Wednesday, January 12, 2011

Sufi Road : Musawarah Burung (Mantiqu't-Thair) - 5


MUSYAWARAH BURUNG (Rajawali - Bangau - Gereja)

Dalih Rajawali

Selanjutnya datang Rajawali, dengan kepala tegak dan sikap seperti prajurit. Ia pun berkata, "Aku yang senang menyertai para raja tak mengacuhkan makhluk-makhluk lain. Kututup mataku dengan peci agar aku dapat bertengger di tangan raja. Aku amat terlatih dalam sopan-santun dan menjalankan pertarakan seperti petobat agar bila dibawa ke hadapan raja, aku dapat melakukan tugas-tugasku dengan tepat seperti yang diharapkan. Mengapa pula aku harus bertemu dengan Simurgh, meskipun dalam mimpi? Mengapa begitu saja aku harus bergegas kepadanya? Aku tak merasa terpanggil untuk ikut serta dalam perjalanan ini, aku puas dengan sesuap dari tangan raja; istananya cukup bagus bagiku. Ia yang bermain-main demi kesenangan raja, mendapatkan segala keinginannya; dan agar berkenan di hati raja, aku hanya harus terbang lewat lembah-lembah yang tak bertepi. Tak ada keinginanku yang lain kecuali melewatkan hidupku penuh kegembiraan dengan cara begini baik dengan melayani raja maupun dengan berburu menurut kesukaannya."

Jawab Hudhud
Hudhud berkata, "O kau yang terikat pada bentuk lahiriah semata dan tak peduli akan nilai-nilai hakiki, Simurgh ialah makhluk yang layak dengan kedudukannya sebagai Raja, karena kewibawaannya tiada duanya. Tiada raja sejati yang melaksanakan kehendaknya tanpa pikir. Raja demikian patut dipercaya dan pengampun. Meskipun raja duniawi mungkin sering adil pula, namun mungkin pula ia bersalah karena tak adil. Siapa lebih dekat padanya, lebih enak pula kedudukannya. Yang beriman terpaksa harus menentang raja, maka hidupnya pun sering dalam bahaya. Karena raja dapat dibandingkan dengan api, maka jauhilah! Oh, kau yang telah hidup berdekatan dengan raja-raja, hati-hatilah! Dengarkan ini: Adalah sekali seorang raja mulia, ia mempunyai seorang hamba yang badannya bagaikan perak. Hamba itu amat disayanginya sehingga tak dapatlah sang raja sebentar pun berpisah daripadanya. Diberinya hamba itu pakaian-pakaian yang terindah dan ditempatkannya di atas kawan-kawannya. Tetapi kadang-kadang raja itu menghibur diri dengan bermain panah, dan biasanya ditaruhnya sebuah apel di atas hamba kesayangannya dan digunakannya apel itu sebagai sasaran. Dan bila raja melepaskan anak panahnya, hamba itu pun menjadi pucat karena takut. Suatu hari seseorang berkata pada hamba itu, "Mengapa wajahmu berwarna emas? Kau orang kesayangan raja, mengapa pucat seperti mayat?" Jawabnya, 'Bila sang raja hampir mengenai diriku dan bukan apel itu, maka katanya, Hamba ini hampir menjadi sesuatu yang paling tak berguna di istanaku; tetapi bila anak panahnya mengenai sasaran, setiap orang mengatakan hal itu karena kemahirannya. Adapun aku, dalam keadaan yang menyedihkan ini, hanya bisa berharap agar raja akan senantiasa melepaskan anak panahnya dengan tepat'!"

Bangau
Bangau datang amat tergesa-gesa dan segera mulai bicara tentang dirinya sendiri, "Rumahku yang jelita di dekat laut di antara danau-danau pantai, di mana tiada siapa juga mendengar nyanyianku. Aku amat tak suka menyerang sehingga tak ada yang merasa susah karena aku. Sedih dan murung aku berdiri merenung di tepi laut asin, hatiku penuh kerinduan akan air, karena kalau tak ada air, apa yang akan terjadi padaku! Tetapi karena aku tidak tergolong mereka yang bermukim di laut, aku seperti mati saja, bibirku kering, di pantainya. Meskipun air bergolak dan ombak memecah di kakiku, aku tak dapat menelan setitik pun; namun jika lautan kehilangan airnya biar sedikit saja pun, hatiku akan terbakar oleh keresahan. Bagi makhluk seperti aku ini, gairahku terhadap laut cukuplah sudah. Aku tak kuat untuk pergi mencari Simurgh, maka harap dimaafkan. Mana mungkin makhluk seperti aku ini, yang hanya mencari setitik air, dapat mencapai persatuan dengan Simurgh?"

