Dalam dunia lawak, kelucuan sering diidentikkan dengan kepandiran. Pabila seseorang bertindak bodoh, konyol, dan berani melakukan hal-hal yang dianggap tabu, maka orang-orang akan mencapnya sebagai pelawak yang sesungguhnya. Apalagi, kalau dia juga mau
mengenakan pakaian yang aneh, kedodoran, penuh warna, nyentrik, dan Iain-lain. Pendeknya, mengumpulkan segala sesuatu yang cenderung dibuat-buat...
Benar, antara dunia lelucon dengan dunia filsafat, misalnya, terdapat jurang dalam dan terjal yang tak mungkin dijembatani. Yang pertamaterlalu naif, dangkal, sepele, dan tak bermakna,sementara yang kedua cenderung serius, mendalam, universal, dan penuh makna.
Demikian pula antara dunia lawak dengan dunia hikmah (kebijaksanaan para arif), misalnya. Yang pertama bersifat duniawi, profan, melalaikan, dan Iain-lain, sementara yang kedua bersifat ilahiah, sakral, mengingatkan pada kematian dan
Iain-lain. Ya, antara dunia "tertawa" dengan dunia "serius" terdapat pertentangan tajam yang tak mungkin dirujukkan
Akan tetapi, Nashruddin (tokoh kita dalam buku lucu ini) mampu merujukkan dua hal yang tampak bertentangan tersebut. Dengan segala tingkah-polahnya, dia berhasil memadukan "dua dunia" yang mirip air dengan minyak itu. Dia adalah seorang filosof besar di masanya, juga seorang ulama dan ahli 'irfan (baca: sufi). Meski dituduh gila, dia mampu menjadi orang terdekat, penasihat, dan "penghibur" sang penakluk dari
Mongol, Taimurlank. Berkat jasanya, beberapa perpustakaan dan ulama besar di masa itu
berhasil diselamatkan dari amukan amarah dan penghancuran besar-besaran yang dilakukan.
berikut beberapa contoh Humour Sufi Ala Nazaruddin
Asal-usul Bintang
Suatu hari, Nashruddin ditanya oleh
beberapa orang. Jika bulan yang baru
tampak, maka di manakah bulan yang
lama? Nashruddin menjawab, "Mereka memotongnya
dan membuatnya menjadi bintangbintang
baru."
Bukan Pedagang Hari dan Bulan
Suatu saat, Nashruddin ditanya oleh
seseorang, "Sekarang ini hari apa dan
bulan apa?" Nashruddin menjawab, "Sejak kapan
aku menjadi pedagang hari dan bulan, sehingga
aku dapat menjawab pertanyaanmu itu?"
Sapi yang Mengetahui Kesalahannya
Tatkala Nashruddin sedang duduk
santai di kebunnya, tiba-tiba dia dikejutkan
oleh seekor sapi yang masuk ke tempat itu,
sehingga merusak segala tanaman yang ada di
sana. Lantaran marah, dia mengambil tongkat
dan kemudian mengejarnya. Namun, sapi itu lari
dari hadapannya.
Seminggu kemudian, Nashruddin melihat
sapi itu sedang menarik gerobak salah seorang
petani. Tanpa pikir panjang, Nashruddin menghampiri
sapi itu dan memukulinya dengan
sebatang tongkat yang dibawanya. Tentu saja,
sang petani terheran-heran melihat tindakan
Nashruddin terhadap sapi itu. Dia tidak habis
pikir.
Karena itu, dia bertanya kepada Nashruddin,
"Hai, mengapa engkau memukuli sapiku? Apa
kesalahannya?"
Nashruddin pun menjawab, "Hai bodoh,
jangan turut campur urusan yang tak kau
ketahui! Sapi ini tahu apa kesalahannya..."
Wafatnya Ayah Anakku
Suatu hari, Nashruddin mengenakan
pakaian serba hitam. Salah seorang
teman bertanya padanya, "Bukankah seseorang
mengenakan pakaian hitam ketika tertimpa
musibah?" Nashruddin menjawab, "Ya, aku
berkabung atas wafatnya ayah anakku."
Manfaat Pakaian di Hari Kiamat
Suatu waktu, Nashruddin memelihara
seekor kambing sebagai cadangan
makanan saat musim hujan tiba. Lantaran sangat
mencintai kambing itu, dia membuatkan untuknya
sebuah kandang yang bagus.
