Sunday, June 23, 2013

Buku-Buku Ahlussunnah Wal Jamaah

Assalamualaikum,
Mengingat banyaknya pemahaman wahabi dan salafi yang meluas di masyarakat, dan tidak banyaknya masyarakat yang mendapatkanpemahaman yang benar akan semua ibadah-ibadah sunah yang dilakukan, maka saya merekomendasikan untuk kita membaca buku-buku terkait ibadah-ibadah sunah yang menjadi perdebatan dimasyarakat. Buku-buku ini sangat penting dimiliki untuk lebih meyakinkan kita dan keluarga dalam menjalan kan ibadah, serta sebagai wawasan dalam menjawab pertanyaan dari orang-orang wahabi yang sering muncul dilingkungan keluarga, kantor dan masyarakat. Berikut adalah buku-buku yang dimaksud:


Di negeri kita bahkan hampir di seluruh dunia Islam, ada sebuah fenomena tentang Mazhab Wahabi, berawal dari dakwah tauhid yang diajarkan oleh Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab at-Tamimi yang lahir pada tahun 1111 H da wafat tahun 1206 H. Banyak ulama yang mengecam doktrin Wahabi karena melakukan pemusyrikan dan pengkafiran terhadap seama Muslim yang tidak sependapat dengannya. Di antaranya ialah Syeikh Muhammad Hasan Shadiq Khan (seorang Salafy) yang secara terang-terangan menyatakan bahwa Ahli HAdis telah berlepasdiri dari Wahabiyah karena bersikap keras dan gegabah dalam mencucurkan darah suci kaum Muslim. Tentu saja, Mazhab Wahabi mempunyai alasan dan dalil untuk melakukan itu semua. Lalu, bagaimanakah seharusnya kita menyikapi itu semua? Apakah Mazhab Wahabi dapat dibenarkan? Bagaimana hukumnya jika kita mengikuti ajaran Wahabi? Dalam buku ini, penulis menguraikan dengan gamblang fenomena tentang Mazhab Wahabi secara obyektif. Semuanya dikemukakan dalam buku ini tanpa ada yang ditutup-tutupi. Detail dan akurat. Dengan penjelasan dan analisis Abu Salafy yang tajam disertai dengan data-data lengkap, kita bisa mendapatkan pemahaman yang tepat mengenai keduduan Mazhab Wahabi di dalam Islam. “Kaum musyrik zaman kita (maksudnya adalah kaum Muslim dari keompok lain yang berbeda dengannya) itu lebih kafir dari kaum kafir Quraisy…” Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab at-Tamimi, pendiri Mazhab Wahabi



Buku kecil ini adalah kumpulan artikel (tentunya dengan sedikit penyempurnaan) yang kami tulis dalam blog kami dalam rentang waktu yang tidak sebentar. Ini adalah buku kedua AbuSalafy dan insya Allah akan disusul oleh buku-buku lanjutan. . Jika buku pertama lebih menyoroti klaim monopoli kebenaran Salafi Wahabi dan doktrin kekerasan dan ekstrimisme, maka buku kedua ini akan membongkar berbagai sisi kepalsuan klaim Salafi Wahabi bahwa mereka adalah PEWARIS mazhab Salaf Shaleh.




Bagi para pencari kebenaran, buku ini hadir sebagai penghapus dahaga mereka. Di dalamnya telah terhimpun berbagai dalil yang mendasari berbagai amalan salaf yang sering dipertanyakan oleh sebagian kecil umat Islam yang terlalu fanatik pada ajarannya. Karenanya buku ini sangat cocok bagi semua orang yang mencintai amalan salaf, amalan para wali dan bagi mereka yang mencari kebenaran sejati. Buku ini selain memberikan dalil-dalil dari Al-Qur’an dan Hadits, juga banyak memberikan informasi, pandangan serta penjelasan ulama-ulama besar dan terkemuka seputar permasalahan bid’ah dan amalan para wali. Setiap paragraf berisi informasi ilmiah dari berbagai sumber yang dapat dipertanggung jawabkan. Anda bahkan akan menemukan begitu banyak contoh-contoh bid’ah hasanah yang dilakukan oleh para sahabat di zaman Rasulullah saw maupun sepeninggal beliau saw. Buku ini menjadi sangat menarik karena seakan ia membawa kita ke zaman Rasulullah saw dan para sahabat beliau saw. Buku ini disusun oleh seorang ustad, da’i plus penulis muda yang sangat produktif. Yaitu Al Ustad Al Habib Noval bin Muhammad Alaydrus.

Sebagian golongan dari umat Islam mengklaim dirinya yang paling benar dan paling murni dalam menjalankan ajaran Islam. Mereka menuduh dan melontarkan kata syirik, bid’ah, sesat bahkan kafir kepada sebagian muslim yang lainnya. Namun, benarkan tuduhan mereka itu? Buku ini akan menjelaskan sekaligus menyanggah anggapan-anggapan yang salah tersebut. Dalam buku ini akan dikupas tuntas masalah: Bid’ah, ziarah kubur, talqin mayit, tawassul, tabarruk, taklid kepada ima m madzhab, amalan-amalan khusus pada bulan Rajab dan Sya’ban, peringatan keagamaan, berjabat tangan antara wanita dan laki-laki, wasiat nabi, dan masih banyak lagi lainnya. Buku ini juga mengungkap fakta dan kenyataan bahwa banyak riwayat-riwayat serta dalil yang jelas yang akan memberikan pencerahan kepada umat Islam

Bagi para pencari kebenaran, buku ini hadir sebagai penghapus dahaga mereka. Di dalamnya telah terhimpun berbagai dalil yang mendasari berbagai amalan salaf yang sering dipertanyakan oleh sebagian kecil umat Islam yang terlalu fanatik pada ajarannya. Karenanya buku ini sangat cocok bagi semua orang yang mencintai amalan salaf, amalan para wali dan bagi mereka yang mencari kebenaran sejati. Buku ini selain memberikan dalil-dalil dari Al-Qur’an dan Hadits, juga banyak memberikan informasi, pandangan serta penjelasan ulama-ulama besar dan terkemuka seputar permasalahan bid’ah dan amalan para wali. Setiap paragraf berisi informasi ilmiah dari berbagai sumber yang dapat dipertanggung jawabkan. Anda bahkan akan menemukan begitu banyak contoh-contoh bid’ah hasanah yang dilakukan oleh para sahabat di zaman Rasulullah saw maupun sepeninggal beliau saw. Buku ini menjadi sangat menarik karena seakan ia membawa kita ke zaman Rasulullah saw dan para sahabat beliau saw. Buku ini disusun oleh seorang ustad, da’i plus penulis muda yang sangat produktif. Yaitu Al Ustad Al Habib Noval bin Muhammad Alaydrus.

Api abadi sesembahan kaum Majusi yang telah menyala seribu tahun padam seketika. Pilar-pilar kokoh istana Kisra Persia pun tumbang berjatuhan. Dan banyak lagi, Walhasil, alam bergemuruh, menyambut kelahiran Nabi SAW sedemikian rupa. Puluhan tahun kemudian, ada sahabat bertanya mengapa beliau berpuasa di hari Senin. “Itulah hari kelahiranku dan hari aku diutus,” jawab beliau. Itulah cara beliau memperingati hari lahirnya. Beliau mensyukurinya dengan berpuasa, bahkan di setiap pekan. Waktu berputar. Sumber-sumber sejarah mencatat beberapa versi terkait pihak yang awal mula merayakan maulid secara terbuka, pasca-era Nabi. Salah satu sumber mu’tamad, At-Tarikh karya ibnu Katsir, menyebut nama Al-Muzhaffar Abu Sa’id Kaukabri (wafat 630 H). Kala itu kisah hidup Nabi diperdengarkan, keluhuran akhlaq beliau disebut-sebut, shalawat bergema silih berganti, hadirin dijamu layaknya tamu yang mesti dihormati. Meski hanya setahun sekali, inilah salah satu cara umat yang ingin mensyukuri kelahiran Sang Rahmatan lil ‘alamin. Di hati pecinta, sungguh ini kenikmatan tiada tara. Terlepas dari berbagai versi sejarah itu, gagasan mengumpulkan orang dalam sebuah majlis Maulid nyatanya disambut baik oleh ulama, para pewaris anbiya’, seperti halnya shalat tarawih berjama’ah yang digagas Umar bin Khaththab RA, yang terus dilestarikan orang dari zaman ke zaman, di belahan bumi Islam timur dan barat. Sebut saja Ibnu Hajar (penyusun kitab syarah Shahih Al-Bukhari) atau An-Nawawi (penyusun kitab syarah Shahih Muslim), dua dari sekian banyak ulama yang telah menjelaskan pada umat hujjah-hujjah syar’i amaliyah Maulid Nabi. Mereka bukan sembarang tokoh, dua kitab syarah mereka itu menjadi rujukan terpenting untuk memahami hadist-hadist shahih Rasulullah SAW. Belum lagi As-Suyuthi (penyusun kitab tafsir Al-Jalalain, bersama Al-Mahalli, dan sekitar 500 karya berbobot lainnya), yang sampai menyusun kitab khusus berisi perkara penting ini: Husn al-Maqshad fi ‘Amal al-Maulid. Waktu terus berputar. Hingga datang satu kaum yang merasa paling murni tauhidnya dan benar mutlak pendapatnya menghukumi Maulid dengan tergesa-gesa. Hemat mereka, Maulid itu tak bersumber dari agama, termasuk amalan bid’ah, tradisi paham yang sesat, menyerupai kebiasaan orang kafir, dalil-dalilnya dipaksakan, jamuan yang dihidangkan haram, memuji-muji Nabi di dalamnya menjurus syirik, dan kelak para pelaku “bid’ah” ini menjadi ahli neraka. Semua itu utamanya bermodalkan dalil, “Tiap yang baru adalah bid’ah, setiap bid’ah itu sesat, dan setiap yang sesat itu ada di neraka” dan rumusan Ibn Taimiyah, “Sekiranya suatu amalan itu baik, niscaya salaf lebih dulu mengamalkannya.” Benarkah demikian? Sesederhana, sedangkal dan sekaku itukah agama yang agung ini menilai amaliyah umatnya, hingga menempatkan kaum muslimin sejak dulu bagai sekumpulan orang-orang sesat dan para ulamanya bak orang-orang bodoh yang tak paham hadist Nabi SAW atau para pembangkang atas syariat yang beliau gariskan? Selamat menyimak isi buku ini. Hati manusia tidaklah lebih panas dari api abadi Majusi atau sekeras pilar istana persi. Semoga Allah SWT menyadarkan kita semua dari rasa angkuh dalam memahami kebenaran dan dalam mengikutinya. Amiin..