Berkata Hudhud, "O yang tak mengenal laut, tidakkah kau tahu bahwa laut penuh dengan buaya dan makhluk-makhluk lain yang berbahaya? Kadang airnya pahit, kadang asin; kadang laut itu tenang, kadang bergelora; senantiasa berubah, tak pernah tetap; kadang laut itu pasang, kadang surut. Banyak makhluk besar telah tertelan binasa di tubirnya yang dalam. Penyelam di dasarnya menahan napas agar ia tak terlempar ke atas bagai jerami. Laut ialah unsur yang sama sekali tanpa kesetiaan. Jangan percaya padanya atau ia akan menghabisi hidupmu dengan merendammu. Laut itu gelisah karena cintanya akan sahabatnya. Kadang ia menggulungkan gelombang-gelombang besar, kadang ia berderau. Karena ia tak mungkin mendapatkan apa yang diinginkannya, bagaimana kau akan menemukan di sana tempat istirahat bagi hatimu? Lautan ialah anak sungai yang pasang di jalan menuju ke tempat sahabatnya; kalau demikian, mengapa pula kau akan tinggal puas di sini, dan tak berusaha melihat wajah Simurgh?"

Orang Alim dan Lautan
Seorang alim yang biasa merenungkan makna segala sesuatu, pergi ke Lautan dan menanyakan mengapa Lautan memakai pakaian biru, karena warna ini ialah warna duka, dan mengapa ia mendidih tanpa api?

Lautan menjawab pada manusia perenung itu, "Aku risau karena terpisah dari sahabatku. Karena kekuranganku, aku tak layak baginya; maka kukenakan pakaian biru ini sebagai tanda sesal yang kurasa. Dalam kesedihanku, pantai-pantai bibirku kering, dan disebabkan api cintaku, aku berada dalam gebalau ini. Kalau dapat kuperoleh setitik saja air surgawi dari Al Kausar,1 maka akan dapat kukuasai gerbang kehidupan kekal. Tanpa setitik ini aku akan mati karena gairah damba bersama ribuan yang lain, yang binasa dalam perjalanan."

Burung Hantu
Burung Hantu tampil ke muka dengan wajah kebingungan, dan katanya, "Telah kupilih sebagai tempat tinggalku sebuah rumah bobrok yang sudah runtuh. Aku dilahirkan di antara reruntuhan itu dan di sana kudapatkan kesenangan -- tetapi tidak dalam minum anggur. Aku pun tahu beratus-ratus tempat yang ramai dihuni, tetapi sebagian ada dalam kekacauan dan yang lain dalam permusuhan. Siapa ingin hidup dengan tenteram mesti pergi ke tempat reruntuhan, seperti orang-orang gila. Bila aku merengut di antara mereka, ini disebabkan harta terpendam.

Cinta harta menarikku ke sana, karena harta itu terdapat di antara puing-puing runtuhan. Aku pun dapat menyembunyikan usahaku yang penuh damba dalam mencari itu, dan berharap akan mendapatkan harta yang tak dilindungi jejimat itu; jika nanti kakiku dapat menemukannya, maka akan tercapailah keinginan hatiku. Aku memang percaya bahwa cinta terhadap Simurgh itu bukan dongengan, karena cinta demikian tak dihayati oleh mereka yang tak peduli; tetapi aku ini lemah, dan jauh dari merasa pasti akan cintanya, karena aku hanya mencintai harta dan reruntuhan ini."

Hudhud berkata padanya, "O kau yang mabuk karena cinta akan harta, taruhlah kau dapat menemukan harta itu! Maka tentulah kau akan mati pula di atas harta itu, sedang hidup telah menyelinap pergi sebelum kau mencapai tujuan mulia yang setidak-tidaknya telah kausadari pula. Cinta akan emas ialah ciri mereka yang tak beriman. Ia yang membuat berhala emas ialah kembaran Thare.1 Bukankah kau barangkali ingin menjadi pengikut As-Samiri2 dari bangsa Israil yang membuat anak lembu dari emas? Tidakkah kau tahu bahwa barangsiapa telah dirusakkan akhlaknya oleh cinta akan emas, maka seperti mata uang palsu ia akan bertukar wajah dengan yang serupa tikus, pada hari kiamat nanti?"

