Thursday, June 18, 2009

Arsitektur Tarian Para Darwis



AGA KHAN FOR ARCHITECTUREAULA UTAMA SAMA KHANA KAIRO:
Interior setelah renovasi


Bila anda penggemar bangunan tua dan suatu saat melancong ke Mesir, cobalah bertandang ke kawasan Hemallyah, Kairo. Di kawasan bersejarah itu anda akan temui satu kompleks arsitektur kuno, yakni Sama Khana Kairo.

Sama 'Khana sebenarnya julukan tipologi bangunan dalam kosa arsitektur dunia Islam. Sama, dalam bahasa Arab berarti mendengar, dulu digunakan menyebut sebuah ritual sufi untuk mendengar musik dan menembangkan puja-puji relgius dalam nada sederhana.

Sedangkan Khana berarti tempat yang berkaitan, sehingga sama 'khana tak lain tempat di mana ritual mendengar musik demi mendekatkan diri pada Tuhan digelar. Memang itulah fungsi utama sama khana, dan Sama 'Khana Kairo merupakan, bangunan terakhir yang didirikan semasa periode panjang keberadaan Komunitas Mawlawi.

Komunitas ini sendiri muncul dari kumpulan Darwis Mawlawi (sebutan awal bagi komunitas yang mengekspresikan keimanan melalui tarian) yakni kelompok religius muslim yang membaiat dirinya untuk hidup miskin tanpa kesenangan dan kenikmatan duniawi.

Dipopulerkan dan dikembangkan oleh Djalaludin Rumi, tokoh Islam asal Balkh (saat ini Afghanistan) yang lahir pada 1207,bentuk ritual sama sebenarnya diadopsi dari Persaudaran Sufi asal Turki.

Mereka mengombinasikan aktifitas sama dengan menari. Komunitas ini melarang menangis saat menghadiri pemakaman salah seorang anggotanya. Sebagai ganti mereka menggelar sesi sama untuk merayakan masuknya ruh si meninggal ke gerbang keabadian.

Bagaimana mereka menari? Biasanya setelah mendengarkan musik, para darwis berdiri perlahan, mereka bergerak memberi salam kepada sang seikh atau maulana dan melempar jubah hitam penutup luar hingga yang tertinggal hanyalah baju putih dengan bawahan berwarna senada.

Mereka lalu mendongakkan kepala dan mengangkat telapan tangan ke atas, sementara tangan kiri dibiarkan menjuntai setengah dada, sebagai simbol memberi dan mengambil sekaligus simbol hubungan bumi dan langit.

Dalam posisi ini ritme dipercepat, dan mereka berputar lebih cepat dan lebih cepat, dengan cara ini mereka memasuki kondisi trans, bentuk penghilangan kedirian dan peleburan eksistensi pada kekuatan tertinggi. Usai prosesi itu mereka akan kembali melambat, hingga duduk kembali dan memanjatkan doa. Ritual selalu diakhiri dengan doa.

Area untuk melakukan ritual sama dan menari biasanya berbentuk sirkular dan semua menuju satu pusat. Ini terkait erat dengan gerakan menari dan filosofi dasar tarian. Gerakan berputar-putar para darwis memiliki makna dunia diawali dari titik tertentu namun diakhiri di titik yang sama, intinya memusat namun tak ada awal tak ada akhir.

Pemaparan paling kompleks sekaligus detail tentang Sama terdapat dalam teks karya Memed Chelebi (abad ke-14) dan Ismail Rusuhi Ankaravi, Saikh Galata Takiyya (1632-abad XV11). Pemaparan manuskrip berpijak kuat pada makna simbol geometri lingkaran: tempat keberadaan semua hal bersumber dari Satu, yakni pusat tujuan utama. Alasan itu pula mendasari para darwis duduk dalam posisi melingkar saat mendengarkan musik

Simbolisme pelaksanaan ritual, perasaan harmoni plus rasa menyatu dengan alam dan hukum semesta yang diyakini para darwis itulah yang memunculkan nama—sama’khana—“aula untuk mendengar”. Sehingga pada bangunan sama 'khana, termasuk di Kairo, denah pun berbentuk memusat, menyimbolkan alam semesta.