Melihat kambing nan elok itu, teman-teman
Nashruddin hendak merampasnya, namun
mereka tidak berhasil. Akhirnya, mereka sepakat
menipu Nashruddin.
Salah seorang di antara mereka mendatanginya
dan berkata, "Wahai Nashruddin, apa
yang akan kau lakukan dengan kambingmu itu?
Esok atau lusa kiamat akan segera tiba. Mari kita
sembelih kambing itu dan kami akan menjamumu
dengan dagingnya."
Nashruddin tak peduli akan ucapannya,
namun teman-temannya terus berdatangan satupersatu
sambil mengutarakan kalimat yang
senada. Nashruddin menjadi kesal dan marah.
Dia lalu berjanji pada mereka untuk menyembelih
kambing itu keesokan harinya dan
mengundang mereka untuk menghadiri pesta
jamuan yang mewah.
Esok harinya, Nashruddin menyembelih
kambing itu. Dia lalu menyalakan bara untuk
membakar dagingnya. Saat Nashruddin melakukan
semua aktivitas itu, mereka meninggalkan
Nashruddin dan pergi berekreasi ke tempat
yang jauh. Untuk meyakinkan Nashruddin,
mereka meninggalkan pakaian mereka masingmasing.
Karena tak seorang pun yang membantu,
pekerjannya menjadi kacau dan buruk.
Nashruddin lalu mengumpulkan pakaian mereka
dan memasukkannya ke dalam bara hingga
terbakar hangus. Ketika kembali, mereka
mendapatkan pakaian itu sudah menjadi abu.
Melihat itu, mereka serempak berusaha memukuli
Nashruddin. Ketika melihat mereka akan
memukulinya, Nashruddin menoleh kepada
mereka dan berkata, "Lalu, apa manfaat pakaian -
pakaian itu, bila kalian percaya bahwa kiamat
pasti akan tiba, baik hari ini ataupun esok?"
Keledai Akhirat
Suatu hari, Nashruddin berjalan di
pekuburan. Tiba-tiba, kakinya terperosok
dan jatuh ke sebuah liang lahat tua. Tatkala
berada di dalam, terlintas dalam benaknya untuk
mencoba kalau-kalau dia dapat melihat rupa
malaikat Munkar dan Nakir, yang katanya akan
mendatangi orang yang berada dalam kubur.
Tak lama kemudian, terdengar gemerincing
keras suara lonceng, mendekat ke arah kuburan
di mana Nashruddin berada. Dia mengira kiamat
telah tiba. Dengan terburu-buru, dia keluar dari
kuburan itu; hendak melarikan diri. Namun,
keledai-keledai yang menjadi penyebab suara
ribut dan bising itu sudah mendekat padanya.
Melihat Nashruddin yang setengah telanjang
dan berjalan tergopoh-gopoh, keledai-keledai itu
ketakutan dan lari tunggang-langgang, sehingga
satu sama lain saling bertubrukan. Akibatnya,
semua barang bawaan berharga di punggung
mereka jatuh berserakan dan rusak.
Pemilik keledai-keledai itu pun kaget.
Mereka terheran-heran melihat keadaan dan
tingkah laku Nashruddin. Lantas mereka
bertanya, "Hai, siapa kamu dan sedang apa di
sini?" Nashruddin menjawab, "Aku penduduk
akhirat, kedatanganku ke sini adalah untuk
melihat-lihat dunia...."
Mereka berkata, "Berhenti! Kalau begitu, aku
akan tujukkan padamu bagaimana caranya
berdarmawisata." Mereka lalu menghajar
Nashruddin hingga kepalanya memar dan wajah
serta bagian tubuh lainnya berdarah. Setelah itu,
mereka meninggalkannya dalam keadaan
pingsan.
Tengah malam, Nashruddin siuman. Dengan
sempoyongan, dia pulang ke rumah. Istrinya
kaget begitu membuka pintu dan me-lihatnya.
Dia lalu bertanya kepada Nashruddin, "Apa yang
terjadi padamu? Dari manakah engkau malammalam
begini?"
Nashruddin menjawab, "Aku jatuh terperosok
ke dalam kuburan dan aku berkumpul
dengan orang-orang yang sudah mati." Istrinya
kembali bertanya, "Lalu, apa yang kau lihat di
sana?" Nashruddin menjawab, "Di akhirat tidak
ada apa-apa, kalau saja keledai-keledai itu tidak
lari ketakutan."[]
No comments:
Post a Comment