Ujian yang sebenarnya dari cinta kepada Rasulullah SAW adalah sejauh mana kedekatan seseorang dengan ajaran-ajarannya, kepeduliannya terhadap ajaran-ajaran itu, serta perhatiannya akan sunnahnya.
Cinta kepada Rasulullah SAW adalah ukuran keimanan. Barang siapa ingin menguji kadar keimanan, hendaklah ia merasakan seberapa besar kecintaannya kepada Nabi Besar Muhammad SAW, junjungan kita. Apakah ia mencintai dengan cinta sejati dan sempurna? Apakah ia mencintainya lebih daripada cinta kepada harta? Melebihi cinta kepada putranya, bahkan lebih dari cinta kepada dirinya sendiri?
Ketika mencintainya, seorang insan mukmin akan tenteram dan tenang, karena telah sempurna imannya. Ia akan selalu memuji Allah SWT, yang telah memuliakannya dengan nikmat Islam. Kita pun memuji Allah, yang telah memuliakan kita dengan karunia ini dan telah mengistimewakan kita dengan manusia terbaik yang pernah ada. Dia telah mengutus bagi kita makhluk yang termulia di sisi-Nya. Dialah pemimpin para rasul, seorang yang jujur, pemberi petunjuk, dan seorang yang terpercaya, penutup para nabi dan rasul semuanya.
Dialah yang terbaik ajarannya dan selalu benar ucapannya, hamba yang paling jujur yang menyatakan kebenaran dan mengungkapkannya secara terang-terangan. Dialah yang termulia di antara para penyeru kebenaran, seorang hamba pilihan yang benar dan yang dibenarkan. Dialah orang yang berakhlaq dermawan dan selalu menunaikan janji.
Allah SWT berfirman, “Sungguh telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami. Dia sangat menginginkan keimanan dan keselamatan bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang-orang beriman.” – QS At-Tawbah (9): 128.
Dialah Rasulullah SAW, rahmat yang menjadi anugerah. Dia telah menyampaikan risalah, menunaikan amanah, memberikan nasihat kepada umat. Dia berjihad di jalan Allah hingga ajal datang menjemput. Dia tidak pernah berbicara kecuali hal itu benar, dan dia tidak pernah melakukan kecuali kebaikan. Akhlaqnya indah disertai kharisma yang berwibawa dan perangai yang menyantuni. Dialah rahmat yang dihadiahkan kepada umat ini. “Dan tidaklah Kami mengutus engkau, Muhammad, melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam.” – QS Al-Anbiya’ (21): 108.
Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam, atas nikmat yang agung ini. Rasulullah SAW bersabda, “Ada tiga perkara yang apabila ada pada seseorang niscaya dengannya ia akan merasakan manisnya iman. Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya daripada selain keduanya, dan dia mencintai seseorang hanya karena Allah, serta dia benci kembali kepada kekufuran sesudah Allah menyelamatkannya dari kufurnya, sebagaimana ia benci apabila dihempaskan ke neraka.” (HR Al-Bukhari-Muslim).
Rasulullah SAW juga bersabda, “Rasa iman akan didapati oleh orang yang ridha, bahwa Allah sebagai Tuhannya, Islam sebagai agamanya, dan Muhammad sebagai nabi dan rasulnya.” (HR Muslim).
Musuh pun Mengakui
Tidak diragukan lagi, di antara kewajiban umat Islam adalah menjunjung tinggi sirah Nabi yang mulia. Anugerah yang paling agung yang Allah limpahkan untuk umat ini adalah bahwa Dia mengutus kepada kita penutup para nabi dan rasul yang memiliki kedudukan agung dan Allah menyaksikan baginya bahwa ia benar-benar berakhlaq yang luhur. “Dan sesungguhnya engkau benar-benar berakhlaq yang luhur.” – QS Al-Qalam (68): 4.