Sama 'Khana Kairo ini tetap aktif hingga awal abad ke-20 sebelum pemerintah Ataturk menutup Tekiya (aula utama menari) dan membubarkan seluruh persaudaran darwis Turki pada tahun 1925. Lalu pada tahun 1945 Komunitas Mawlawi Kairo menyusul dibubarkan dan kompleks bangunan terbengkalai sepenuhnya.

Baru 1979 muncul ide restorasi dan konservasi yang digagas Carla Maria Burri direktur Institut Kebudayaan Italia (IIC). Carla tertarik dengan interior teatrikal gaya Barok Ottoman pada Sama 'Khana Kairo yang mulai rusak. Tahun itu pula IIC membuka pelatihan arkeologi bagi profesional, praktisi arsitek, mahasiswa hingga seniman kriya demi proyek restorasi Sama ‘Khana Kairo yang akhirnya rampung pada 1988.

Bangunan itu sendiri dibangun pada abad ke-18, namun konstruksi keseluruhan kompleks tempat Sama 'Khana Kairo berada, telah didirikan mulai rentang periode awal Mamluk (berupa madrasa Emir Sunqur Sa’di/ Hasan Sadaqa di tahun 1315 dan kemudian berubah menjadi Istana Yazbak Aqbardi di abad ke-14) hingga era dinasti Ottoman.

Kompleks Darwis Mawlawi tepatnya terletak di Jalan As Suyuffiya, kawasan bersejarah Al Khalifa, kini dikenal Helmayyah, yakni di bawah Citadel-benteng kuno mengelilingi Kairo, Mesir, di abad pertengahan.

Iklim sub tropis dan badai pasir—disebut Khamasin—terjadi setiap April dan Juni membawa debu-debu sehingga memberikan kharakter khusus warna kecoklatan pada seluruh bangunan kota termasuk sama 'khana.

Penelusuran jejak evolusi bangunan bertipe sama khana sendiri cukup sulit, karena hanya sedikit contoh tipe bangunan tersebut yang bertahan, terlebih bangunan umumnya terbuat dari kayu dan memiliki sejarah cukup rumit. Bisa dibilang tipologi arsitektur sama 'khana bukanlah dokumentasi sejarah asli sebab mengalami evolusi.

Elemen teatrikal ritual sama dan fakta jika ritual itu sewaktu-waktu dapat dilakukan di luar ruangan dan di dalam ruang, memunculkan penilaian sejumlah arsitek, jika konstruksi tersebut sengaja dibuat untuk mewadahi “drama” religius komunitas Mawlawi.

Tak hanya itu kehadiran baik mihrab dan mimbar mengindikasikan jika sama ‘khana kadang difungsikan sebagai masjid. Ini memberi dugaan pula jika ritual sama sebenarnya pertama kali dilakukan dalam masjid, dan ketika bangunan mengalami perkembangan, denah ruang sama pun melapisi denah masjid.

Bagaimanapun terdapat elemen arsitektur esensial dalam sama 'khana termasuk di Kairo berupa kubah di pusat bangunan yang menaungi aula utama. Hanya saja khusus untuk Sama Khana Kairo, aula utama memiliki bentuk sangat jarang bila dibanding periode Mawlawi lain, yakni denah lingkaran dibalut eksterior dinding luar persegi.

Area sirkular itu dikelilingi ruang-ruang berfungsi lain, seperti tempat para penonton, ruang orkestra, tempat untuk membaca Al Qur’an dan surat-surat Matsnawi, serta Mausoleum.

