Tuesday, January 4, 2011

Sufi Road : TASAWUF DALAM PUISI ARAB MODERN


Studi Puisi Sufistik Abdul Wahab Al-Bayati
oleh : Khairul Fuad

Tasawuf ( Islamic mysticism ) dan sastra ( adab ) mempunyai keterkaitan yang timbal-balik (mutualisma) 1 . Tasawuf memberikan corak ide tersendiri,sekaligus bertanggung jawab atas warisan besar, berupa sastra baik dalam bahasa Arab maupun bahasa Muslim lainnya. Corak ide tersebut adalah pemujaan kepada Tuhan dan permintaan tolongNya, yang dituangkan oleh para Sufi ke dalam rentetan puisi yang indah dan menyentuh hati 2 .

Sedangkan peran sastra menyediakan perangkat untuk menyampaikan ide-ide tersebut. Perangkat sastra itu merupakan genre-genre, baik dalam bentuk puisi, prosa, maupun drama.Genre sastra berupa puisi sering digunakan oleh para Sufi dalam menuangkan pemikiran-pemikiran tasawufnya. Seperti Al-Hallaj menuangkanpemikiran Hulul nya melalui medium puisi, “ saya adalah orang yang mencintai dan orang yang mencintai adalah saya, kami adalah dua ruh yang termanifestasikan dalam satu badan, jika kamu melihat kami, maka kamu melihat dia, dan jika malihat dia, maka kamu melihat kami ” 3 .
Para sufi memang tidak menutup kemungkinan, adalah seorang penyair, namun demikian seorang penyair belum tentu seorang sufi, karena mereka hanya menggunakan ide-ide pemikiran tasawuf ke dalam karyanya.

Tasawuf sarat dengan tanda warisan puisi yang tidak dapat dihilangkan. Para sufi tidak hanya menggunakan tema-tema puisi seperti kekasih yang hilang, mabuk anggur, atau binasa ( fana ) cinta terhadapkekasih sebagai ekspresi ide dan rasa yang tergantung dengan puisi. Namun mereka memanfaatkannya untuk penghalusan tema, hasrat, emosi dan diksi di dalam puisi, yang sebelumnya tema-tema itu di dalam tasawuf merupakan aspek integral perasaan tasawuf 4 .

Mutualisma tasawuf dan puisi terkait dengan keberadaan puisi Arab lama. Permulaan puisi Arab lama atau puisi Arab klasik konvensional praIslam, sering juga disebut dengan qasidah mencakup beberapa unsur. Unsur-unsur tersebut adalah nasib ( erotic introduction ), madih ( panegyric ), hija( defamation ), fakhr ( vainglory ), ritha ( elegy ) 5 . Kritikus sastra abadpertengahan menyatakan bahwa keterkaitan tasawuf dan puisi didasari oleh tiga pokok utama, pertama nasib atau mengingat ( dzikr, rememberance ) terhadap kekasih, kedua perjalanan (Contohnya: perjalanan haji), ketiga kesombongan ( Fakhr ). Pokok utama yang pertama dapat dipahami terbentuknya puisi tasawuf. Sebab, nasib memulai dengan mengingat kekasih(atau sesuatu yang dicintai) hilang. Sedangkan, mengingat ditunjukkanmelalui simbol-simbol tertentu, seperti mengingat runtuhnya puing-puing ( dzikr al-atlal ), imajinasi penyair kepada kekasih yang menghilang, danhubungan rahasia antara penyair dan kekasihnya 6 .

Mengingat ( dzikr, rememberance ) di dalam unsur nasib merupakansumber utama baik di dalam puisi itu sendiri, maupun di dalam tasawuf. Nasib yang digambarkan, digunakan dan ditransformasikan ke dalam sastra tasawuf memiliki unsur-unsur, pertama, pernyataan menyalahkan kekasih yang hilang karena perubahan bentuk dan perasaan ( ahwal ) secara berkelanjutan. Kedua, tingkatan ( station,maqomat ) perjalanan kekasih yang menjauh dari penyair, ketiga, imajinasi kesenangan dan ketenangan menimbulkan kenangan kepada kekasihnya di tempat reruntuhan kampungnya yang terisolasi. Imajinasi itu mendasari hasil kerja seni,sehingga gambaran kekasih seperti taman yang hilang 7 .

Unsur-unsur di atas menggambarkan hubungan antara sastra (baca: puisi) dan tasawuf. Station ( maqomat ) sebagai perjalanan kekasih ibarat maqomat , perjalanan seorang sufi kepada Tuhan yang dicintai. Perubahan dan keadaan kekasih ibarat perubahan “keanggunan” Tuhan dan perubahankeadaan spiritual seorang sufi. Dzikr juga membimbing seorang penyair menjauh dari kekasih, beralih dzikr yang membimbingnya ke jalan sufi (Sufiway) melalui sang kekasih 8 .

Dzikr 9 menjadi sarana untuk menuju tujuan yang jauh di tempat yang tinggi, sehingga terjadi apa yang disebut dengan ahwal dan merasa kesenangan bersama Tuhan. selanjutnya, memperoleh nasut Nya dengan harapan bahwa tujuan telah dekat dan memperoleh kebahagiaan. Dengan keadaan seperti ini Tuhan terlihat berdzikir kepada mereka, seperti mereka berdzikir kepadaNya. Jika tidak ada dzikirNya kepada mereka, mereka belum memenuhi dzikir kepadaNya 10 .

Seperti puisi mengenai dzikir di bawah ini.

IngatMu untukku adalah keindahan yang menjelma
Menjanjikanku anugerah dariMu

Bagaimana aku melupakanMu, wahai pemanjang harapan
Engkau selalu bersemayam di pelupuk mata

Puisi tasawuf ( mystical poetry ) muncul dari salah satu dari genre-genre qasida , yaitu nasib . Kemudian puisi tasawuf ini mengalami perubahan-perubahan seiringa dengan pergantian masa. Perubahan itu ditunjukkan setelah masa Islam, sehingga keberadaan puisi tasawuf tersebut menjadi karya seni dari beberapa seni puisi Arab yang mempunyai kemandirian, pertimbangan, dan pemahamannya sendiri 11 .
Sebagai karya seni yang mandiri, puisi tasawuf kaya dengan kiasan, tamsil atau perumpamaan,sehingga memunculkan lesikografi simbol tersendiri dalam sejarah Islam 12 . Karya puisi mempunyai peran penting untuk menguatkan perasaan cinta kepada Tuhan, bahkan sarana menuju keadaan ekstasi ( syatahat ) 13

Dari tasawuf juga, muncul himpunan penyair yang mengekspresikan Tuhan sebagai keindahan dan cinta yang mutlak yang tertuang di dalam karyanya, dan tidak hanya memunculkan para ahli mistik. Misalnya, agama Kristen mempunyai penyair mistik, John of The Cross yang setara dengan Jalaluddin Rumi, Fariduddin Al-Attar dan penyair mistik lainnya 14 . Dengan demikian tasawuf dan puisi mempunyai jalinan yang saling menguntungkan.Di sisi lain, keterjalinan tersebut adalah penggunaan ekspresi ide-ide yang mungkin dianggap aneh, seperti penggunaan huruf q pada awal kata qarb yang berarti dekat, sekaligus awal huruf dari kata qof yang berarti gunung. Gunung mistik yang mengelilingi dunia dan tempat burung mistik simurgh atau anqo ( phoenix ) bersinggah. Penggunaan ide itu dimaksudkan untuk menyampaikan sebuah makna terdalam kepada pembaca 15 . Sama halnya dengan puisi Arab modern menggunakan ide-ide tasawuf untuk memberikan makna yang lain kepada masyarakat, karena perkembangan kehidupan modern ditandai oleh kehidupan tanpa puisi, dengan kata lain jauh dari nilai-nilai humanistik. Ide-ide tasawuf juga mengkritik kehidupan modern yang mengagung-agungkan matrealisme di atas kehidupan spiritual.
Para penyair diuntungkan dengan penggunaan ide-ide tasawuf, mereka dapat menghindarkan diri dari pernyataan langsung dan menambahkan kesegaran di dalam puisinya. Ide-ide tasawuf sangat dominan dalam mengeksplorasi makna-makna yang simbolik, sedangkan sastra sendiri(baca: puisi) mempunyai ciri kebahasaannya yang memerlukan penafsiran tertentu, bahasanya adalah bahasa kedua. Jadi para penyair mudah memadukan ide-ide tasawuf dalam puisinya.

Beberapa contoh penyair Arab modern adalah Khalil Gibran (1883-1931) 16 seorang penyair mahjaris 17 dari Lebanon, dia menggunakan ide, citra dan simbol tasawuf untuk memprotes kejumudan (kebekuan) masyarakat muslim tradisional. Misalnya puisinya yang berjudul Sang Nabi ( The Prophet ) memuat simbol tasawuf di dalam spiritnya, bait puisinya: People ofOrphalese, beauty is life when life unveils her holy face, but you are life andyou are the veil (masyarakat orfalese, indah adalah hidup ketika tidak menutupi wajah sucinya, tapi kamu hidup dan tertutup) 18
Mikhail Nuayma (1889-1988) 19 penyair mahjaris dari Lebanon juga, dia pernah menulis sosok penyair di dalam puisinya yang berjudul Al-Ghirbal ( The Sieve ), yang digambarkan dengan ide, citra dan simbol tasawuf,demikian baitnya:
What is a poet? A poet is a prophet, a philosopher, a painter, a musician,and
a priest in one. He is prophet because he can see with his spirituality eye
what cannot be seen by other mortal. A painter because he is capable of
moulding what he can see and hear in beautiful forms of verbal imagery, a
musician because he can hear harmony where we can find discordant noise. .
. Lastly a poet is a priest because he serves the goddes of truth and beauty 20


Apa itu penyair? Penyair adalah Nabi, filosof, pelukis, musisi dan kyaisekaligus. Dia seorang Nabi, karena dapat melihat dengan mata spiritual yangtidak dapat dilihat oleh makhluk lain, seorang pelukis, karena dia mampumembentuk apa yang dilihat dan melihat dengan keindahan imajinatif, seorang musisi, karena dia dapat mendengar harmoni, ketika kita berada disuasana kegaduhan. Akhirnya seorang penyair adalah kyai, karena diamelayani kebenaran dan keindahan ilahiyyah.

Kehidupan Al-Hallaj (858-922) menjadi sorotan besar para penyair modern, seperti Adonis (Ali Ahmad Said) (1930- ) 21 dari Lebanon.Penulis muda sosialis Salah Abdul Sabur (1931- ) 22 berasal dari Mesir,juga menulis tentang Al-Hallaj yang berjudul Tragedy of Halaj ( Masat Al-Hallaj ), dan aspek yang menarik dari hasil kerjanya adalah kehebatannyamenyoroti sisi sosial melalui pesan-pesan Al-Hallaj 23 .

Demikian juga dengan Adul Wahab Al-Bayati (1926- ) yangakan diteliti karya puisinya, dia adalah penyair dari negeri Iraq, alumnus Akademi Pelatihan Guru di Baghdad pada usia 24 tahun, dia mengambil jurusan Bahasa Arab. Pada tahun 1950, dia mengakhiri karir guru, kemudianmempublikasikan bunga ramapai pertamanya, yang berjudul Malaika waSayatin (malaikat dan setan) 24 .
Al-Bayati mangekspresikan karyapuisinya menggunakan simbol-simbol dari para tokoh sejarah dunia atau sebuah tempat, termasuk juga unsur-unsur tasawuf yang sangat
mendominasi dalam gaya bahasanya ( uslub ), sehingga karya-karyanya kadang-kadang sulit dipahami 25 . Misalnya dalam unsur tasawuf, dia menulispuisi tentang sepak-terjang tokoh tasawuf Al-Hallaj 26 . Tulisannya mengenaiAl-Hallaj berjudul Qira’at Kitab Al-Tawasin Li Al-Hallaj (Membaca KitabTawasin karya Al-Hallaj), bait puisinya sebagai berikut.

Satu setelah yang lain, tangan-tangan diangkat si depan wajah otoriter
tapi pedang-pedang penguasa
memotong satu setelah yang lain di setiap tempat
Mengapa Tuhanku tidak kau angkat tangan keluasan?


Revolusi kaum papa
dicuri oleh pencuri-pencuri revolusi di setiap zaman


Zappata adalah contoh dan seratus nama yang lain Mengapa ya Tuhanku, Al-Hallaj digantung? 27
Dalam puisinya yang lain berjudul Ain al-Syams ( eye of the sun ), Al-Bayati mengungkapkan hubungan percintaan antara Ibn Al-Arabi (1156-1240M) dengan kekasihnya Al-Nizam. Al-Bayati menulis puisi tersebut denganmenggunakan tehnik simbolisme, yaitu simbol sufistik, seperti kijang yangdisimbolkan sebagai rahasia Tuhan dan cahaya merupakan simbol Tuhan 28 . Sedangkan puisinya sebagai berikut.

Tuan, perindu, budak
Cahaya, awan
Qutb dan murid
Dan pemilik keagungan

Berkata kepadaku menunjukkanku setelah kijang mrnyingkapkanku
Tapi aku mengejarnya lari di bawah cahaya di kota-kota dalam

Orang asing memburunya, dia di tanah lapang kota yang hilang

Menjadikan kulitnya rebab dan senar kecapi
Ini aku lari, pohan-pohon berdaun di malam hari
Nightingale angin menangis
Perindu sungai Barada yang memukau 29
Tuan tergantung di atas tembok

Simbol sufistik memiliki kekhasan sendiri, karena muatan wacananya secara keseluruhan meliputi, baik pemikiran, istilah-istilah maupun para tokohnya. Muatan-muatan tersebut digunakan para penyair untuk menghidupkan karyanya, supaya memuat makna-makna tertentu. Simbol baik di dalam sufistik maupun sastra tidak mengartikan teks dengan arti sebenarnya, lebih-lebih sufistik selalu memandang segala sesuatu dari sisibatiniyyah (esoteris), yang tidak tampak daripada sisi dohiriyyah (eksoteris),yang tampak. Para penyair sufi juga beranggapan bahwa pisi merupakansimbol-simbol kebenaran dan keindahan jiwa manusia.
Penyair Abdul Wahab Al-Bayati mempunyai pandangan multi-budaya,dikarenakan interaksinya dengan budaya-budaya lain, sehingga dapat memecahkan ketertutupan yang mengitarinya. Sebagai buktinya, Dia telahmelanglang buana ke manca negara dalam perjalanan intelektualnya. Dengan demikian, penyair Iraq ini diperkirakan juga menyerap pemikiran sufistiksebagai salah satu budi daya manusia, kemudian memanfaatkan simbol-simbolnya di dalam karya-karya puisinya. Annamarie Schimmel, penelititasawuf, membuktikan penggunaan simbol sufistik yang dimanfaatkan oleh l-Bayati, seperti simbol tokoh sufistik, Al-Hallaj. Dia memuat pembuktiannya
di dalam kompilasi antologinya yang berjudul Al-Halladsh, Martyrer der Gottes
Leibe . Menurutnya tokoh Al-Hallaj juga dijadikan simbol oleh para penyair Arab modern lainnya seperti, Adonis, Salah Abdul Sabur, dengan karya dramanya yang berjudul Masat Al-Hallaj