Sejak periode awal, umat Islam terdahulu sangat menghormati sirah dan keutamaan perangai-perangai beliau, menjadikan kehidupan dan perilakunya sebagai pelita penerang jalan. Generasi demi generasi memberikan perhatian yang penuh untuk membukukan sirah ini, baik berupa ucapan, sikap, maupun perbuatan yang dapat dipastikan sumbernya dari beliau. Agar tercipta catatan otentik dan paling shahih tentang beliau, sirah seorang nabi utusan Allah SWT.
Kini sirah Rasulullah SAW telah sampai kepada kita melalui metode ilmiah yang benar dan paling kuat yang tidak menyisakan ruang sedikit pun bagi keraguan, mencatat semua peristiwa kejadian yang berhubungan dengan beliau. Yakni sirah Nabawiyah. Darinya dengan mudah kita mengetahui apa-apa yang ditambahkan belakangan ini, berupa peristiwa, mu’jizat, atau kejadian, yang dilakukan orang bodoh yang mempunyai kecenderungan menambah-nambahkan peristiwa yang mencengangkan tentang Rasulullah SAW agar kedudukan beliau tampak lebih mulia, risalahnya bertambah suci, dan sirahnya semakin agung.
Keistimewaan terpenting dari sirah Rasulullah SAW adalah bahwa ia begitu jelas, teliti, dan terpercaya dalam semua tahap dan fasenya yang berbeda. Beberapa orientalis yang obyektif mengomentari sirah Rasulullah SAW sebagai sirah seorang rasul atau pembesar yang teliti. Ringkasan pernyataan mereka, Muhammad SAW adalah satu-satunya orang yang dilahirkan di bawah sinar matahari. Ini adalah suatu kinayah untuk menunjukkan ketelitian, keshahihan, dan kecocokan apa yang tertulis dengan segala yang dilakukan oleh Rasulullah SAW.
Di antara keistimewaan sirah beliau, sirah itu hadir hadir sebagai pembenar bagi risalahnya, memberikan dalil atas kebenaran risalahnya, dan menunjukkan bahwa Allah telah mengutusnya dengan kebenaran yang tidak bisa diubah, baik dengan cara menambahkan sesuatu ke dalamnya maupun mengurangi apa yang ada di dalamnya.
Sirah beliau adalah sirah yang jelas dan sempurna mengenai seorang manusia sempurna yang menyeru kepada Allah SWT dan berjihad kepada Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya, dengan cara yang wajar dan lumrah.
Beliau menyeru kaumnya bersatu, tetapi mereka memusuhinya dan memeranginya.
Ketika terpaksa berperang, beliau pun berperang, dan Allah menolongnya sehingga beliau dapat melanjutkan dakwahnya dan meraih kemenangan.
Kemudian Islam tersebar ke seluruh dunia dengan kalimah thayyibah, nasihat yang bagus dan debat dengan cara yang santun, sehingga beliau mengeluarkan manusia dari kegelapan dan kekotoran syirik menuju cahaya tauhid kepada Allah, Yang Maha Esa lagi Mahaperkasa.
Sirah Nabi tetap harum dan suci, tak dapat dikotori oleh seorang pun, selamanya. Walaupun tidak sedikit yang mendiskreditkan akhlaq mulia dan perilakunya yang agung, meskipun musuh-musuh Islam selalu mencari kesempatan, mendengki, dan iri terhadap beliau.
Sirah Nabi begitu jelas dan nyata. Semuanya benar, seluruhnya jujur, jelas di hadapan para musuhnya sebelum di hadapan para sahabatnya. Mereka mengenal kejujurannya, kehormatannya, kemuliaannya, keunggulan akalnya, dan amanahnya, sehingga tidak ada alasan untuk mereka menuduh beliau sebagai pendusta, orang gila, pengkhianat, maupun tukang sihir.