Dalam buku ini anda akan diajak untuk mengenali aliran-aliran yang ada di Indonesia serta aspek-aspek penyimpangannya. Pada bagian kedua dikupas masalah-masalah yang kerap diperdebatkan antara warga NU dengan aliran-aliran baru seperti Majlis Tafsir Al-Qur'an (MTA), Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), Salafi-Wahhabi dan yang satu varian dengan mereka. Di bagian akhir terdapat tanya jawab seputar tarekat sufi, sebagai penegas amaliah tarekat sufi tidak bertentangan dengan syariat. Buku ini diharapkan sanggup menjadi BENTENG AHLUSSUNAH WAL JAMAAH dari serangan aliran-aliran dan faham yang saat ini marak dan berbeda dengan mayoritas umat.

Buku ini ditulis sebagai keprihatinan atas maraknya aksi sekelompok kecil umat Islam yang gemar menuduh bidah amalan kelompok umat Islam mainstream dan sekaligus sebagai jawaban atas tuduhan tuduhan mereka itu. Amalan amalan yang mereka tuduhkan sesat itu ternyata banyak dilakukan oleh para ulama yang tergolong dalam kelompok Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Pertanyaannya, apakah mereka para ulama yang shalih itu tidak mengetahui bahwa amalan amalan yang mereka lakukan itu bidah? Simak jawabannya dan apa saja alasan ulama ulama itu?

Sejak tahun 2008 tim LMB NU Jember Jawa Timur seringkali diminta mengisi pelatihan dan internalisasi aswaja di kalangan warga nasdliyin di berbagai level. Tidak jarang, dalam acara-acara tersebut dilakukan debat terbuka dengan mendatangkan tokoh-tokoh salafi. Dari sekian banyak perdebatan itu, akhirnya penulis tertarik untuk membukukannya dalam buku ini. Selain itu, buku ini juga memasukkan kisah-kisah perdebatan para ulama dulu dengan kaum Wahhabi, seperti dialok terbuka Sayid Alwi Al-Maliki vs Syaikh Ibn Sa’di di Masjidil Haram, dialog terbuka Syaikh al-Syanqithi dengan ulama Wahhabi tuna netra, dialog al-Hafidz Ahmad Al-Ghumari di Makkah al-Mukarramah, dialog Syaikh Salim Alwan vs Dimasyqiyat di Australia, serta kisah-kisah dialog teman-teman yang pernah terlibat langsung dalam sebuah dialog dengan kaum Wahhabi. Dengan harapan buku ini menjadi panduan dalam berdialog dengan aliran Wahhabi yang dewasa ini menamakan dirinya dengan aliran Salafi.