Al-Bayati memanfaatkan simbol-simbol sufistik di dalam karya puisinya untuk mengungkapkan idealisma yang menyatakan bahwa kemenanganselalu diikuti oleh onak duri kehidupan yang menyakitkan dan perjuanganpanjang yang tulus. Simbol-simbol sufistiknya meliputi berbagai wacanasufistik, tokoh-tokoh, pemikiran dan istilah-istilahnyaAl-Bayati menjelaskan tentang kehidupan sufi syahid ( martyr ) Abu mughits Al-Husain bin Mansur Al-Hallaj, secara mini-ephic di dalam puisinya serimg disebut dengan Al-Hallaj. Dia menulis puisi berjudul Azab Al-Hallaj
(Derita Al-Hallaj), jelas memberikan kesan secara simbolistik mengenai sekelumit kepahlawanan sang sufi. Kata azab di atas yang berarti penderitaan, mengisyaratkan kehidupannya yang dipenuhi oleh duka nestapa yang disebabkan oleh konsep dan pemikirannya yang kontroversial. Selain itu, visi politik Al-Hallaj yang menganjurkan pemerintahan bersih ( clean governance ), berbeda dengan visi pemerintahan pada waktu itu dan gagasan itu membahayakan kebijakan sang khalifah (pemimpin) 35 .

Al-Hallaj lahir di daerah Fars, wilayah Iran dekat Teluk, pada tahun 858
H. Bapaknya seorang penenun kapas ( hallaj ), sedangkan kakeknya adalah
seorang majusi, bernama Muhmiy penduduk Baidoi di Fars. Al-Hallaj tumbuh
dewasa di Wasit dan menetap di Tustar, kemudian pergi belajar tasawuf di
Baghdad, dia berguru dengan Al-Junaid bin Muhammad, Abu Husain Al-Nurry,
Amr Al-Malikiy, dan tokoh-tokoh sufi lainnya 36 .


Murid adalah seseorang yang menginginkan kebijaksanaan dan pencari
Tuhan ( The Reality One ) di bawah petunjuk seorang Mursyid ( spiritual guide ).
Murid mengisyaratkan awal perjalanan sufistik Al-Hallaj dalam mencari Tuhan.
Penggambaran Al-Bayati di dalam puisinya sebagai berikut.

Kau jatuh dalam kegelapan dan kekosongan
jiwamu terpeciki cat
kau mium dari sumur-sumur mereka
mabuk menyelimutimu 37


Murid ( novice ) secara semantis berasal dari kata arada , berarti orang
yang menginginkan. Prespektif sufistik, orang yang menerima otoritas dan
petunjuk dari orang yang telah melintasi beberapa maqomat ( station ) dari
perjalanan kesufiannya 38 . Murid juga disebutorang yang menginginkan
murod (yang diingini), yaitu syaikh atau mursyid.

Penggambaran Al-Hallaj yang mengalami kekosongan setelah menempuh kehidupan sebagai murid . Kekosongan itu terisi kembali oleh spirit baru di dalam jiwanya, al-asbagh yang berarti cat membari kesan kuat tentang semangat baru, karena cat menimbulkan warna dalam jiwanya. Mereka dalam puisi di atas dapat dipahami sebagai mursyid yang memiliki sumur, dan Al-Hallaj meminum airnya sampai mengalami mabuk , al-duwar . Kata al-duwar , secara semantis berasal dari kata dara yang berarti berputar, dengan demikian dapat dipahami dengan keadaan mabuk. Seorang yang mengalami mabuk, secara fisik akan merasakantubuhnya berputar-putar. Bahkan puisi itu memperkuat makna mabuk dengankata syaraba (minum) dalam lariknya syarabta min abarihim , kau minum darisumur-sumur mereka. Al-Hallaj dalam kamu lirik, mengalami mabuk setelahmeminum air sumur mereka. Mabuk disebabkan olh tuntunan dari sang Mursyid yang menunjukkan kepada Murid jalan menuju Tuhan.

Simbol mabuk ( sukr, spiritual intoxication ) berarti merasakan anggurTuhan ( The Wine of Divine Love, Isyq ) yang dituangkan oleh pembawa cangkir ( Saqi ) 39 . Sedangkan simbol saqi adalah orang-orang yang sangatdicintai, sebagaimana seorang Mursyid atau Syaikh toriqoh ( The Master ofSufi Path ), sang pemberi kasih sayang yang menyalurkan arak cinta ( wine of love ) kepada pecinta ( lover ) 40 .

Di samping itu, puisi Al-Bayati juga menggambarkan kondisi seorangMurid yang mengalami sama’ ( spiritual concert ), dengan kata lain, bahwa Murid akan mengalami ekstasi ( wajd ) untuk menemukan Tuhan. Kejadian eksatasi melalui konser musik spiritual yang dibangun oleh seorang sufi untuk membuka pengetahuan dan kesadaran seorang Murid . Gambaran Al-Bayatisebagai berikut.

Kau ketuk pintuku setelah seorang penyanyi tidur
setelah gitar hancur
dari mana aku dan kau dalam Tuhan mencari cahaya
di mana aku mengakhiri dan kau mulai mengakhiri
janji kita hari mahsyar, janganlah kau rusak penutup kalimat angin
di atas air 41

Jika dicermati dari gaya bahasa allussion , puisi di atas mencerminkan gaya bahasa metaphorical allussion , yaitu penggunaan unsur-unsur tertentu yang mendukung maksud puisi dari kontekstual yang diingini. Unsur tersebut adalah penyanyi dan gitar.

Gambaran Murid dengan segala aspeknya, mengisyaratkan posisi awal Al- Hallaj dalam menempuh kehidupan mistikal yang panjang.

Penghancuran ( Fana )
Penghancuran atau fana berarti penghapusan diri, pemutusan atau kematian dari diri melalui hubungan dengan Tuhan. Manusia musnah dari dirinya sendiri, kepunahan batas-batas individu di dalam tingkat penyatuan( union ). Fana merupakan akhir tingkatan mikraj ( ascent ) mennuju Tuhan,ketika perjalanan menuju sang Sumber. Murid akan melalui beberapatingkatan untuk menuju fana , masing-masing tingkatan membawanya dekatdengan tujuan akhirnya. Tingkatan fana mancapai ratusan, bahkan ribuantingkat 42 . Kefanaan Al-Hallaj tergambar jelas dalam puisinya yang berjudulAl-Muhakamat , sebagai berikut

Aku bermimpi bahwa aku bukan perindu dua kata
kami menjadi satu

aku memeluk diriku sendiri
aku memberkahi diriku sendiri, Engkau menyenangkanku

kesedihan dan kesunyianku
nafasku teriakan orang miskin 43

Pengalaman fana adalah subyektifitas Al-Hallaj sendiri, sehingga dia merasa tidak ada yang lain kecuali Tuhan, bahkan dia melupakan jargonnya yang sangat terkenal Ana Al-Haq (Saya adalah Kebenaran), terindikasi dari teks puisi di atas yang menyatakan dua kata . Namun demikian, dua kata tersebut yang menghantarkan Al-Hallaj sebagai syahid di jagat tasawuf.Seperti dalam puisi lainnya.