Seandainya di dalam kehidupan beliau terdapat sesuatu yang tidak bagus, niscaya hal itu akan dimanfaatkan oleh pemuka kafir Quraisy. Tetapi sulit bagi mereka untuk menuduh beliau, karena mereka telah mengetahui bahwa beliau adalah seorang yang terpercaya.
Pada suatu hari mereka berkumpul di tempat pertemuan untuk bermusyawarah mengenai masalah Rasulullah, lalu majulah ke hadapan mereka An-Nadhr ibn Al-Harits, seorang yang cerdik, memiliki kedudukan, serta mempunyai pengetahuan tentang perkara-perkara yang pelik. Kemudian ia berbicara kepada kaum Quraisy, “Wahai kaum Quraisy, sungguh kalian telah dibuat lelah oleh perkara Muhammad dan kalian tak mampu mengatasi masalah ini.”
Kemudian ia melanjutkan pembicaraan, “Muhammad telah tumbuh di tengah-tengah kalian sehingga menjadi tokoh. Dahulu dia seorang yang paling kalian cintai dan kalian anggap paling jujur sehingga kalian menganggapnya sebagai seorang terpercaya. Tetapi setelah dia tua dan menyatakan dakwahnya, kalian mengatakan bahwa dia seorang tukang sihir, dukun, penyair gila. Demi Allah, aku telah mendengar perkataannya dan kalian pun telah mendengarnya. Tidak ada padanya sesuatu pun sebagaimana yang kalian sebutkan.”
Berakhlaq Al-Quran
Agar kita merasakan cinta kepada Rasulullah SAW dan menjadikannya sebagai teladan, kita mesti mengenal kehidupan dan sirahnya, karena itu merupakan contoh faktual dan hakiki.
Akhlaq Rasulullah SAW adalah Al-Quran, beliaulah yang menerapkan Al-Quran sebagaimana yang datang dari Allah SWT dan yang dikehendaki-Nya. Siapa saja yang mencintai Al-Quran, ia mesti mncintai sirah Rasulullah SAW, karena Al-Quran merupakan akhlaq beliau, sebagaimana shalawat terhadap beliau merupakan rahmat yang agung, nikmat yang besar, dan keutamaan yang besar dari Allah, Yang Mahatinggi lagi Maha Berkuasa.
Karena itu penting bagi kita memperhatikan sirah rasul mulia ini yang dilahirkan pada satu suku Arab termulia, pada nasab terhormat di antara mereka, pada kabilah teragung dari kabilah-kabilah mereka dan yang paling tinggi kedudukan dan derjatnya. Al-Abbas meriwayatkan dari Rasulullah SAW bahwa beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah telah menciptakan makhluk-makhluk-Nya lalu menjadikan aku dari kelompok yang terbaik dan yang terbaik di antara dua kelompok. Kemudian dia memilih kabilah-kabilah lalu menjadikan aku dari kabilah yang terbaik. Lalu Dia memilih rumpun-rumpun lalu menjadikan aku dari rumpun yang terbaik. Maka aku adalah yang terbaik di antara mereka, baik diri maupun asal-usul.” (HR At-Turmudzi).
Rasulullah SAW datang sebagai penutup bagi semua risalah samawi, jadi beliau adalah penutup para nabi dan rasul. Beliau telah diangkat menjadi nabi ketika Adam masih berupa tanah. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya aku hamba Allah yang merupakan penutup para nabi ketika Adam masih berupa tanah.” (HR Ahmad Al-Hakim dan Ibn Hibban).
Demikian pula hadits Abu Hurairah RA, ia mengatakan, para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, kapan kenabian ditetapkan bagimu?”
Beliau menjawab, “Ketika Adam masih berada di antara jasad dan ruh.” (HR At-Turmudzi dan Al-Hakim).