Oleh para arsitek, Sama 'Khana Kairo dianggap tahap akhir dari perubahan lambat tipologi arsitektur sama khana, sekaligus paling mencerminkan sejarah aliran, dan perwujudan ideologi Mawlawi tentang perputaran dan lingkaran. Tak hanya itu mungkin ini sedikit dari arsitektur sama 'khana yang masih tersisa dan digunakan di era modern.

Dalam Sama 'Khana Kairo, motif utama berupa garis kurva identik gaya Barok Ottoman tak lepas dari pemahaman mistisime-lingkaran. Terlihat antara lain pada balkon penonton melingkar, bentuk jendela-jendela, dan juga pada dekorasi interior kubah bangunan

Menurut penuturan sang arsitek yang merestorasi bangunan tersebut, Giuseppe Fanfoni, asal Italia, Sama 'Khana Kairo adalah ekspresi ide-ide yang datang baik dari filosofi geometri Pytaghoras sekaligus mistisisme Sufi. Sementara bentuknya dapat ditemukan hubungan harmoni spontan antara seni estetika Barat (Eropa) dan Oriental. Bagi Giussepe bangunan itu adalah dialog nyata perbedaan budaya antara pemikiran Jalaludin Rumi dan kebutuhan dunia masa kini./itz


Data Teknis Sama Khana Kairo
Nama : Sama'Khana Mawlawi
Lokasi: Kairo, Mesir
Arsitek Konservator: Giuseppe Fanfoni
Tahun berdiri : Abad ke-18 18th c.,
Desain Konsevasi : 1977-1979
Konstruksi konservasi: 1979-1987
Luas lahan: 3.850 meter persegi
Luas lantai dasar: 256 meter persegi
Luas lantai total: 628 m
Restorasi : 1987- 1988
Gaya/Periode: Ottoman
Tipe bangunan: publik/kultural, religius
Fungsi Bangunan: teater, jamaah Khana
Sumber : Republika Newsroom

4 comments:

Anonymous said...

Assalamualaikum wm wbt. Semoga Allah merahmati akhi. Mohon bantuan, adakah cerita tentang Sultan Muhammad Al-Fateh, yang menawan Konstantinopel, yang disebut-sebut Nabi SAW. Siapa gurunya, tarekat apakah baginda, apa mazhab tauhid dan fiqhnya. Wassalam

abuyon

zezz said...

Wassalamu'alaikum Wr. Wb..
cukup banyak literatur yang membahas cerita dari Sultan Muhammad Al-Fateh. akan tetapi dari semua cerita tersebut lebih fokus membahas perjuangan beliau dan ketokohan beliau sebagai pemimpin kerajaan Islam yang masyhur. gurunya adalah Syeikh Shamsuddin Al Wali dikatakan dari keturunan Sayyidina Abu Bakar As-Siddiq ra, ada jg Syeikh Muhammad bin Ismail al-Kurani yang mengajar beliau ilmu al-Quran, al-Hadith, fiqh, linguistik, dan guru lainya yang mengajar taktik peperangan, memanah dan menunggang kuda. untuk tarekat dan mazhab belum ditemukan pembahasannya..
Demikian akhi.. syukron
wassalam

abuyon said...

Terima kasih tuan. Saya sebenarnya sedang menulis artikel tentang Muhammad Al-Fateh dari sudut pendidikannya. Yang saya tahu, gurunya itu Syamsudin Al-Wali adalah anak murid Syeikh Haji Bayram yang mana Haji Bayram adalah Syeikh Tareqat Bayramiah. Ada bahan tak tentang tareqat Bayramiah...

zezz said...

wah cukup menarik artikelnya. blm banyak yang membahas dr sisi tarekat dan mazhab dr Sultan Muhammad Al-Fateh ini. Untuk tareqat Bayramiah saya blm mempunyai bahannya. tp emang pernah dengar dulu cukup berkembang di turki. silahkan antum search di website2nya turki..
Wassalam