Majalah Qiblati edisi Rajab 1423 H/Juni 2011 M, memuat artikel bantahan Syaikh Mamduh terhadap Buku Pintar Berdebat Dengan Wahabi seputar kisah dialog as-Sayyid Alwiy al-Maliki dengan Syaikh Ibnu Sa'di, ulama terkemuka kaum Wahabi. Oleh karena itu, penulis berupaya meluangkan waktu seraya memohon pertolongan kepada Allah, untuk menulis jawaban ilmiah terhadap majalah Qiblati. Hal ini dilakukan agar tidak ada keraguan di kalangan kaum Muslimin bahwa ajaran Wahabi memang benar-benar ajaran batil dan harus diwaspadai. Tentu saja, dalam buku ini penulis hanya bermaksud menanggapi pernyataan Syaikh Mamduh yang memiliki bobot ilmiah agar tidak mengatakan syubhat ilmiah. Sedangkan pernyataan beliau yang jauh dari bobot ilmiah dan hanya bernilai retorika belaka, penulis memilih untuk tidak melayaninya... Sepertinya Syaikh Mamduh agak terpengaruh dengan kaum Syiah dalam upaya menepis riwayat kelompok yang menjadi lawan ideologinya. Bagi kami, Wahabi tidak ada bedanya dengan Syiah, dalam hal mengkafirkan kaum Muslimin di luar golongannya, karena ketidaktahuan mereka terhadap ajaran Islam yang murni dan diamalkan oleh generasi salaf.

Bagaimana sesungguhnya aliran Salafi Wahabi sehingga begitu kontroversial bagi kalangan kaum muslimin? Buku ini mengulas aliran Salafi Wahabi hingga ke akar akarnya, mulai dari sejarah kemunculan, pemikiran, metode penyebaran, hingga tokoh tokoh Salafi Wahabi yang berpengaruh di tingkat dunia, termasuk di Indonesia. Insya Allah buku ini akan menghilangkan rasa penasaran pembacanya tentang aliran ini. Dilengkapi data dan referensi yang lengkap buku ini secara obyektif menggambarkan aliran Salafi Wahabi tanpa bermaksud memprovokasi, apalagi memecah belah persatuan umat. Buku ini akan meluruskan segala kesalahpahaman tentang aliran Salafi Wahabi, baik untuk mereka yang membenci maupun yang cinta kepadanya. Diharapkan pembaca akan kembali kepada ajaran yang sesuai dengan tuntunan Al Qur’an dan dan As Sunnah.

udul buku ini, Inilah Sebaik Baik Bid’ah, diilhami dari perkataan Sayyidina Umar bin Khattab ketika beliau mengumpulkan umat Islam dalam pelaksanaan shalat tarawih berjamaah. Dari perkataan Sayyidina Umar ini kita bisa memahami bahwa bid’ah itu tidak selamanya sesat dan menyesatkan, tetapi ada juga bid’ah yang baik, Bid’ah Hasanah. Tetapi ada juga bid’ah yang sesat, pastilah Sayyidina Umar tidak akan mengeluarkan perkataan sebagaimana disebutkan. Jika Sayyidina Umar bin Khattab saja mengakui adanya bid’ah hasanah, lalu kenapa ada sebagian orang yang tetap ngotot mengatakan bahwa semua bid’ah itu sesat? Apa karena hadits Nabi Saw yang menyatakan bahwa “kullu bid’atin dhalalah wa kullu dhalalah fin Nar?” Buku ini mengupas tuntas tentang hadits di atas, dan beberapa contoh bid’ah yang pernah terjadi, baik pada masa Nabi Muhammad Saw, sahabat, tabi’in, dan setelahnya.

Tradisi Islâm yang selama ini menjadi bagian dari kehidupan yang Islâmî di negeri kita Indonesia khususnya di Pulau Jawa, agaknya mengalami kegoncangan. Hal ini disebabkan oleh ulah sekelompok aliran atau faham Islâm tertentu yang dengan sengaja memutarbalikkan fakta kebenaran al-Qur’ân dan al-Hadîts dengan melakukan distorsi (penyimpangan) makna ayat dan memanipulasi nushûsh. Buku ini memuat jawaban yang mengakomodir (memuat) berbagai pendapat ulama’ yang berusaha menguak fakta kebenaran yang hakiki di balik tudingan bidah, yaitu syirik, harâm, dan pelakunya masuk neraka. Tudingan tersebut ditujukan pada ‘amaliyah yang selama ini berkembang di tengah-tengah masyarakat Islâm yang sudah menjadi tradisi dan corak budaya Islâm khususnya di tanah Jawa. Hadirnya buku berjudul Katanya Bidah Ternyata Sunnah ini diharapkan mampu mengembalikan kecintaan umat Islâm terhadap agamanya, melalui budaya dan tradisi Islâm yang selama ini dihujat dan dicap kolot. Dengan kata lain, hadirnya buku ini menjadi titik terang dari sebuah kebenaran yang terlupakan, dilupakan, atau justru terabaikan. Buku ini dengan jelas dan gamblang menguraikan batasan-batasan mana yang boleh dan dilarang didukung dalîl-dalîl yang shahîh dan kuat dari al-Qur’ân dan al-Hadîts. Terlebih, kemasan bahasa yang sederhana — dengan beberapa istilah populer — agar mudah dibaca dan dipahami oleh semua kalangan. Penulis berharap, isi buku ini bisa dijadikan dasar, referensi dan pegangan bagi umat Islâm agar tidak ragu dalam menjalankan amaliyah apapun yang bersifat ibadah