Aku sampaikan dua kata kepada penguasa
Aku menyebutnya “kamu pengecut” 44


Secara historis, dua kata ini sering dilontarkan oleh Al-Hallaj dalam berbagai kesempatan, seperti pendapat Louis Massignon. Salah satunya adalah pengadilan atas dirinya, ketika Hakim Abu Yusuf bertanya kepadanya,
“siapa kamu?”, “ ana al-haq ”, jawabnya 45 .
Para teolog yang merasa terganggu atas pernyataannya, melancarkan propaganda untuk menyudutkannya. Propaganda tersebut sampai ke telinga Mu’tasim, Khalifah pada waktu itu, dan membuat menteri Ali ikut menyudutkannya juga. Hal tersebut menjadikan Khalifah mengambil keputusan hukum untuk memasukkannya kedalam penjara dan menunggu eksekusi mati 46 .

Pengadilan tersebut menjadi kenyataan dengan mengeksekusi mati Al-Hallaj dengan sangat kejam. Louis Massignon mencatat, setelah ribuancambukan ditimpakan kepadanya, mereka (orang-orang khalifah) memotongkedua tangan dan kakinya secara bergantian, kemudian dinaikkannya ke tiang gantungan, supaya mudah dilihat oleh khalayak, akhirnya kepalanya dipenggal 47 . Sedangkan Al-Bayati memotret kejadian tersebut melalui bait-bait puisi yang berjudul Al-Salb (penyaliban).

Para hakim, saksi dan penjagal menyerbuku
membakar lidahku

menjarah kebunku
meracuni sumurku
mengejar para tamu

kebingunganku, ketakjubanku
bagaimana aku dapat menyalib di atas dinding?
api membunuh manjadikan abu

apakah yang aku dapat? Kau yang menutup pintu

ketandusan dan kesia-siaan
mejaku, makan malam terakhirku dalam pesta hidup

bukalah jendela dan berikan tanganmu untukku 48

Al-Salb ( crucifixion ) adalah penggambaran proses fana sebagai jalanmenuju peleburan bertemu dengan Tuhan. Penyaliban atas dirinya adalahkehidupan, sebab dia merasa akan bertemu Tuhannya, seperti senandung puisinya.

Bunuhlah aku wahai para sahabatku

sungguh terbunuhku adalah kehidupanku
kematianku di dalam hidupku

kehidupanku di dalam matiku 49

Penyaliban Al-Hallaj juga diceritakan oleh Ishaq Ibrahim, ketika dia disalib di atas tiang gantungan, dia berteriak,
“oh Tuhanku, kini aku di sini ditempat hasratku dan pandanganku terpesona oleh keagungan-Mu”.

“Tuhanku
aku mengerti Engkau memperlihatkan cinta-Mu secara khusus kepada orang-
orang yang membenci-Mu, jadi bagaimana mungkin Engkau tidak
memeperlihatkan cinta-Mu padaku yang diperlakukan tidak adil karena diri-Mu” 50

Puisi Al-Salb yang menggambarkan penyaliban terhadap Al-Hallaj dapat dianalogikan dengan penyalliban yang dilakukan oleh tentara Pilatuskepada Yesus di Golgota 51 . Dalam tradisi sastra Arab modern, simbolpenyaliban Yesus adalah penggambaran keterasingan ( exile ) di negeri orang,karena dipicu oleh perbedaan visi politik di negeri sendiri. Puisi inimenggambarkan baik citra maupun fakta memilukan yang dialami oleh Al-Halaj.

Pemberontakan Iblis
Al-Bayati juga menulis sebuah puisi yang didasari oleh karya monumental Al-Hallaj, Kitab Al-Tawasin , karya ini merupakan karyamonumental dalam bidang sastra tasawuf. Karya tersebut dikumpulkan olehpara murid Al-Hallaj dan langsung di bawah bimbingan syaikh mereka 52 . KataAl-Tawasin diambil dari gabungan awal ayat dari surat Taha dan awal ayatdari surat Yasin, kedua ayat tersebut tidak memiliki makna yang jelas. Di dalam wacana ilmu tafsir, ayat tersebut sering disebut dengan huruf al-muqoto’ah , dan hanya Tuhan yang paling mengetahui makna dari rangkaianhuruf tersebut.

Kitab Al-Tawasin terdiri atas beberapa bab, bab pertama isinya tentang penghormatan kepada Nabi Muhammad, bab kedua tentang sesuatu yangtakteridentifikasi dan realitas bagian dari kebenaran. Kemudian bab ketiga tentang buku perputaran, bab keempat dan kelima tentang mi’raj Nabi Muhammad. Akhirnya bab keenam azaliy wa iltibas yang membicarakan tentang iblis dan fir’aun 53

Puisi ini membicarakan mengenai kebangkitan ide-ide Al-Hallaj dengan menghadirkan karya monumentalnya. Puisi Al-Bayati berjudul Qiraat fi Kitab l-Tawasin li Al-Hallaj untuk menunjukkan sikap-sikap perlawanan terhadap sebuah kemapaman. Hal ini ditunjukkan oleh puisi ini yang merujuk kepada kitab Al-Tawasin , khususnya pada sub judul al-azaliy wa iltibas , Al-Bayati beranggapan bahwa isi dari sub judul tersebut memuatpemberontakan Iblis. Iblis melakukan pemberontakan lantaran Tuhan
memerintrahkannya bersujud kepada Adam, seperti pernyataan di bawah ini.

Tuhan berkata kepadanya, “sujudlah kepada Adam”

“tidak ada selain Engkau”, jawabnya
Tuhan berkata lagi kepadanya, “kau terlaknat”

“tidak ada selain Engkau”, dengan jawabannya yang sama 54

my deflection is the outcome of Your trancendence, of Your

purity; and my reason is my madness for you. I know none but

You. In between You and I, there none exist, if ought exist, it is I.
Penolakanku adalah hasil dari trasenden dan kesucian-Mu,

alasanku adalah kegilaanku pada-Mu, aku tahu tidak ada selain

Engkau dan Adam tidak ada, hanya ada Engkau. Antara Engaku
dan aku. Tidak ada yang ada, jika memang ada, itulah aku 55

Perlawanan Iblis menunjukkan klaim monoteistik ( monotheistic claim )
dengan menolak sujud kepada Adam, karena hanya Tuhan yang wajib

disujudi, sekaligus totalitas pecinca ( lover ) kepada yang dicintai ( beloved ).

Totalitas tersebut menimbulkan persepsi bahwa tidak ada jalan yang lain

kecuali kepada yang dicintai 56 .

Oleh karena itu, Al-Bayati mengekspresikan sisi perlawanan kaum pinggiran baik secara tekstual simbolik di dalam puisi, seperti puisi di bawah ini.

