Wednesday, August 18, 2010

Hikam Al Hadad:Melepaskan Kebimbangan dalam Memilih Jalan (Thariqah)

[Al-Fushul al-Ilmiyyah wa al-Ushul al-Hukmiyyah, Sayyid Al-Imam Abdullah Al-Hadad.ra]
Sebagian orang yang mencari kebenaran dan ber-suluk1 di jalan Allah adakalanya melihat banyaknya ragam ilmu, amal, dan jalan (thariqah) menuju Allah Swt. la menjadi bingung, mana yang harus dipilih dan jalan mana yang harus ditempuh.

Hal ini mungkin menyebabkannya tetap berhenti di tempatnya karena dilanda kebingungan. Oleh sebab itu, bagi siapa yang mengalami hal atau keadaan seperti itu atau yang serupa dengan itu, hendaknya ia berpikir dengan tenang. Apabila ia berada di bawah pengawasan seorang syaikh2 (guru) yang 'Alim, 'arif3, dan muhaqqiq4, wajiblah ia memilih dan mengandalkan apa yang diisyaratkan atau ditentukan oleh syaikhnya itu, baik dalam hal ilmu, amal, sikap, jalan, kepercayaan, ataupun urusan kehidupan. Demikian itu sudah cukup baginya.

Namun, apabila orang yang bersuluk tidak berada di bawah pengawasan seorang syaikh sama sekali, atau seorang syaikh yang tidak memiliki sifat-sifat seperti yang telah kami sebutkan, hendaknya ia mengetahui, pertama-tama, bahwa di antara berbagai ilmu dan amal, ada yang difardukan atas setiap individu, tidak bagi setiap orang. Yaitu, seperti ilmu tentang keimanan yang dapat membentengi akidah, atau ilmu keislaman, termasuk di dalamnya yang bersangkutan dengan thaharah5, shalat, puasa, dan sebagainya.

Hal-hal ini tidak boleh tidak harus diketahui dan diamalkan, apa pun yang terjadi. Jika telah selesai mencakup (mengetahui dan mengamalkan) itu semua, hendaknya ia memilih amal-amal, ilmu-ilmu, cara-cara, dan aturan-aturan yang dianggapnya lebih sesuai untuk dirinya, lebih berkesan di hatinya, dan lebih dekat pada ridha Tuhannya. Yang demikian ini tidak akan tersembunyi baginya selama ia benar-benar tulus dalam tujuan, keinginan, serta pencariannya akan Tuhannya serta jalan keridhaan-Nya.
Di sini mereka yang bersuluk dan mencari kebenaran akan menjumpai perbedaan yang amat besar. Sebagian dari mereka cocok baginya ilmu yang ini dan sebagian lainnya cocok baginya ilmu yang lain pula. Demikian juga di bidang amalan; ada dari para pencari ini yang cocok dan sesuai baginya bersikap 'uzlah6 (menyendiri) agar dapat mencapai hasil, tetapi bagi yang lain justru tidak cocok baginya kecuali bergaul dengan khalayak. Ada yang tidak sesuai baginya kecuali mencegah diri dari segala usaha memperoleh kebutuhan hidupnya, sedangkan yang lain tidak sesuai baginya kecuali terjun dalam usaha tersebut. Begitu pula dalam persoalan perlunya bepergian jauh dan mengembara untuk memperoleh yang dicari atau tetap berdiam di tempatnya. Demikian itu berlaku seterusnya dalam berbagai ihwal dan persoalan yang berbeda-beda.

Apabila orang yang bersuluk itu telah memilih cara yang menurut pendapatnya paling sesuai, paling cocok, dan paling dekat pada keridhaan Tuhannya serta mendatangkan anugerah dari-Nya, tidak sepatutnya ia mengecam atau memusuhi cara yang berlainan dengan caranya sendiri atau jalan (thariqah8) yang berbeda dengan yang ia tempuh semata-mata karena itu bukan cara dan jalannya sendiri. Padahal, ia termasuk di antara cara dan jalan yang direstui dalam syariat dan dipersaksikan kebenarannya dalam Kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya. Sedangkan, Allah Swt. (bagi-Nya segala puji) telah menetapkan bagi tiap ilmu, orang-orang 'alim tertentu yang mengamalkannya ; bagi tiap jalan, orang-orang yang menempuhnya; dan bagi tiap kedudukan dan cara, orang-orang yang mendudukinya dan menjalaninya. Tidak akan cocok bagi mereka kecuali itu, dan tak akan mendapatkan ridhaNya kecuali dengan cara itu. Dalam hal itu terkandung suatu rahasia, bahkan banyak rahasia, dan banyak pula hikmah yang membutuhkan renungan yang panjang dan amat sulit dicapai kecuali oleh para ahli yang telah tercerahkan nuraninya dan tersucikan batinnya, yaitu orang-orang yang memandang dengan nur Allah Swt., yang mendalam ilmunya, yang di-kasyfkan7 baginya soal-soal ghaib dari hadirat Allah Swt.

Selain itu, seseorang yang bersuluk hendaknya memperhitungkan sekiranya ia setiap kali mempelajari dan mengkaji suatu ilmu, amal, jalan, dan keadaan yang bukan menjadi pegangannya, selalu merasakan kericuhan dalam hatinya serta kekalutan dalam suluknya itu, sebaiknya ia menghentikan pengkajiannya itu dan tak usah ia "menyinggahinya" sama sekali. Tetapi, sekiranya tidak merasakan kericuhan dan kekalutan dalam hal itu, tak apalah ia mengkajinya juga.

Wa min Allah at taufiq hidayah wal inayah, wa bi hurmati Habib wa bi hurmati fatihah!!

Keterangan:
1. Suluk ; metode untuk menempuh jalan Illahiyyah, taqarrub(pendekatan) kepada Sang Khaliq SWT.
2. Syaikh ; menurut bahasa orang yang telah lanjut usianya, kemudian digunakan untuk menyebut seorang guru pembimbing ruhani, mursyid,yang telah mumpuni ilmunya dalam agama.
3. Muhaqqiq ; orang yang telah mencapai dan meyakini kebenaran (al-Haqq) hakiki.
4. 'Arif ; orang bijak yang memperoleh makrifat , yakni pengetahuan mendalam tentang Allah SWT dan alam semesta, atas perkenan Allah Swt dan sebagai anugerah khusus dari-Nya.
5. Thaharah ; Kesucian-kebersihan. Dalam istilah ilmu Fiqih berarti hal bersuci seperti wudhu, mandi janabat dsb.
6. 'Uzlah ; menyendiri, mengasingkan diri. Salah satu cara yang ditempuh dalam usaha mendekatkan diri kepada Allah Swt.
7. Kasy ; penyingkapan hal-hal ghaib secara spiritual oleh Allah Swt bagi hamba yang dikehendakiNya.
8. Thariqah ; jalan. Kaum para ahli tasawuf memiliki metode cara-cara tersendiri dalam mencari kebenaran dan pendekatan kepada Allah Swt sesuai dengan pedoman Al-Qur'an dan Hadist, cara yang dipilih masing-masing jalan tersebut disebut Thariqah (Tarekat).



No comments: