Wednesday, November 9, 2011

Sufi Road: Uzlah

Syaikh Ahmad Ibn 'Athaillah :
"Tidak ada sesuatu yang bisa memberi manfaat di dalam hati sebagaimana "uzlah" (mengasingkan diri) dimana akan masuk sebab uzlah itu luasnya berpikir".


Uzlah adalah mengasingkan diri dari pergaulan masyarakat. Bagi seseorang, mengasingkan diri dari pergaulan masyarakat itu bisa memberi manfaat di dalam jiwanya. Hatinya bisa luas berfikir mengenai masalah akhirat. Berbeda jika bergaul dengan masyarakat banyak, maka yang dipikir adalah masalah-masalah duniawi yang bisa dilihat mata. Padahal yang demikian ini bisa merangsang nafsunya untuk berbuat sesuatu yang bisa melanggar peraturan agama. Ini berarti hatinya telah dihinggapi penyakit hati. Untuk menyembuhkan penyakit hati ini jalan yang paling baik adalah ber-uzlah atau mengasingkan diri dari masyarakat ramai. Kemudian setelah uzlah bebaslah hati untuk berfikir mengenai alam gaib atau akhirat. Sedang memikirkan
sesuatu mengenai di akhirat adalah ibadah yang baik dan terpuji karena menyebabkan hati menjadi terang, tidak gelap.

Imam Alghazaly menggambarkan mengenai uzlah, adalah seperti kita tidak terikat terhadap air yang ada disumur … walaupun kita sangat membutuhkan akan air tersebut sebagai sumber kehidupan. Alqur'an juga telah menggambar-kan orang yang terpaut hatinya kepada Allah (tidak terikat oleh dunia), namun juga tidak melalaikan tugas dan kewajibannya sebagai karyawan dan tanggung jawab terhadap keluarganya ...

Firman Allah: "Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah …." ( QS. An Nur: 37)

Menurut Syekh Abul Qasim al-Qusyairi dalam Ar-Risalatul Qusyairiyah, ‘Uzlah merupakan lambang bagi orang yang sedang wushul (sampai) kepada Allah. Memisahkan diri dari keramaian manusia sangat diperlukan bagi mereka yang baru saja menempuh jalan suf. Selanjutnya ia mengasingkan hatinya dari duniawi karena berada dalam kesukacitaan luar biasa dalam hatinya.
Untuk melakukan ‘Uzlah kata al-Qusyairi, seseorang harus memantapkan ilmu agamanya dan tauhidnya, agar dalam proses ‘Uzlah tersebut, seseorang tidak tergoda bisikan-bisikan syetan. Biasanya para sufi mengaitkan tradisi ini dengan khalwat dan zuhud. Zuhud sendiri merupakan buah dari ‘Uzlah. Abu Muhammad al-Jurairi ketika ditanya, apa sebenarnya ‘Uzlah itu? Ia menjawab, “Uzlah adalah Anda masuk dalam kumpulan orang banyak sambil menjaga batin Anda supaya tidak diharu-biru oleh mereka. Anda menjauhkan diri dari dosa-dosa, sementara batin Anda berhubungan dengan Allah.

Menurut Syekh Zarruq, orang yang ber-uzlah terbagi dalam tiga bagian. Pertama, orang yang ber-uzlah dengan hatinya saja sementara badannya tidak. Kedua, orang yang ber-uzlah badannya saja sementara hatinya tidak. Ketiga, orang yang ber-uzlah baik badan maupun hatinya.

Orang yang ber-uzlah menurut kriteria pertama adalah orang yang dapat memelihara hatinya dari keadaan sekitar dia. Meski hidup di tengah kemaksiatan, ia tidak terpengaruh oleh keadaan sekitarnya. Orang yang ber-uzlah menurut kriteria kedua adalah orang yang terpengaruh oleh keadaan sekitarnya meskipun ia tinggal menyendiri. Sedangkan orang yang ber-uzlah menurut kriteria ketiga adalah orang yang benar-benar menjauhkan diri dari keadaan sekitarnya baik fisik maupun hatinya.

Uzlah yang terbaik menurut Ibnu Athaillah adalah uzlah-nya Ahlun Nihayah atau manusia yang berada pada tingkat sempurna. Berdasar penjelasannya, orang yang berada pada tingkat ini, ciri-cirinya lebih dekat dengan pelaku uzlah yang masuk kelompok pertama. Orang yang masuk kriteria pertama ini hidupnya diibaratkan seekor ikan yang hidup di laut. Ikan laut tidak akan terasa asin walaupun ia hidup di air laut yang begitu asin. Begitulah hidup orang yang beriman, sangat dekat kepada Allah SWT. Ia tidak terpengaruh oleh keadaan sekitarnya yang penuh kemungkaran. Dia justru terus melawan kemungkaran itu.

Khalwah dengan hati terjadi ketika hati lebur dalam universalitas Yang Maha-Haqq. Hatinya diam tertuju kepada-Nya, terpesona, seolah-olah la nyata bersamanya. Satu hal prinsip yang harus dilalui oleh seorang salik adalah memperbanyak amalan zikir lewat hati dan lisan secara total, sampai zikirnya itu mengalir ke seluruh seluruh anggota raganya dan me-ngalir bersama peluh keringatnya, lalu merasuk ke dalam jiwa, seketika lisannya akan terdiam, hanya hatinya yang melantunkan lafaz "Allah..., A.llah..." dalam lantunan batin, dan menafikan aktivitas raga dalam berzikir. Sampai kemudian hatinya terdiam, dan terjadilah peleburan jiwa terhadap Zat yang dicarinya, hanyut dalam pesona musyahadah dengan-Nya. Lalu dengan musyahadah tersebut, ia sirna dalam Diri-Nya. Muncullah fana’ dari totalitas diri terhadap universalitas-Nya, seakan-akan ia berada di hadirat-Nya. "Maka katakanlah, kepunyaan siapakab kerajaan hari ini, hanya kepunyaan Allah Swt. yang Mahaesa lagi Mahaperkasar (Q.S. al-Mu'min [40]: 16) Pada saat itulah Allah Swt. tampak dalam batinnya, sehingga ia mabuk merasakan ekstase dalam kedahsyatan-Nya, dalam suasana hudur, pengagungan, dan takzim, sam-pai dada tersisa sedikit pun bagi selain yang dicarinya, yaitu Rabb Yang Maha Agung.

Rasulullah saw. telah bersabda :

"Berfikir satu jam (sebentar) itu lebih baik daripada ibadah tujuh puluh tahun".

Mengenai berfikir ini ada 3 tingkatan, yaitu :

1. Berfikirnya orang umum (awam). Maka yang mereka pikirkan adalah sesuatu mengenai kenikmatan dan karunia dari Allah. Dengan memikirkan masalah kenikmatan dan karunia Allah itu, mereka lalu bergairah untuk tekun beribadah. Yang akhirnya dengan ketekunannya itu dapat dicapai tingkat
marifat kepada Allah.

2. Berfikirnya orang Khash (orang-orang tertentu yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah). Maka mereka berpikir mengenai janji-janji Allah dan pahala-Nya. Dengan cara seperti itu mereka menjadi giat menjalankan semua perintah-perintah Allah dengan harapan akan mendapat pahala sebanyak-sebayaknya yang telah dijanjikan Allah itu.

3. Berpikirnya orang Khash pula. Yaitu berpikir mengenai ancaman-ancaman Allah dan siksa-Nya. Dengan cara berpikir seperti itu, mereka menjadi takut sehingga mau menjauhi semua larangan-larangan Allah dengan harapan-harapan besok di akhirat kelak terhindar dari siksa Allah yang pedih.

Ketahuilah bahwa Uzlah itu hanyalah sebagai lantaran saja. Sedang tujuan utama orang ber-uzlah adalah tafakkur yaitu berfikir mengenai sesuatu tang bisa menjadikan seseorang dekat kepada Allah. Maka cara yang terbaik adalah uzlah. Sedang kalau tidak uzlah, maka dikhawatirkan akan ketularan sifat-sifat yang tidak baik yang berlaku dimasyarakat. Misalnya berbagai macam kemaksiatan seperti mengumpat di belakang orang, riya, sombong dan lain sebagainya. Dengan demikian orang beruzlah bisa terpelihara agamanya, terhindar dari percekcokan dan terhindar dari fitnah.

Disebutkan dalam sebuah hadis :

"Perumpamaan teman yang jelek itu bagaikan tukang besi yang membakar besi. Bila bunga api dari besi itu tidak membakarmu, maka akan melekat bau busuknya".

Berkata Ka'ab :
"Barang siapa menghendaki kemuliaan di akhirat, maka hendaklah memperbanyak tafakkur"

Tafakur dapatdilaksanakan kalau orang mau mengasingkan diri, tidak bercampur dengan masyarakat banyak (uzlah). Sehingga pengaruh-pengaruh buruk dari mereka dapat dihindarkan. Maka tafakur inilah buahnya uzlah.

Abu Dardaa' pernah ditanya mengenai amalnya yang paling utama. Maka dia katakan bahwa amal yang utama adalah "tafakur". Karena dengan tafakur orang bisa sampai kepada pengertian hakekat sesuatu, bisa mengerti kenyataan yang benar dari pada yang batal, bisa mengerti sesuatu yang bermanfaat dari pada yang mudharat. Begitu pula dengan bertafakur orang bisa melihat bencana hawa nafsu yang samar-samar, mengetahui tipu daya musuh (setan), dan bujukan keduniaan.

Hasan Al Bashri berkata :

"Tafakur itu merupakan cermin yang bisa memperlihatkan kepadamu akan kebaikanmu dari pada keburukanmu. Dengan cermin itu pula orang bisa melihat kebesaran dan keagungan Allah Ta'ala bila ia bertafakkur mengenai tanda-tanda dan semua yang dibuat oleh Allah. Juga ia bisa melihat tanda-tanda Allah yang terang dan yang samar. Maka dengan begitu dia bisa mengambil faedahnya dari berbagai tingkah laku yang luhur, sehingga hilanglah penyakit hatinya dan dengan sebab itu dia bisa lurus di dalam taat
kepada Tuhannya".

Uzlah sebagaimana disebutkan di atas mengandung arti "khalwah". Yaitu bertafakkur di tempat yang sepi lagi sunyi. Dan khalwah ini merupakan salah satu dari empat tiang yang menjadi dasar bagi orang-orang yang menghendaki penglihatan bathin kepada Allah. Adapun tiga lagi yaitu : Diam, lapar, dan bangun malam itulah yang menjadi dasar bagi seorang murid untuk mencapai tingkat penglihatan bathin kepada Allah. Bahkan Sahl bin Abdullah mengatakan bahwa semua kebaikan itu terkumpul di dalam empat perkara ini. Yaitu : perut yang lapar, mulut yang selalu diam, mengasingkan diri (khalwah, dan bangun
malam.

> Dari berbagai sumber

1 comment:

Anonymous said...

subhanAllah