembang biyak dan bertahan hidup serta membuat hatinya senang melihatnya, adalah agar mereka lega dan tenang untuk mendapatkan sesuatu yang membuatnya hidup sesuai dengan hikmah Allah SWT. Maka dengan lahirnya Rasulullah SAW di hari itu, itu adalah sebagai keceriya'an dan kebahagian untuk semua (Qurratui 'uyun), dan tidak diragukan lagi bahwa hari senin adalah hari yang penuh barakah dan menjadi barakah karena kelahiran seorang Rasul yang muliya. Beliau telah ditanya tentang hari ini kemudian menjawab: "Hari itu adalah hari dimana aku dilahirkan".

Kedua : Lahirnya Rasulullah SAW dibulan Rabi' merupakan isyarat yang sangat jelas bagi orang yang cerdas dan mengerti tentang asal mula kalimat Rabi' , yaitu bahwa dalam kalimat tersebut terdapat makna optimis atas datangnya sang pembawa kabar gembira bagi umatnya.

Syeikh Abdur-rahman As-shoqli mengatakan: "Setiap nama seseorang mempunyai peran dalam kehidupannya, baik dalam segi perorangan atau yang lain. Di Fashl Arrabi' Bumi mengeluarkan semua isinya dari berbagai nikmat-nikmat Allah SWT serta Rizki-rizki-Nya yang di situ terdapat kemaslahatan seorang hamba, dan dengan itu seorang hamba bisa bertahan hidup, serta di situlah kehidupan mereka berlangsung. Sehingga terbelahlah biji-bijian, serta berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang telah ditentukan di situ, sehingga orang yang memandangnya menjadi senang dan ke'ada'annya-lah yang memberikan kabar gembira akan kedatangan waktu masak dan memetiknya. Di sini terdapat isyarat yang sangat agung atas mulainya berbagai nikmat Allah SWT".

Maka kelahiran Nabi Muhammad SAW di bulan ini adalah sebagai isyarat yang sangat nyata dari sang pencipta agar kita mengagungkan dan memujinya karena ketinggian martabat Rasul SAW. Dimana beliau adalah sebagai pembawa kabar gembira bagi semua yang ada di alam semesta, serta rahmat bagi mereka dari berbagai kehancuran dan ketakutan di dunia dan di akherat. Sebagian dari Rahmat Allah SWT yang paling agung yaitu anugrah Allah SWT kepada Rasulullah SAW untuk memberikan hidayah bagi umat islam menuju jalan yang lurus. Sebagai mana dalam firman Allah SWT :

(وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ ) [ الشورى : 52] .


"Sesungguhnya kamu benar-benar meberi petunjuk kepada jalan yang lurus".

Ketiga : Tidakkah kita melihat bahwa Musim Arrabi' adalah musim yang paling stabil dan paling bagus, karena di situ tidak ada dingin yang sangat mengganggu dan tidak juga panas yang membikin gelisah, di siang dan malamnya tidak terlalu lama. Akan tetapi semua seimbang dan stabil. Dia adalah musim yang terbebas dari penyakit-penyakit seperti di musim gugur, panas, dan dingin. Akan tetapi manusia menjadi segar dan bergairah di musim ini, sehingga malamnya menjadi waktu yang sangat tepat untuk bertahajud, dan siangnya untuk berpuasa. Hal tersebut menyerupai keadaan syari'at islam yang tengah-tengah serta memudahkan bagi umatnya.

Keempat : Allah SWT telah berkehendak untuk menjadikan mulia berbagai tempat dan waktu dengan adanya Nabi, bukannya menjadikan muliya Nabi dengan adanya tempat dan waktu. Maka tempat dan waktu itulah yang mendapatkan kemuliya'an serta keutama'an dan keistimewa'an yang sangat besar dengan kedatangannya Nabiyullah Muhammad SAW .

Memang benar, karena jikalau Rasulullah SAW dilahirkan di bulan Ramadhan contohnya atau di bulan-bulan haram lainnya atau di bulan Sya'ban yang berbarokah; niscaya orang akan menyangka bahwa Nabi menjadi mulia dikarenakan beliau di lahirkan di bulan-bulan tersebut, karena keistimewa'an dan keunggulannya dari bulan-bulan lainnya. Akan tetapi Allah yang Maha Adil telah berkehendak untuk melahirkan baginda Rasul SAW di bulan Rabi'ul Awal, agar bulan ini menjadi mulia dan tampak bersinar terang. Dalam sebuah Sya'ir dikatakan:

وتضوعت بك مسكا بك الغبراء
بك بشر الله السماء فزينت

ومساؤه بمحمد وضاء
يوم يتيه على الزمان



"Karenamu wahai Muhammad, Allah SWT memberi kabar gembira kepada langit hingga diapun berhias.
dan karenamulah, debu-debu kotor menjadi berbau minyak misik".
"Hari dimana dalam keada'an bingung di sebuah zaman, sorenya menjadi terang, di karenakan datangnya Muhammad".

Kejadian bersejarah di bulan Rabi'ul Awal

Bulan ini adalah bulan yang sangat mulia, bagaimana tidak? bulan ini adalah bulan dimana Orang yang sangat mulia di dunia ini dilahirkan. Di bulan ini juga sang pencipta mengambil arwah suci nabi akhiru zaman ini. Kedua kejadian ini adalah kejadian yang sangatlah penting di bulan ini. Bulan yang sangatlah dimuliyakan dengan datangnya sang pembuka pintu kegelapan.

Karena kedua kejadian tersebut adalah kejadian yang sangatlah penting bagi kaum muslimin, kita akan membahasnya disini secara ringkas:

Kelahiran sang baginda Rasul SAW.

Seorang calon ayah pun terpaksa harus meninggalkan kotanya tercinta menuju ke Syam untuk mencari rizki demi menghidupi keluarganya. Sang ibu yang sedang mengandung calon buah hatipun terpaksa merelakan suaminya untuk pergi ke sana. Dengan harapan akan kembali dengan membawa kabar gembira. Abdullah setelah pulang dari Syam, mampir di kota Madinah untuk mengunjungi keluarganya seperti yang diperintahkan bapaknya Abdul Muthalib. Akan tetapi takdir berkata lain, dia sakit di kota ini dan akhirnya meninggal di situ. Air mata Aminahpun menetes tanpa terasa, mengingat calon buah hati yang akan terlahir yatim.

Sebelum Aminah melahirkan sang buah hati, dia selalu bermimpi bahwa sebuah cahaya keluar dari dirinya dan menerangi semua istana di Syam. Setelah datang hari yang telah ditentukan Allah SWT sebagai hari kelahiran sang Nabi SAW yaitu hari senin, hari yang ke dua belas dari bulan Rabi'ul Awal, keluarlah sang baginda Rasul SAW dari perut ibunya, dengan dikelilingi oleh cahaya yang menerangi seluruh istana Syam, dan sang mauludpun bersujud seketika kepada Allah SWT. Dengan tanpa merasakan sakit sedikitpun sang bundapun tersenyum gembira, melihat si buah hati yang di kandungnya telah keluar ke dunia dengan selamat.

Hari berganti hari, bulan berganti bulan, dengan mempunyai tiga ibu yang sangat mencintainya, Muhammad SAW tak lagi merasa bahwa dia terlahir yatim, tanpa ayah yang menyayanginya. Akan tetapi dengan tiga ibu tersebut, sudahlah cukup sebagai pengganti rasa pahitnya keyatiman. Yaitu ibu yang telah melahirkannya, Aminah at-taahirah, dan ibu yang merawatnya, Barkah al-baarrah wal wadud. Serta ibu yang menyusuinya, yaitu Halimah Assa'diyah.

Di tahun yang ke Enam dari kelahirannya, Ibu tercinta mengajak Muhammad untuk berziyarah ke makam ayahnya di Madinah dengan ditemani satu pembantu, dan ingin mengenalkannya dengan saudara–saudaranya dari Bani Najjar. Dan tinggAllah mereka disitu beberapa bulan. Kemudian mereka ingin kembali ke rumah mereka di Makkah. Dan dalam perjalanan sang ibu merasakan sakit yang sngatlah dahsyat. Hingga semua rasa sakit terkumpul menjadi satu dan dia berkata: " semua yang hidup akanlah mati, semua yang baru akan sirna, dan semua yang besar akan rusak, dan saya akan mati dan meninggalkan kenangan yang tak sirna, dan aku telah melahirkan seorang yang sangat suci ". sang ibu pun telah kembali kepada sang pencipta. Dan meninggalkan anaknya sendiri bersama pembantunya menuju kerumah kakeknya dengan membawa kesedihan yang berlipat-lipat.

Setelah sampai kepada kakeknya, kakeknya pun bertambah memperhatikannya, merawatnya lebih dari putra-putranya yang lain, agar cucu tercinta tidak merasakan kepahitan menjadi anak yatim piyatu, dia menyayanginya sebagaimana orang tua menyayangi anaknya.

Wafatnya Rasulullah SAW.

Tiada kesedihan di dunia ini yang lebih mengiris hati seorang mukmin, dari pada hari perginya sang mahbub dari dunia ini. Tiada rasa sakit yang lebih mengiris hati, melebihi rasa sakitnya berpisah dengan sang mahbub. Tiada yang dapat menandingi rasa cinta Rasulullah SAW kepada kita umatnya, hingga membuat kita wajib mencintainya. Sungguh cerita wafatnya Rasul adalah cerita yang sangat menyedihkan. Dalam sebuah Hadist disebutkan:

من حديث أبي سعيد الخدري رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه و سلم جلس على المنبر فقال : إن عبدا خيره الله بين أن يؤتيه من زهرة الدنيا ما شاء و بين ما عنده فاختار ما عنده فبكى أبو بكر و قال : يا رسول الله فديناك بآبائنا و أمهاتنا قال : فعجبنا و قال الناس : انظروا إلى هذا الشيخ يخبر رسول الله صلى الله عليه و سلم عن عبد خيره الله بين أن يؤتيه من زهرة الدنيا ما شاء و بين ما عند الله و هو يقول : فديناك بآبائنا و أمهاتنا قال : فكان رسول الله صلى الله عليه و سلم هو المخير و كان أبو بكر هو أعلمنا به فقال النبي صلى الله عليه و سلم : إن من آمن الناس علي في صحبته و ماله أبو بكر و لو اتخذت من أهل الأرض خليلا لاتخذت أبا بكر خليلا و لكن إخوة الإسلام لا تبقى في المسجد خوخة إلا سدت إلا خوخة أبي بكر رضي الله عنه ]

Yang artinya sebagai berikut: Dari Abi sa'id Alkhidhri bahwa Rasulullah SAW duduk di sebuah mimbar dan bersabda: "Seorang hamba diberi pilihan oleh Allah SWT antara diberi segala hiasan dunia yang dia inginkan atau memilih apa yang dia miliki, dan dipun memilih apa yang dia miliki ". Abu bakar As-Syiddik-pun menangis, dan berkata: "Wahai Rasulullah SAW! kita rela mengorbankan Bapak serta ibu kami demi engkau, wahai Rasulullah SAW! Abu sa'id berkata: "Maka kita heran, dan orang-orang-pun berkata: "Lihatlah kepada orang tua ini?" Rasulullah SAW memberitahu tentang seorang hamba yang diberi pilihan oleh Allah antara diberi seluruh perhiasan dunia atau mengembalikan apa yang dia miliki, kemudian diapun memilih apa yang dia miliki, kemudian orang tua itu berkata: "Kita telah mengorbankan Bapak dan Ibu kami demi engkau wahai Rasulullah SAW!.

Sungguh hanya Abu Bakarlah yang paling memahami perkata'an Rasulullah SAW, sehingga Rasulullahpun bersabda: "Sesungguhnya orang yang paling banyak memberikan apa yang dia miliki baik harta atau persahabatannya kepadaku adalah Abu Bakar As-sidik, dan seandainya aku memilih kekasih di dunia ini, niscaya aku akan jadikan Abu bakar As-shiddik sebagai kekasihku, akan tetapi ukhuwah islami, tidak ada satupun masjid yang rusak kecuali dia benarkan, sedangkan dia membiarkan rumahnya sendiridalam keada'an rusak ".
Kematian adalah sesutu yang telah tertulis kepada semua benda hidup di dunia ini baik pada para Nabi atau para Rasul atau yang lainnya. Allah SWT berfirman dalam sebuah Ayat:

( إنك لميت وهم ميتون )


"Sesungguhnya kamu akan mati dan juga mereka akan mati".

Dan juga :

(وَمَا جَعَلْنَا لِبَشَرٍ مِنْ قَبْلِكَ الْخُلْدَ أَفَإِنْ مِتَّ فَهُمُ الْخَالِدُونَ )[ الأنبياء: 34].


"Kami tidakmenjadikan hidup abadi bagi seorang manusiapun sebelum kamu (Muhammad), maka jikalau kamu mati apakah mereka akan kekal?" QS Al Anbiya': 34

Allah SWT menciptakan Adam AS dari debu yang ada di bumi, kemudian ditiuplah disitu Rohnya, dan beradalah rohnya dalam jasadnya, dan juga arwah anak cucunya dalam jasad mereka. Adanya roh mereka dalam jasad di dunia ini adalah sebagai barang pinjaman. Mereka diperintahkan agar mengembalikan arwah-arwah mereka kembali dari jasad mereka, serta mengembalikan jasad mereka kepada apa yang dari itu diciptakan yaitu debu. Allah SWT juga berjanji akan mengembalikan lagi jasad mereka dari bumi, kemudian mengembalikannya lagi arwah mereka kepada jasad dengan kepemilikan yang abadi dan selama-lamanya di akherat nanti. Allah SWT berfirman:

( فِيهَا تَحْيَوْنَ وَفِيهَا تَمُوتُونَ وَمِنْهَا تُخْرَجُونَ ) [الأعراف:25]


"Di Bumi itu kamu hidup dan dibumi itu kamu mati, dan dari bumi itu pula kamu akan dibangkitkan".QS Al-a'raf: 25.

مِنْهَا خَلَقْنَاكُمْ وَفِيهَا نُعِيدُكُمْ وَمِنْهَا نُخْرِجُكُمْ تَارَةً أُخْرَى [طه:55]


"Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu dan daripadanya Kami akan mengeuarkan kamu pada kali yang lain". QS Thaha : 55.

Karena kematian merupakan sesuatu yang dibenci secara tabiat, dimana disitu terdapat kekerasan dan kekejaman yang sangatlah menakutkan, maka para Nabi tidak akan mati sebelum disuruh memilih oleh Allah SWT, oleh karena itu terjadilah taraddud (keragu-raguan) dalam diri setiap mu'min. Rasulullah SAW bersabda: "Aku tidak pernah ragu-ragu seperti keraguanku dalam pencabutan nyawa seorang mu'min yang membenci kematian, sedang aku membenci hal tersebut dan setiap orang mu'min haruslah mengalaminya".

Pertama kali Allah memberi tahu Rasul-Nya bahwa dia akan menemui ajalnya adalah turunnya surat: (إذا جاء نصر الله والفتح ...الخ) , dikatakan kepada ibnu Abbas: "Apakah Rasulullah SAW tahu bahwa beliau akan meningal? Dia menjawab: "Ya" dan dari mana beliau tahu : "Dari turunya surat ( إذا جاء نصر الله والفتح ) yakni: Fathu makah. Sesungguhnya maksud dari surat ini adalah: "Sesungguhnya kamu wahai Muhammad, jika Allah SWT membukakan Makkah kepadamu, dan orang-orang telah masuk agamamu, maka telah dekatlah ajalmu, maka bersiaplah untuk bertemu dengan tuhanmu dengan beristighfar dan bertahmid, dan mulai dari sa'at itu Rasulullah SAW bertambah mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Tatkala rasa sakit yang ada dalam diri Rasulullah bertambah parah di malam senin, Sayidah Aisyah pergi menuju rumah seorang wanita dengan membawa sebuah lampu, untuk meminta setetes minyak samin, karena Rasulullah SAW sedang mengalami sakaratul maut. Kemudian Sayidah Fatimahpun datang menuju kamar dimana Rasulullah sedang sakit, Rasulpun membisikinya tentang sesuatu kemudian dia menangis, dan membisikinya kedua kali dan diapun tertawa, ketika ditanya: "Apa yang dikatakan Rasulullah kepadamu?" dia menjawab: "Aku tidak akan membocorkan rahasia Rasulullah SAW". Ketika Rasul meninggal dia ditanya dan menjawab: "Pertama kali Rasul bilang bahwa beliau akan meninggal pada sakitnya ini, kemudian aku menangis, dan yang kedua Rasul memberitahuku bahwa akulah yang pertama kali menemuinya, maka akupun tertawa".

Ketika tiga hari sebelum ajal Rasulullah SAW datang, malaikat Jibril datang dengan membawa Malaikat maut untuk meminta izin kepada Rasul: "Wahai Ahmad! sesungguhnya Allah SWT telah mengutusku untuk bertanya padamu - sedang Dia lebih tahu tentang kamu- bagimana keadaanmu sekarang, Rasulullah menjawab: "Keada'anku wahai Jibril telah taksadar, dan aku merasa takut". Kemudian di hari yang kedua malaikat Jibril datang lagi kemudian bertanya seperti di atas, Rasulullahpun menjawab seperti jawabanya pertama kali. Kemudian datang lagi di hari yang ke tiga, dan bertanya kepadanya seperti tadi, kemudian malaikat maut meminta izin kepada Rasulullah SAW, dan Jibril berkata: "Wahai Ahmad ini malaikat maut telah datang untuk meminta ijin kepadamu, dia tidak pernah meminta ijin kepada seorangpun sebelum dan sesudahmu. Rasulullah menjawab: "Berilah dia ijin wahai Jibril". Kemudian malaikat mautpun masuk dan berdiri di depan Rasulullah SAW dan berkata: "Wahai Rasulullah SAW, wahai Ahmad! Sesungguhnya Allah telah mengutusku untuk datang kepadamu dan memerintahkanku untuk menta'ati semua perintahmu; jika kamu memerintahkanku untuk mengambil nyawamu maka akan aku ambil, akan tetapi jika kamu memerintahku untuk meninggalkanmu maka aku akan meninggalkanmu. Rasul bersabda: "Lakukanlah apa yang diperintahkan Allah SWT kepadamu wahai malaikat maut".

Malaikat Jibril berkata: "Wahai Ahmad! Sesungguhnya Allah SWT telah merindukanmu. Rasulullahpun berkata: "Lakukanlah wahai malaikat maut apa yang di perintahkan?", kemudian malaikat Jibril berkata: "Assalamu 'alaika ya Rasulallah, ini adalah terakhir kali aku menginjak bumi ini, sesungguhnya hanya engkaulah hajatku di dunia ini. Kemudian datanglah ta'ziyah dari Jibril dengan kata:

" السلام عليكم يا أهل البيت ورحمة الله وبركاته ( كل نقس ذائقة الموت وإنما توفون أجوركم يوم القيامة ).


Malaikat mautpun menjalan tugas yang diperintahkan Allah SWT untuk mengambil kembali nyawa Rasulullah, dengan pelan-pelan. Sehingga Rasulullahpun menghembuskan nafasnya yang terahir kali, sembari berkata " Ummati…Ummati…Ummati…"(Ummatku…Umatku…Umatku..)

Adapun hari wafatnya Rasulullah itu adalah hari senin di bulan Rabi'ul Awal. Telah terbuka rahasia di hari itu sedang orang-orang sedang shalat subuh di belakang Abu Bakar As-shiddik. Orang-orang hampir tertipu oleh kesenangan mereka karena melihat Rasulullah SAW telah sadarkan diri di pagi itu, dan melihat wajahnya bagaikan lembaran Al-Qur'an. Mereka menyangka bahwa beliau akan shalat bersama mereka. Kemudian Rasulullah memberi isyarat untuk mereka agar tetap di tempatnya, kemudian Rasulullahpun menutup satir.

Rasulullah SAW meninggal di hari itu sedang orang-orang menyangka bahwa beliau telah sembuh dari sakitnya, ketika telah sadarkan diri di pagi hari senin. Akan tetapi ketika matahari telah naik di pagi itu, meninggallah Rasulullah SAW. Kaum musliminpun tampak kebingungan; ada yang tercengang karena kaget, ada yang terduduk dan tak dapat berdiri, ada yang lidahnya tersentak hingga tidak dapat berkata sepatah katapun, ada yang mengingkari kematian Rasulullah SAW, yaitu Umar RA. Ketika sampai kabar kepada Abu Bakar RA, dia langsung menuju rumah Aisyah RA, kemudian membuka kain yang ada diwajah Rasulullah SAW, dan menciumnya berkali-kali sedangkan dia dalam keada'an menangis, kemudian dia berkata: "Waa...nabiyyaah...Wa...khaliilaah...Waa...shofiyyaah" dan berkata: "Inna lillahi wa Inna Ilaihi Raaji'un. Demi Allah... Rasulullah SAW telah mati...". Kemudian berkata: "Demi Allah SWT, Allah tidak akan mengumpulkanmu dalam dua kematian, adapun kematian yang pertama kamu sudah mengalaminya".

Kemudian Abu bakarpun masuk ke masjid -sedang Umar RA berbicara dengan orang-orang yang sedang berkumpul di depannya-. Abu Bakarpun mulai berbicara kepada mereka dengan membaca syahadat dan membaca hamdalah, lalu orang-orangpun menuju kepadanya dan meninggalkan Umar. Abu bakar berkata: "Barang siapa menyembah Muhammad SAW, maka sesungguhnya Muhammad SAW telah mati, dan barang siapa menyembah Allah SWT, maka Allah SWT tidak akan mati selamanya", kemudian dia membaca:

(وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ)[آل عمران : 144].


"Muhammad itu tidak lain Hanya seorang Rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang Rasul, apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik kebelakang (murtad)?". QS Ali Imran: 144.

Abu Bakarpun dapat membuat mereka yakin bahwa Rasulullah SAW benar-benar telah meninggal dunia, se'akan-akan mereka tidak pernah mendengarkan ayat ini sebelum Abu Bakar membacanya, kemudian merekapun mengikuti bacaan Abu Bakar RA.

Itulah kisah meninggalnya Rasulullah SAW, hari dimana semua kaum muslimin merasa sedih. Karena kembalinya sang Qurratul 'ain kepada Allah SWT.

Amalan Kaum Muslim di Bulan Rabi'ul Awal

Di bulan ini setiap Muslim disunahkan untuk memperbanyak shalawat serta salam untuk Rasulullah SAW. Karena di bulan yang mulia ini telah tampak kebaikan yang merata kepada seluruh alam, telah tampak pula kebahagia'an orang-orang yang paling bahagia dengan terbitnya bulan penerang bumi, yaitu lahirnya Nabi Muhammad SAW di dunia ini. dengan lahirnya Rasulullah di bulan ini, dikenanglah bulan Rabi'ul Awal sebagai hari yang paling penting bagi umat islam, oleh karena itu bulan ini dijadikan sebagai hari berkumpulnya umat islam untuk mendengarkan kisah kelahiran Rasulul islam yang sangat mulia, agar mereka memperoleh barakah dan keutama'an yang suci.

Umat islam selalu memperingati bulan kelahirannya, sehingga mengadakan walimah, dan menyedekahkan sebagian hartanya kepada saudaranya yang membutuhkan dalam bentuk apapun, mereka juga menampakkan kegembira'an mereka karena terlahirnya Rasulullah SAW, mereka selalu memperhatikan kisah kelahirannya, dengan penuh kekhusyu'an dan penghayatan, sehingga barakah Rasulullah SAW-pun menyelimuti hati mereka, sehingga membuat hati mereka tenteram dan tenang.

Mengapa kita memperingati Maulid Nabi SAW?

Mungkin pertanya'an ini adalah pertanya'an yang jarang sekali didengar di kalangan orang-orang yang sudah terbiasa melakukan kegiatan maulid Nabi di hari-hari yang agung seperti hari jum'at contohnya, atau hari yang ke dua belas dari bulan Rabi'ul Awal. Ini merupakan suatu adat yang sangatlah di dukung oleh syare'at bagi hamba Allah yang sangat mencintai Rasulnya, sebagai ungkapan rasa cinta dan rasa syukur terhadap nikmat Allah yang berupa lahirnya sang penerang dunia. Akan tetapi sebagian orang mengatakan bahwa hal ini merupakan hal yang tidak dilakukan oleh ulama' salaf. Mungkin dengan pernyata'an ini kita terpaksa harus menyebutkan dalil kebolehan memperingati acara maulid Nabi. Akan tetapi sebelum kita menyebutkan dalil-dalil akan dibolehkannya maulid maka kita perlu mengetahui hal-hal berikut ini:

1. Kita mengatakan bahwa peringatan maulid Nabi adalah perbuatan yang dibolehkan oleh syari'at, dari berbagai perkumpulan untuk mendengarkan sejarahnya Rasul SAW, mendengarkan puji-pujian yang diucapkan untuk beliau, memberikan makanan, serta memberikan kegembira'an untuk semua umat islam.

2. Kita tidak mengatakan bahwa peringatan maulid Nabi disunahkan di waktu tertentu atau di malam tertentu, akan tetapi barang siapa yang meyakini hal tersebut maka telah mengada-ngada di dalam agama (melakukan perbuatan bid'ah). Karena kita wajib mengingatnya di setiap waktu. Akan tetapi di bulan kelahirannya yaitu bulan Rabi'ul Awal, seorang muslim lebih ditekankan untuk mengingat beliau, sehingga orang-orang bersemangat untuk menyambutnya serta berkumpul untuk mengingatnya dan merasakan keagungan karena kita menjadi lebih dekat dengan sejarah. Maka mereka akan mengingat suatu yang sudah lampau dengan cara melaksanakannya sesuai dengan adat jaman sekarang.

Adapun dalil kebolehannya mengadakan peringatan maulid Nabi SAW adalah sbb:

1. Peringatan maulid Nabi adalah sebagai ungkapan atas rasa kesenangan dan kegembira'an atas Rasulullah SAW, sebagai mana orang kafir telah mengambil manfa'atnya.

Telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari bahwa Abu lahab diringankan dari siksa'annya di setiap hari senin sebab dia telah memerdekakan budaknya yang bernama tsuwaibah ketika mendapat kabar gembira bahwa Muhammad SAW telah lahir.

Al-Hafidz Ad-Dimisyqi mengatakan: "Jika ini adalah seorang kafir yang telah dicela oleh Al-Qur'an dengan kata "Tabbat yadaa Abii Lahabin Wa tabb" yang telah dimasukkan di neraka untuk selamanya, telah ada sabda bahwa dia diringankan dari siksa'annya disetiap hari senin karena kegembira'annya atas lahirnya Muhammad SAW, maka apa prasangka seorang Mukmin yang dimana seluruh umurnya senang dengan Rasulullah SAW serta mati dalam ke'adaan Islam?".

2. Rasulullah SAW telah memuliyakan hari kelahirannya, dan bersyukur kepada Allah SWT atas nikmat-Nya yang sangat besar kepadanya, dan telah mengutamakannya sebagi makhluk yang paling utama di dunia, karena semua yang ada di dunia ini telah gembira karenanya. Beliau mengungkapkan kegembira'an tersebut dengan berpuasa di bulan itu. Seperti yang disebutkan dalam Hadist oleh Abi Qatadah RA: "Rasulullah SAW ditanya tentang puasanya di hari senin?" dan Rasul menjawab: "Di hari itu aku dilahirkan, dan di hari itu pula Allah menurunkan wahyu kepadaku".

Ini adalah makna dari peringatan maulid nabi, cuma gambar atau caranya saja yang berbeda. Akan tetapi makna ini tetap ada, baik dengan cara berpuasa atau membagikan makanan atau berkumpul dengan tujuan berdzikir atau membaca shalawat kepada Nabi SAW, atau dengan mendengarkan syama'ailnya Rasulullah SAW.

3. Gembira dan senang dengan adanya Rasulullah SAW adalah sesuatu yang dianjurkan oleh Al-Qur'an, yaitu firman Allah SWT:

( قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ )[يونس:58]

" Katakanlah dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya , hendaklah dengan itu mereka bergembira. kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan".

Allah SWT telah memerintahkan kita untuk bergembira atas rahmat yang Allah berikan kepada kita. Sedangkan Nabi Muhammad SAW adalah rahmat yang paling mulia dan yang paling besar bagi kita. Sebagaimana Allah SWT telah berfirman:

" وما أرسلناك إلا رحمة للعالمين )[الأنبياء:107].

" Kita tidak mengutusmu kecuali sebagi rahmat bagi semua yang ada dialam semesta".

Maka kita wajib untuk bergembira atas datangnya rahmat tersebut.

4. Peringatan maulid Nabi adalah perbuatan yang tidak ada di zaman Rasul SAW, maka hal tersebut adalah bid'ah akan tetapi bid'ah hasanah. Karena perbuatan ini mempunyai landasan syara', serta berada dibawah naungan qowa'id kulliyah (asas yang mencakup semuanya). Maka hal ini adalah bid'ah dari segi perkumpulannya, tidak dari segi perorangannya.

Mungkin dalil-dalil ini sudahlah cukup sebagai jawaban atas pertanya'an diatas. Yang paling penting bagi seorang muslim adalah memperbanyak shalawat atas nabi Muhammad SAW di bulan ini. Karena salawat ini sendiri mempunyai keutama'an yang paling besar. Karena Allah SWT akan tetap menerima shalawat seseorang meskipun dalam ke'ada'an lalai. Barang siapa membaca shalawat kepada nabi SAW, maka shalawat tersebut akan diperlihatkan kepada Nabi Muhammad SAW secara langsung. Sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah Hadist: "Bershalawatlah kepadaku? Karena sesungguhnya shalawat kalian akan diperlihatkan kepadaku". Lain lagi dengan dzikir-dzikir yang lain, karena dzikir-dzikir yang lain membutuhkan kekhusyu'an agar dzikir-dzikir tersebut di terima oleh Allah SWT. Masih banyak lagi keutama'an shalawat kepada nabi.

Adapun shalawat yang paling afdhal yang hendaknya kaum muslimin membiasakannya adalah shalawat Al-Ibrahimiyah, yaitu :

اللهم صلى على سيدنا محمد ، وعلى آله سيدنا محمد ، كما صليت على سيدنا إبراهيم وعلى آل سيدنا إبراهيم ، وباركعلى سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمدكما باركت على سيدنا إبراهيم وعلى آل سيدنا إبراهيم ، في العالمين إنك حميد مجيد .

Tawadhunya Rasulullah S.A.W.

Tawadhu'nya ( sifat rendah diri ) Rasulullah S.A.W. terdapat pada ketinggian manshobahnya dan derajatnya, beliau adalah manusia paling rendah diri dan yang tidak mempunyai kesombongan, sesungguhnya Rasulullah S.A.W. mendapatkan dua pilihan antara menjadi Nabi berbentuk raja atau Nabi berbentuk hamba sahaya, maka beliau memilih menjadi berbentuk hamba, maka berkata Malaikat Israfil kepadanya : " Sesungguhnya Allah telah memberimu dengan sebab engkau berendah diri. Sesungguhnya engkau pemimpin anak Adam pada hari Kiamat, dan pertama memberi syafaat ".

Diriwayatkan dari Abu Umamah, bahwasanya Rasulullah S.A.W. keluar kepada kami memakai tongkat, maka kami berdiri ( menghormati/menyambut ) untuknya. Maka Rasulullah S.A.W. berkata : " Jangan kamu berdiri sebagaimana orang-orang ajam berdiri, membesarkan ( menghormati satu dengan yang lainnya ). Sesungguhnya aku adalah seorang hamba yang makan sebagaimana hamba sahaya makan, dan aku duduk sebagaimana hamba sahaya duduk ".

Dari tawadhu'nya, Rasulullah S.A.W. mengendarai keledai, menyambangi orang miskin, duduk bersama orang fakir, menjawab undangan hamba sahaya ( budak ) dan duduk bercampur ditengah sahabat-sahabatnya sampai selesai majelis.

Dalam Hadits Umar bin Khathab, Rasulullah S.A.W. berkata : " Janganlah kamu memujiku secara berlebihan sebagaimana orang Nasrani memuji Nabi Isa bin Maryam. Sesungguhnya saya seorang hamba, maka katakanlah hamba Allah dan Rasulnya. "

Dari Anas bin Malik, bahwasanya ada satu orang perempuan mempunyai keperluan mendatangi Rasulullah S.A.W. dan berkata : " Sesungguhnya aku ada suatu keperluan padamu ", maka Rasulullah S.A.W. berkata : " Duduklah wahai Ummu Fulan ". Kemudian Rasulullah S.A.W. duduk sampai orang tersebut menyelesaikan keperluannya.

Berkata Anas bin Malik, Bahwasanya Rasulullah S.A.W. mengendarai keledai untuk menjawab undangan hamba sahaya, dalam undangannya disediakan roti kering dan kue yang sudah berubah baunya, maka beliau memakannya.

Rasulullah S.A.W. ketika Haji, mengendarai kendaraan dengan memakai selimut yang harganya tidak lebih dari 4 dirham, sambil berkata : " Ya Allah, jadikanlah hajiku haji yang mabrur tidak terdapat riya didalamnya atau kesombongan ". Dan beliau berkorban pada haji tersebut sebanyak 100 onta dan tatkala dibuka untuknya Makkah ( Fathul Makkah ) beliau memasukinya dengan tentara Muslim dengan menundukkan kepalanya diatas kendaraannya hingga hampir menyentuh kakinya berendah diri ( tawadhu' ) kepada Allah S.W.T.

Dari sifat rendah dirinya beliau terlihat dalam perkataannya : " Janganlah kamu membandingkan aku lebih baik dari Yunus bin Matta dan jangan pula kamu sekalian membandingkan aku dengan para Nabi dan janganlah kamu sekalian membandingkan aku lebih baik dari Musa, jika seandainya kejadian yang tertimpa Nabi Yusuf di penjara terjadi padaku, aku akan menjawab permintaan yang memintanya ". Dan beliau berkata kepada yang mengatakan padanya : " Ya Khairal Bariyyah ( wahai sebaik-baik manusia dimuka bumi ini ) itu adalah Ibrahim A.S. ".

Diriwayatkan dari Aisyah, Imam Hasan dan Abi Sa'id serta lainnya, bahwasanya Rasulullah S.A.W. di rumahnya melaksanakan pekerjaan keluarganya, membersihkan, melipat bajunya, memerah kambingnya, menyapu rumahnya, menjahit sandalnya apabila ada kerusakan, menyiapkan makanan dan minuman untuk hewannya, makan bersama pembantunya, membuat makanan bersamanya dan membawa barang belanjaannya dari pasar.

Pernah datang seorang laki-laki kepadanya, gemetar setelah melihatnya disebabkan haibah Rasulullah S.A.W., berkata Rasulullah S.A.W. kepadanya : " Tenanglah wahai saudaraku, sesungguhnya aku bukan malaikat, akan tetapi seorang laki-laki yang dilahirkan dari perempuan Quraisy yang makan makanan ".

Dari Abu Hurairah, aku masuk pasar bersama Rasulullah S.A.W. dan beliau membeli satu celana dan berkata kepada penjual : " Timbang dan hargailah ". Tatkala selesai, si penjual menarik tangan Rasulullah S.A.W. dan menciumnya, Rasulullah menarik tangannya dengan berkata : " Ini pekerjaan dilakukan orang ajam terhadap raja-rajanya dan aku bukanlah seorang raja, tetapi seorang laki-laki sama denganmu ". Kemudian Rasulullah S.A.W. mengambil celana tersebut, maka aku ( Abu Hurairah ) mendekati Rasulullah S.A.W. untuk membawakan celana tersebut, beliau berkata : " Pemilik sesuatu lebih pantas untuk membawa miliknya ".

Monday, January 30, 2012

Mu'jizat Baginda Rasulullah SAW

Oleh : Sayyid Muhammad bin Alawi Bin Abbas Al-Maliki Al-Hasani

Salah satu mukjizat Baginda Rasulullah SAW Adalah Al-Quran Al-Karim dan ini merupakan mukjizat terbesar. Mukjizat yang lain adalah: pembedahan dada beliau oleh malaikat, Isra’mi’raj, kabar beliau (kepada kaum Quraisy) tentang Bait Al-Muqaddas, bulan terbelah dua, peristiwa yang terjadi ketika beliau keluar rumah berangkat hijrah (ketika itu kaum Musyrik Quraisy bersepakat membunuh beliau. Pada saat itu beliau keluar dari rumah, mereka yang mengepung beliau semuanya mengantuk hingga beliau dengan laluasa dapat melewati mereka).

Dalam Perang Badr beliau mengambil segenggam pasir lalu dilemparkan kearah pasukan musuh, sehingga setiap musuh yang terkena butiran pasir jatuh terjungkal dan mati.
Demikian pula yang beliau lakukan pada Perang Hunain sehingga musuh berhasil dikalahkan. Ketika Suraqah bin Malik mengejar beliau dalam perjalan hijrah ke Madinah, kaki kuda yang ditungganginya terperosok ke tanah dan terjepit di dalamnya.
Kambing betina milik Ummu Ma’bad yang belum pernah kawin, ketika teteknya diusap-usap Baginda Rasulullah SAW, tiba-tiba dapat mengeluarkan susu demikian banyak untuk diminum rombongan beliau bersama Ummu Ma’bad, bahkan dapat mengisi penuh qirbah (wadah air terbuat dari kulit) untuk bekal melanjutkan perjalanan ke Madinah.

Terkabulnya doa beliau ketika memohon kepada Allah SWT agar agama Islam diperkuat dengan masuknya ‘Umar bin Khaththab r.a. Terkabulnya doa beliau ketika memohon kepada Allah SWT agar ‘Ali bin Abi Thalib disembuhkan dari penyakit mata dan dikebalkan badannya dari gangguan udara panas dan dingin. Seketika itu juga doa beliau terkabul dan ‘Ali dapat memimpin pasukan bersenjata dalam Perang Khaibar melawan Yahudi.

Dalam suatu perperangan, mata Qatadah bin Nu’man terkena senjata musuh hingga biji matanya keluar. Dengan pertolongan Allah, Baginda Rasulullah SAW Berhasil mengembalikan biji mata Qatadah dan sembuh seketika itu juga. Terkabulnya doa beliau ketika mohon kepada Allah agar ‘Abdullah bin Abbas dikaruniai kecerdasan untuk menakwil dan mendalami ilmu-ilmu agama. Unta milik Jabir yang pada mulanya kalah berpacu, namun setelah Baginda Rasulullah SAW mendoakan, unta itu menang berpacu saat itu.
Terkabulnya doa beliau agar Anas dikaruniai umur panjang, mempunyai banyak harta dan anak keturunan. Pohon kurma milik Jabir yang mulanya berbuah sedikit, setelah didoakan Rasulullah SAW bisa berbuah banyak sehingga Jabir dapat melunasi utang-utangnya, bahkan buah kurmanya masih tersisa 13 takar (wusq).

Terkabulnya doa beliau ketika memohon agar Allah SWT menurunkan hujan. Seketika itu juga hujan turun selama satu minggu penuh. Setelah itu beliau memohon agar hujan berhenti, awan sirna dan cuaca berubah menjadi cerah. ‘Utaibah bin Abu Lahab, orang yang sangat memusuhi Allah dan Rasul-Nya,atas permohonan Baginda Rasulullah SAW dan doa beliau, ia mati diterkam singa di daerah az-Zarqa’ negeri Syam.

Pada malam bi’tsah Baginda Rasulullah SAW,batu dan pohon mengucapkan salam, “Assalamu’alaikum, ya Rasulullah!” Mengenai hal itu beliau mengatakan, “Aku tahu bahwa ada batu di Makkah yang mengucapkan salam kepadaku beberapa saat sebelum aku diangkat menjadi Nabi dan Rasul.” Ada pula sebatang pohon yang bergerak mendekati beliau, dan batu yang digenggamnya bertasbih (mengagungkan kesucian AllahcSWT).
Ketika beliau hendak dibunuh dengan racun dalam makanan yang dihadiahkan seorang perempuanYahudi, tiba-tiba daging masakan di dalam hidangan itu memberi tahu beliau.
Seekor unta mengeluh kepada beliau karena diberi makan sedikit dan diperkerjakan terlalu berat Beliau memberitahu para sahabat bahwa kelak akan ada kelompok dari umatnya yang akan mengarungi samudera,termasuk di dalamnya seorang wanita bernama Ummu Haram binti Milhan dan ucapan beliau menjadi kenyataan.

Kepada Utsman bin Affan r.a. beliau memberitahu bahwa dia akan menghadapi malapetaka besar, Itu juga terbukti di kemudian hari Utsman r.a. mati terbunuh saat berkedudukan sebagai Khalifah.

Kepada kaum Anshar beliau mengatakan,”Sepeninggalku, kalian akan mengutamakan golongan sendiri.” Itu juga terbukti beberapa saat setelah beliau wafat.
Mengenai cucu beliau, Al-Hasan bin Ali r.a, beliau berkata, ”Anakku ini-yakni Hasan-seorang Sayyid (Pemimpin). Dengannya Allah akan mendamaikan dua golongan besar kaum muslimin.” Itu terbukti dengan terwujudnya kesepakatan antara para pengikut Imam Ali bin Abi Thalib dan para pengikut Mu’awiyah bin Abi Sufyan.
Beliau memberitahu para sahabat tentang terbunuhnya Al-Unsi Al-Kadzdzab dan orang yang membunuhnya. Padahal di malam terjadinya pembunuhan itu Al-‘Unsi berada di Shan’a(Yaman) dan beliau berada di Madinah.

Kepada Tsabit bin Qais beliau berkata,”Engkau akan hidup terpuji dan akan mati syahid.” Kemudian terbukti Tsabit gugur sebagai pahlawan dalam Perang di Yamamah.
Seorang lelaki meninggalkan agama Islam (murtad) dan kembali bergabung dengan kaum Musyrik, Ketika Rasulullah SAW mendengar kematiannya, beliau berkata,”Bumi tidak sudi menerimanya.” Itu terbukti ketika mayatnya dibuang ke laut.

Seorang lelaki diminta oleh Baginda Rasulullah SAW Supaya makan dengan tangan kanannya, tetapi ia menjawab,”Tidak bisa”, Beliau berkata, “Engkau tidak akan bisa.” Sejak itu orang tersebut tidak bisa sama sekali mengangkat tangan kanannya sampai ke mulut.
Pada hari jatuhnya kota Makkah ke tangan kaum Muslim, banyak berhala terpancang di sekitar Ka’bah. Baginda Raslulullah SAW dengan tongkat pendeknya menuding kearah berhala-berhala itu sambil berucap, “Kebenaran telah tiba dan kebatilan pasti lenyap.” Seketika itu juga berhala-berhala itu runtuh berjatuhan.

Dalam Perang Khandaq, Baginda Rasulullah SAW memberi makan pasukan Muslim dengan setakar gandum, semuanya makan hingga kenyang, bahkan sisanya masih banyak. Pada waktu makan berikutnya Baginda Rasulullah SAW hanya mempunyai sedikit kurma bagi pasukan Muslim, Beliau lalu menyuruh orang mengumpulkan sisa-sisa kurma yang tercecer di atas hamparan, lalu beliau berdoa memohon berkah, sisa-sisa kurma yang terkumpul itu kemudian menjadi banyak hingga cukup dibagikan kepada semua pasukan. Pada saat yang lain Abu Hurairah r.a. datang kepada Baginda Rasulullah SAW membawa sedikit kurma, ia minta agar beliau berdoa memohon berkah, permintaannya dikabulkan dan beliau berdoa. Abu Hurairah menceritakan kesaksiannya sendiri sebagai berikut,”Dari kurma itu saya keluarkan sekian takar untuk perjuangan di jalan Allah. Kami sendiri makan dari kurma itu dan baru habis pada masa kekhalifahan Utsman bin ‘Affan r.a.”

Abu Hurairah r.a. menuturkan, pada suatu hari dia meminta Baginda Rasulullah SAW berdoa agar tsarid (semacam bubur kental terbuat dari terigu dan susu ) yang berada di dalam qush’ah (piring besar ) cukup untuk dimakan bersama oleh beberapa orang sahabat, setelah berdoa beliau mengambil sejumput tsarid yang berlepotan di pinggir qush’ah dengan jari-jari tangannya, kemudian berkata,”Makanlah, Bismillah!” Abu Hurairah mengakhiri penuturannya dengan berucap, “Demi Allah yang nyawaku berada di tangan-Nya, baru saja makan sedikit,aku sudah kenyang.”
Pernah terjadi air memancar dari sela-sela jari Baginda Rasulullah SAW hingga semua rombongan beliau dapat minum sepuas-puasnya dan dapat berwudhu, padahal jumlah mereka tidak sedikit,yaitu sekitar 1400 orang.

Pada suatu musim kering, ditengah perjalanan disertai rombongan, beliau menyuruh orang mencari air semangkuk, kemudian Baginda Rasulullah SAW memasukkan jari-jarinya ke dalam air itu seraya berkata, “Marilah semua ke sini!” semuanya datang mendekati beliau lalu berwudhu, air didalam mangkuk itu tak kunjung habis, padahal jumlah mereka antara 70 sampai 80 orang.

Dalam Perang Tabuk hampir tak seorang pun dari pasukan Muslim yang menemukan air untuk diminum, karena nyaris tak sanggup menahan dahaga, mereka melapor kepada Baginda Rasulullah SAW, Beliau lalu mengambil anak panah dari Kinanah lalu beliau tancapkan di tanah, air memancar sangat deras sehingga semua pasukan yang berjumlah 30.000 orang dapat minum sepuas-puasnya.

Di suatu tempat yang disinggahi Baginda Rasulullah SAW, penduduknya mengeluh karena semua air di sana bercampur kotoran dan tidak dapat diminum, bersama beberapa orang sahabat, beliau mendatangi sebuah sumur lalu meludahinya, tiba-tiba sumur itu menggelegak penuh dangan air sejuk dan bersih, hingga semua penduduk dapat tertolong.
Pada suatu hari seorang wanita datang menghadap Baginda Rasulullah SAW membawa anak kecil berkepala botak karena penyakit. Baginda Rasulullah SAW lalu mengusapkan tangannya pada kepala anak itu dan seketika itu juga rambutnya tumbuh meratai kepala dan sembuh pula penyakit yang dideritanya, ketika penduduk Yamamah mendengar kejadian itu ada seorang wanita mencoba datang kepada Musailamah (tokoh setempat yang mengaku dirinya “Nabi”) membawa juga anak kecil tidak berambut, Masailamah mengusap kepalanya berulang-ulang, tetapi kepala anak itu tetap botak.
Dalam perang Badr, pedang Ukasyah patah, Baginda Rasulullah SAW memberinya sebatang kayu sebagai pengganti, di tangan Ukasyah kayu itu berubah menjadi pedang, usai perang kayu itu masih tetap dia pegang.

Dalam Perang Khandaq (Perang Ahzab) pasukan Muslim menghadapi kesulitan memecahkan sebuah batu besar dan keras pada saat mereka sedang menggali parit-parit pertahanan, batu yang tak dapat dipecahkan dengan palu besar itu pada akhirnya dipukul oleh Baginda Rasulullah SAW dengan tangan hingga hancur berkeping-keping.
Seorang yang menderita patah kaki datang kepada Baginda Rasulullah SAW mohon pertolongan, Baginda RasulullahSAW lalu mengusapkan kaki yang patah itu dan sembuhlah seketika, hingga orang itu seolah-olah tidak pernah sakit sebelumnya.
Bentuk-bentuk mukjizat Baginda Rasulullah SAW banyak sekali, nyaris tak dapat dihitung dan dicatat seluruhnya.

Wallahu A`lam..

Sumber : Buku Ringkasan Sejarah Nabi Muhammad SAW ( Alhawaadits wa al ahwaal an Nabawiyyah) [Karya : Sayyid Muhammad bin ‘Alawi Bin ‘Abbas Al-Maliki Al-Hasani Penerbit : Darul Hidayah Hal 61-67]
http://ahlulkisa.com

Tuesday, November 8, 2011

Refleksi Maulid Nabi:Kami Mencintaimu, Ya Rasulullah...

Ujian yang sebenarnya dari cinta kepada Rasulullah SAW adalah sejauh mana kedekatan seseorang dengan ajaran-ajarannya, kepeduliannya terhadap ajaran-ajaran itu, serta perhatiannya akan sunnahnya.

Cinta kepada Rasulullah SAW adalah ukuran keimanan. Barang siapa ingin menguji kadar keimanan, hendaklah ia merasakan seberapa besar kecintaannya kepada Nabi Besar Muhammad SAW, junjungan kita. Apakah ia mencintai dengan cinta sejati dan sempurna? Apakah ia mencintainya lebih daripada cinta kepada harta? Melebihi cinta kepada putranya, bahkan lebih dari cinta kepada dirinya sendiri?

Ketika mencintainya, seorang insan mukmin akan tenteram dan tenang, karena telah sempurna imannya. Ia akan selalu memuji Allah SWT, yang telah memuliakannya dengan nikmat Islam. Kita pun memuji Allah, yang telah memuliakan kita dengan karunia ini dan telah mengistimewakan kita dengan manusia terbaik yang pernah ada. Dia telah mengutus bagi kita makhluk yang termulia di sisi-Nya. Dialah pemimpin para rasul, seorang yang jujur, pemberi petunjuk, dan seorang yang terpercaya, penutup para nabi dan rasul semuanya.

Dialah yang terbaik ajarannya dan selalu benar ucapannya, hamba yang paling jujur yang menyatakan kebenaran dan mengungkapkannya secara terang-terangan. Dialah yang termulia di antara para penyeru kebenaran, seorang hamba pilihan yang benar dan yang dibenarkan. Dialah orang yang berakhlaq dermawan dan selalu menunaikan janji.
Allah SWT berfirman, “Sungguh telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami. Dia sangat menginginkan keimanan dan keselamatan bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang-orang beriman.” – QS At-Tawbah (9): 128.

Dialah Rasulullah SAW, rahmat yang menjadi anugerah. Dia telah menyampaikan risalah, menunaikan amanah, memberikan nasihat kepada umat. Dia berjihad di jalan Allah hingga ajal datang menjemput. Dia tidak pernah berbicara kecuali hal itu benar, dan dia tidak pernah melakukan kecuali kebaikan. Akhlaqnya indah disertai kharisma yang berwibawa dan perangai yang menyantuni. Dialah rahmat yang dihadiahkan kepada umat ini. “Dan tidaklah Kami mengutus engkau, Muhammad, melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam.” – QS Al-Anbiya’ (21): 108.

Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam, atas nikmat yang agung ini. Rasulullah SAW bersabda, “Ada tiga perkara yang apabila ada pada seseorang niscaya dengannya ia akan merasakan manisnya iman. Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya daripada selain keduanya, dan dia mencintai seseorang hanya karena Allah, serta dia benci kembali kepada kekufuran sesudah Allah menyelamatkannya dari kufurnya, sebagaimana ia benci apabila dihempaskan ke neraka.” (HR Al-Bukhari-Muslim).

Rasulullah SAW juga bersabda, “Rasa iman akan didapati oleh orang yang ridha, bahwa Allah sebagai Tuhannya, Islam sebagai agamanya, dan Muhammad sebagai nabi dan rasulnya.” (HR Muslim).

Musuh pun Mengakui
Tidak diragukan lagi, di antara kewajiban umat Islam adalah menjunjung tinggi sirah Nabi yang mulia. Anugerah yang paling agung yang Allah limpahkan untuk umat ini adalah bahwa Dia mengutus kepada kita penutup para nabi dan rasul yang memiliki kedudukan agung dan Allah menyaksikan baginya bahwa ia benar-benar berakhlaq yang luhur. “Dan sesungguhnya engkau benar-benar berakhlaq yang luhur.” – QS Al-Qalam (68): 4.

Sejak periode awal, umat Islam terdahulu sangat menghormati sirah dan keutamaan perangai-perangai beliau, menjadikan kehidupan dan perilakunya sebagai pelita penerang jalan. Generasi demi generasi memberikan perhatian yang penuh untuk membukukan sirah ini, baik berupa ucapan, sikap, maupun perbuatan yang dapat dipastikan sumbernya dari beliau. Agar tercipta catatan otentik dan paling shahih tentang beliau, sirah seorang nabi utusan Allah SWT.

Kini sirah Rasulullah SAW telah sampai kepada kita melalui metode ilmiah yang benar dan paling kuat yang tidak menyisakan ruang sedikit pun bagi keraguan, mencatat semua peristiwa kejadian yang berhubungan dengan beliau. Yakni sirah Nabawiyah. Darinya dengan mudah kita mengetahui apa-apa yang ditambahkan belakangan ini, berupa peristiwa, mu’jizat, atau kejadian, yang dilakukan orang bodoh yang mempunyai kecenderungan menambah-nambahkan peristiwa yang mencengangkan tentang Rasulullah SAW agar kedudukan beliau tampak lebih mulia, risalahnya bertambah suci, dan sirahnya semakin agung.

Keistimewaan terpenting dari sirah Rasulullah SAW adalah bahwa ia begitu jelas, teliti, dan terpercaya dalam semua tahap dan fasenya yang berbeda. Beberapa orientalis yang obyektif mengomentari sirah Rasulullah SAW sebagai sirah seorang rasul atau pembesar yang teliti. Ringkasan pernyataan mereka, Muhammad SAW adalah satu-satunya orang yang dilahirkan di bawah sinar matahari. Ini adalah suatu kinayah untuk menunjukkan ketelitian, keshahihan, dan kecocokan apa yang tertulis dengan segala yang dilakukan oleh Rasulullah SAW.

Di antara keistimewaan sirah beliau, sirah itu hadir hadir sebagai pembenar bagi risalahnya, memberikan dalil atas kebenaran risalahnya, dan menunjukkan bahwa Allah telah mengutusnya dengan kebenaran yang tidak bisa diubah, baik dengan cara menambahkan sesuatu ke dalamnya maupun mengurangi apa yang ada di dalamnya.

Sirah beliau adalah sirah yang jelas dan sempurna mengenai seorang manusia sempurna yang menyeru kepada Allah SWT dan berjihad kepada Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya, dengan cara yang wajar dan lumrah.

Beliau menyeru kaumnya bersatu, tetapi mereka memusuhinya dan memeranginya.

Ketika terpaksa berperang, beliau pun berperang, dan Allah menolongnya sehingga beliau dapat melanjutkan dakwahnya dan meraih kemenangan.

Kemudian Islam tersebar ke seluruh dunia dengan kalimah thayyibah, nasihat yang bagus dan debat dengan cara yang santun, sehingga beliau mengeluarkan manusia dari kegelapan dan kekotoran syirik menuju cahaya tauhid kepada Allah, Yang Maha Esa lagi Mahaperkasa.

Sirah Nabi tetap harum dan suci, tak dapat dikotori oleh seorang pun, selamanya. Walaupun tidak sedikit yang mendiskreditkan akhlaq mulia dan perilakunya yang agung, meskipun musuh-musuh Islam selalu mencari kesempatan, mendengki, dan iri terhadap beliau.

Sirah Nabi begitu jelas dan nyata. Semuanya benar, seluruhnya jujur, jelas di hadapan para musuhnya sebelum di hadapan para sahabatnya. Mereka mengenal kejujurannya, kehormatannya, kemuliaannya, keunggulan akalnya, dan amanahnya, sehingga tidak ada alasan untuk mereka menuduh beliau sebagai pendusta, orang gila, pengkhianat, maupun tukang sihir.

Seandainya di dalam kehidupan beliau terdapat sesuatu yang tidak bagus, niscaya hal itu akan dimanfaatkan oleh pemuka kafir Quraisy. Tetapi sulit bagi mereka untuk menuduh beliau, karena mereka telah mengetahui bahwa beliau adalah seorang yang terpercaya.

Pada suatu hari mereka berkumpul di tempat pertemuan untuk bermusyawarah mengenai masalah Rasulullah, lalu majulah ke hadapan mereka An-Nadhr ibn Al-Harits, seorang yang cerdik, memiliki kedudukan, serta mempunyai pengetahuan tentang perkara-perkara yang pelik. Kemudian ia berbicara kepada kaum Quraisy, “Wahai kaum Quraisy, sungguh kalian telah dibuat lelah oleh perkara Muhammad dan kalian tak mampu mengatasi masalah ini.”

Kemudian ia melanjutkan pembicaraan, “Muhammad telah tumbuh di tengah-tengah kalian sehingga menjadi tokoh. Dahulu dia seorang yang paling kalian cintai dan kalian anggap paling jujur sehingga kalian menganggapnya sebagai seorang terpercaya. Tetapi setelah dia tua dan menyatakan dakwahnya, kalian mengatakan bahwa dia seorang tukang sihir, dukun, penyair gila. Demi Allah, aku telah mendengar perkataannya dan kalian pun telah mendengarnya. Tidak ada padanya sesuatu pun sebagaimana yang kalian sebutkan.”

Berakhlaq Al-Quran
Agar kita merasakan cinta kepada Rasulullah SAW dan menjadikannya sebagai teladan, kita mesti mengenal kehidupan dan sirahnya, karena itu merupakan contoh faktual dan hakiki.

Akhlaq Rasulullah SAW adalah Al-Quran, beliaulah yang menerapkan Al-Quran sebagaimana yang datang dari Allah SWT dan yang dikehendaki-Nya. Siapa saja yang mencintai Al-Quran, ia mesti mncintai sirah Rasulullah SAW, karena Al-Quran merupakan akhlaq beliau, sebagaimana shalawat terhadap beliau merupakan rahmat yang agung, nikmat yang besar, dan keutamaan yang besar dari Allah, Yang Mahatinggi lagi Maha Berkuasa.

Karena itu penting bagi kita memperhatikan sirah rasul mulia ini yang dilahirkan pada satu suku Arab termulia, pada nasab terhormat di antara mereka, pada kabilah teragung dari kabilah-kabilah mereka dan yang paling tinggi kedudukan dan derjatnya. Al-Abbas meriwayatkan dari Rasulullah SAW bahwa beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah telah menciptakan makhluk-makhluk-Nya lalu menjadikan aku dari kelompok yang terbaik dan yang terbaik di antara dua kelompok. Kemudian dia memilih kabilah-kabilah lalu menjadikan aku dari kabilah yang terbaik. Lalu Dia memilih rumpun-rumpun lalu menjadikan aku dari rumpun yang terbaik. Maka aku adalah yang terbaik di antara mereka, baik diri maupun asal-usul.” (HR At-Turmudzi).

Rasulullah SAW datang sebagai penutup bagi semua risalah samawi, jadi beliau adalah penutup para nabi dan rasul. Beliau telah diangkat menjadi nabi ketika Adam masih berupa tanah. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya aku hamba Allah yang merupakan penutup para nabi ketika Adam masih berupa tanah.” (HR Ahmad Al-Hakim dan Ibn Hibban).

Demikian pula hadits Abu Hurairah RA, ia mengatakan, para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, kapan kenabian ditetapkan bagimu?”

Beliau menjawab, “Ketika Adam masih berada di antara jasad dan ruh.” (HR At-Turmudzi dan Al-Hakim).
Ahlulkitab mengetahui hal tersebut dan mengetahui bahwa beliau adalah utusan Allah SWT yang akan diutus oleh-Nya, tetapi mereka mengingkari kebenaran, padahal mereka mengenal dan meyakininya. Allah SWT mengatakan ihwal mereka dalam masalah ini, “Sedangkan sebelumnya mereka memohon kedatangan Nabi untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, ternyata setelah sampai kepada mereka apa yang telah mereka ketahui itu mereka mengingkarinya.” – QS Al-Baqarah (2): 89.

Allah SWT juga berfirman, “Orang-orang yang telah Kami beri kitab Taurat dan Injil mengenalnya (Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anak mereka sendiri. Sungguh sebagian mereka pasti menyembunyikan kebenaran padahal mereka mengetahuinya.” – QS Al-Baqarah (2): 146.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar disebutkan, ketika ia ditanya ihwal informasi mengenai Rasulullah SAW yang terdapat dalam Taurat, ia mengatakan, “Ya, demi Allah, beliau diterangkan di dalam Taurat dengan sebagian keterangan yang terdapat dalam Al-Quran, wahai Nabi, sesungguhnya kami mengutusmu sebagai saksi, pemberi kabar gembira, dan pemberi peringatan serta pelindung bagi kaum yang ummi. Engkau adalah hamba-Ku dan Rasul-Ku. Aku menamaimu Al-Mutawakkil (yang bertawakal), yang tidak kasar, tidak kejam, tidak berteriak-teriak di pasar, tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, melainkan memaafkan dan mengampuni. Dan Allah tidak mewafatkannya sampai Dia meluruskan dengannya agama yang bengkok, yaitu dengan mereka mengucapkan ‘Tiada Tuhan selain Allah’. Dengan kalimat itu ia membukakan mata yang buta, telinga yang tuli, dan hati yang tertutup.”

Insan yang Sempurna
Sirah Rasulullah SAW adalah sirah yang paling lengkap, menyeluruh, bahkan paling sempurna. Dengan anugerah Allah ia hadir dalam bentuk yang paling shahih dan otentik, dalam sanad maupun dalam riwayat yang tak terdapat pada sirah mana pun.

Umat Islam telah memberikan perhatian luar biasa terhadap sirah Nabi SAW dengan mencatat, meneliti, dan mendokumentasikannya. Mereka juga memberikan perhatian penuh untuk menyebarluaskannya. Mereka menghormatinya dengan membaca, merenungkan, mengkaji, dan memahaminya agar menjadi pelita yang menerangi jalan di hadapan mereka. Hal yang sama mereka lakukan terhadap sirah ahlul bayt-nya yang suci, para khalifahnya yang mendapatkan petunjuk, para shahabahnya yang mulia dan para tabi’in yang mengikuti jejak mereka dengan kebajikan hingga hari Kiamat.

Mereka telah melakukan itu dan terus melakukannya karena ia merupakan sirah yang sempurna. Sejak pernikahan ayahnya dengan ibunya, bahkan sebelum itu, sejak Rasulullah lahir sampai wafat. Demikianlah sirah Rasulullah SAW hadir dengan sangat jelas dalam semua tahapnya dan sangat otentik.

Kehidupan seseorang tidak dapat menjadi teladan yang patut diikuti kecuali jika ia diketahui oleh manusia dalam setiap tahapnya. Kehidupan Rasulullah SAW sejak lahirnya sampai saat wafatnya diketahui oleh orang-orang yang semasa dengan beliau. Sirah telah memeliharanya untuk orang-orang sesudah mereka. Semasa hidupnya beliau tidak pernah terhalang dari pandangan kaumnya.

Semua keadaan beliau dan fase kehidupannya semuanya jelas diketahui secara terperinci. Sirah mencatat kesibukannya berniaga dan pesta pernikahannya. Orang-orang pun tahu perangainya dan loyalitasnya dalam bermasarakat sebelum kenabiannya. Mereka berhubungan dengannya kemudian mengangkatnya sebagai seorang yang terpercaya (al-amin) dan memintanya sebagai penengah dalam sengketa peletakan Hajar Aswad di tempatnya di Ka’bah.

Mereka juga tahu keadaannya ketika Allah membuatnya senang berkhalwat di Gua Hira. Lalu mereka pun tahu keadaannya ketika turun wahyu kepadanya dari Tuhan sekalian alam dan ketika agama Islam muncul pertama kalinya di mana beliau menyeru manusia ke dalamnya dan menyampaikan apa yang diturunkan kepadanya.

Sirah meliput bagaimana kaumnya melawan dan menentangnya. Apakah luput dari sirah kerja keras dan penderitaan beliau dalam menyebarkan Islam? Juga apakah sirah tidak mencatat bagaimana sambutan penduduk Thaif ketika beliau melarang mereka menyembah berhala dan meminta mereka untuk menyembah Allah semata?

Apakah sirah lupa ketika beliau memberi tahu kepada penduduk Makkah, yang waktu itu kebanyakan kafir, tentang perjalanan Isra dan Mi’raj beliau? Lalu apakah sirah tidak mengetahui ihwal hijrahnya dan bersama siapa beliau hijrah? Juga perang apa yang beliau ikuti serta faktor-faktor apa yang menyebabkan perang itu? Juga bagaimana sikapnya terhadap perdamaian apabila berdamai? Juga terhadap perjanjian-perjanjian jika beliau membuat perjanjian?

Mereka yang mengkaji sirah Nabawiah mengetahui betapa besar perjuangan beliau di jalan kebenaran dan upaya yang beliau sampaikan tentang dakwah Islam lalu Allah menyempurnakan agamanya bagi manusia sampai beliau menunaikan haji wada’ dan Allah mewafatkannya.