Ahlulkitab mengetahui hal tersebut dan mengetahui bahwa beliau adalah utusan Allah SWT yang akan diutus oleh-Nya, tetapi mereka mengingkari kebenaran, padahal mereka mengenal dan meyakininya. Allah SWT mengatakan ihwal mereka dalam masalah ini, “Sedangkan sebelumnya mereka memohon kedatangan Nabi untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, ternyata setelah sampai kepada mereka apa yang telah mereka ketahui itu mereka mengingkarinya.” – QS Al-Baqarah (2): 89.
Allah SWT juga berfirman, “Orang-orang yang telah Kami beri kitab Taurat dan Injil mengenalnya (Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anak mereka sendiri. Sungguh sebagian mereka pasti menyembunyikan kebenaran padahal mereka mengetahuinya.” – QS Al-Baqarah (2): 146.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar disebutkan, ketika ia ditanya ihwal informasi mengenai Rasulullah SAW yang terdapat dalam Taurat, ia mengatakan, “Ya, demi Allah, beliau diterangkan di dalam Taurat dengan sebagian keterangan yang terdapat dalam Al-Quran, wahai Nabi, sesungguhnya kami mengutusmu sebagai saksi, pemberi kabar gembira, dan pemberi peringatan serta pelindung bagi kaum yang ummi. Engkau adalah hamba-Ku dan Rasul-Ku. Aku menamaimu Al-Mutawakkil (yang bertawakal), yang tidak kasar, tidak kejam, tidak berteriak-teriak di pasar, tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, melainkan memaafkan dan mengampuni. Dan Allah tidak mewafatkannya sampai Dia meluruskan dengannya agama yang bengkok, yaitu dengan mereka mengucapkan ‘Tiada Tuhan selain Allah’. Dengan kalimat itu ia membukakan mata yang buta, telinga yang tuli, dan hati yang tertutup.”
Insan yang Sempurna
Sirah Rasulullah SAW adalah sirah yang paling lengkap, menyeluruh, bahkan paling sempurna. Dengan anugerah Allah ia hadir dalam bentuk yang paling shahih dan otentik, dalam sanad maupun dalam riwayat yang tak terdapat pada sirah mana pun.
Umat Islam telah memberikan perhatian luar biasa terhadap sirah Nabi SAW dengan mencatat, meneliti, dan mendokumentasikannya. Mereka juga memberikan perhatian penuh untuk menyebarluaskannya. Mereka menghormatinya dengan membaca, merenungkan, mengkaji, dan memahaminya agar menjadi pelita yang menerangi jalan di hadapan mereka. Hal yang sama mereka lakukan terhadap sirah ahlul bayt-nya yang suci, para khalifahnya yang mendapatkan petunjuk, para shahabahnya yang mulia dan para tabi’in yang mengikuti jejak mereka dengan kebajikan hingga hari Kiamat.
Mereka telah melakukan itu dan terus melakukannya karena ia merupakan sirah yang sempurna. Sejak pernikahan ayahnya dengan ibunya, bahkan sebelum itu, sejak Rasulullah lahir sampai wafat. Demikianlah sirah Rasulullah SAW hadir dengan sangat jelas dalam semua tahapnya dan sangat otentik.
Kehidupan seseorang tidak dapat menjadi teladan yang patut diikuti kecuali jika ia diketahui oleh manusia dalam setiap tahapnya. Kehidupan Rasulullah SAW sejak lahirnya sampai saat wafatnya diketahui oleh orang-orang yang semasa dengan beliau. Sirah telah memeliharanya untuk orang-orang sesudah mereka. Semasa hidupnya beliau tidak pernah terhalang dari pandangan kaumnya.
Semua keadaan beliau dan fase kehidupannya semuanya jelas diketahui secara terperinci. Sirah mencatat kesibukannya berniaga dan pesta pernikahannya. Orang-orang pun tahu perangainya dan loyalitasnya dalam bermasarakat sebelum kenabiannya. Mereka berhubungan dengannya kemudian mengangkatnya sebagai seorang yang terpercaya (al-amin) dan memintanya sebagai penengah dalam sengketa peletakan Hajar Aswad di tempatnya di Ka’bah.