Si Bakhil
Seorang pemabuk menyembunyikan sepeti emas, dan segera sesudah itu, mati. Setahun kemudian anaknya laki-laki dalam mimpi melihat si ayah menjelma jadi tikus, kedua matanya sebak dengan airmata. Tikus itu berlari maju-mundur di tempat emas itu disembunyikan. Si anak menanyainya, "Mengapa Bapak di sini?" Jawab si ayah, "Dulu aku menyembunyikan emas di sini dan kini aku datang hendak melihat apakah ada orang yang telah mengetahuinya." "Mengapa Bapak menjelma jadi tikus?" tanya si anak. Ayahnya berkata, "Jiwa orang yang telah mengorbankan segalanya demi cinta akan emas menjelma serupa ini. Ingat baik-baik tentang diriku, o anakku, dan ambil manfaat dari apa yang kaulihat ini. Tinggalkan cinta akan emas itu!"

Burung Gereja
Lalu datang Burung Gereja, berbadan lemah dan berhati lembut, gemetar, seperti nyala api, dari kepala hingga kaki. Katanya, "Aku termenung bingung dan patah semangat. Aku tak tahu bagaimana mesti hidup, dan aku rapuh bagai rambut. Tak ada yang akan menolong diriku dan aku tak bertenaga sekuat semut pun. Aku tak mempunyai bulu halus maupun lar1 -sedikit pun tidak. Bagaimana mungkin makhluk lemah seperti aku ini berusaha mendapatkan Simurgh? Burung Gereja tak akan sanggup berbuat demikian. Tak kurang mereka di dunia ini yang mencari persatuan itu, tetapi bagi makhluk macam aku ini, itu tak selayaknya. Aku tak ingin memulai perjalanan sesusah itu untuk mencari sesuatu yang tak mungkin kucapai. Jika aku mesti berangkat menuju ke istana Simurgh, aku akan binasa di jalan. Maka karena aku sama sekali tak layak untuk berusaha ke arah itu, aku pun akan merasa puas di sini mencari Yusufku di sumur ini. Jika aku dapat menemukannya dan menariknya ke atas, aku akan terbang membubung bersamanya dari ikan ke bulan."

Hudhud menjawab, "O kau, yang dalam kehilangan harapan kadang bersedih dan kadang gembira, aku tak akan terkecoh oleh alasan yang dibuat-buat ini. Kau sedikit munafik. Juga dalam kerendahan hatimu kau memperlihatkan seratus tanda keriyaan dan kesombongan. Tak usah bicara lagi, jahit bibirmu dan langkahkan kaki. Jika kau terbakar, kau akan terbakar bersama yang lain-lain. Dan jangan bandingkan dirimu dengan Yusuf!"

Cerita tentang Ya'kub
Setelah Yusuf dibawa pergi, maka ayahnya, Ya'kub, kehilangan penglihatan karena airmata darah yang mengalir dari matanya. Nama Yusuf senantiasa di bibirnya. Akhirnya Malaikat Jibril datang padanya dan berkata, "Jika kau ucapkan lagi kata 'Yusuf,' akan kuhapus namamu dari daftar para nabi dan utusan." Ketika Ya'kub menerima amanat dari Tuhan ini, nama Yusuf tak pernah lagi terucap dari lidahnya, tetapi ia tak berhenti mengulang-ulangnya dalam hati. Suatu malam dilihatnya Yusuf dalam mimpi, dan sedianya hendak dipanggilnya, tetapi ingat akan perintah Tuhan, ia pun memukul-mukul dadanya dan mendesahkan keluhan sedih dari hatinya yang bersih. Maka Jibril pun datang: "Tuhan berfirman bahwa meskipun kau tak mengucapkan nama 'Yusuf' dengan lidahmu, namun kau telah mendesahkan keluhan, dan dengan begitu, merusak segala berkat-manfaat taubatmu."

No comments: