Sunday, November 25, 2012

Risalah Al Qusyairi 7: Zuhud

Abd al-Karim ibn Hawazinal-Qusyairi

Diriwayatkan dari Abu Khallad, bahwa Nabi saw mengatakan, “Apabila kamu sekalian melihat seseorang yang telah dianugerahi zuhud berkenaan dunia dan ucapan, maka dekatilah dia, kerana dia dialiri kebijaksanaan.”

Sementara orang mengatakan, “Zuhud bersangkutan dengan hal-hal yang haram saja, sebab hal-hal yang halal diperbolehkan Tuhan. Apabila Tuhan memberikan berkah kepada hamba-hamba-Nya berupa harta yang halal, dan hamba itu sendiri bersyukur kepada Tuhan atas berkah itu, maka sikap zuhud berkenaan dengan harta seperti itu, menurut syariah-Nya, adalah makruh.”

Sebagian orang yang lain mengatakan, “ Zuhud terhadap hal-hal yang haram adalah suatu kewajiban, sementara zuhud terhadap hal-hal yang halal adalah suatu kebaikan. Apabila hamba yang berzuhud miskin, tetapi sabar terhadap keadaannya, bersyukur atas apa pun yang telah dianugerahkan Tuhan kepadanya, dan berpuas hati dengan apa yang telah Tuhan beri kepadanya, maka hal itu lebih baik berbanding berusaha mengumpul banyak kekayaan di dunia.

Allah menyeru manusia bersikap zuhud berkenaan dengan memiliki kekayaan, melalui firman-Nya, di dalam Surah An-Nisa, ayat 77

أَلَمۡ تَرَ إِلَى ٱلَّذِينَ قِيلَ لَهُمۡ كُفُّوٓاْ أَيۡدِيَكُمۡ وَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَ فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيۡہِمُ ٱلۡقِتَالُ إِذَا فَرِيقٌ۬ مِّنۡہُمۡ يَخۡشَوۡنَ ٱلنَّاسَ كَخَشۡيَةِ ٱللَّهِ أَوۡ أَشَدَّ خَشۡيَةً۬‌ۚ وَقَالُواْ رَبَّنَا لِمَ كَتَبۡتَ عَلَيۡنَا ٱلۡقِتَالَ لَوۡلَآ أَخَّرۡتَنَآ إِلَىٰٓ أَجَلٍ۬ قَرِيبٍ۬‌ۗ قُلۡ مَتَـٰعُ ٱلدُّنۡيَا قَلِيلٌ۬ وَٱلۡأَخِرَةُ خَيۡرٌ۬ لِّمَنِ ٱتَّقَىٰ وَلَا تُظۡلَمُونَ فَتِيلاً 

Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka: “Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah sembahyang dan tunaikanlah zakat!” Setelah diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebahagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat dari itu takutnya. Mereka berkata: “Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami beberapa waktu lagi?” Katakanlah: “Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa dan kamu tidak akan dianiaya sedikit pun.. (An-Nisa: 77)

Sebagian orang lain mengatakan, “Apabila seorang hamba membelanjakan harta dalam kepatuhan, bersabar, dan tidak mengajukan keberatan kepada apa yang dilarang oleh syariah untuk dia lakukan dalam kesulitan hidup, maka adalah lebih baik baginya bersikap zuhud terhadap hal-hal yang dihalalkan.”

Sebagian yang lain berpendapat, “Adalah tepat bagi seorang hamba memutuskan untuk tidak bersikap zuhud dengan sengaja terhadap hal-hal yang halal, tidak pula berusaha memenuhi keperluan-keperluan secara berlebihan, karana menyadari rezeki yang diberikan oleh Allah. Apabila Allah SWT menentukan dia berada pada batas hidup sederhana, maka dia hendaknya tidak memaksakan diri mencari kemewahan, kerana kesabaran merupakan sesuatu paling utama bagi pemilik harta yang halal. Berkenaan dengan makna zuhud, para sufi mengatakan, “Masing-masing orang berbicara sesuai dengan zamannya masing-masing dan menunjukkan batas (yang ditetapkannya) sendiri.”

Sufyan Al-Tsawri menyatakan, “Zuhud terhadap dunia adalah mengurangi keinginan untuk memperoleh dunia, bukan memakan makanan kasar atau mengenakan jubah dari kain kasar.”

Sari As-Saqati menegaskan, “Allah SWT menjauhkan dunia dari dari ahli sufi-Nya, menjauhkannya dari makhluk-makhluk-Nya yang berhati suci, dan menjauhkannya dari hati mereka yang Dia cintai, lantaran Dia tidak memperuntukkannya bagi mereka.” – sesuai dengan firman-Nya dalam surah Al-Hadid, ayat 23.

لِّكَيۡلَا تَأۡسَوۡاْ عَلَىٰ مَا فَاتَكُمۡ وَلَا تَفۡرَحُواْ بِمَآ ءَاتَٮٰڪُمۡ‌ۗ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخۡتَالٍ۬ فَخُورٍ 

(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri,

Yahya Ibn Muadz menyatakan, “Zuhud menyebabkan kedermawanan berkenaan dengan harta, dan cinta menghantarkan kepada semangat kederwanan.” Ibn Al-Jalla berpendapat, “Zuhud adalah sikap anda memandang dunia ini hina, karana dunia ini fana setelah itu, maka berpaling darinya akan menjadi mudah bagi anda.”

