Friday, April 5, 2013

Memahami Agama, Kunci Dari Tarekat

Sufinews
Syeikh Abdul Wahab Asy-Sya’rani

DARI sini kaum sufi mengatakan: “Pahamilah agama anda lebih dahulu baru anda kemari dan masuk ke dalam tarekat.” Ini dengan harapan tidak banyak memperhatikan lagi kepada selain tarekat. Barangkali ia baru mulai masuk dalam majelis dzikir misalnya, kemudian masih butuh menelaah pelajaran-pelajaran syariatnya, menghadiri diskusi bersama para pencari ilmu (mahasiswa) dan banyak berdebat. Ini akan menjauhkan dari makna yang dimaksud dalam tarekat untuk selalu muraqabah kepada Allah Swt. saja, dimana sebagian besar ilmu-ilmu yang rumit dan pelik akan ikut mempengaruhi bagian nafsu. Sementara seluruh landasan tarekat dibangun atas dasar melawan dan tidak menuruti kesenangan nafsu. — Dan hanya Allah Yang Mahatahu.

Dan seyogianya seorang murid memiliki saksi yang bisa membuktikan pengakuannya dalam setiap kondisi dan tingkatan spiritual, apakah pengakuannya sekadar berpura-pura atau memang pengakuan yang sesungguhnya. Kalau ia mengaku cinta kepada Allah maka warna temperamennya akan lebih cenderung pucat, bila mengaku zuhud dalam masalah dunia maka ia akan menjauhi orang-orang yang jahat, dan bila mengaku dalam kondisi kelaparan maka tubuhnya kelihatan kurus.

Asy-Syarifal-Ahmadi bercerita: Kami pernah di majelis orang-orang fakir sufi yang ada di Bahasna untuk mengunjungi orang-orang saleh. Ternyata secara tiba-tiba ada seorang pemuda yang kelihatan kurus datang kepada kami. Warna kulitnya kelihatan pucat dan menunjukkan tanda-tanda orang baik. Ketika salah seorang dari kami yang bisa bersyair melihatnya maka ia melagukan bait syair:

Dan kerinduan menjadikannya kurus dan selalu mendapat bagian ketika terbenamnya bintang untuk selalu merintih

Kemudian pemuda itu menjerit dan dengan tangannya ia memukuli tiang, sampai pecah. Dan akhirnya kerinduan semua orang yang ada di tempat itu bergerak.

Maka bisa diketahui, bahwa setiap orang fakir sufi yang tidak pernah menderita kelaparan dan beratnya mujahadat ia akan terus diliputi kebekuan hati dan diliputi oleh hijab yang sangat tebal. Andaikan mendengar al-Qur’an ia hampir tidak bisa mendapatkan nasihat apa pun dan larangan-larangan-Nya karena sangat tebalnya hijab. — Dan hanya Allah Yang Mahatahu.

MENGAMBIL ALTERNATIF YANG LEBIH BERHATI-HATI

DAN diantara perilaku murid, hendaknya ia mengambil cara yang lebih berhati-hati dalam masalah agama dan keluar dari perbedaan pendapat para ahli fikih menuju pada pendapat yang paling disepakati mereka semampu mungkin. Ini dimaksudkan agar ibadahnya bisa dianggap sah oleh semua madzhab, atau paling tidak sebagian besar madzhab fikih. Sebab kalau syariat memberikan keringanan (rukhshah) itu hanya diperuntukkan orang-orang lemah dan mereka yang dalam kondisi darurat atau memiliki kesibukan. Sedangkan kaum sufi tidak memiliki kesibukan apa pun kecuali selalu mengambil tindakan nafsunya untuk selalu melakukan ketentuan syariat yang bersifat hukum asal (azimah). Oleh karenanya kaum sufi mengatakan: “Apabila seorang fakir sufi telah turun dari tingkatan hakikat menuju pada keringanan-keringanan yang diberikan syariat, berarti ia telah merusak dan membatalkan perjanjiannya dengan Allah.”

Dan diantara perilaku yang harus dilakukan murid hendaknya menyembunyikan seluruh kondisi spiritualnya yang terjadi antara dia dengan Allah Swt. semampu mungkin, sampai tertanam kuat pada tingkatan menjaga dan memperhatikan al-Haq saja, tanpa memperhatikan siapa pun dan makhluk-Nya. Maka hampir tidak seorang pun yang mampu mengambil kedudukan spiritualnya dan tidak seorang pun yang tahu kondisi spiritualnya, karena sangat rapat dalam menjaga dan menyembunyikannya.

Ada salah seorang fakir sufi datang kepada Syekh Muhammad asy-Syarbini dan melantunkan bait syair di depannya:

Berapa banyak pemuda yang menyangka aku jauh
Sedangkan dia diam berada di bawah tenda

Maka Syekh asy-Syarbini berteriak dan bangkit kemudian memegang si pemuda yang melantunkan syair tersebut sembari bertanya, “Dari mana anda tahu akan hal itu?”

Para ahli tarekat telah sepakat bahwa, seorang murid apabila yang memberikan dorongan untuk beramal itu selain al-Haq, maka tidak akan ada sesuatu yang muncul darinya. Mereka juga sepakat bahwa, setiap murid yang suka pamer agar semua orang bisa melihat kesempurnaannya maka ia telah terputus. Apalagi kalau semua orang ingin mencari berkah darinya maka habislah sudah secara keseluruhan.

Seorang murid juga harus melatih dan memantapkan dirinya untuk selalu sanggup memikul beban penderitaan dalam menempuh tarekatnya, dan tidak segera berpaling dan tarekat untuk mencari alternatif lain bila ditimpa penyakit, kekurangan, dan bencana yang menyusulnya. Untuk selamanya ia juga tidak boleh mengambil keringanan bila sedang ditimpa kesulitan, kemiskinan dan kondisi yang membahayakan. Sering kali terjadi pada murid dijauhi oleh semua orang bila ia sudah masuk ke dalam tarekat kaum sufi. Mereka akan menguasai harga dirinya dengan mencemooh dan meremehkannya. Pada saat seperti itu setan akan datang menemuinya sembari mengatakan, ‘Anda tidak perlu untuk mencari tarekat kaum sufi seperti itu. Berapa tahun anda enak dan tidak ada masalah di tengah-tengah masyarakat? Semua orang mengatakan anda baik dan tidak pernah mengumpat karena kesalahan anda!” Akhirnya kalau menuruti omongan setan, si murid akan segera membatalkan perjanjiannya dan mengundurkan diri dari tarekat, akhirnya semakin bercerai-berai, yang tidak layak lagi masuk di tarekat dan juga yang lain. Maka hendaknya seorang murid berteguh pendirian untuk tetap berjalan di tarekat dan tidak guncang dengan membawa kebenaran hanya karena ujian yang ada di dalamnya, karena sesungguhnya hal itu dari setan. — Dan hanya Allah Yang Mahatahu.

TIDAK PERNAH MENINGGALKAN SANG GURU

DIANTARA perilaku yang harus dilakukan murid, bila ia memiliki seorang guru maka ia harus tetap bersama sang guru dan tidak pernah meninggalkannya. Kalau ia sedang bermujahadat hendaknya berkhalwat dengan menghadap ke pintu rumah sang guru, agar penglihatan sang guru selalu menatap kepadanya ketika dia hendak keluar. Hal itu merupakan tanda keberhasilan dan kebahagiaan Si murid. Barangkali sekali tatapan mata sang guru mampu menjadikannya “emas” yang tampak di mata sehingga tidak butuh lagi bermujahadat, sebagaimana yang terjadi pada Tuan Guru Yusufal-’Ajami.

Suatu hari ia keluar dan khalwat, dan tidak menemukan seorang pun dari kaum fakir sufi yang bisa dilihatnya. Pertama kali yang ditatap oleh penglihatan matanya adalah seekor anjing. Akhirnya seluruh anjing yang ada di Mesir mengikutinya, dan berjalan di belakangnya ke mana pun ia berjalan, dan berhenti bersamanya di mana pun ia berhenti. Akhirnya semua orang mengkhawatirkan sapi dan binatang ternak yang lainnya akan seperti anjing-anjing tersebut. Maka Tuan Guru berjalan di belakang anjing-anjing tersebut sembari mengusirnya. Akhirnya anjing-anjing itu meninggalkannya. Tuan Guru berkata, “Andaikan tatapan pandangan mata yang pertama kali itu tertuju pada manusia, tentu ia akan menjadi seorang imam yang diikuti.”

Kaum sufi mengatakan: “Sepantasnya seorang murid tidak mengadakan perjalanan jauh atau bepergian sebelum diterima oleh tarekat. Sebab bepergian bagi seorang murid merupakan racun yang mematikan.”

Imam al-Qusyairi —rahimahullah— mengatakan: “Apabila Allah menghendaki seorang murid itu baik, maka Allah akan menetapkannya di tempat keinginannya dan melanggengkannya untuk selalu berada dijalan mujahadatnya. Akan tetapi bila Allah menghendakinya jelek, maka Allah akan mengembalikannya pada kondisi sebelum ia bertobat dan disibukkan dengan urusan dunia sehingga jauh dari-Nya.” Al-Qusyairi juga mengatakan: “Kebaikan dan segala kebaikan adalah selalu berhenti di depan pintu gerbang sang guru. Apabila Allah menghendaki seorang hamba itu jelek maka Dia akan mencerai-beraikannya ke tempat pengasingan sebelum ia kokoh dalam masalah-masalah Tuhannya.”

Sementara akhir dari masalah dalam pengembaraannya hanya akan menjadi hijab yang kosong dari adab yang diinginkan atau bertambahnya tempat-tempat baru yang ia kunjungi atau bertemu dengan guru-guru yang tidak harus mengikatkan diri dengan salah seorang dari mereka untuk mendidik. Orang seperti ini tidak terbebani untuk selalu berjalan pada jalur tarekat yang telah ditentukan. Sebab Allah tidak menghendakinya naik ke tingkatan para tokoh sufi. Andaikan Allah menghendaki untuk naik tentu Dia akan mengikatkannya dengan seorang guru yang bakal dia layani dan berjanji untuk selalu mendengar dan taat terhadap apa yang disuka dan dibenci. Dan hanya Allah Yang Maha Tahu.

Sumber: Sufinews.com

1 comment:

Anonymous said...

terimakasih atas informasinya kawan,, sangat membantu...