Apakah ada di antara hal-hal tersebut yang tak diketahui oleh sirah? Apakah hal-hal yang berhubungan dengan Rasul yang agung ini dan risalahnya ada yang dihalangi oleh tirai penutup? Sungguh setiap perincian kehidupan beliau telah tercatat, termasuk kehidupan sehari-harinya, seperti berdirinya, duduk dan bangunnya dari tidur, serta keadaannya saat tersenyum. Lalu bagaimana ibadahnya di malam hari dan siang hari? Bagaimana beliau makan, minum, dan berpakaian. Warna dan wewangian yang beliau sukai. Bagaimana sikap dan perlakuan beliau terhadap keluarganya. Juga perincian-perincian dalam bersuci dan mandinya sampai pada jasadnya yang suci. Semua terlukis dengan sempurna sehingga seolah-olah Anda melihatnya.

Para Pecinta Rasulullah
Orang-orang yang mencintai Rasulullah SAW pasti beruntung dan pasti mendapatkan kemenangan, mereka berada dalam kelompok orang beriman dan masuk surga dan Allah akan memberi nikmat kepada mereka. Orang-orang yang mencintai Rasulullah SAW pasti membenarkannya, membantunya, menemaninya, mencintainya, mempercayainya, dan berkata benar bersamanya. Orang-orang yang mencintai Rasulullah SAW mempersembahkan diri mereka untuk membela diri beliau. Mereka mencintai lebih dari mencintai harta, anak-anak, bahkan diri mereka sendiri. Mereka mengharapkan anugerah dan keridhaan Allah serta mengharapkan keselamatan Nabi, yang mulia.

Rasulullah SAW telah memberi kabar gembira bahwa mereka akan bersamanya kelak di surga. Dan setiap yang telah dan terus mencintai beliau sampai hari Kiamat akan bersamanya. “Setiap insan akan selalu bersama orang yang dicintainya.” (HR At-Turmudzi dan Abu Dawud).

Barang siapa menaati Rasul (Muhammad), sesungguhnya ia telah menaati Allah.” – QS An-Nisa (4): 80.

“Katakanlah (Muhammad), jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintai dan mengampunimu atas dosa-dosamu.” – QS Ali Imran (3): 3. Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa mencintai sunnahku, berarti ia benar-benar mencintaiku.” (HR Abu Ya’la dan Al-Baihaqi). Itu adalah kecintaan yang melebihi segala kecintaan dan mengangkatnya ke puncak keimanan.

Allah SWT juga menetapkan metode yang benar bagi seorang muslim sejati, yaitu bahwa barang siapa benar-benar mengikuti Nabi yang mulia dan bahwa keinginannya mengikuti apa yang dibawa Nabi SAW, sesungguhnya ia telah menaati Allah. Rasulullah bersabda, “Tidak sempurna iman salah seorang dari kalian hingga keinginannya mengikuti apa yang aku bawa.” (HR Abu Ya’la).

Para sahabat, orang-orang yang sangat mencintai Rasulullah SAW, adalah orang-orang yang beruntung. Mereka menjadikan sirah beliau sebagai rambu-rambu dan pelita yang menerangi jalan di depan mereka. Menyadari betapa pentingnya meneladani beliau, mereka pun mengikutinya dalam segala masalah, besar ataupun kecil. Mereka menimba ilmu, menikmati, dan berlindung di bawah keteladanan beliau.

Orang-orang mencintai Muhammad bin Abdullah karena ia memiliki sifat santun, sabar, lapang dada, dan pemaaf di saat mampu untuk membalas, dan karena Allah telah menempatkan pada jiwa orang-orang mukmin perasaan cinta terhadap beliau dan menjadikan insan pilihan Allah serta memiliki akhlaq yang agung.

Dikisahkan, suatu ketika Ghauras ibn Al-Harits sengaja menyerang Rasulullah SAW saat beliau tertidur sejenak di bawah pohon. Ketika beliau terbangun, Ghauras telah berdiri dengan memegang pedang yang telah ditempelkan di atas kepala beliau seraya bertanya, “Siapa yang dapat mencegahmu dari aku?”

Beliau menjawab dengan tenang dan penuh iman dan lisan yang jujur, “Allah.”
Seketika itu jatuhlah pedang dari genggaman Ghauras.

Lalu Rasulullah SAW megambil pedang itu dan berkata, “Siapa yang dapat mencegahmu dariku?”
Ghauras menjawab, “Jadilah engkau sebaik-baik orang yang membalas.”

Beliau memaafkan Ghauras dan meninggalkannya.

Lalu hati Ghauras menjadi dekat Islam setelah sebelumnya tidak senang. Bahkan ia kemudian menjadi aktivis dakwah. Ia pergi menjumpai kaumnya untuk membuat mereka cinta kepada Muhammad dan Islam. Ghauras berkata kepada mereka, “Aku datang kepada kalian dari tempat manusia terbaik.”

Sifat pemaaf adalah salah satu sifat yang menghimpunkan hati manusia untuk mencintai Rasulullah SAW dan melembutkan jiwa mereka serta membuatnya mencintai beliau sampai pada tingkat di mana mereka siap untuk mengorbankan jiwanya.

Hindun ibn Abu Halah, anak tiri Rasulullah SAW, berkata ketika menggambarkan beliau. “Sesungguhnya di antara sifat pertama Muhammad bin Abdullah adalah selalu menyimpan lisannya sehingga beliau tidak menggunakannya kecuali untuk kebaikan. Dan beliau tidak pernah menganjurkan hal yang tidak baik, beliau bertutur yang berfaedah. Hal itulah yang melembutkan hati, mendekatkan jiwa. Beliau menganjurkan untuk memberikan hak kepada orang yang memiliki. Beliau tidak pernah berdebat, tidak mencaci seseorang, tidak banyak berbicara, karena khawatir salah ucap, tidak mau mencela kehormatan, dan tidak suka memotong pembicaraan hingga orang yang berbicara selesai dengan keperluannya.”

Di antara akhlaq Rasulullah SAW yang memiliki pengaruh sangat besar dalam dakwah Islam, beliau selalu mempersatukan para sahabatnya dan membagi-bagikan cintanya di antara mereka. Beliau tidak pernah mencaci seseorang, bagaimana pun sebabnya. Sepanjang hayat, beliau mencegah dirinya dari mencaci. Jika berbicara, beliau hanya menyatakan yang benar

Abu Hurairah menggambarkan Rasulullah dengan mengatakan, “Beliau menghadap dengan seluruh tubuhnya dan berbalik dengan seluruh tubuhnya. Beliau tidak pernah berbuat keji, tidak pernah berkata kotor atau berteriak-teriak.”

Bagaimana Mencintai Rasulullah
Setiap muslim pasti tahu, mencintai Allah SWT dan mencintai Rasulullah SAW adalah pokok keimanan. Tetapi bagaimana mencintai Allah dan Rasul-Nya itu? Dari mana memulainya? Apa dimensi-dimensi dari cinta kepada Allah dan Rasul-Nya?

Al-Quran telah mengajarkan kepada kita dengan jelas bahwa mencintai Allah terkait dan terarah dengan mengikuti Rasulullah SAW. Allah SWT berfirman, “Katakanlah (hai Muhammad), ‘Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu’.” – QS Ali Imran (3): 31.

Mencintai Rasulullah SAW terkait dengan berjalan di atas petunjuknya dan ber- ittiba’ (mengikuti) tanpa disertai kekurangan ataupun hal yang berlebihan dan tidak pula dicampuri bid’ah-bid’ah ataupun kesesatan-kesesatan. Yakni ittiba’ yang mengikuti jejaknya yang membuat iman sempurna dengannya, yang membuat jiwa senantiasa merasakan kecintaan, kerinduan, dan kedekatan dengan Rasulullah SAW. Beliau bersabda, “Tidak sempurna iman salah seorang dari kalian hingga aku lebih dicintai olehnya daipada hartanya, anaknya, dirinya, dan semua manusia.” (HR Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’i).

Ujian yang sebenarnya dari cinta kepada Rasulullah SAW adalah sejauh mana kedekatan seseorang dengan ajaran-ajarannya, kepeduliannya terhadap ajaran-ajaran itu, serta perhatiannya akan sunnahnya. Rasulullah SAW telah meninggalkan kepada kita ajaran yang terang benderang. Tidak berpaling darinya melainkan orang yang binasa. Karena itu menjadi kewajiban kita untuk memegang erat-erat ajaran agama ini, memiliki kepedulian terhadap Al-Quran dengan membacanya, merenungkannya, dan memahami masalah agama yang terdapat di dalamnya, mempertautkan diri dengan sirah Nabi yang mulia, dan menimba dari sumbernya yang segar.

Menjadi keharusan atas diri kita untuk memahami wajibnya mencintai Allah dan Rasul-Nya, bahwa hal itu dimulai dengan mengikuti beliau. Cinta kepada Allah dan Rasulullah mesti menjadi kesibukan utama dan puncak cita-cita seorang muslim.

Tidak diragukan lagi, seseorang tidak dapat merasakan manisnya iman kecuali bila ia mencintai Allah dan Rasulullah lebih dari segala-galanya. Ia mencintai sesuatu hanya di jalan Allah, dan apabila membenci sesuatu mesti karena Allah, dan yang diharapkan hanya keridhaan Allah.

Segala puji bagi Allah, yang telah menjadikan kita tergolong umat Islam, telah memuliakan kita dengan pemimpin para rasul, dan telah membuat kita cinta kepada penutup para nabi, keluarganya yang mulia dan suci, para sahabatnya yang baik, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan kebajikan sampai hari Kiamat. Kita memohon kepada Allah SWT agar Dia mengumpulkan kita bersama mereka semua.

Sumber: Al Kisah: Buku Kupertaruhkan Segalanya demi Engkau Ya Rasulullah, karya Dr. Mohammad Abdo Yamani