Mereka juga tahu keadaannya ketika Allah membuatnya senang berkhalwat di Gua Hira. Lalu mereka pun tahu keadaannya ketika turun wahyu kepadanya dari Tuhan sekalian alam dan ketika agama Islam muncul pertama kalinya di mana beliau menyeru manusia ke dalamnya dan menyampaikan apa yang diturunkan kepadanya.
Sirah meliput bagaimana kaumnya melawan dan menentangnya. Apakah luput dari sirah kerja keras dan penderitaan beliau dalam menyebarkan Islam? Juga apakah sirah tidak mencatat bagaimana sambutan penduduk Thaif ketika beliau melarang mereka menyembah berhala dan meminta mereka untuk menyembah Allah semata?
Apakah sirah lupa ketika beliau memberi tahu kepada penduduk Makkah, yang waktu itu kebanyakan kafir, tentang perjalanan Isra dan Mi’raj beliau? Lalu apakah sirah tidak mengetahui ihwal hijrahnya dan bersama siapa beliau hijrah? Juga perang apa yang beliau ikuti serta faktor-faktor apa yang menyebabkan perang itu? Juga bagaimana sikapnya terhadap perdamaian apabila berdamai? Juga terhadap perjanjian-perjanjian jika beliau membuat perjanjian?
Mereka yang mengkaji sirah Nabawiah mengetahui betapa besar perjuangan beliau di jalan kebenaran dan upaya yang beliau sampaikan tentang dakwah Islam lalu Allah menyempurnakan agamanya bagi manusia sampai beliau menunaikan haji wada’ dan Allah mewafatkannya.
Apakah ada di antara hal-hal tersebut yang tak diketahui oleh sirah? Apakah hal-hal yang berhubungan dengan Rasul yang agung ini dan risalahnya ada yang dihalangi oleh tirai penutup? Sungguh setiap perincian kehidupan beliau telah tercatat, termasuk kehidupan sehari-harinya, seperti berdirinya, duduk dan bangunnya dari tidur, serta keadaannya saat tersenyum. Lalu bagaimana ibadahnya di malam hari dan siang hari? Bagaimana beliau makan, minum, dan berpakaian. Warna dan wewangian yang beliau sukai. Bagaimana sikap dan perlakuan beliau terhadap keluarganya. Juga perincian-perincian dalam bersuci dan mandinya sampai pada jasadnya yang suci. Semua terlukis dengan sempurna sehingga seolah-olah Anda melihatnya.
Para Pecinta Rasulullah
Orang-orang yang mencintai Rasulullah SAW pasti beruntung dan pasti mendapatkan kemenangan, mereka berada dalam kelompok orang beriman dan masuk surga dan Allah akan memberi nikmat kepada mereka. Orang-orang yang mencintai Rasulullah SAW pasti membenarkannya, membantunya, menemaninya, mencintainya, mempercayainya, dan berkata benar bersamanya. Orang-orang yang mencintai Rasulullah SAW mempersembahkan diri mereka untuk membela diri beliau. Mereka mencintai lebih dari mencintai harta, anak-anak, bahkan diri mereka sendiri. Mereka mengharapkan anugerah dan keridhaan Allah serta mengharapkan keselamatan Nabi, yang mulia.
Rasulullah SAW telah memberi kabar gembira bahwa mereka akan bersamanya kelak di surga. Dan setiap yang telah dan terus mencintai beliau sampai hari Kiamat akan bersamanya. “Setiap insan akan selalu bersama orang yang dicintainya.” (HR At-Turmudzi dan Abu Dawud).
“Barang siapa menaati Rasul (Muhammad), sesungguhnya ia telah menaati Allah.” – QS An-Nisa (4): 80.
“Katakanlah (Muhammad), jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintai dan mengampunimu atas dosa-dosamu.” – QS Ali Imran (3): 3. Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa mencintai sunnahku, berarti ia benar-benar mencintaiku.” (HR Abu Ya’la dan Al-Baihaqi). Itu adalah kecintaan yang melebihi segala kecintaan dan mengangkatnya ke puncak keimanan.
Allah SWT juga menetapkan metode yang benar bagi seorang muslim sejati, yaitu bahwa barang siapa benar-benar mengikuti Nabi yang mulia dan bahwa keinginannya mengikuti apa yang dibawa Nabi SAW, sesungguhnya ia telah menaati Allah. Rasulullah bersabda, “Tidak sempurna iman salah seorang dari kalian hingga keinginannya mengikuti apa yang aku bawa.” (HR Abu Ya’la).
Para sahabat, orang-orang yang sangat mencintai Rasulullah SAW, adalah orang-orang yang beruntung. Mereka menjadikan sirah beliau sebagai rambu-rambu dan pelita yang menerangi jalan di depan mereka. Menyadari betapa pentingnya meneladani beliau, mereka pun mengikutinya dalam segala masalah, besar ataupun kecil. Mereka menimba ilmu, menikmati, dan berlindung di bawah keteladanan beliau.
Orang-orang mencintai Muhammad bin Abdullah karena ia memiliki sifat santun, sabar, lapang dada, dan pemaaf di saat mampu untuk membalas, dan karena Allah telah menempatkan pada jiwa orang-orang mukmin perasaan cinta terhadap beliau dan menjadikan insan pilihan Allah serta memiliki akhlaq yang agung.
Dikisahkan, suatu ketika Ghauras ibn Al-Harits sengaja menyerang Rasulullah SAW saat beliau tertidur sejenak di bawah pohon. Ketika beliau terbangun, Ghauras telah berdiri dengan memegang pedang yang telah ditempelkan di atas kepala beliau seraya bertanya, “Siapa yang dapat mencegahmu dari aku?”
Beliau menjawab dengan tenang dan penuh iman dan lisan yang jujur, “Allah.”
Seketika itu jatuhlah pedang dari genggaman Ghauras.
Lalu Rasulullah SAW megambil pedang itu dan berkata, “Siapa yang dapat mencegahmu dariku?”
Ghauras menjawab, “Jadilah engkau sebaik-baik orang yang membalas.”
Beliau memaafkan Ghauras dan meninggalkannya.
Lalu hati Ghauras menjadi dekat Islam setelah sebelumnya tidak senang. Bahkan ia kemudian menjadi aktivis dakwah. Ia pergi menjumpai kaumnya untuk membuat mereka cinta kepada Muhammad dan Islam. Ghauras berkata kepada mereka, “Aku datang kepada kalian dari tempat manusia terbaik.”
Sifat pemaaf adalah salah satu sifat yang menghimpunkan hati manusia untuk mencintai Rasulullah SAW dan melembutkan jiwa mereka serta membuatnya mencintai beliau sampai pada tingkat di mana mereka siap untuk mengorbankan jiwanya.
Hindun ibn Abu Halah, anak tiri Rasulullah SAW, berkata ketika menggambarkan beliau. “Sesungguhnya di antara sifat pertama Muhammad bin Abdullah adalah selalu menyimpan lisannya sehingga beliau tidak menggunakannya kecuali untuk kebaikan. Dan beliau tidak pernah menganjurkan hal yang tidak baik, beliau bertutur yang berfaedah. Hal itulah yang melembutkan hati, mendekatkan jiwa. Beliau menganjurkan untuk memberikan hak kepada orang yang memiliki. Beliau tidak pernah berdebat, tidak mencaci seseorang, tidak banyak berbicara, karena khawatir salah ucap, tidak mau mencela kehormatan, dan tidak suka memotong pembicaraan hingga orang yang berbicara selesai dengan keperluannya.”
