Friday, November 21, 2008

Kontroversi Syeik Siti Jenar

Sumber : Jalantrabas

SYEKH SITI JENAR (juga dikenal dalam banyak nama lain, antara lain Sitibrit, Lemahbang, dan Lemah Abang adalah seorang tokoh yang dianggap Sufi dan juga salah satu penyebar agama Islam di pulau Jawa yang sangat kontroversial di Jawa, Indonesia. Tidak ada yang mengetahui secara pasti asal-usulnya, di masyarakat, terdapat banyak varian cerita mengenai asal-usul Syekh Siti Jenar.

SYEKH SITI JENAR (juga dikenal dalam banyak nama lain, antara lain Sitibrit, Lemahbang, dan Lemah Abang adalah seorang tokoh yang dianggap Sufi dan juga salah satu penyebar agama Islam di pulau Jawa yang sangat kontroversial di Jawa, Indonesia. Tidak ada yang mengetahui secara pasti asal-usulnya, di masyarakat, terdapat banyak varian cerita mengenai asal-usul Syekh Siti Jenar.

Sebagian umat Islam menganggapnya sesat karena ajarannya yang terkenal, yaitu Manunggaling Kawula Gusti. Akan tetapi sebagian yang lain menganggap bahwa Syekh Siti Jenar adalah intelektual yang sudah mendapatkan esensi Islam itu sendiri. Ajaran - ajarannya tertuang dalam pupuh, yaitu karya sastra yang dibuatnya. Meskipun demikian, ajaran yang sangat mulia dari Syekh Siti Jenar adalah budi pekerti

Syekh Siti Jenar mengembangkan ajaran cara hidup sufi yang bertentangan dengan cara hidup Walisongo. Pertentangan praktek sufi Syekh Siti Jenar dengan Walisongo terletak pada penekanan aspek formal ketentuan syariah yang dilakukan oleh Walisongo.

Konsep dan ajaran
Ajaran Syekh Siti Jenar yang paling kontroversial terkait dengan konsepnya tentang hidup dan mati, Tuhan dan kebebasan, serta tempat berlakunya syariat tersebut. Syekh Siti Jenar memandang bahwa kehidupan manusia di dunia ini disebut sebagai kematian. Sebaliknya, yaitu apa yang disebut umum sebagai kematian justru disebut sebagai awal dari kehidupan yang hakiki dan abadi.

Konsekuensinya, ia tidak dapat dikenai hukum yang bersifat keduniawian (hukum negara dan lainnnya), tidak termasuk didalamnya hukum syariat peribadatan sebagaimana ketentuan syariah. Dan menurut ulama pada masa itu yang memahami inti ajaran Siti Jenar bahwa manusia di dunia ini tidak harus memenuhi rukun Islam yang lima, yaitu: syahadat, shalat, puasa, zakat dan haji. Baginya, syariah itu baru berlaku sesudah manusia menjalani kehidupan paska kematian. Syekh Siti Jenar juga berpendapat bahwa Allah itu ada dalam dirinya, yaitu di dalam budi. Pemahaman inilah yang dipropagandakan oleh para ulama pada masa itu. Mirip dengan konsep Al-Hallaj (tokoh sufi Islam yang dihukum mati pada awal sejarah perkembangan Islam sekitar abad ke-9 Masehi) tentang Hulul yang berkaitan dengan kesamaan sifat manusia dan Tuhan. Dimana Pemahaman ketauhidan harus dilewati melalui 4 tahapan ;