Dalam Hal Tawassul, banyak masyarakat yang masih awam dan belum mengerti serta faham, lantas datanglah kelompok yang ekstrem dalam beragama yang menjenerilasasi masalah tawassul dengan pendapatnya; “pokoknya semua yang berbau tawassul adalah syirik!” Guru besar mereka, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, yang fatwa fatwanya banyak diikuti oleh kaum Wahabi tidaklah berpendapat demikian. Mereka memperbolehkan bertawassul dengan sifat sifat Allah, nama nama Allah yang indah agung, amal shaleh dan orang yang masih hidup, selain tiga hal tersebut mereka mengatakan bid’ah, dan sebagaimana biasa, setiap bid’ah menurut mereka adalah tersesat dan setiap kesesatan pasti masuk neraka. Mereka menganggap orang yang bertawassul melalui media pangkat atau jah Nabi, Wali atau yang lainnya itu musyrik, bahkan kafir sebagaimana sering dituduhkan. Buku ini mencoba mengungkap masalah masalah yang berhubungan dan berkaitan dengan tawassul dengan dalil naqli ataupun aqly berdasarkan dan berlandaskan Al Quranul Karim dan Al Hadits Asy Syarif.

Ziarah kubur pada awal Islam, ketika pemeluk Islam masih lemah, masih berbaur dengan amalan jahiliyah yang dikhawatirkan dapat menyebabkan perbuatan syirik, Rasulullah saw melarang ziarah kubur, akan tetapi setelah Islam mereka menjadi kuat, dapat membedakan mana perbuatan yang mengarah kepada syirik dan mana yang mengarah kepada ibadah karena Allah, Rasulullah saw memerintahkan ziarah kubur, karena ziarah kubur itu dapat mengingatkan pelakunya untuk selalu teringat mati dan akhirat Buku ini akan membahas secara lengkap pengertian ziarah kubur, hukum-hukum ziarah kubur, tujuan ziarah kubur, adab dan tata cara ziarah kubur, hal-hal yang dilarang ketika ziarah kubur, serta bagaimana pendapat ulama, termasuk pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah tentang hal-hal yang berkaitan dengan ziarah kubur. Disamping itu, akan dijelaskan juga bagaimana ziarah kubur Nabi Muhammad saw, ziarah kubur ulama Shalihin.

Mahrus Ali sempat membuat heboh negeri ini, bukunya yang berjudul “Mantan Kyai NU Menggugat Shalawat dan Dzikir Syirik” yang beredar luas beberapa tahun silam membuat resah umat dan para kyai, khususnya dari kalangan Nahdliyin. Buku sanggahannya pun muncul, ditulis oleh Lembaga Bahtsul Masail NU Jember. Kedua buku tersebut lalu menjadi perbincangan hangat dan polemik di masyarakat. Akhirnya pada tahun 2008, Pasca Sarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya menggelar debat ilmiah terbuka antar dua penulis buku tersebut. Namun Mahrus Ali tidak datang, dengan alasan keamanan dan hanya diwakilkan penulis kata pengantarnya, Ust. Muammal Hamidi. Tiga tahun berselang, Mahrus Ali yang tidak menghadiri debat tersebut, tiba-tiba muncul dengan dua buku barunya “Bongkar Kesesatan Debat Terbuka Kyai NU di Pasca Sarjana Sunan Ampel Surabaya” dan buku “Sesat Tanpa Sadar.” Buku ini hadir untuk menjawab atau membantah buku “Sesat Tanpa Sadar” karya Mahrus Ali, yang terbukti banyak melakukan pemelintiran data serta tidak jujur dalam mengutip teks-teks para ulama Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Bahkan yang lebih fatal, Mahrus Ali berani menyalahkan pendapat ulama rujukan utama sekte Wahabi seperti Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dan lain-lain.

Mana dalilnya, sebuah pertanyaan yang sering kali kita ajukan ketika mendengar, membaca atau melihat sebuah kegiatan keagamaan yang berada di tengah-tengah masyarakat. Buku ini menyajikan kepada Anda sebuah jawaban atas pertanyaan tersebut. Dalam buku ini kita diajak untuk menyelami kedalaman makna Al-Qur'a, Hadis dan pemikiran para ulama untuk memperluas wawasan.berpikir Anda. Sehingga, dengan membaca buku Insya Allah, Anda tidak akan lagi terlibat dalam perdebatan yang menjemukan dan tidak bermanfaat.

Mana dalilnya, sebuah pertanyaan yang sering kali kita ajukan ketika mendengar, membaca atau melihat sebuah kegiatan keagamaan yang berada di tengah-tengah masyarakat. Buku ini menyajikan kepada Anda sebuah jawaban atas pertanyaan tersebut. Dalam buku ini penulis mengajak pembaca untuk menyelami kedalam makna Al-Quran, Hadits dan pemikiran para ulama untuk memperluas wawasan berpikir Anda. Shingga, dengan membaca buku ini Insya Allah, Anda tidak akan lagi terlibat dalam perdebatan yang menjemukan dan tidak bermanfaat.

Peringatan dan perayaan Maulid Nabi Muhammad saw adalah sebuah hal yang selalu dijadikan perdebatan panjang dikalangan Umat Islam yang seolah tidak pernah ada titik temunya. Padahal kegiatan ini telah menjadi kebutuhan bagi umat Islam Ahlussnnah Wal Jamaah di dunia, terutama di negara kita Indonesia. Namun dalam perjalanannya selalu ada kerikil-kerikil tajam yang selalu mengusik kegiatan serta peringatan ini dan hal ini telah menimbulkan sakit hati dikalangan umat Islam mayoritas. Bukan hanya cap bid’ah yang selalu disematkan kepada para pecinta Maulid Nabi Muhammad saw ini, bahkan stempel syirik, sesat dan kafir tak luput dari gelar yang diberikan para pembenci maulid ini. Padahal agenda terbesar umat Islam adalah ukhuwah Islamiyyah, namun gara-gara perbedaan ini, akhirnya misi terbesar Rasulullah terabaikan, bahkan dilupakan begitu saja. Oleh karena masalah ini perlu diberikan penjelasan yang memadai dan akurat, sehingga masalah ini tidak menjadi sebuah perseteruan yang akan merugikan Umat Islam. Dalam buku ini al-Allamah Prof. Dr. As-Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasani mengupas secara tuntas dan gamblang tentang kedudukan Seputar Perayaan Maulid Nabi Muhammad saw yang disertai dalil-dalil dari Al-Qur’an Al-Hadits, serta pendapat para ulama yang memiliki kridibilitas dalam keilmuan

araknya gerakan Islam di Indonesia akhir akhir ini, dari “pemain lama” seperti NU dan Muhammadiyah hingga para “pemain baru” seperti Hizbut Tahrir, PKS, Gerakan Salafi atau Wahabi, sampai gerakan segelintir anak negeri yang cukup liberal [JIL]. Semestinya sebagai umat Islam kita bangga dengan semangat keislaman yang diusung mereka. Namun fakta berbicara lain, kemapanan pola keberagaman masyarakat yang telah diperjuangkan para “pemain lama” ternyata malah diusik oleh para “pemain baru” yang entah punya motif apa. Terbukti terdapat banyak sekali upaya upaya untuk menjauhkan masyarakat dari para ulamanya, membuat mereka ragu, bahkan sedikit demi sedikit meninggalkan kegiatan keagamaannya dan beralih kepada “dakwah baru” yang dikoarkan. Bukan hanya itu saja, bahkan kecenderungan untuk berani mencerca dan melukai hati para Sesepuh pun semakin mengemuka dan menjadi hal lumrah. Aksi penyesatan, pembid’ahan dan pengkafiran sesama muslim pun seolah menjadi hobi baru yang semakin mencandu. Oleh sebab itu, pemahaman kembali pada budaya yang sebenarnya merupakan hasil ijtihad dakwah para ulama terdahulu menjadi suatu keniscayaan. Selain itu, upaya meretas rumusan rumusan baru atas berbagai budaya masyarakat yang tidak akan pernah lepas dari jalur jalur syariat juga harus dilakukan, sehingga budaya apapun yang sedang dan akan kita temui bisa disikapi secara bijak tanpa terburu buru memvonis sesat, bid’ah, dan kafir pada sesama muslim. Maka atas petunjuk dan anugerah Allah swt, khususnya bimbingan para ulama, Terbitlah buku ini dengan judul “Kajian Pesantren, Tradisi & Adat Masyarakat, Menjawab Vonis Bid’ah.”

nilah risalah kami [penulis] yang berjudul "an-Nuqul al-Wa-dhihah al-Jaliyyah fi 'Irdh Inkar al-Albani fi al-Aqidah ala Ibn Taymiyyah". Di dalamnya, saya ketengahkan beberapa masalah ideologis (aqa'idiyyah) dalam tauhid yang saya ketahui, yang diperselisihkan di antara Ibn Taymiyyah dan al-Albani, pada khususnya, dan sejawat-sejawat mereka yang lain, pada umumnya. Selain itu, di situ saya ketengahkan beberapa masalah furu' yang diperselisihkan di antara orang-orang yang telah kami sebutkan tadi. Latar belakang ditulisnya buku ini adalah, saya bertemu dengan seorang pemuda penganut Al-Albani. Ia bertanya kepada saya, "Mengapa Anda bersilang pendapat dengan Imam Ibn Taymiyyah dalam beberapa masalah akidah, dan Anda mencelanya?" Saya jawab, "Pertanyaan ini mestinya ditujukan kepada gurumu, al-Albani, sebelum ditujukan kepada-ku, karena dia juga termasuk orang-orang yang mencela dan menolak beberapa keyakinan Ibn Taymiyyah dalam banyak masalah. Barangkali, kalau seseorang mengumpulkannya, niscaya terkumpul lebih dari 200 masalah." Orang itu berkata, "Apakah masuk akal? Bisakah saya mengetahuinya?" Saya katakan kepadanya, "Saya akan menulis sebuah risalah untukmu tentang sebagiannya. Lalu saya akan mencurahkan tenaga, pikiran dan waktu, atas izin Allah SWT, untuk mengumpulkan seluruhnya dan menuliskannya dalam sebuah buku besar. Dalam buku itu, saya akan mengetengahkan masalah-maalah akidah yang diperselisihkan di antara orang-orang seperti Ibn Taymiyyah, Ibn al-Qayyim, asy-Syaukani dan orang-orang yang bertaklid kepada mereka atau yang cenderung kepada mereka seperti al-Albani dan beberapa orang yang mengaku salaf. Semoga Allah SWT memberi mereka petunjuk kepada kebenaran dan jalan yang lurus. Maka, saya memulai risalah yang ringkas ini. Semoga Allah SWT memberikan taufik-Nya.

Orang-orang Wahabi melancarkan serangan yang bertubi-tubi terhadap kaum sufi. Namun rata-rata kritik mereka itu berangkat dari rasa fanatik yang tergesa-gesa, tanpa pertimbangan dalil yang matang. Baru-baru ini mereka menulis buku khusus untuk menghujat pandangan sufistik Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki serta Habib Umar bin Hafid, ulama dan tokoh sufi masyhur dari Makkah dan Hadramaut yang memiliki banyak pengikut dan murid yang tersebar di berbagai penjuru nusantara. Oleh karena reputasi keduanya sangat harum dan pengaruhnya cukup besar di Indonesia, kaum Wahabi berusaha merusak citra keduanya dengan menyebarkan buku yang isinya menghujat pribadi keduanya secara ideologis bahwa beliau terjerumus dalam lumpur bid’ah dan kesyirikan. Namun sebagaimana umumnya kritik mereka terhadap alamiyah falsafawiyah tassawuf hal itu dapat dimentahkan dengan lumayan mudah. Buku ini kiranya cukup sebagai jawaban atas tuduhan mereka itu.

1 comment:

Anonymous said...

Izinkanlah saya menulis / menebar sejumlah doa, semoga Allaah SWT mengabulkan. Aamiin yaa Allaah yaa rabbal ‘alamiin.

Lebih dan kurang saya mohon maaf. Semoga Allaah SWT selalu mencurahkan kasih sayang kepada KAUM MUSLIM : yang hidup maupun yang mati, di dunia maupun di akhirat. Aamiin yaa Allaah yaa rabbal ‘aalamiin.

Asyhaduu anlaa ilaaha illallaah wa asyhaduu anna muhammadarrasuulullaah

A’uudzubillaahiminasysyaithaanirrajiim

Bismillahirrahmaanirrahiim

Alhamdulillaahi rabbil ‘aalamiin,
Arrahmaanirrahiim
Maaliki yaumiddiin,
Iyyaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin,
Ihdinashirratal mustaqiim,
Shiratalladzina an’amta alaihim ghairil maghduubi ‘alaihim waladhaaliin

Aamiin

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Alhamdulillaahirabbil ‘aalamiin, hamdan yuwaafi ni’amahu, wa yukafi mazidahu, ya rabbana lakal hamdu. Kama yanbaghi lii jalaali wajhika, wa ‘azhiimi sulthaanika.

Allaahumma shalli wa sallim wa baarik, ‘alaa Sayyidinaa wa Nabiyyinaa wa Maulaanaa wa Maulaanaa Muhammadin wa ikhwaanihii minal anbiyaa-i wal mursaliin, wa azwaajihim wa aalihim wa dzurriyyaatihim wa ash-haabihim wa ummatihim ajma’iin.

ALLAAHUMMAFTAHLII HIKMATAKA WANSYUR ‘ALAYYA MIN KHAZAA INI RAHMATIKA YAA ARHAMAR-RAAHIMIIN.

RABBI INNII LIMAA ANZALTA ILAYYA MIN KHAIRIN FAQIIR.

Rabbana hablana min azwaajina, wa dzurriyyatina qurrata a’yuniw, waj’alna lil muttaqiina imaamaa.

Allaahummaghfirlii waliwaalidayya war hamhumaa kama rabbayaanii shagiiraa.

Ya Allaah, tetapkanlah kami selamanya menjadi Muslim.

Ya Allaah, percepatlah kebangkitan KAUM MUSLIM. Pulihkanlah kejayaan KAUM MUSLIM, Lindungilah KAUM MUSLIM dari kesesatan dan berilah KAUM MUSLIM tempat mulia di akhirat.

Allaahumma innaa nas’aluka salaamatan fiddiini waddun-yaa wal akhirati wa ’aafiyatan fil jasadi wa ziyaadatan fil ‘ilmi wabarakatan firrizqi wa taubatan qablal mauti, wa rahmatan ‘indal mauti, wa maghfiratan ba’dal maut. Allahuma hawwin ‘alainaa fii sakaraatil mauti, wannajaata minannaari wal ‘afwa ‘indal hisaab.

Allaahumma inna nas aluka husnul khaatimah wa na’uudzubika min suu ul khaatimah.

Allaahuma inna nas’aluka ridhaka waljannata wana’uudzubika min shakhkhatika wannaar.

Allaahummadfa’ ‘annal balaa-a walwabaa-a walfahsyaa-a wasy-syadaa-ida walmihana maa zhahara minhaa wamaa bathana min baladinaa haadzaa khaash-shataw wamin buldaanil muslimuuna ‘aammah.

Allaahumma ashlih lanaa diinanal ladzii huwa ‘ishmatu amrina Wa ashlih lanaa dun-yaanal latii fii haa ma’asyunaa. Wa ashlih lanaa aakhiratanal latii ilaihaa ma’aadunaa. Waj’alil hayaata ziyadatan lanaa fii kulli khairin. Waj’alil mauta raahatan lanaa min kulli syarrin.

YA ALLAAH, IZINKANLAH SEGALA NAMA DAN GELAR SAYYIDINA WA NABIYYINA WA MAULAANAA MUHAMMAD SHALLALLAAHU’ALAIHI WA AALIHI WA SHABIHI WA UMMATIHI WA BARAKA WAS SALLAM MEWUJUDKAN BERKAH KE SEANTERO SEMESTA – KHUSUSNYA BAGI KAMI, KELUARGA KAMI DAN KAUM MUSLIM.

YA ALLAAH, IZINKANLAH PULA KAMI MERAIH BERKAH-MU MELALUI PERANTARAAN BERBAGAI TULISAN DALAM SITUS INI.

—— doa khusus untuk PARA NABI, PARA KELUARGANYA, PARA SAHABATNYA, SEMUA YANG BERJASA PADA (PARA) NABI, PARA SALAF AL-SHAALIH, PARA SYUHADA, PARA WALI, PARA HABAIB, PARA IMAM, PARA ULAMA DAN SEMUA YANG BERJASA PADA ISLAM, SERTA SEMUA MUSLIM SALEH YANG (TELAH) WAFAT. Semoga Allaah selalu mencurahkan kasih sayang kepada mereka.

ALLAAHUMMAGHFIRLAHUM WARHAMHUM WA’AAFIHIM WA’FU ‘ANHUM
ALLAAHUMMA LAA TAHRIMNAA AJRAHUM WA LAA TAFTINNAA BA’DAHUM WAGHFIRLANAA WALAHUM
———————

Rabbanaa aatinaa fiddun-yaa hasanataw wa fil aakhirati hasanataw wa qinaa ‘adzaabannaar wa adkhilnal jannata ma’al abraar.

Rabbanaa taqabbal minna innaka antassamii’ul aliimu wa tub’alainaa innaka antattawwaaburrahiim. Washshalallaahu ‘alaa sayyidinaa wa nabiyyinaa wa maulaanaa muhammadin wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa ummatihi wa baraka wassallam.

HASBUNALLAAH WANI’MAL WAKIIL NI’MAL MAULA WANI’MAN NASHIIR.

Subhana rabbika rabbil ‘izzati, ‘amma yasifuuna wa salamun ‘alal anbiyaa-i wal mursaliin, walhamdulillahirabbil ‘aalamiin.

Aamiin yaa Allaah yaa rabbal ‘aalamiin.

Ganie, Indra – Bintaro Jaya, Tangerang Selatan, Banten, Indonesia