Di antara akhlaq Rasulullah SAW yang memiliki pengaruh sangat besar dalam dakwah Islam, beliau selalu mempersatukan para sahabatnya dan membagi-bagikan cintanya di antara mereka. Beliau tidak pernah mencaci seseorang, bagaimana pun sebabnya. Sepanjang hayat, beliau mencegah dirinya dari mencaci. Jika berbicara, beliau hanya menyatakan yang benar
Abu Hurairah menggambarkan Rasulullah dengan mengatakan, “Beliau menghadap dengan seluruh tubuhnya dan berbalik dengan seluruh tubuhnya. Beliau tidak pernah berbuat keji, tidak pernah berkata kotor atau berteriak-teriak.”
Bagaimana Mencintai Rasulullah
Setiap muslim pasti tahu, mencintai Allah SWT dan mencintai Rasulullah SAW adalah pokok keimanan. Tetapi bagaimana mencintai Allah dan Rasul-Nya itu? Dari mana memulainya? Apa dimensi-dimensi dari cinta kepada Allah dan Rasul-Nya?
Al-Quran telah mengajarkan kepada kita dengan jelas bahwa mencintai Allah terkait dan terarah dengan mengikuti Rasulullah SAW. Allah SWT berfirman, “Katakanlah (hai Muhammad), ‘Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu’.” – QS Ali Imran (3): 31.
Mencintai Rasulullah SAW terkait dengan berjalan di atas petunjuknya dan ber- ittiba’ (mengikuti) tanpa disertai kekurangan ataupun hal yang berlebihan dan tidak pula dicampuri bid’ah-bid’ah ataupun kesesatan-kesesatan. Yakni ittiba’ yang mengikuti jejaknya yang membuat iman sempurna dengannya, yang membuat jiwa senantiasa merasakan kecintaan, kerinduan, dan kedekatan dengan Rasulullah SAW. Beliau bersabda, “Tidak sempurna iman salah seorang dari kalian hingga aku lebih dicintai olehnya daipada hartanya, anaknya, dirinya, dan semua manusia.” (HR Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’i).
Ujian yang sebenarnya dari cinta kepada Rasulullah SAW adalah sejauh mana kedekatan seseorang dengan ajaran-ajarannya, kepeduliannya terhadap ajaran-ajaran itu, serta perhatiannya akan sunnahnya. Rasulullah SAW telah meninggalkan kepada kita ajaran yang terang benderang. Tidak berpaling darinya melainkan orang yang binasa. Karena itu menjadi kewajiban kita untuk memegang erat-erat ajaran agama ini, memiliki kepedulian terhadap Al-Quran dengan membacanya, merenungkannya, dan memahami masalah agama yang terdapat di dalamnya, mempertautkan diri dengan sirah Nabi yang mulia, dan menimba dari sumbernya yang segar.
Menjadi keharusan atas diri kita untuk memahami wajibnya mencintai Allah dan Rasul-Nya, bahwa hal itu dimulai dengan mengikuti beliau. Cinta kepada Allah dan Rasulullah mesti menjadi kesibukan utama dan puncak cita-cita seorang muslim.
Tidak diragukan lagi, seseorang tidak dapat merasakan manisnya iman kecuali bila ia mencintai Allah dan Rasulullah lebih dari segala-galanya. Ia mencintai sesuatu hanya di jalan Allah, dan apabila membenci sesuatu mesti karena Allah, dan yang diharapkan hanya keridhaan Allah.
Segala puji bagi Allah, yang telah menjadikan kita tergolong umat Islam, telah memuliakan kita dengan pemimpin para rasul, dan telah membuat kita cinta kepada penutup para nabi, keluarganya yang mulia dan suci, para sahabatnya yang baik, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan kebajikan sampai hari Kiamat. Kita memohon kepada Allah SWT agar Dia mengumpulkan kita bersama mereka semua.
Sumber: Al Kisah: Buku Kupertaruhkan Segalanya demi Engkau Ya Rasulullah, karya Dr. Mohammad Abdo Yamani
No comments:
Post a Comment