1.
Dia
–
Allah, Sang Maha Hidup (Al-Hayy).
2.
Allah adalah Sang Esa, Unik, Sendiri, dan „saksi‟ sebagai yang
Satu.
3.
Sekaligus, Sang Esa dan kesaksian atas Penyatuan (Tawhid) yang Satu,
Adalah „di Dia‟ dan „dari Dia‟.
4.
Dari-Nya datang jarak pemisah (makhluk) yang lain dari Penyatuan-Nya, dan itu dapat dilambangkan demikian ini:
Tauhid terpisah dari Allah, dan simbol
„wahdaniyah‟
ini dilambangkan oleh
„Alif‟
(
) panjang, dengan sejumlah
„dal‟ (
) di dalamnya. Adapun
„Alif‟
-nya (
) merupakan Zat, dan
„dal‟
-nya (
) sebagai Sifat.]
5.
Pengetahuan Tauhid adalah sebuah ikhtisar kesadaran yang mandiri, dan perlambangnya demikian ini:
Inilah
„Alif‟
(
) purba-
Nya Zat (‟Alif‟
panjang) dengan
„alif
-
alif‟
(
) lainnya, yang merupakan wujud-wujud makhluk, dan yang hidup di atas
„Alif‟
(
) utama.]
6.
Tauhid adalah sifat subyek makhluk yang melafalkan ketauhidannya, dan bukan sifat sang Obyek yang tersaksikan Satu.
7.
Apabila aku yang makhluk mengatakan “aku”,
dapatkah aku membuat-Nya juga
mengatakan “Aku”?
Tauhidku datang dariku, dan bukan dari-Nya. Dia suci [munazzah] dariku dan Tauhidku.
8.
Bila aku mengatakan: “Tauhid kembali
ke
„ia‟
yang mengatakannya,”
maka aku membuatnya (Tauhid) sebagai suatu makhluk.
9.
Jika aku mengatakan: “Tidak,
Tauhid itu datang dar
i sang Obyek yang tersaksikan,”
maka adakah hubungan yang mengaitkan seorang peng-Esa (Tauhid) ke pernyataannya tentang Penyatuan itu?
10.
Andai kukatakan: “Memang,
Tauhid adalah hubungan yang mengaitkan sang Obyek ke
subyeknya,”
maka aku telah mengarahkan hal ini ke sebuah ketentuan nalar!
____________________________________________
Diterjemahkan oleh AM Santrie dari “THAWASIN” edisi Arab, terbitan Beirut
dan edisi Inggris, terjemahan Aisha Abd Arhman At-Tarjumana
No comments:
Post a Comment