1. Syariat (dengan menjalankan hukum-hukum agama spt sholat, zakat dll); 2. Tarekat, dengan melakukan amalan-amalan spt wirid, dzikir dalam waktu dan hitungan tertentu; 3. Hakekat, dimana hakekat dari manusia dan kesejatian hidup akan ditemukan; dan 4. Ma'rifat, kecintaan kepada Allah dengan makna seluas-luasnya. Bukan berarti bahwa setelah memasuki tahapan-tahapan tersebut maka tahapan dibawahnya ditiadakan. Pemahaman inilah yang kurang bisa dimengerti oleh para ulama pada masa itu tentang ilmu tasawuf yang disampaikan oleh Syech Siti Jenar. Ilmu yang baru bisa dipahami setelah melewati ratusan tahun pasca wafatnya sang Syech. Para ulama mengkhawatirkan adanya kesalahpahaman dalam menerima ajaran yang disampaikan oleh Syech Siti Jenar kepada masyarakat awam dimana pada masa itu ajaran Islam yang harus disampaikan adalah pada tingkatan 'syariat'. Sedangkan ajaran Siti Jenar sudah memasuki tahap 'hakekat' dan bahkan 'ma'rifat'kepada Allah (kecintaan yang sangat kepada ALLAH). Oleh karenanya, ajaran yang disampaikan oleh Siti Jenar hanya dapat dibendung dengan kata 'SESAT'.

Dalam pupuhnya, Syekh Siti Jenar merasa malu apabila harus berdebat masalah agama. Alasannya sederhana, yaitu dalam agama apapun, setiap pemeluk sebenarnya menyembah zat Yang Maha Kuasa. Hanya saja masing - masing menyembah dengan menyebut nama yang berbeda - beda dan menjalankan ajaran dengan cara yang belum tentu sama. Oleh karena itu, masing - masing pemeluk tidak perlu saling berdebat untuk mendapat pengakuan bahwa agamanya yang paling benar.

Syekh Siti Jenar juga mengajarkan agar seseorang dapat lebih mengutamakan prinsip ikhlas dalam menjalankan ibadah. Orang yang beribadah dengan mengharapkan surga atau pahala berarti belum bisa disebut ikhlas.

Manunggaling Kawula Gusti
Dalam ajarannya ini, pendukungnya berpendapat bahwa Syekh Siti Jenar tidak pernah menyebut dirinya sebagai Tuhan. Manunggaling Kawula Gusti dianggap bukan berarti bercampurnya Tuhan dengan Makhluknya, melainkan bahwa Sang Pencipta adalah tempat kembali semua makhluk. Dan dengan kembali kepada Tuhannya, manusia telah menjadi sangat dekat dengan Tuhannya.

Dan dalam ajarannya, 'Manunggaling Kawula Gusti' adalah bahwa di dalam diri manusia terdapat ruh yang berasal dari ruh Tuhan sesuai dengan ayat Al Qur'an yang menerangkan tentang penciptaan manusia ("Ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya (Shaad; 71-72)"). Dengan demikian ruh manusia akan menyatu dengan ruh Tuhan dikala penyembahan terhadap Tuhan terjadi.

Perbedaan penafsiran ayat Al Qur'an dari para murid Syekh Siti inilah yang menimbulkan polemik bahwa di dalam tubuh manusia bersemayam ruh Tuhan, yaitu polemik paham 'Manunggaling Kawula Gusti'.

Hamamayu Hayuning Bawana
Prinsip ini berarti memakmurkan bumi. Ini mirip dengan pesan utama Islam, yaitu rahmatan lil alamin. Seorang dianggap muslim, salah satunya apabila dia bisa memberikan manfaat bagi lingkungannya dan bukannya menciptakan kerusakan di bumi.

Kontroversi
Kontroversi yang lebih hebat terjadi di sekitar kematian Syekh Siti Jenar. Ajarannya yang amat kontroversial itu telah membuat gelisah para pejabat kerajaan Demak Bintoro. Di sisi kekuasaan, Kerajaan Demak khawatir ajaran ini akan berujung pada pemberontakan mengingat salah satu murid Syekh Siti Jenar, Ki Ageng Pengging atau Ki Kebokenanga adalah keturunan elite Majapahit (sama seperti Raden Patah) dan mengakibatkan konflik di antara keduanya.

Dari sisi agama Islam, Walisongo yang menopang kekuasaan Demak Bintoro, khawatir ajaran ini akan terus berkembang sehingga menyebarkan kesesatan di kalangan umat. Kegelisahan ini membuat mereka merencanakan satu tindakan bagi Syekh Siti Jenar yaitu harus segera menghadap Demak Bintoro. Pengiriman utusan Syekh Dumbo dan Pangeran Bayat ternyata tak cukup untuk dapat membuat Siti Jenar memenuhi panggilan Sri Narendra Raja Demak Bintoro untuk menghadap ke Kerajaan Demak. Hingga konon akhirnya para Walisongo sendiri yang akhirnya datang ke Desa Krendhasawa di mana perguruan Siti Jenar berada.

Para Wali dan pihak kerajaan sepakat untuk menjatuhkan hukuman mati bagi Syekh Siti Jenar dengan tuduhan telah membangkang kepada raja. Maka berangkatlah lima wali yang diusulkan oleh Syekh Maulana Maghribi ke Desa Krendhasawa. Kelima wali itu adalah Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Pangeran Modang, Sunan Kudus, dan Sunan Geseng.

Sesampainya di sana, terjadi perdebatan dan adu ilmu antara kelima wali tersebut dengan Siti Jenar. Menurut Siti Jenar, kelima wali tersebut tidak usah repot-repot ingin membunuh Siti Jenar. Karena beliau dapat meminum tirtamarta (air kehidupan) sendiri. Ia dapat menjelang kehidupan yang hakiki jika memang ia dan budinya menghendaki.[rujukan?]

Tak lama, terbujurlah jenazah Siti Jenar di hadapan kelima wali. Ketika hal ini diketahui oleh para muridnya, serentak keempat muridnya yang benar-benar pandai yaitu Ki Bisono, Ki Donoboyo, Ki Chantulo dan Ki Pringgoboyo pun mengakhiri "kematian"-nya dengan cara yang misterius seperti yang dilakukan oleh gurunya di hadapan para wali.

Kisah pada saat pasca kematian
Terdapat kisah yang menyebutkan bahwa ketika jenazah Siti Jenar disemayamkan di Masjid Demak, menjelang salat Isya, semerbak beribu bunga dan cahaya kilau kemilau memancar dari jenazah Siti Jenar. Dari kisah yang belum diketahui asal-usulnya, hal tersebut dianggap membuat para wali terkejut, dan untuk menampilkan citra tidak baik di depan masyarakat, jenazah Siti Jenar ditukar dengan bangkai anjing kudisan yang dicari sendiri oleh Sunan Kudus di perkampungan pada malam itu juga.

Jenazah Siti Jenar sendiri dikuburkan di bawah Masjid Demak oleh para wali. Pendapat lain mengatakan, ia dimakamkan di Masjid Mantingan, Jepara, dengan nama lain.

Setelah tersiar kabar kematian Syekh Siti Jenar, banyak muridnya yang mengikuti jejak gurunya untuk menuju kehidupan yang hakiki. Di antaranya yang terceritakan adalah Kiai Lonthang dari Semarang Ki Kebokenanga dan Ki Ageng Tingkir


5 comments:

fitraalba said...

menurut saya masalah syeh lemah abang itu benar mas, saya juga penganut sufi thareqat annaqsabandi, bahkan di desa saya di propinsi lampung adalah daerah tharekat naqsabandi terbesar menurut saya syeh lemah abang itu yang salah hanya beliau mengajarkan ilmu manunggaling kawulo gusti tidak pas untuk muridnya, karena muridnya tidak se-level dengan maqom dia sebagai wali di ibaratkan dia mempunyai ilmu setingkat mahasiswa (wali) kok di turunkan ke orang yang levelnya/ilmunya masih taraf anak SD (orang awam)ya nanti keblinger( singkatnya orang yang mempunyai ilmu hakikat itu tidak sama dengan orang yang hanya mempunyai ilmu syariat, itu maqomnya sangat jauh sekali)...maka agar tidak terjadi salah penerapan syariat maka wali-wali yang lain memberikan tindakan yang tegas,agar dikemudian hari tidak terjadi salah penerapan syariat islam...bahkan di desa saya banyak orang setingkat wali tapi tidak di ajarkan kepada semua muridnya tetapi hanya di ajarkan kepada murid2 yang mempunyai tingkat maqom yang sama.. Terimakasih

zezz said...

Saya setuju dengan pendapat antum..
syeh siti jenar adalah seorang ahli makrifat.. sama juga dengan al hallaj. terkadang bahasa yang keluar dr mereka adalah bahasa makrifat, bahasa orang yg sedang fana sehingga menjadi masalah ketika didengar oleh murid2 yg masih awam. tidak bisa ditabrakan antara bahasa syariat dan makrifat..
Salam kenal akhi..

fatimahazzahra_313@yahoo.com.my said...

salam. saya dari malaysia. kami juga pengikut tarikat auradul muhammadiyah. syeikhnya muhammad bin Abdullah assuhaimi. manakala pemimpin kami adalah orang kanannya abuya syeikh imam ashaari attamimi. mmg susah bg org awam memahami dan menerima jalan tarikat ni. ssb itu abuya dituduh sesat lagi menyesatkan. dituduh mengaku nabi, mengaku tuhan pula lagi. padahal tidak pernah wujud soal itu. yang ada hanya mengaku diri hamba tuhan yang lemah dan memerlukan pertolongn Allah melalui pemimpin pilihan Allah. beramal dengan ajaran ahli sunnah wal jamaah, Juga meyakini imamul mahdi adalah penyelamat di akhir zaman sebelum kedatangan Almasih Isa. apakah salah pegangan seperti ini?

Malikalmaut said...

Maulana Syeikh Siti Jenar adalah Habibibullah bukan sembarangan orangnya..
Belum lagi cukup untuk kita mengetahui hanya melalui cerita saja..Itu pun sudah bagus jika bisa yakin mempercayai nya belum lagi mengenali dengan lebih dalam lagi.
Hanya para ahli Tarekat sejati saja yang bisa mengerti bukan cara ikut-ikutan.
Banyak ahli Tarekat kebanyak kanya
mengikut-gikut saja.... bukan nya secara luhur dari diri sendiri...biasanya salik seperti ini hanya tersekat di tengah jalan sekadar mendapat Ilmu sahaja.
Memegang tali jalan Tarekat amat payah dan rumit bukan sekadar
berzikir sahaja.Jalankan lah dengan penuh keyakinan tampa takut dan Gentar walau di masuk kan kedalam Lautan api sekali pun dan jangan merasa banga yang kita ini ahli Tarekat sudah tentu selamat..
Campak kan serban serta Kupiah kamu
yang menjadi hijab pada diri kamu jika benar2 mahu merasai nya dan meranatau lah/Uzlah dengan diri sendiri baru kamu ketahui nanti jangan sekadar Duduk bergantung dengan Mursyid/Syeikh Kamu belum pasti tuntas lagi.
Saya orang yang bodoh ini masih mencari kalau bisa kedalam Lubang Neraka pun akan saya cari kalau di izinkan oleh Sang Maha Kuasa.
Pastikan kita Bisa kembali semula dari tempat asal mula kita di pisahkan.
Penyatuan Abadi. jangan Gomong2 saja ketemu ngak juga rugi kita nanti.Demi Masa Sesungguh nya Manusia itu didalam kerugian. Apa itu masa pada kita...? As'kom Ya Umat Muhammad..Amin Ya Rabbul Alamin.

zezz said...

Wassalamualaikum
memang sangat sulit untuk bisa memahami hal ini, semoga kita semua selalu diberikan hidayah ilmu untuk bsia menyelami samudra makrifat dalam ilmu tasawuf.. amien