Ibnu Khafif mengatakan, “Petanda zuhud adalah adanya sikap tenang ketika berpisah dari harta milik.”

Al-Nasrabadzi menyatakan, “Seorang zahid adalah orang asing di dunia ini, dan seorang arif adalah orang asing di akhirat.”

Dikatakan, “Bagi orang yang benar-benar bersikap zuhud, dunia akan menyerahkan diri kepadanya dengan penuh kerendahan dan kehinaan.”

Junaid mengajarkan, “Zuhud adalah: Hati kosong dari sesuatu yang tangan tidak memilikinya.”

Abu Sulaiman Ad-Darani menegaskan, “Pakaian bulu domba adalah salah satu tanda zuhud; oleh sebab itu, tidak layak bagi seorang zahid mengenakan pakaian beharga 3 dirham jika dia menginginkan wang sebanyak 5 dirham.”

Al-Mubarak berpendapat, “Zuhud adalah tawakkal kepada Allah SWT dipadu dengan kecintaan kepada kefakiran.” Si hamba tidak mampu merelakan dunia kecuali dengan tawakkal kepada Allah SWT.

Abd Al-Wahid Ibn Zahid mengatakan, “Zuhud adalah menjauhkan diri dari dinar dan dirham.” Abu Sulaiman Ad-Darani mengatakan, “Zuhud adalah menjauhkan diri dari apa pun yang memalingkan anda dari Allah SWT.”

As-Sari mengatakan, “Kehidupan orang zahid tidak akan baik apabila dia tidak peduli terhadap jiwanya, dan kehidupan seorang arif tidak akan baik apabila dia terlalu mementingkan jiwanya.

Al-Junaid mengatakan, “Zuhud adalah mengosongkan tangan dari harta dan mengosongkan hati dari keterpautan.”

Yahya Ibn Mu’adz menyatakan, “Orang baru akan mencapai zuhud yang sebenar-benarnya apabila dia memiliki sifat-sifat ini: berbuat tanpa disertai keterikatan, berbicara tanpa disertai nafsu, dan kemuliaan tanpa adanya kekuasaan ke atas orang lain.”

Abu Hafs mengatakan, “Tidak ada zuhud kecuali dalam hal-hal yang halal.”

Abu Utsman mengatakan, “Allah SWT memberi seorang zahid sesuatu lebih daripada yang dia inginkan, dan Dia memberikan sesuatu kepada hamba yang dicintai-Nya kurang dari yang dia inginkan, dan Dia memberi hamba yang takut sebanyak yang benar-benar diinginkan.” Muhammad Ibn Al-Fadhl mengatakan, “Kedermawanan kaum pecinta adalah pada waktu mereka berkecukupan, dan kedermawanan kaum pembela adalah pada waktu yang sangat diperlukan.” Seseorang bertanya kepada Yahya Ibn Mu’adz, “Bilakah saya akan memasuki kedai tawakkal, mengenakan jubah zuhud, dan duduk di dalam majlis bersama kaum pecinta?” Dia menjawab, “Ketika anda tiba pada suatu keadaan – dalam latihan untuk cinta secara diam-diam – yang di dalamnya apabila Tuhan menghentikan nafkah anda selama 3 hari, jiwa anda tidak melemah. Tetapi, apabila tujuan ini tidak tercapai, maka duduk di atas karpet kaum pecinta hanyalah kebodohan, dan saya tidak dapat menjamin bahawa anda tidak akan terhinakan di tengah-tengah mereka.” Dikatakan, “Manakala seorang hamba menjauhkan diri dari dunia, maka Allah SWT mempercayakan dirinya kepada malaikat yang menanamkan kebijaksaan di dalam hatinya.” Ahmad Ibn Hanbal memberikan penjelasan, “Ada 3 macam zuhud: bersumpah menjauhi hal yang haram adalah zuhud kaum awam, bersumpah menjauhi berlebihan dalam hal-hal yang halal adalah zuhud kaum terpilih, dan bersumpah menjauhi apa pun yang mengalihkan sang hamba dari Allah SWT adalah zuhud kaum arif.” Al-Nasrabadzi berpendapat, “Zuhud memelihara darah kaum pecinta dan menumpahkan darah kaum arif.” Hatim Al-Asamm berkata, “Kaum pecinta menghabiskan isi dompetnya sebelum dirinya, dan orang bertarekat menghabiskan dirinya sebelum isi dompetnya.”

1 comment:

Khalili Anwar said...

Zuhud memerlukan sebuah proses mujahadah yang sangat keras, zuhud memang sebuah anugerah dari Allah. Berbahagialah orang yagn telah dianugerahi zuhud...
mau berbagi blog www.petualangcahaya.wordpress.com, dan www.versus-versi.blogspot.com