Pemberontakan kaum papa
dicuri oleh pencuri pemberontakan di setiap masa
dalam hamparan dan hutan masa kecil cintaku

Al-Hallaj temanku di setiap bepergian, kita membagi roti
dan menulis puisi tentang visi orang miskin yang kelaparandi kerajaan bangunan besar 57

Perlawanan ( revolution ) terhadap kekuasaan disimbolkan melalui sikap pengasingan diri ( exile ) dari situasi yang dipenuhi kepalsuan. Hal tersebut,secara sufistik dapat disamakan dengan sikap para zuhud yangmengasingkan diri dari kehidupan borjuistis yang dialami oleh para elit padaawal-awal perkembangan tasawuf. Perlawanan tersebut tampak di dalam baitpuisi di bawah ini.

Dari bawah tugu sang tiran bumi ini
dari bawah abu-abu abad ini
dari belakang, jeruji penjara

aku menangis malam di benua-benua, aku korbankan cintaku

untuk binatang buas yang menunggu di tiap pintu
Genarasi-generasi dan kafilah-kafilah

bangsa-bangsa dan kerajaan-kerajaan
binasa oleh banjir
Salah satu orang, tangan tangan naik di wajah tiran

tapi pedang-pedang sultan
memukul salah satu orang di mana tempat

mengapa, Tuhanku, tidakkah Kau angkat tangan keluasaanmu? 58

Puisi ini juga memuat simbol tokoh revolusioner Meksiko Emiliano Zapata, seperti dalam bait puisi di bawah ini.

“Zapata” contoh dari sekian nama terkenal yang lain
di dalam kamus orang-orang suci lagi syahid
mengapa wahai Tuhanku, Al-Hallaj disalib? 59

Demikian pula simbol tokoh Al-Hallaj yang menggambarkan perjuangan untuk mempertahankan pendiriannya, sekaligus melawankemapaman para elit politik (sultan dan para kroninya). Sedangkan, Emiliano Zapata adalah penggagas revolusi agraris di Meksiko. Revolusinya melibatkan para petani untuk melawan Hacienda yang mengambil tanah mereka. Bahkangerakan revolusioner Zapata sangat mempengaruhi keadaan negara Meksiko sampai sekarang, dia tercatat sebagai revolusioner di abad ke 20 60 .

Simbol Zapata di dalam puisi Qiraat fi Kitab Al-Tawasin li Al-Hallajmemberikan makna persamaan perjungannya dengan perjuangan Al-Hallaj.Mereka berdua sama-sama menyuarakan perlawanan terhadap penguasatiranik. Kematian meraka berakhir tragis, kematian Al-Hallaj telah dijelaskan sebelumnya, sedangkan kematian Zapata ditembak mati melalui penyergapanyang dilakukan oleh tentara Carrancista. Mayatnya dibawa ke Cuautla dan dikebumikan juga di sana 61 .

Kematian keduanya merupakan konsekwensi yang harus ditanggungdari gerakan revolusi. Bait puisi ini menggmbarkan keadaan tersebut,Mengapa Tuhanku Kau angkat tangan ampunan-Mu?, Pencuri-pencuri revoluisi mencuri revoluisi kaum miskindi sepanjang masa, Mengapa Tuhanku Al-Halaj dibunuh? . Akan tetapi, revolusi telah memompa semangat perjuangan, seperti kaum proletar Hallajian, yaitu kaum buruh pabrik
penenunan di Ahwaz yang memberontak penjual budak yang akan membangun kanal-kanal dan dam 62 . Gambarannya seperti bait puisi di bawah ini.

Orang-orang papa mengelilingi Al-Hallaj di sekitar api
Di malam hari, diselimuti rasa demam
Kadang datang dan menghilang di balik dinding 63

Simbol Cinta
Secara sufistik, cinta adalah motivasi kekuatan perwujudan Tuhan terhadap penciptaan-Nya, seperti pernyataan-Nya di dalam Hadist Qudsi, Aku adalah harta yang ersembunyi, Aku mencintai untuk diketahui, makaAku menciptakan makhluq”. Di pihak lain, cinta juga menjadi motivasi pecinta ( muhib ) untuk mengarahkan secara total kepada yang dicintai ( mahbub ),yaitu Tuhan. Cinta kadang-kadang merupakan inti dari spiritual dan daya tarikmenuju penyatuan Tuhan ( God Union ) 64 .

Cinta mempunyai padanan kata, di antaranya hawa ( passion ),mahabbat ( love kindness ) dan isyq . Hawa adalah cinta yang ditimbulkan olehhasrat-hasrat badaniyyah, mahabbat adalah cinta yang muncul dari hati, kemudian isyq adalah cinta yang hadir dari jiwa, cinta ini memiliki tiga unsur, kejujuran, kemabukan, dan ketiadaan 65 .

Isyq merupakan tingkatan yang lebih tinggi daripada dua tingkatan cinta lainnya. Isyq adalah turunan kata dari kata asyaqoh yang berarti tanaman anggur, ketika angin berhembus menerpanya, tanaman tersebutakan layu dan mati. Cinta yang mendalam dan mambara akan mengeringkan dan membuat tanaman akan menguning. Cinta spiritual dapat merontokkanakar kedirian 66 .
Cinta ini mempunyai dua sisi, sisi juz’I yaitu cinta yang dialamioleh sesama manusia, dan sisi kulliy yaitu cinta yang hanya dimiliki olehTuhan. Persamaan dua sisi itu adalah keberadaan rindu ( syauq ) 67 .

Puisi Al-Bayati yang berjudul An Waddah Al-Yaman wa Al-Hub wa Al-Maut , bukan hanya menggambarkan isyq juz’I , melainkan juga menggambarkan isyq kulliy . Puisi tersebut menggambarkan isyq antaraWaddah Al-Yaman dengan seorang putri raja, yang berakhir di ujungkematian. Waddah Al-Yaman adalah nama sebutan, sedangkan nama aslinya
Abdul Rahman bin Ismail, dia seorang Arab Yaman, tapi di pihak lain, dia
berasal dari Parsi yang diutus ke Yaman sebelum Islam 68 .

Waddah Al-Yaman adalah seorang yang tampan, oleh karena itu dia memperoleh sebutan waddah yang berarti putih ( abyad ). Dia sangat mencintai perempuan Yaman yang bernama Raudoh, seorang anak Khalifah. Karena cintanya kepada Raudoh, dia memujinya melalui puisi-puisi ghazl , sebab dia juga penyair ghazl. Akan tetapi rasa cintanya tidak dapat terwujud, sebab kekasihnya dinikahi oleh orang lain, bernama Al-Walid bin Abdul Malik 69
Sebagai pembanding dari peristiwa di atas, Al-Bayati memasukkan peristiwa percintaan antara Othello dan kekasihnya Desdemona, yang jugaberakhir tragis dengan kematian. Kematian itu dipicu oleh rasa cemburu yang besar dari pihak ketiga. Al-Bayati menyitir percintaan itu dari puisi Pujangga Inggris, William Shakespear dengan judul The Tragedy of Othello, The Moorof Vinice . Adapun puisinya sebagai berikut.

Sebelum hadir di buku-buku
Novel-novel dan puisi-puisi
Othello telah ada
Kala kalajengking-kalajengking pencemburu menggigitnya
Ya Waddah

Sebelum muncul di buku-buku
Othello pembunuh bersimbah darah

Tapi Desdemona
Tak akan mati waktu ini
Inikah kamu yang akan mati 70

Cinta di atas adalah gambaran cinta juz’i yang dialami sesama manusiadan bersifat kemabukan semata, belum mencapai tingkatan fana . Sebaliknya cinta kulliy , yang bersifat kefanaan tergambar di dalam bait puisinya yang diulang-ulang . Aku tidak menemukan kemurnian cinta, tapi aku menemukan Tuhan 71
Cinta sejati adalah cinta yang berasal dari Tuhan, ketika Dia mencintai hamba-Nya, Dia akan melihat kapadat eksistensi pecinta dan membawanyake tingkatan fana , bahkan berlanjut ke tingkatan baqo . Ruzbihan berpendapat bahwa cinta yang berasal dari sang Mahasempurna, maka akan menghasilkancinta yang sempurna juga. Beberapa sufi memperkuatnya bahwa cinta adalahtotalitas atas segala kesempurnaan yang ada di dalam esensi setiap individu dan hanya ditujukan kepada Tuhan 72

Citra Sufistik Perempuan
Al-Bayati menggambarkan mabuk cintanya tidak langsung ditujukankepada Tuhan, akan tetapi melalui simbol perempuan yang bernama Aisyah.Sesuai tehnik perpuisiannya, Aisyah adalah ilustrasi pahlawan, gambarancinta, dan dia selalu hadir di dalam puisi-puisinya.Sisi sufistik, simbol perempuan memiliki tempat khusus, dia menjadi subjek, sekaligus objek kerinduan. Perempuan adalah subjek yang merinduterus-menerus mencari jalan yang menuntunnya kepada sang kekasih, Tuhan, meskipun di tengah jalan muncul berbagai ujian dan gangguan. Padasaat yang sama menjadi objek kerinduan maskulin yang tertinggi dan mulia,perempuan menjadi personifikasi Tuhan yang meliputi ciri-ciri maskulinitasdan feminitas dalam dirinya sendiri 73

Di dalam penggambarannya, Aisyah datang ketika prosesi spiritualtelah mencapai tingkatan cinta, seperti baitnya, Menggadaikan kesucianbajunya utuk anggur, menangis gila untuk cinta, Aisyah bangkit dari bawahrerumputan liar, batu-batu hitam, kijang kuning emas berlari, sedang aku mengikutinya dalam keadaan gila . Bait lain juga menggmbarkan keberadaannya yang sangat berarti, Aku tidak menelanjangi lukaku dalam
keadaan mabuk, jika aku tidak kehilangan Aisyah di warung tujuan . Simbolwarung ( han atau tavern ) menggambarkan hati seorang sufi yang sempurna, yaitu seorang yang telah merealisasikan kesatuan Tuhan dengan rumah sufi.
Yang dimaksud warung adalah alam Tuhan ( alam lahut ) 74
Setelah mengalami prosesi spiritual yang panjang, kerinduan hanyakepada Tuhan yang diwujudkan simbol perempuan, Aisyah. Akhirnya,tumpuan kesempurnaan hati sampai pada tingkatan baqo ( abiding ), bukanhanya fana ( annihilation ). Seperti bait puisi, Aku bertanya-tanya dalam sukr dan sahw tentangmu . Simbol sukr dan sahw adalahsama-sama mabuk, akan tetapi masing-masing memiliki perbedaan. Tingkatan sukr adalah ketiadaan diri dalam mabuk bersama Tuhan yang dicintai, sebaliknya sahw adalahketiadaan diri yang setingkat lebih tinggi daripada tingkatan sukr . Mabuk
sahw tidak sekedar mabuk, mabuk yang dibarengi oleh kedewasaan spiritual ( spiritual maturity ). Sahw ibarat mabuk memakai minuman sorga ( tasnim ) dan sukr ibarat mabuk memakai minuman dunia ( kafur ) 75

Kesimpulan

Abdul Wahab Al-Bayati menggunakan simbol-simbol tasawuf, jugakadang-kadang memasukkan mitologi agama kuno ( asatir al-diniyyah al-
odimah ) di dalam karya puisinya. Simbol tasawuf itu di antaranya, Al-Hallaj,
fana dan cinta. Dia berusaha memunculkan kembali pemikiran-pemikiran tasawuf pada masa modern untuk memperkuat pola pikirnya dalam menjawab tantangan luar yang semakin beragam.
Al-Bayati menggunakan simbol-simbol tasawuf sebagai media untuk melakukan kritik sosial, dia betul-betul menerapkan kritikan, baik secarapemikiran, lewat simbol penyaliban Al-Hallaj dan secara sikap, lewat pengasingan di negara lain. Dia memperhatikan persoalan kemanusiaan(humanistik) juga di dalam puisinya. Di dalam menyoroti persoalan ini, dia memanfaatkan tokoh-tokoh kemanusian di dalam sajarah dunia, sepertiZappata. Pada akhirnya, sikap humanistiknya bertumpu kepada Tuhan. Dia
menjadikan Tuhan sebagai tujuan akhir, dengan begitu karya-karyanya memuat nilai-nilai sufistik.


Catatan Kaki
1 Keterkaitan antara tasawuf dan sastra seperti dikemukakan oleh Trimingham bahwa melalui
fakta dokumen awal berupa puisi tasawuf (mystical poetry) dan tulisan-tulisan lainnya
menunjukkan haji merupakan sarana masuknya jalan tasawuf (the sufi way). Lihat J. Spencer
Trimingham, The Sufi Orders in Islam, Oxford: The Clarendon Press, 1971, hlm 130.
Di Eropa, muncul penyair-penyair tasawuf seperti Dante Aligheiri pada penghujung abad
pertengahan, dan Goethe pada awal masa baru. Lihat Marietta T. Stepaniant, Sufi Wisdom,
New York: State University of New York Press, 1994, hllm 89.
2 Ismail R. Al-Faruqi dan Louis Lamya Al-Faruqi, Atlas Budaya Islam, Menjelajah Khazanah
Peradaban Gemilang, Bandung: Penerbit Mizan, 1998, hlm 329.
3 Al-Shaikh Abdul Aziz Al-Din Al-Yarwan (editor), Miskat Al-Anwar wa Misfat Al-Anwar li Al-
Imam Al-Ghazali, Beirut: Alam Al-Kitab, 1986, hlm 40
4 Michael A. Sells (editor), Early Islamic Mysticism (The Classic of Western Spirituality) Sufi,
Qur’an, Mi’raj, Poetic and Theological Writing, New York: Paulist Press, 1996, hlm 56.
5 Unsur-unsur di dalam puisi Arab klasik juga disebut dengan genre-genre yang
membentuknya. Lihat Marshall G. S. Hodgson, The Venture of Islam, Conscience and History
in A World Civilization, Vol I, Chicago: The University of Chicago Press, hlm 458.
6 ibid.

7 Moshe and Bernard (editor), Mystical Union and Monotheistic Faith, An Ecumenical
Dialogue, New York: Mc Gin, Mac Millan Publishing Company, 1989, hlm 90.
8 Michael A. Sell, Early Islamic Mysticism, op. cit., hlm 92.
9 Dzikr memiliki tiga tahapan untuk menuju Tuhan (The Reality One), pertama dzikr al-kalb
adalah ingat yang diingat (al-madzkur) dan tidak dilupakan, kedua dzikr al-ausof adalah
mengingat sifat-sifat yang diingat, ketiga syuhud al-madzkur adalah kehadiran yang diingat
untuk menghancurkan (fana) sifat-sifat yang lain. Fana adalah tujuan dari tasawuf.
10 Abdul Hakim Hassan, Al-Tasawwuf fi Al-Syi’r Al-Arabiy, Nasyatuhu wa Tatawwaruhu wa
Makanatahu hatta Akhir Al-Qorn Al-Salis Al-Hijriy, Al-Qohiroh: Maktabah Al-Anjaluy al-Misriy,
1954, hlm 281.

11 Ibid, hlm 86.
12 Ismail R. Al-Faruqi dan Louis Lamya Al-Faruqi, op. cit., hlm 329-230.
13 Frirt Meier, The Mystic Path di dalam An Anthology of Islamic Studies, Canada: Institute of
Islamic Studies, Mc Gill University, 1996, hlm 114.
Ekstasi identik dengan istilah istilah metaforis seperti, fana (annihilation), wajd (feeling),
ghaybat (absence of self), jadzab (attraction), sukr (Intoxication), dan hal (emotion). Lihat
Reynold A. Nicholson, The Mystic of Islam. New York: Schochen Books, 1975, hlm 59.
Syatahat termasuk dalam kerangka ekstasi, seperti pendapat Din Al-Qudat Al-Hamdani bahwa
tasawuf mempunyai perkataan-perkataan yang disebut dengan sath. Istilah ini merujuk
kepada ekspresi keganjilan yang muncul dari kedua bibir ketika dalam keadaan mabuk
(intoxicated) dan di bawah semangat ekstasi yang meluap-luap. Lihat J. Spencers
Trimingham, The Sufi Orders in Islam, Great Britain: The Clarendon Press, 1971, hlm 150.
14 Abdul Hadi W. M., Tasawuf Yang Tertindas, Kajian Hermeneutik terhadap karya-karya
Hamzah Fansuri, Jakarta: Penerbit Paramadina, 2001, hlm 11.
15 Annemarie Shcimmel, Mystical Dimension of Islam, Chapel Hill: The University of North
Carolina Press, 1975, hlm 421.
16 Gibran adalah sastrawan yang gemilang di antara sastrawan-sastrawan modern, lahir di
wilayah Busro pada tahun 1883. Ketika anak-anak, Gibran bersama saudara-saudaranya,
Petrus, Sultanah dan Miryanah dibawa oleh ibunya ke Boston, Amerika Serikat, setelah
kematian bapaknya. Dia masuk ke sekolah kristen dan menggemari bidang seni di Boston,
namun sempat kembali ke Libanon dan bergabung ke sebuah sekolah negeri untuk
mempelajari bahasa Arab. Dia pernah melanjukan studinya dalam bidang seni ke Perancis
selama tiga tahun atas bea siswa dari sebuah lembaga pendidikan Amerika Serikat yang
dipimpin oleh Marie Haskal. Dia sangat mengagumi pemikiran filsafat Nietszhe. Dia bersama
rekan-rekannya sesama satrawan perantauan (mahjaris) seperti Mikhail Nu’ayma, Illiya Abu
Madi, Abdul Masin Haddad, Rashid Ayyub, Nasib Aridah, Wlliam Katsaflin dan Nadroh Haddad
mendirikan sebuah gerakan budaya yang terlembagakan bernama Al-Rabitoh Al-Qalamiyyah.
Gibran meninggal pada tahun 1931 karena terserang penyakit TBC. Karya-karyanya adalah
dam’ah wa ibtisam, al-ajnihah al-mutakassaroh, al-arwah al-mutamarridah, arais al-
murawwaj, al-nabiy, al-majnun, ramal wa zabad, al-saiq dan yasu ibn al-insan. Lihat
Abdul Ali Muhanna, Ali Naim Al-Khurais, Masyahiyr Al-Syu’ara wa Al-Udaba’, Beirut: Dar
al-Kutub al-Ilmiyya, 1990, hlm 60-61.
17 Mahjaris adalah istilah untuk menyebutkan para penyair Arab yang tinggal di perantauan,
khususnya di Amerika Utara. Perlu untuk ditekankan terhadap para penyair kelompok ini
adalah upaya mereka untuk melakukan misi-misi protes terhadap kebijakan negeri asal
mereka, terutamapersoalan feodalisme dan kitik terhadap para agamawan (clergy man). Di
dalam uapaya protes, mereka menggunakan simbol kedalaman perasaan agama
(religiousity), hal ini dapat dimengerti sabab diksi-diksi puisi mereka banyak dipengaruhi oleh
Bibel yang berbahas Aeab dan Kitab Perjanjian Baru (The New Testament). Lihat S. Moreh,
Modern Arabic Poetry 1800-1970, Leiden: EJ Brill, 1976, hlm 86.
18 Marietta T. Stepaniant, Sufi Wisdom, New York: State University of New York Press, 1994,

19 Nuayma adalah satrawan modern Libanon, lahir di Bishkanta, sebuah dataran tinggi di
Libanon. Kemauan besarnya tampak sejak kanak-kanak, dia memperoleh pendidikan dasar di
desanya, kemudian melanjutkan ke sekolah Rusia di Al-Nasiroh, Palestina, yang kemudian
memberinya bea siswa untuk melanjutkan studinya di Rusia. Setelah itu, dia melanjutkan ke
Amerika Serikat, mengambil studi ilmu hukum dan sastra. Di New York, dia bertemu dengan
rekan-rekan sesama sastrawan yang tergabung penyair mahjaris dan mendirikan gerakan
budaya Al-Rabitoh Al-Qalamiyyah. Kritikannya dimuat di majalah Al-Funun. Setahun
paskakematian Gibran pada tahun1932, dia kembali ke Libanon dan sangat menaruh
perhatian terhadap perkembangan perpustakaan dengan memperbanyak koleksi buku di
bidang sastra, misal kritik sastra, puisi, prosa, dannovel. Dia meniggal pada tahun 1988 dan
mewarisi beberapa karya sastra, misal Gembala Bapak dan Anak, Hamas Al-Junun, Al-
Marahil, Kaana ma Kana, Muzakirat Al-Arqas, Al-Bayadir, Sout Al-Alim, Al-Nur wa Al-Dayjur,
Mirdad, dan Sab’un. Lihat Abdul Ali Muhana, Ali Na’im Khurais, Masyahir Al-Syu’ara wa Al-
Udaba, Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, 1990, hlm 236-237.
20 M. M Badawi, A Short History of Modern Arabic Literature, England: Clarendon Press-
Oxford, hlm 44.
21 Ali Ahamad Said lahir di sebuah desa dekat Lakatia, lulusa Universitas Damakus dalam
bidang filsafat pada tahun 1954. Pada tahun 1956, dia tinggal di Beirut dan memperolehkebangsaan Libanon. Dia mempunyai julukan Adonis. Dia bekerja sebagai editor di sebuah
majalah avant-garde, Syi’r dan pengasuh kolom sastra di harian Beirut Lisanul Hal. Puisinya
bergaya simbolis yang rumit dan unik pada masanya. Adonis memperhatikan ekspresi seni
terhadap keadaan sosial-politik, sebagaimana perhatiannya terhadap metafisika dan tasawuf.
Di sa mping seorang sastrawan, dia juga kritikus sastra, namun demikian tidaj mudah untuk
membaca kritiknya, sebagaimana puisinya. Dia adalah sosok penyair Arab yang terkenal pada
waktu itu. Karya karyanya adalah Qolat Al-Ard (1945), Qosoid Ula (1957), Awraq fi Al-Rih
(1958), Aghoniy Mihyar Al-Dimasqiy (1962), Kitab Tahawwulat wa Al-Hijr fi Asalim Al-Layl wa
Al-Nahr, Al-Masrah wa Al-Maraya (1968). Lihat An Anthology of Modern Arabic Poetry,
diseleksi oleh M. M Badawi, Beirut: Oxford University Press, Dar An-Nahar, hlm xxxvii.
22 Salah Abdul Sabur lahir di Mesir, lulusan dari Universitas kairo tempat dia mempelajari
sastra Arab dan di bawah pengaruh kritikus dan penulis DR. Louis Awwad yang
memperkenalkan sastra Barat modern kepada generasinya, khususnya puisi-puisi T. S. Elliot.
Secara umum, Salah Abdul Sabur dikenal sebagai dedengkot penyair kontemporer di Mesir.
Dia juga dikenal sebagai penulis social-realist, namun perkembangan berikutnya,
perhatiannya cederung terhadap spiritual dan metafisika. Di samping penyair, dia juga
kritikus sastra dan mempublikasikan kritikannya setiap minggu di harian Kairo Al-Ahram. Dia
juga asisten editor sastra di harian tersebut. Karya-karyanya adalah Al-Nas fi Al-Bilad (1957),
Aqulu lakum (1961), Ahlan Al-Faris Al-Qodim (1964). Dia juga menulis drama puisi Masat Al-
Hallaj (1965). Lihat Anthology of Modern Arabic Poetry, diseleksi oleh M. M Badawi, Beirut:
Oxford University Press, Dar An-Nahar, 1970, hlm xxxvii.
23 Annemarie Schimmel, op. cit., hlm 76-77.
24 Abdul Wahab Al-Bayati, Love, Death and Exile, diterjemahkan oleh Bassam K. Frangieh,
Washington D. C.: Georgetown University press, 1990, hlm 5.
25 M. M Badawi, A Short History…, op. cit., hlm 76.
26 Annemarie Schimel, op. cit., hlm 76.
Lihat juga Khalil L. Semaan, Islamic Mysticism in Modern Arabic Poetry and Drama, dalam
International Journal Study of Middle East, Great Britain: Cambridge University Press. Lihat
juga Mariette T. Stepaniant, Sufi Wisdom, New York: State University of New York, 1994, hlm
118.
27 Abdul Wahab Al-Bayati, Love, Death and Exile, op. cit., hlm 43.
28 Abdul Wahab Al-Bayati, Love, Death and Exile, op. cit., hlm 12
35 Salah Abdul Sabur, Tragedi Al-Hallaj, diterjemahkan oleh Abdul Hadi W. M., Bandung:
Pustaka Pelajar, 1988, hlm 9.
36 Abdul Qodir Mahmud, Al-Falsafah Al-Sufiyyah fi Al-Islam, Masodiruha wa Nadoriyyatuha wa
Makanatuha min Al-Din wa Al-Hayat, Dar Al-Fikr Al-Arabiy, tanpa tahun, hlm 327.
37 Abdul Wahab Al-Bayati, Love, Death and Exile, diterjemahkan oleh Bassam K. Frangieh,
Washington: Georgetown of University Press, 1990, hlm 44.
38 J. Spencer Trimingham, The Sufi Orders in Islam, Oxford: The Clarendon Press, 1971, hlm
3.
39 Amatullah Armstrong, Sufi Terminology (Al-Qamus Al-Sufi), Kuala Lumpur: A. S. Noordeen,
1995, hlm 214.
40 ibid, hlm 210
41 Abdul Wahab Al-Bayati, Love, Death and Exile, loc. cit., hlm 44.
42 Al-Mu’jam Al-Wasit, jilid II, Majma Al-Lughoh Al-Arabiyyah, hlm 46.
43 Khalil I. Semaan, Islamic Mysticism in Modern Arabic Poetry and Drama, International
Journal Middle East Study, Great Britain, Cambridge University Press, 1979, hlm 272.
44 ibid
45 Louis Massignon, Al-Hallaj Sang Sufi Syahid, diterjemahkan oleh Dewi Candraningrum,
Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2001, hl m 120.
46 Fariduddin Al-Attar, Warisan Para Auliya, diterjemahkan oleh A. J. Arberry, Bandung:
Penerbit Pustaka, 1983, 339.
47 Louis Massignon, op. cit., hlm 513.
48 Khalil I. Semaan, op. cit., hlm 273
49 Abdul Hakim Hassan, loc. cit.,hlm 349
50 Louis Massignon, op. cit., hlm 521. 51 Michael Sell (penyunting), Iblis as Tragic Lover, di dalam Early Islamic Mysticism, Sufi,
Qur’an, Mi’raj, Poetic and Theological writing, New York: Paulist Press, 1996, hlm 267.
52 ibid, hlm 267
53 ibid, hlm 27054 Al-Hallaj, AL-Tawasin, diiedit oleh Louis Masiggnon, Paris: Librare Paul Geuthner, 1913, hlm
43
55 Gilani Kamran, Ana Al-Haq Reconsidered, New Delhi: Kitab Bhavan, tanpa tahun, hlm 82-
83.
56 Michael Shell, loc. cit., hlm 270. 57 Abdul Wahab Al-Bayati, Love, Death and Exile, loc cit., hlm 44
58 Abdul Wahab Al-Bayati, Love, Death and Exile, loc. cit., hlm 43.
59 Abdul Wahab Al-Bayati, Love, Death and Exile, loc. cit., hlm 43. 60 The New Encyclopaedia Britannica, Vol 19, Chicago: Encyclopaedia Britannica Inc, 1974,
hlm 1138-1139.
61 ibid, hlm 1139
62 Louis Masiggnon, op. cit., hlm 255.
63 Abdul Wahab Al-Bayati, Love, Death and Exile, loc. cit., hlm 44. 64 Javad Nurbakhsh, Sufi Symbolism, Vol II, London: Khaniqahi Nimatullah Publication, 1986,
hlm 25.
65 ibid, hlm 13.
66 Javad Nurbakhsh, In The Tavern of Ruin, London: Khaniqoh Nimatullah Publication, 1978,
hlm 23.
67 Muhammad Ghozi Arabi, Al-Nusus fi Mustalahat Al-Tasawwuf, Dar Qotiyyah, 1975, hlm
228.
68 Khoir Al-Din Al-Zarkiliy, Al-Alam Qomus Tarajim li Asyhar Al-Rijal wa Al-Nisa inda Al-Arab
wa Al-Mustaghribin wa Al-Musytasriqin, jilid II, Beirut: Dar Al-Ilmi li Al-Malayin, tanpa tahun,
hlm 299. 69 ibid.
70 Abdul Wahab Al-Bayati, Love, Death and Exile, loc. cit., hlm 2771 Abdul Wahab Al-Bayati, Love, Death and Exile, loc. cit., hlm 43.
72 Javad Nurbakhsh, In Tavern of Ruin, op. cit., hlm 26-27
73 Annamarie Schimmel, Jiwaku adalah Wanita Aspek Feminin dalam Spiritual Islam,
diterjemahkan oleh Rahmani Astuti, Bandung: Penerbit Mizan, 1998, hlm 153. 74 Javad Nurbakhsh, Sufi Symbolism, Vol I, loc. cit., hlm 201.
75 Amatullah Armstrong. Sufi Terminology, loc. cit., hlm 206.

3 comments:

jerry said...

Assalamu'alaikum, dgn penuh kerendahan hati, aku mohon izin untuk mengcopy. Syukron...

zezz said...

wassalamualaikum..
silahkan mas.. semoga memberi manfaat.. salam

Desa Bangeran said...

juosssshhh............
gandos kotos kotos