Tanya Jawab dengan Habib Lutfi,- Al Kisah
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh puji syukur kepada Allah (Swt) atas nikmat, rahmat, taufik, dan hidayah-Nya. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad (saw), keluarga dan sahabatnya, dan semoga rahmat serta inayah-Nya tercurah kepada Habib Luthfi bin Yahya dan keluarga. Amin. Saya sering mendengar kata syariat, tarekat, hakikat, dan makrifat; tetapi saya belum begitu paham apa arti semua itu. Tolong Habib jelaskan satu per satu. Bagaimanakah caranya jika saya berbaiat langsung kepada Habib, olehkan melalui surat, atau datang sendiri? Bolehkah seorang santri memiliki dua atau tiga guru tarekat? Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
M. Riyafiy, Pamiritan, BalapulangTegal, Jawa Tengah
Jawaban:
Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Syariat, tarekat, dan hakikat itu tidak bisa dipisah-pisahkan. Bertarekat meninggalkan syariat, tidak benar. Karena, tarekat adalah buah syariat. Jadi, kalau bertarekat, tidak terlepas melalui pintunya dahulu, yaitu syariat. Syariatlah yang mengatur kehidupan kita, dengan menggunaka hukum, dart mulai akidah, keimanan, keislaman, sehingga kita beriman kepada Allah, malaikat, kltab Allah, Rasul, hari akhir, dan takdir baik dan buruk. Dan syariat pula mengetahui rukun Islam, yaitu dua kalimat syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji. Serta keutamaan shalat, juga hubungan antara manusia, seperti jual-bell, pernikahan, dan lainnya.
Setelah menjalankan syariat dengan balk, kita bertarekat, untuk menuju jalan kepada Allah dengan baik. Jadi, secara sederhana menuju jalan kepada Allah disebut tarekat Bertarekat perlu dlblmbing para mursyid, yang akan mengantar murid darl mengerti dan mengenal Allah sampai nanti "dikenal" Allah (swt), yakni dekat dan disayang oleh Dia (Swt). Amalan utama tarekat adalah berzikir.
Hanya, perlu dipahami, pengertlan tarekat tidak terbatas hal itu. Yang dltuntut oleh tarekat di jalan Allah adalah' perilaku para pengikut tarekat yang mulia. Terutama mem-bersihkan kotoran-kotoran yang ada dl dalam batin dan lahirnya, sehingga secara lahir dan batin kita bersih dalam menuju ke jalan Allah.
Sebagai contoh berwudu. Wudu adalah peraturan syariat, guna menjalankan shalat dan lain-lainnya. Biasanya kita hanya berwudu untuk mendapatkan keutamaan wudu, serta sebagai syarat untuk menjalankan shalat. Sedangkan tarekat menuntut buah wudu. Berapa kali kita membasuh muka ketika berwudu. Dan berapa kali kita membasuh tangan setiap hari untuk menjalankan ibadah. Coba kita aplikasikan dalam kehidupan kita, sosialisasikan untuk kehldupan kita masing-maslng. Kalau sudah sering membersihkan muka, kita harus leblh mengerti serta merendahkan hatl, malu kalau kita berlaku sombong.
Darl hasll wudu, kita cari buahnya yaitu lebih berakhlak, lebih rendah hati, lebih beradab, sehingga ada peningkatan dart hari ke hari. Itulah buahnya, sehingga kita semakin dekat kepada Allah. Sebab, justru di hadapan Allah, kita semakin menundukkan kepala. Karena semua itu adalah pemberian-Nya semata-mata. Kalau bukan karena pemberian-Nya (Swt), bagaimana bisa mengerti segala yang kita miliki ini.
Begitu juga, kita pun diberi pemahaman oleh Allah terhadap junjungan kita Nabi Muhammad (saw) atas limpahan rahmat kepadanya, sehingga kita menjadi pengikutnya yang setia. Untuk itulah kita selalu memuji I Rasulullah (saw) dengan tujuan supaya kita lebih dekat | kepada Rasulullah. Dengan begitu, sosok Rasulullah akan menjadi idola bagi kita dalam menapaki kehidupan Wngga akhir hayat.
Bertarekat akan memupuk sikap rendah hati kita kepada para Wali, ulama, guru-guru kita yang telah memberikan pemahaman tentang kebenaran ajaran syareat dan tarekat. Itu baru dari segi membersihkan muka secara lahiriah dan bathiniah, hal itu akan mencegah tangan kita dari berbuat maksiat. Kita akan selalu diperingatkan untuk tidak mengambil yang bukan milik kita apalagi melakukan korupsi, misalnya yang sangat merugikan rakyat. Sebab tangan kita sudah disucikan setiap hari. Kalau kita bisa mempelajari banyak hal dari wudu saja, insyaAllah masalah korupsi itu bisa terberantas. Lalu telinga kita yang digunakan untuk mendengarkan suatu yang baik. Kita tidak akan menyampaikan yang kita dengar kalau informasi itu justru akan memancing masalah atau memanaskan situasi, apalagi menimbulkan pecah belah dan kekacauan. Tentu saja, hal itu berlaku pula bagi mata kita, kedua kaki kita, dan anggota badan lainnya. Itulah hasil karya, hasil didikan, yang mendapatkan bimbingan dari Allah.
Mengapa kita harus berwudu ketika akan mendirlkan shalat? Berwudu tidak hanya membersihkan kotoran lahiriah kita, tetapi pada hakikatnya jugamembersihkan kotoran batinlah. Al-Qur'an menyebutkan bahwa shalat mencegah dari kemungkaran dan kerusakan, karena kita sudah memahami makna wudu dan shalat itu secara tarekat.
Bagi para murid yang ingin belajar tarekat, saya anjurkan, mulailah dari seorang guru yang dipercaya. Tapi sebaliknya, bagi guru yang ingin ditaati muridnya, cobalah didik para murid itu seperti timba yang mendekati sumurnya, bukan sumuryang mendekati timbanya.
Maka akan terbentuklah kewibawaan guru terhadap muridnya. Bagi murid, saya anjurkan untuk belajar hanya pada satu guru. Sebagai contoh mudahnya, kalau air teh dicampur susu lalu dicampur lagi dengan kopi atau lainnya, meskipun halal, apa jadinya? Bagaimana rasanya? Jadi kalau ingin minum teh, minum saja teh tanpa dicampur dengan lainnya. Nikmati minum teh dengan gula, kemudian cari manfaatnya bagi tubuh. Begitu juga kalau ingin minum kopi, susu, atau lainnya. Itu hanya sebagai perumpamaan. Jadi, kalau ingin belajar tarekat, jangan sekadar melihat organisasi itu besar Meski organisasi tarekat itu kecil, kalau lebih berpengaruh terhadap jiwa kita, sehingga iebih mendekatkan diri kepada Allah, tidak perlu ragu lagl untuk mengikutinya.
Sumber: Al Kisah
Jalan orang-orang sufi.. Pecinta menuju makrifatullah Blog ini saya persembahkan untuk saudara2ku sesama muhibbun pencari cinta dan makrifatullah,belajar dan mengikuti jalan tasawuf. Meneladani dan mengikuti jalan para Awlia Allah. Semua Artikel dan foto didalam blog ini dibuat untuk pecinta ilmu dan penambah wawasan keislaman. sy perbolehkan untuk dicopy atau didownload dengan tetap mencantumkan sumber artikel
Pages
▼
Tuesday, February 28, 2012
Friday, February 24, 2012
Rumi : Mengkaji Mukhlish dan Mukhlash
Persepsi inderawi menarik seseorang ke arah dunia,
Cahaya-Nya melambungkan dia ke langit.
Karena benda-benda terinderai itu
letaknya di alam bawah.
Cahaya Tuhan itu bagaikan laut,
sedangkan yang kita inderai itu bagai setitik uapnya.
Apa yang mengendarai indera tidaklah nampak,
yang kita tangkap hanyalah akibat dan kata-kata.
Cahaya inderawi, yang kasar dan berat,
tersembunyi pada hitamnya mata.
Penglihatanmu tak dapat menangkap cahaya inderawi,
bagaimana mungkin ia dapat melihat cahaya kewalian?
Cahaya inderawi yang kasar saja sudah tersembunyi,
apalagi apa yang ada dibaliknya,
yang lebih murni dan halus?
Alam-dunia ini bagaikan jerami,
dalam genggaman angin--yakni alam tak-nampak;
ia hanya dapat menyerahkan diri,
tunduk sepenuhnya pada alam yang tak-nampak.
Kadang ia dibuat merunduk,
kadang menengadah;
kadang bersuara,
kadang utuh, kadang terpecah.
Kadang ia digerakkan ke kiri,
kadang ke kanan;
kadang darinya tumbuh duri,
kadang menyembul mawar.
Perhatikanlah, dibalik pena yang menulis,
tersembunyi Tangan;
di atas kuda yang berderap,
ada Pengendara tak-nampak.
Jika anak-panah melayang,
mestilah ada Busurnya,
walau tak-nampak;
jika tampak diri-diri kita,
mestilah ada Diri yang tersembunyi.
Jangan patahkan anak-panah,
karena ia berasal dari Sang Raja;
tidaklah ia dilepaskan tanpa suatu maksud,
ia berasal dari genggaman jemari Sang Tunggal,
yang paling mengenal sasaran.
Dia bersabda, "... dan bukanlah engkau yang
melempar, ketika engkau melempar ..": [1]
tindakan-Nya mendahului
tindakan-tindakan kita.
Patahkanlah kemarahanmu,
bukannya anak-panah itu:
tatapanmu yang penuh amarah
menganggap susu sebagai darah.
Ciumlah anak-panah itu,
dan persembahkan kepada Sang Raja;
anak-panah berpercik darah,
darahmu sendiri.
Apa yang tampil di alam nampak,
tak-berdaya, terpenjara dan rapuh;
apa yang tak-nampak
begitu perkasa dan agung.
Kita lah hewan buruan,
yang ditunggu jebakan sangat menakutkan;
kita bagai bola dalam permainan polo,
menunggu pukulan tongkat,
dan dimanakah Sang Pemukul?
Dia menyobek,
Dia pula yang merajut:
dimanakah Sang Penjahit?
Dia meruntuhkan,
Dia yang membakar,
dimanakah Sang Pemadam api?
Dalam sekejap Dia dapat mengubah
seorang suci menjadi kufur;
sekejap pula Dia dapat mengubah
penyembah berhala menjadi seorang zahid.
Seorang mukhlish setiap saat dalam bahaya
terjatuh kedalam jebakan,
sampai dirinya sepenuhnya termurnikan.
Karena dia masih berjalan,
dan penyamun tak terhingga jumlahnya;
yang berhasil selamat hanya
mereka yang dijaga-Nya.
Jika belum mati seseorang
dari dirinya sendiri--bagaikan cermin kemilau,
dia tak-lebih dari seorang yang mukhlish:
jika dia belum berhasil menangkap burung,
maka dia masih berburu.
Tapi ketika seorang mukhlish
diubah menjadi mukhlash, [2]
maka dia telah sampai:
dia menang dan selamat.
Cermin tak berubah kembali menjadi besi,
roti tak berubah lagi menjadi biji gandum.
Cairan anggur tak berubah lagi jadi buah;
buah matang tak kembali jadi mentah lagi.
Matanglah,
dan menjauhlah dari kemungkinan berubah
jadi kembali buruk:
jadilah Cahaya,
bagai Burhan-i Muhaqqiq. [3]
Catatan:
[1] QS Al Anfaal [8]: 17.
[2] "(Iblis) berkata: 'Maka bersama dengan ke-Kuasaan Engkau,
akan kusesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba
Engkau yang al-Mukhlashiin." (QS Shaad [38]: 82 - 83).
[3] Penerjemah belum berhasil mengindentifikasi siapa
gerangan tokoh yang Rumi gelari dengan 'Burhan-i Muhaqqiq' ini.
Sumber:
Rumi: Matsnavi II 1294 - 1319.
Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson.
Cahaya-Nya melambungkan dia ke langit.
Karena benda-benda terinderai itu
letaknya di alam bawah.
Cahaya Tuhan itu bagaikan laut,
sedangkan yang kita inderai itu bagai setitik uapnya.
Apa yang mengendarai indera tidaklah nampak,
yang kita tangkap hanyalah akibat dan kata-kata.
Cahaya inderawi, yang kasar dan berat,
tersembunyi pada hitamnya mata.
Penglihatanmu tak dapat menangkap cahaya inderawi,
bagaimana mungkin ia dapat melihat cahaya kewalian?
Cahaya inderawi yang kasar saja sudah tersembunyi,
apalagi apa yang ada dibaliknya,
yang lebih murni dan halus?
Alam-dunia ini bagaikan jerami,
dalam genggaman angin--yakni alam tak-nampak;
ia hanya dapat menyerahkan diri,
tunduk sepenuhnya pada alam yang tak-nampak.
Kadang ia dibuat merunduk,
kadang menengadah;
kadang bersuara,
kadang utuh, kadang terpecah.
Kadang ia digerakkan ke kiri,
kadang ke kanan;
kadang darinya tumbuh duri,
kadang menyembul mawar.
Perhatikanlah, dibalik pena yang menulis,
tersembunyi Tangan;
di atas kuda yang berderap,
ada Pengendara tak-nampak.
Jika anak-panah melayang,
mestilah ada Busurnya,
walau tak-nampak;
jika tampak diri-diri kita,
mestilah ada Diri yang tersembunyi.
Jangan patahkan anak-panah,
karena ia berasal dari Sang Raja;
tidaklah ia dilepaskan tanpa suatu maksud,
ia berasal dari genggaman jemari Sang Tunggal,
yang paling mengenal sasaran.
Dia bersabda, "... dan bukanlah engkau yang
melempar, ketika engkau melempar ..": [1]
tindakan-Nya mendahului
tindakan-tindakan kita.
Patahkanlah kemarahanmu,
bukannya anak-panah itu:
tatapanmu yang penuh amarah
menganggap susu sebagai darah.
Ciumlah anak-panah itu,
dan persembahkan kepada Sang Raja;
anak-panah berpercik darah,
darahmu sendiri.
Apa yang tampil di alam nampak,
tak-berdaya, terpenjara dan rapuh;
apa yang tak-nampak
begitu perkasa dan agung.
Kita lah hewan buruan,
yang ditunggu jebakan sangat menakutkan;
kita bagai bola dalam permainan polo,
menunggu pukulan tongkat,
dan dimanakah Sang Pemukul?
Dia menyobek,
Dia pula yang merajut:
dimanakah Sang Penjahit?
Dia meruntuhkan,
Dia yang membakar,
dimanakah Sang Pemadam api?
Dalam sekejap Dia dapat mengubah
seorang suci menjadi kufur;
sekejap pula Dia dapat mengubah
penyembah berhala menjadi seorang zahid.
Seorang mukhlish setiap saat dalam bahaya
terjatuh kedalam jebakan,
sampai dirinya sepenuhnya termurnikan.
Karena dia masih berjalan,
dan penyamun tak terhingga jumlahnya;
yang berhasil selamat hanya
mereka yang dijaga-Nya.
Jika belum mati seseorang
dari dirinya sendiri--bagaikan cermin kemilau,
dia tak-lebih dari seorang yang mukhlish:
jika dia belum berhasil menangkap burung,
maka dia masih berburu.
Tapi ketika seorang mukhlish
diubah menjadi mukhlash, [2]
maka dia telah sampai:
dia menang dan selamat.
Cermin tak berubah kembali menjadi besi,
roti tak berubah lagi menjadi biji gandum.
Cairan anggur tak berubah lagi jadi buah;
buah matang tak kembali jadi mentah lagi.
Matanglah,
dan menjauhlah dari kemungkinan berubah
jadi kembali buruk:
jadilah Cahaya,
bagai Burhan-i Muhaqqiq. [3]
Catatan:
[1] QS Al Anfaal [8]: 17.
[2] "(Iblis) berkata: 'Maka bersama dengan ke-Kuasaan Engkau,
akan kusesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba
Engkau yang al-Mukhlashiin." (QS Shaad [38]: 82 - 83).
[3] Penerjemah belum berhasil mengindentifikasi siapa
gerangan tokoh yang Rumi gelari dengan 'Burhan-i Muhaqqiq' ini.
Sumber:
Rumi: Matsnavi II 1294 - 1319.
Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson.
Thursday, February 23, 2012
Risalah Al Qusyairi : 2. Berdaya Upaya (Mujahadah)
Abd al-Karim ibn Hawazinal-Qusyairi
Didalam Alquran menjelaskan mengnai Mujahadah
وَٱلَّذِينَ جَـٰهَدُواْ فِينَا لَنَہۡدِيَنَّہُمۡ سُبُلَنَاۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ لَمَعَ ٱلۡمُحۡسِنِينَ
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.(Al-Ankabut: 69)
Diriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri, dari Rasulullah saw, “Jihad yang terbaik adalah perkataan yang adil yang disampaikan kepada seorang penguasa yang zalim”
Abu Uthsman Al-Maghribi menyatakan, “Adalah kesalahan besar bagi seseorang membayangkan bahwa dia akan mencapai sesuatu dijalan-Nya atau bahwa sesuatu di jalan-Nya akan tersingkap baginya tanpa berjihad”
Al-Hassan Al-Qazzaz menjelaskan, “Masalah ini (kerohanian) didasarkan pada 3 hal; anda makan hanya ketika hal itu diperlukan, anda tidur hanya ketika mengantuk, dan anda berbicara hanya dalam hal-hal yang mengharuskan anda berbicara”
Jihad pada dasarnya adalah mencegah jiwa dari kebiasaan-kebiasaannya dan memaksanya menentang hawa nafsunya sepanjang waktu. Jiwa mempunyai dua sifat yang menghalanginya dalam mencapai kebaikan: berlarutan dalam memuja hawa nafsunya dan menolak kepada kepatuhan. Manakalan jiwa, seperti seekor kuda, cenderung kepada hawa nafsu, maka hendaklah mengendalikannya dengan kesolehan.
Selama bertahun-tahun seorang syeikh melakukan solat pada saf terdepan jemaah dalam masjid yang sering dikunjunginya. Pada suatu hari, sesuatu menghalanginya dari tiba di masjid pada awal waktu. Dia terpaksa menempati saf paling belakang. Sesudah itu dia tidak hadir lagi ke masjid untuk jangka waktu tertentu. Ketika ditanya kepadanya mengapa dia tidak hadir, dia menjawab, “Saya selalu melakukan solat di saf hadapan dan saya merasakan selama setahun ini saya ikhlas dalam melakukannya untuk mencari redha Allah SWT. Tetapi pada hari saya terlambat, saya merasa malu dilihat orang lain melakukan solat dibahagian belakang masjid. Dari hal ini, saya mengetahui bahawa semangat saya hingga saat itu dalam melakukan solat tidak lain, hanyalah riya’.
Dikhabarkan bahawa Abu Muhammad Al-Murta’isy mengatakan, “Saya berangkat haji dengan berjalan kaki dan tidak membawa bekal. Pada suatu ketika saya menyedari bahawa saya telah dikotori oleh rasa senang saya dalam melakukannya. Ini saya sedari pada suatu hari saat ibu saya meminta saya mengangkat setabung air untuknya. Jiwa saya merasakan hal ini sebagai beban berat. Saat itulah saya mengetahui bahawa apa yang saya sangka merupakan kepatuhan kepada Tuhan dalam haji saya tidak lain hanyalah kesenangan saya, yang datang dari kelemahan dalam jiwa saya, kerana apabila jiwa saya murni, nescaya saya tidak akan mendapati tugas saya sebagai sesuatu yang mengganggu saya.”
Pada suatu ketika seorang wanita lanjut usia ditanya mengenai keadaannya. Dia menjawab, “Ketika saya muda, saya mempunyai semangat dan mengalami berbagai keadaan. Saya berfikir bahawa keadaan-keadaan itu berasal dari kekuatan sejati keadaan kerohanian saya. Ketika saya menjadi tua, keadaan-keadaan ini melemah. Kini saya mengetahui bahawa yang saya sangka keadaan-keadaan kerohanian tidak lain hanyalah semangat remaja. “
Dzun Nun Al-Mishri menyatakan, “Penghormatan yang Allah berkenan memberikan kepada seorang hamba adalah menunjukkan kehinaan dirinya kepadanya; penghinaan yang Allah kurniakan kepada seorang hamba adalah menyembunyikan kehinaan dirinya dari pengetahuan dirinya sendiri”
Muhammad Ibn Al-Fadhl mengatakan, “Istirah adalah kebebasan dari keinginan hawa nafsu.”
Al-Nasrabadzi mengatakan, “Penjara adalah jiwa anda. Apabila anda melepaskan diri darinya, nescaya anda akan sampai kepada kedamaian.”
Abul Husain Al-Warraq menyatakan, “Ketika kami mulai menempuh jalan-Nya yaitu jalan sufi di Masjid Abu Utsman Al-Hiri, amalan terbaik yang kami lakukan adalah bahawa kami diberi zakat, kami memberikannya dengan rela kepada orang lain; kami tidak pernah tidur dengan menyimpan sesuatu tanpa disedekahkan; kami tidak pernah menuntut balas kepada seseorang yang menyinggung hati kami dan kami selalu memafkan tindakannya dan bersikap rendah hati kepadanya; dan jika kami memandang hina seseorang dalam hati kami, maka kami akan mewajibkan diri kami untuk melayaninya sampai perasaan memandang hina itu lenyap.”
Abu Hafs mengatakan, “Jiwa (nafs) keadaannya adalah gelap gelita. Pelita jiwa adalah rahsianya. Cahaya pelita ini adalah terhasil dalam berjihad. Orang yang tidak dianugerahi keberhasilan dalam berjihad oleh Tuhan, maka dalam rahsianya, seluruh dirinya adalah kegelapan”
Abu Hafs memaksudkan bahawa rahsia seorang hamba adalah apa yang ada di antara dirinya dan Allah SWT. Itu adalah tempat keikhlasannya. Dengannya si hamba tersebut mengetahui bahawa semua peristiwa adalah ciptaan Tuhan; peristiwa-peristiwa bukanlah ciptaan dirinya, tidak pula berasal darinya. Bila dia mengetahui hal ini, dia akan bebas dalam setiap keadaannya, dari kekuatan dan kekuasaannya sendiri. Selanjutnya, dengan cahaya keberhasilan dalam berjihad, dia bakal terlindungi dari kejahatan-kejahatan jiwanya. Orang yang tidak berhasil dalam berjihad tidak akan memperoleh manfaat dari pengetahuan tentang jiwanya atau tentang Tuhan.
Abu Utsman menyatakan, “Selama seorang melihat sesuatu yang baik dalam jiwanya, dia tidak akan mampu melihat kelemahan-kelemahannya. Hanya orang yang berani mendakwa dirinya terus-menerus selalu berbuat salahlah yang akan sanggup melihat kesalahannya itu.”
As-Sari berpendapat , “Waspadalah terhadap orang yang suka berjiran dengan orang kaya, pembaca-pembaca al-Quran yang sering mengunjungi pasar, dan ulama-ulama yang medekati penguasa.”
Sumber: Delisufi
Didalam Alquran menjelaskan mengnai Mujahadah
وَٱلَّذِينَ جَـٰهَدُواْ فِينَا لَنَہۡدِيَنَّہُمۡ سُبُلَنَاۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ لَمَعَ ٱلۡمُحۡسِنِينَ
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.(Al-Ankabut: 69)
Diriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri, dari Rasulullah saw, “Jihad yang terbaik adalah perkataan yang adil yang disampaikan kepada seorang penguasa yang zalim”
Abu Uthsman Al-Maghribi menyatakan, “Adalah kesalahan besar bagi seseorang membayangkan bahwa dia akan mencapai sesuatu dijalan-Nya atau bahwa sesuatu di jalan-Nya akan tersingkap baginya tanpa berjihad”
Al-Hassan Al-Qazzaz menjelaskan, “Masalah ini (kerohanian) didasarkan pada 3 hal; anda makan hanya ketika hal itu diperlukan, anda tidur hanya ketika mengantuk, dan anda berbicara hanya dalam hal-hal yang mengharuskan anda berbicara”
Jihad pada dasarnya adalah mencegah jiwa dari kebiasaan-kebiasaannya dan memaksanya menentang hawa nafsunya sepanjang waktu. Jiwa mempunyai dua sifat yang menghalanginya dalam mencapai kebaikan: berlarutan dalam memuja hawa nafsunya dan menolak kepada kepatuhan. Manakalan jiwa, seperti seekor kuda, cenderung kepada hawa nafsu, maka hendaklah mengendalikannya dengan kesolehan.
Selama bertahun-tahun seorang syeikh melakukan solat pada saf terdepan jemaah dalam masjid yang sering dikunjunginya. Pada suatu hari, sesuatu menghalanginya dari tiba di masjid pada awal waktu. Dia terpaksa menempati saf paling belakang. Sesudah itu dia tidak hadir lagi ke masjid untuk jangka waktu tertentu. Ketika ditanya kepadanya mengapa dia tidak hadir, dia menjawab, “Saya selalu melakukan solat di saf hadapan dan saya merasakan selama setahun ini saya ikhlas dalam melakukannya untuk mencari redha Allah SWT. Tetapi pada hari saya terlambat, saya merasa malu dilihat orang lain melakukan solat dibahagian belakang masjid. Dari hal ini, saya mengetahui bahawa semangat saya hingga saat itu dalam melakukan solat tidak lain, hanyalah riya’.
Dikhabarkan bahawa Abu Muhammad Al-Murta’isy mengatakan, “Saya berangkat haji dengan berjalan kaki dan tidak membawa bekal. Pada suatu ketika saya menyedari bahawa saya telah dikotori oleh rasa senang saya dalam melakukannya. Ini saya sedari pada suatu hari saat ibu saya meminta saya mengangkat setabung air untuknya. Jiwa saya merasakan hal ini sebagai beban berat. Saat itulah saya mengetahui bahawa apa yang saya sangka merupakan kepatuhan kepada Tuhan dalam haji saya tidak lain hanyalah kesenangan saya, yang datang dari kelemahan dalam jiwa saya, kerana apabila jiwa saya murni, nescaya saya tidak akan mendapati tugas saya sebagai sesuatu yang mengganggu saya.”
Pada suatu ketika seorang wanita lanjut usia ditanya mengenai keadaannya. Dia menjawab, “Ketika saya muda, saya mempunyai semangat dan mengalami berbagai keadaan. Saya berfikir bahawa keadaan-keadaan itu berasal dari kekuatan sejati keadaan kerohanian saya. Ketika saya menjadi tua, keadaan-keadaan ini melemah. Kini saya mengetahui bahawa yang saya sangka keadaan-keadaan kerohanian tidak lain hanyalah semangat remaja. “
Dzun Nun Al-Mishri menyatakan, “Penghormatan yang Allah berkenan memberikan kepada seorang hamba adalah menunjukkan kehinaan dirinya kepadanya; penghinaan yang Allah kurniakan kepada seorang hamba adalah menyembunyikan kehinaan dirinya dari pengetahuan dirinya sendiri”
Muhammad Ibn Al-Fadhl mengatakan, “Istirah adalah kebebasan dari keinginan hawa nafsu.”
Al-Nasrabadzi mengatakan, “Penjara adalah jiwa anda. Apabila anda melepaskan diri darinya, nescaya anda akan sampai kepada kedamaian.”
Abul Husain Al-Warraq menyatakan, “Ketika kami mulai menempuh jalan-Nya yaitu jalan sufi di Masjid Abu Utsman Al-Hiri, amalan terbaik yang kami lakukan adalah bahawa kami diberi zakat, kami memberikannya dengan rela kepada orang lain; kami tidak pernah tidur dengan menyimpan sesuatu tanpa disedekahkan; kami tidak pernah menuntut balas kepada seseorang yang menyinggung hati kami dan kami selalu memafkan tindakannya dan bersikap rendah hati kepadanya; dan jika kami memandang hina seseorang dalam hati kami, maka kami akan mewajibkan diri kami untuk melayaninya sampai perasaan memandang hina itu lenyap.”
Abu Hafs mengatakan, “Jiwa (nafs) keadaannya adalah gelap gelita. Pelita jiwa adalah rahsianya. Cahaya pelita ini adalah terhasil dalam berjihad. Orang yang tidak dianugerahi keberhasilan dalam berjihad oleh Tuhan, maka dalam rahsianya, seluruh dirinya adalah kegelapan”
Abu Hafs memaksudkan bahawa rahsia seorang hamba adalah apa yang ada di antara dirinya dan Allah SWT. Itu adalah tempat keikhlasannya. Dengannya si hamba tersebut mengetahui bahawa semua peristiwa adalah ciptaan Tuhan; peristiwa-peristiwa bukanlah ciptaan dirinya, tidak pula berasal darinya. Bila dia mengetahui hal ini, dia akan bebas dalam setiap keadaannya, dari kekuatan dan kekuasaannya sendiri. Selanjutnya, dengan cahaya keberhasilan dalam berjihad, dia bakal terlindungi dari kejahatan-kejahatan jiwanya. Orang yang tidak berhasil dalam berjihad tidak akan memperoleh manfaat dari pengetahuan tentang jiwanya atau tentang Tuhan.
Abu Utsman menyatakan, “Selama seorang melihat sesuatu yang baik dalam jiwanya, dia tidak akan mampu melihat kelemahan-kelemahannya. Hanya orang yang berani mendakwa dirinya terus-menerus selalu berbuat salahlah yang akan sanggup melihat kesalahannya itu.”
As-Sari berpendapat , “Waspadalah terhadap orang yang suka berjiran dengan orang kaya, pembaca-pembaca al-Quran yang sering mengunjungi pasar, dan ulama-ulama yang medekati penguasa.”
Sumber: Delisufi
Apa Itu Alam Mitsal?
Prof Dr Nasaruddin Umar
“Seandainya bukan karena setan menyelimuti jiwa anak cucu Adam, niscaya mereka menyaksikan malaikat di langit.” (HR Ahmad).
(*Dalam redaksi yang lain “Seandainya setan-setan itu tidak mengelilingi qolbu anak Adam, niscaya mereka dapat memandang ke alam malakut langit).
Suatu ketika, Nabi Muhammad SAW bersama Abu Bakar melewati sebuah pemakaman. Tiba-tiba, Nabi tersentak dan berhenti di salah satu makam. Abu Bakar bertanya, mengapa mereka berdua harus berhenti di makam itu. “Apakah engkau tak mendengar mayat ini merintih kesakitan disiksa lantaran tak bersih saat ia buang air?” tanya Rosul.
Abu Bakar (*kemungkinan) sama sekali tidak mendengar suara itu. Lalu, Nabi mengambil setangkai pohon dan ditancapkannya di atas makam serta menjelaskan sepanjang tangkai itu masih segar, selama itu pula siksaan orang di bawah makam tersebut diringankan.
Dalam kesempatan lain, Ibnu Katsir dan beberapa kitab tafsir lainnya menceritakan seorang pemuda pedalaman (a’robi) berjalan kaki selama tiga hari tiga malam untuk menjumpai Nabi sebab ia merasa telah melakukan dosa besar :
Pada Senin, ia meninggalkan desanya dan baru sampai di rumah Rosululloh pada Rabu. Saat ia sampai di rumah Nabi yang terhubung dengan masjid, pemuda itu menjumpai kenyataan bahwa banyak orang sedang bersedih. Ia heran dan bertanya apa yang sebenarnya terjadi. Salah seorang sahabat menjelaskan, Nabi baru saja dimakamkan setelah ia wafat hari Senin, tiga hari lalu. Mendengar berita itu, si pemuda menangis histeris dan tidak ada yang berhasil menghentikannya. Si pemuda menjelaskan kalau ia baru saja melakukan dosa besar kemudian datang berjalan kaki dari jauh untuk menemui Rosululloh karena terdorong oleh satu ayat yang memberinya harapan.
“Dan Kami tidak mengutus seorang Rosul, melainkan untuk ditaati dengan izin Alloh. Dan sungguh, sekiranya mereka telah menzholimi dirinya sendiri datang kepadamu (Muhammad), lalu memohon ampun kepada Alloh dan Rosul pun memohonkan ampunan untuk mereka, niscaya mereka mendapat Alloh Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.” (QS an-Nisa/4:60).
Si pemuda berharap Rosululloh mau memintakan maaf kepada Alloh atas dosa besarnya sebagaimana isyarat ayat ini. Namun, Rosululloh sudah wafat, inilah yang membuat pemuda tersebut terus meratap. Menjelang subuh, penjaga makam Rosululloh didatangi Rosululloh dan mengatakan: “Fabasysyirhu annalloha qod ghofaro lahu (gembirakanlah pemuda itu karena Alloh sudah mengampuninya).” Setelah mendengar penjelasan itu, si pemuda langsung berhenti menangis. Ia yakin apa yang disampaikan penjaga makam benar-benar pernyataan Rosululloh. Sebab, ia bersandar pada hadits shohih, “Barang siapa bermimpi melihat aku, akulah yang sesungguhnya dilihat. Satu-satunya wajah yang tak bisa dipalsu iblis hanya wajahku.”
Pertanyaan yang mengemuka di sini adalah bagaimana Rosululloh bisa mendengarkan ratap tangis di sebuah makam, sedangkan orang lain tidak bisa mendengarnya?
Bagaimana pula Nabi bisa memahami kalau ada pemuda meratapi dosa besar di dekat makamnya dan menjamin kalau dosa pemuda itu diampuni Alloh SWT ?
Kekuatan apa yang dimiliki Nabi sehingga bisa mendengarkan dan memahami sesuatu yang menurut orang lain itu wilayah alam ghoib?
Apakah hanya Nabi yang dapat mengakses alam ghoib?
Dalam ilmu tasawuf, fenomena-fenomena yang dialami Nabi dapat dijelaskan.
Ketika seseorang mampu membuka tabir yang menghijab dirinya, dia bisa menembus masuk ke dalam suatu alam yang disebut dengan alam mitsal (istilah Ibnu ‘Arobi) atau alam khayal (istilah Al-Ghozali), yang diterjemahkan oleh William C Chittick dengan The Imaginal Worlds.
Alam mitsal biasa juga disebut dengan alam antara (barzakh) karena berada di antara alam syahadah mutlak dan alam ghoib.Ini menunjukkan bahwa alam barzakh bukan hanya alamnya orang yang sudah wafat, melainkan juga dapat diakses orang-orang yang masih hidup, tetapi diberi kekhususan oleh Alloh.
Dengan kata lain, tidak mesti harus menunggu kematian untuk mengakses alam barzakh.
Alam mitsal adalah alam spiritual murni, tetapi masih bisa bertransformasi ke alam syahadah.
Orang-orang yang diberi kemampuan memasuki alam ini memiliki kekhususan untuk mengaktifkan indra-indra spiritualnya sehingga mereka mampu berkomunikasi secara spiritual dengan alam-alam lain, termasuk dunia lain. Mereka bisa berkomunikasi interaktif dengan arwah yang meninggal jauh sebelumnya. Mereka pun dapat berkomunikasi dengan malaikat dan jin, termasuk dengan benda-benda alam, tumbuh-tumbuhan, dan hewan.
Ingat, tidak ada ‘benda mati’ dalam kamus Tuhan. Semua bisa bertasbih, “Tetapi, kita yang tidak mampu memahami tasbih mereka (wa lakin la ta’lamuna tasbihahum),” demikian penegasan Alloh.
Pengalaman ini banyak ditunjukkan di dalam Alquran dan hadits seperti peristiwa
Nabi Khidir yang diberi ilmu ladunni (min ladunni ‘ilman) dalam Suroh al-Kahfi. Dengan ilmunya itu, ia memahami masa depan anak kecil yang dibunuhnya. Nabi Sulaiman bisa berkomunikasi dengan malaikat, jin, burung-burung, ikan, dan angin.
Nabi Muhammad dalam beberapa hadits dijelaskan berdialog dengan binatang (unta dan kijang), berdialog dengan mimbar tua, dan berkomunikasi dengan nabi-nabi yang hidup jauh (*di masa) sebelumnya. Nabi secara intensif berkomunikasi dengan Jibril dan malaikat-malaikat lainnya.
Dalam literatur tasawuf, ternyata bukan hanya para nabi yang dapat mengakses alam barzakh dengan alam mitsalnya. Para wali (auliya’) dan orang-orang pilihan Tuhan pun melakukannya. Kitab Jami’ Karomatal-Auliya’ karya Syekh Yusuf bin Isma’il al-Nabhani (2 jilid) mengungkap sekitar 695 nama berkemampuan mengakses alam mitsal.
Hal itu ditandai dengan kemampuan mereka melakukan sesuatu yang bisa disebut dengan ‘perbuatan luar biasa’ (khoriq lil-’adah) atau karomah. Ternyata, banyak sekali di antara mereka yang dapat berkomunikasi aktif dengan Rosululloh, antara lain, Imam Al-Ghozali dan Ibnu ‘Arobi.
Jika Alloh menghendaki, Dia memberi kemampuan kepada kekasih-Nya mengakses alam terjauh sekalipun, seperti dijelaskan dalam firman-Nya, “(Dialah) yang Maha Tinggi derajat-Nya, yang memilki ‘Arasy, yang menurunkan wahyu dengan perintah-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya agar memperingatkan (manusia) tentang hari pertemuan (hari kiamat).” (Q.S. al-Mu’min/40:15).
Alam mitsal merupakan dambaan para pencari Tuhan (salik/murid). Namun, di sini perlu ditegaskan, jangan ada yang menjadikan alam mitsal sebagai tujuan. Mujahadah dan riyadhoh semata-mata dilakukan untuk memohon ridho Alloh, bukan untuk mencapai karomah atau untuk mengakses alam mitsal.
sumber : Republika
“Seandainya bukan karena setan menyelimuti jiwa anak cucu Adam, niscaya mereka menyaksikan malaikat di langit.” (HR Ahmad).
(*Dalam redaksi yang lain “Seandainya setan-setan itu tidak mengelilingi qolbu anak Adam, niscaya mereka dapat memandang ke alam malakut langit).
Suatu ketika, Nabi Muhammad SAW bersama Abu Bakar melewati sebuah pemakaman. Tiba-tiba, Nabi tersentak dan berhenti di salah satu makam. Abu Bakar bertanya, mengapa mereka berdua harus berhenti di makam itu. “Apakah engkau tak mendengar mayat ini merintih kesakitan disiksa lantaran tak bersih saat ia buang air?” tanya Rosul.
Abu Bakar (*kemungkinan) sama sekali tidak mendengar suara itu. Lalu, Nabi mengambil setangkai pohon dan ditancapkannya di atas makam serta menjelaskan sepanjang tangkai itu masih segar, selama itu pula siksaan orang di bawah makam tersebut diringankan.
Dalam kesempatan lain, Ibnu Katsir dan beberapa kitab tafsir lainnya menceritakan seorang pemuda pedalaman (a’robi) berjalan kaki selama tiga hari tiga malam untuk menjumpai Nabi sebab ia merasa telah melakukan dosa besar :
Pada Senin, ia meninggalkan desanya dan baru sampai di rumah Rosululloh pada Rabu. Saat ia sampai di rumah Nabi yang terhubung dengan masjid, pemuda itu menjumpai kenyataan bahwa banyak orang sedang bersedih. Ia heran dan bertanya apa yang sebenarnya terjadi. Salah seorang sahabat menjelaskan, Nabi baru saja dimakamkan setelah ia wafat hari Senin, tiga hari lalu. Mendengar berita itu, si pemuda menangis histeris dan tidak ada yang berhasil menghentikannya. Si pemuda menjelaskan kalau ia baru saja melakukan dosa besar kemudian datang berjalan kaki dari jauh untuk menemui Rosululloh karena terdorong oleh satu ayat yang memberinya harapan.
“Dan Kami tidak mengutus seorang Rosul, melainkan untuk ditaati dengan izin Alloh. Dan sungguh, sekiranya mereka telah menzholimi dirinya sendiri datang kepadamu (Muhammad), lalu memohon ampun kepada Alloh dan Rosul pun memohonkan ampunan untuk mereka, niscaya mereka mendapat Alloh Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.” (QS an-Nisa/4:60).
Si pemuda berharap Rosululloh mau memintakan maaf kepada Alloh atas dosa besarnya sebagaimana isyarat ayat ini. Namun, Rosululloh sudah wafat, inilah yang membuat pemuda tersebut terus meratap. Menjelang subuh, penjaga makam Rosululloh didatangi Rosululloh dan mengatakan: “Fabasysyirhu annalloha qod ghofaro lahu (gembirakanlah pemuda itu karena Alloh sudah mengampuninya).” Setelah mendengar penjelasan itu, si pemuda langsung berhenti menangis. Ia yakin apa yang disampaikan penjaga makam benar-benar pernyataan Rosululloh. Sebab, ia bersandar pada hadits shohih, “Barang siapa bermimpi melihat aku, akulah yang sesungguhnya dilihat. Satu-satunya wajah yang tak bisa dipalsu iblis hanya wajahku.”
Pertanyaan yang mengemuka di sini adalah bagaimana Rosululloh bisa mendengarkan ratap tangis di sebuah makam, sedangkan orang lain tidak bisa mendengarnya?
Bagaimana pula Nabi bisa memahami kalau ada pemuda meratapi dosa besar di dekat makamnya dan menjamin kalau dosa pemuda itu diampuni Alloh SWT ?
Kekuatan apa yang dimiliki Nabi sehingga bisa mendengarkan dan memahami sesuatu yang menurut orang lain itu wilayah alam ghoib?
Apakah hanya Nabi yang dapat mengakses alam ghoib?
Dalam ilmu tasawuf, fenomena-fenomena yang dialami Nabi dapat dijelaskan.
Ketika seseorang mampu membuka tabir yang menghijab dirinya, dia bisa menembus masuk ke dalam suatu alam yang disebut dengan alam mitsal (istilah Ibnu ‘Arobi) atau alam khayal (istilah Al-Ghozali), yang diterjemahkan oleh William C Chittick dengan The Imaginal Worlds.
Alam mitsal biasa juga disebut dengan alam antara (barzakh) karena berada di antara alam syahadah mutlak dan alam ghoib.Ini menunjukkan bahwa alam barzakh bukan hanya alamnya orang yang sudah wafat, melainkan juga dapat diakses orang-orang yang masih hidup, tetapi diberi kekhususan oleh Alloh.
Dengan kata lain, tidak mesti harus menunggu kematian untuk mengakses alam barzakh.
Alam mitsal adalah alam spiritual murni, tetapi masih bisa bertransformasi ke alam syahadah.
Orang-orang yang diberi kemampuan memasuki alam ini memiliki kekhususan untuk mengaktifkan indra-indra spiritualnya sehingga mereka mampu berkomunikasi secara spiritual dengan alam-alam lain, termasuk dunia lain. Mereka bisa berkomunikasi interaktif dengan arwah yang meninggal jauh sebelumnya. Mereka pun dapat berkomunikasi dengan malaikat dan jin, termasuk dengan benda-benda alam, tumbuh-tumbuhan, dan hewan.
Ingat, tidak ada ‘benda mati’ dalam kamus Tuhan. Semua bisa bertasbih, “Tetapi, kita yang tidak mampu memahami tasbih mereka (wa lakin la ta’lamuna tasbihahum),” demikian penegasan Alloh.
Pengalaman ini banyak ditunjukkan di dalam Alquran dan hadits seperti peristiwa
Nabi Khidir yang diberi ilmu ladunni (min ladunni ‘ilman) dalam Suroh al-Kahfi. Dengan ilmunya itu, ia memahami masa depan anak kecil yang dibunuhnya. Nabi Sulaiman bisa berkomunikasi dengan malaikat, jin, burung-burung, ikan, dan angin.
Nabi Muhammad dalam beberapa hadits dijelaskan berdialog dengan binatang (unta dan kijang), berdialog dengan mimbar tua, dan berkomunikasi dengan nabi-nabi yang hidup jauh (*di masa) sebelumnya. Nabi secara intensif berkomunikasi dengan Jibril dan malaikat-malaikat lainnya.
Dalam literatur tasawuf, ternyata bukan hanya para nabi yang dapat mengakses alam barzakh dengan alam mitsalnya. Para wali (auliya’) dan orang-orang pilihan Tuhan pun melakukannya. Kitab Jami’ Karomatal-Auliya’ karya Syekh Yusuf bin Isma’il al-Nabhani (2 jilid) mengungkap sekitar 695 nama berkemampuan mengakses alam mitsal.
Hal itu ditandai dengan kemampuan mereka melakukan sesuatu yang bisa disebut dengan ‘perbuatan luar biasa’ (khoriq lil-’adah) atau karomah. Ternyata, banyak sekali di antara mereka yang dapat berkomunikasi aktif dengan Rosululloh, antara lain, Imam Al-Ghozali dan Ibnu ‘Arobi.
Jika Alloh menghendaki, Dia memberi kemampuan kepada kekasih-Nya mengakses alam terjauh sekalipun, seperti dijelaskan dalam firman-Nya, “(Dialah) yang Maha Tinggi derajat-Nya, yang memilki ‘Arasy, yang menurunkan wahyu dengan perintah-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya agar memperingatkan (manusia) tentang hari pertemuan (hari kiamat).” (Q.S. al-Mu’min/40:15).
Alam mitsal merupakan dambaan para pencari Tuhan (salik/murid). Namun, di sini perlu ditegaskan, jangan ada yang menjadikan alam mitsal sebagai tujuan. Mujahadah dan riyadhoh semata-mata dilakukan untuk memohon ridho Alloh, bukan untuk mencapai karomah atau untuk mengakses alam mitsal.
sumber : Republika
Tuesday, February 21, 2012
Sufi Road : Futuhal Ghaib (4)
Syeikh Abdul Qadir Jilani
Yang dimaksud dengan dekat dan bersatu dengan Tuhan itu ialah, kamu mengosongkan hati kamu dari makhluk, hawa nafsu dan lain-lain selain Allah, sehingga hati kamu hanya di penuhi oleh Allah dan perbuatann-Nya saja. Kamu tidak bergerak, kecuali dengan kehendak Allah saja. Kamu akan bergerak jika Allah menggerakkan kamu. Keadaan
seperti ini dinamakan 'fana'. Fana inilah yang dimaksud dengan 'bersatu dengan Tuhan'. Tetapi harus diingat, bahwa bersatu dengan Tuhan itu tidak seperti bersatu dengan makhluk atau dengan yang selain Tuhan.
Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Al-Khaliq itu tidak sama dengan apa saja yang kamu duga. Hanya orang yang telah mengalami dan menyadari bersatu dengan Tuhan itu sajalah yang dapat mengerti dan memahami apa yang dimaksudkan dengan 'bersatu dengan Tuhan' itu. Orang yang belum pernah merasakan atau mengalaminya tidak akan dapat mengerti apa yang
dimaksud dengannya. Setiap orang yang pernah merasakan pengalaman tersebut mempunyai perasaan dan pengalaman tersendiri.
Pada setiap Nabi, Rasul dan Wali Allah terdapat rahasia. Masing-masing mempunyai rahasianya tersendiri. Seseorang tidak akan dapat mengetahui rahasia seorang lainnya. Kadang-kadang seorang murid mempunyai rahasia yang tidak diketahui oleh gurunya. Ada kalanya pula,rahasia yang dimiliki oleh guru itu tidak diketahui oleh muridnya,meskipun murid itu sudah hampir sederajat dengan gurunya. Apabila seorang murid dapat mencapai keadaan kerohanian yang ada pada gurunya, maka murid itu diperintahkan untuk memisahkan dari guru itu. Dengan kata lain, dia sekarang telah setarap dengan gurunya. Murid itupun berpisahlah dari gurunya dan Allah sajalah yang menjadi penjaganya.Kemudian Allah akan memisahkannya dari seluruh makluk.
Bolehlah diibaratkan bahwa, guru itu laksana ibu dan murid itu laksana bayinya yang masih menyusu. Apabila si bayi telah mencapai usia dua tahun, maka berhentilah dia menyusu dari ibunya. Tidak lagi kebergantungan kepada makhluk, setelah hawa nafsu amarah dan kehendak-khendak kemanusiaan hapus. Guru atau syaikh itu hanya diperlukan selagi murid masih memiliki hawa nafsu angkara murka dan kehendak-kehendak badaniah yang perlu dihancurkan. Setelah semua itu hilang dari hati si murid tadi, maka guru itu tidak lagi diperlukan,karena si murid sekarang sudah tidak lagi memiliki kekurangan atau dia telah sempurna.
Oleh karena itu, apabila kamu telah bersatu dengan Tuhan, maka kamu akan merasa aman dan selamat dari apa saja selain Dia. Kamu akan mengetahui bahwa tidak ada yang wujud melainkan Dia saja. Kamu akan mengetahui bahwa untung, rugi, harapan, takut dan bahkan apa saja adalah dari dan karena Dia jua. Dia-lah yang patut ditakuti dan kepada Dia sajalah meminta perlindungan dan pertolongan. Karenanya, lihatlah
selalu perbuatan-Nya, nantikanlah selalu perintah-Nya dan patuhlah selalu kepada-Nya. Putuskanlah hubunganmu dengan apa saja yang bersangkutan dengan dunia ini dan juga dengan akhirat. Janganlah kamu melekatkan hatimu kepada apa saja selain Allah.
Anggaplah seluruh yang dijadikan Allah ini sebagai seorang manusia yang telah ditangkap oleh seorang raja yang agung dan gagah;raja itu telah memotong kaki dan tangan orang tadi dan menyalibnya pada sebatang pohon yang terletak di tepi sebuah sungai yang besar lagi dalam, raja itu bersemayam di atas singgasana yang tinggi dengan dikawal oleh hulu-balang yang gagah berani yang diperlengkapi persenjataan yang lengkap dan raja itu melempar orang tadi dengan seluruh senjata yang ada padanya. Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melihat keadaan ini, lalu memalingkan pandangannya dari raja itu dan takut kepadanya, sebaliknya ia berharap dan meminta kepada orang itu dan bukannya kepada raja yang agung itu? Jika ada orang yang gentar dan takut kepada orang yang tersalib itu, dan bukannya kepada raja, maka orang ini adalah orang, gila dan tidak sadar.
Oleh karena itu, mintalah perlindungan kepada Allah dari menjadi buta setelah Dia memberikan penglihatan, dari berpisah setelah disatukan-Nya, dari berjauhan setelah didekatkan-Nya, dari tersesat setelah Dia memberikan petunjuk dan dari kekufuran setelah Dia memberikan petunjuk dan dari kekufuran setelah Dia memberikan keimanan.
Dunia ini bagaikan sebuah sungai yang lebar, airnya senantiasa mengalir dan selalu bertambah setiap hari. Begitu juga halnya dengan nafsu kebinatangan, manusia itu selalu merasa tidak puas, semakin tampak dan semakin tak sadarkan diri. Hidup manusia di dunia ini senantiasa penuh dengan ujian dan cobaan. Di samping mendapatkan
kebahagiaan, kadangkala manusia juga dikelilingi oleh penderitaan. Orang yang mempunyai kala pikiran yang sempurna, mau berpikir dan mengetahui hakekat, akan mengetahui bahwa pada hakekatnya tidak adakehidupan yang sebenarnya melainkan kehidupan akhirat saja. Oleh karena itu, Nabi besar Muhammad saw. Bersabda. "Tidak ada kehidupan, kecuali kehidupan di akhirat." Bagi orang yang beriman, hal ini adalah
benar. Nabi Muhammad selanjutnya mengatakan, "Dunia ini adalah penjara bagi orang yang beriman dan surga bagi orang kafir." Nabi juga pernah menyatakan bahwa, "Orang yang baik itu terkekang".
Pada hakekatnya, kesentosaan dan kebahagiaan itu terletak dalam hubungan yang langsung dengan Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, tawakal yang bulat kepada-Nya dan senatiasa ridha dengan-Nya. Jika kamu telah dapat melakukan hal yang demikian itu, maka bebaslah kamu dari dunia ini dan Allah akan memberimu kesenangan,
keselamatan, kesentosaan, kasih sayang dan keridhaan Ilahi.
Yang dimaksud dengan dekat dan bersatu dengan Tuhan itu ialah, kamu mengosongkan hati kamu dari makhluk, hawa nafsu dan lain-lain selain Allah, sehingga hati kamu hanya di penuhi oleh Allah dan perbuatann-Nya saja. Kamu tidak bergerak, kecuali dengan kehendak Allah saja. Kamu akan bergerak jika Allah menggerakkan kamu. Keadaan
seperti ini dinamakan 'fana'. Fana inilah yang dimaksud dengan 'bersatu dengan Tuhan'. Tetapi harus diingat, bahwa bersatu dengan Tuhan itu tidak seperti bersatu dengan makhluk atau dengan yang selain Tuhan.
Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Al-Khaliq itu tidak sama dengan apa saja yang kamu duga. Hanya orang yang telah mengalami dan menyadari bersatu dengan Tuhan itu sajalah yang dapat mengerti dan memahami apa yang dimaksudkan dengan 'bersatu dengan Tuhan' itu. Orang yang belum pernah merasakan atau mengalaminya tidak akan dapat mengerti apa yang
dimaksud dengannya. Setiap orang yang pernah merasakan pengalaman tersebut mempunyai perasaan dan pengalaman tersendiri.
Pada setiap Nabi, Rasul dan Wali Allah terdapat rahasia. Masing-masing mempunyai rahasianya tersendiri. Seseorang tidak akan dapat mengetahui rahasia seorang lainnya. Kadang-kadang seorang murid mempunyai rahasia yang tidak diketahui oleh gurunya. Ada kalanya pula,rahasia yang dimiliki oleh guru itu tidak diketahui oleh muridnya,meskipun murid itu sudah hampir sederajat dengan gurunya. Apabila seorang murid dapat mencapai keadaan kerohanian yang ada pada gurunya, maka murid itu diperintahkan untuk memisahkan dari guru itu. Dengan kata lain, dia sekarang telah setarap dengan gurunya. Murid itupun berpisahlah dari gurunya dan Allah sajalah yang menjadi penjaganya.Kemudian Allah akan memisahkannya dari seluruh makluk.
Bolehlah diibaratkan bahwa, guru itu laksana ibu dan murid itu laksana bayinya yang masih menyusu. Apabila si bayi telah mencapai usia dua tahun, maka berhentilah dia menyusu dari ibunya. Tidak lagi kebergantungan kepada makhluk, setelah hawa nafsu amarah dan kehendak-khendak kemanusiaan hapus. Guru atau syaikh itu hanya diperlukan selagi murid masih memiliki hawa nafsu angkara murka dan kehendak-kehendak badaniah yang perlu dihancurkan. Setelah semua itu hilang dari hati si murid tadi, maka guru itu tidak lagi diperlukan,karena si murid sekarang sudah tidak lagi memiliki kekurangan atau dia telah sempurna.
Oleh karena itu, apabila kamu telah bersatu dengan Tuhan, maka kamu akan merasa aman dan selamat dari apa saja selain Dia. Kamu akan mengetahui bahwa tidak ada yang wujud melainkan Dia saja. Kamu akan mengetahui bahwa untung, rugi, harapan, takut dan bahkan apa saja adalah dari dan karena Dia jua. Dia-lah yang patut ditakuti dan kepada Dia sajalah meminta perlindungan dan pertolongan. Karenanya, lihatlah
selalu perbuatan-Nya, nantikanlah selalu perintah-Nya dan patuhlah selalu kepada-Nya. Putuskanlah hubunganmu dengan apa saja yang bersangkutan dengan dunia ini dan juga dengan akhirat. Janganlah kamu melekatkan hatimu kepada apa saja selain Allah.
Anggaplah seluruh yang dijadikan Allah ini sebagai seorang manusia yang telah ditangkap oleh seorang raja yang agung dan gagah;raja itu telah memotong kaki dan tangan orang tadi dan menyalibnya pada sebatang pohon yang terletak di tepi sebuah sungai yang besar lagi dalam, raja itu bersemayam di atas singgasana yang tinggi dengan dikawal oleh hulu-balang yang gagah berani yang diperlengkapi persenjataan yang lengkap dan raja itu melempar orang tadi dengan seluruh senjata yang ada padanya. Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melihat keadaan ini, lalu memalingkan pandangannya dari raja itu dan takut kepadanya, sebaliknya ia berharap dan meminta kepada orang itu dan bukannya kepada raja yang agung itu? Jika ada orang yang gentar dan takut kepada orang yang tersalib itu, dan bukannya kepada raja, maka orang ini adalah orang, gila dan tidak sadar.
Oleh karena itu, mintalah perlindungan kepada Allah dari menjadi buta setelah Dia memberikan penglihatan, dari berpisah setelah disatukan-Nya, dari berjauhan setelah didekatkan-Nya, dari tersesat setelah Dia memberikan petunjuk dan dari kekufuran setelah Dia memberikan petunjuk dan dari kekufuran setelah Dia memberikan keimanan.
Dunia ini bagaikan sebuah sungai yang lebar, airnya senantiasa mengalir dan selalu bertambah setiap hari. Begitu juga halnya dengan nafsu kebinatangan, manusia itu selalu merasa tidak puas, semakin tampak dan semakin tak sadarkan diri. Hidup manusia di dunia ini senantiasa penuh dengan ujian dan cobaan. Di samping mendapatkan
kebahagiaan, kadangkala manusia juga dikelilingi oleh penderitaan. Orang yang mempunyai kala pikiran yang sempurna, mau berpikir dan mengetahui hakekat, akan mengetahui bahwa pada hakekatnya tidak adakehidupan yang sebenarnya melainkan kehidupan akhirat saja. Oleh karena itu, Nabi besar Muhammad saw. Bersabda. "Tidak ada kehidupan, kecuali kehidupan di akhirat." Bagi orang yang beriman, hal ini adalah
benar. Nabi Muhammad selanjutnya mengatakan, "Dunia ini adalah penjara bagi orang yang beriman dan surga bagi orang kafir." Nabi juga pernah menyatakan bahwa, "Orang yang baik itu terkekang".
Pada hakekatnya, kesentosaan dan kebahagiaan itu terletak dalam hubungan yang langsung dengan Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, tawakal yang bulat kepada-Nya dan senatiasa ridha dengan-Nya. Jika kamu telah dapat melakukan hal yang demikian itu, maka bebaslah kamu dari dunia ini dan Allah akan memberimu kesenangan,
keselamatan, kesentosaan, kasih sayang dan keridhaan Ilahi.
Monday, February 20, 2012
Sekuntum Mawar Hati
M. R. Bawa Muhaiyaddeen
Penanya: Apa yang dimaksud dengan hati terbuka? Mengapa hati harus dibuka? Dan apa yang menyebabkan hati terbuka?
Bawa Muhaiyaddeen: Hanya ketika sekuntum mawar mengembang dan merekah, barulah keharumannya menyebar. Bukankah begitu? Sebelum merekah bisakah engkau merasakan keharuman mawarnya? Tidak, engkau tidak bisa. Bisakah engkau melihat keindahan mawarnya? Tidak bisa, ia hanyalah sebuah kuncup. Hanya tatkala mawarnya merekah barulah keindahan dan keharumannya terpancar.
Lubuk hati yang paling dalam, atau qolbu, adalah seperti sekuntum bunga mawar. Walaupun ia ada di sana, selama ia masih dalam keadaan kuncup, engkau tidak akan bisa merasakan keindahan mawarnya, warnanya atau keharumannya. Hanya ketika mawar qolbu merekah barulah engkau akan mengetahui kebahagiaan ketika mencium dan melihatnya. Pada saat itulah keindahan, keharuman, kebenaran dan keagungan qolbu diketahui. Hal-hal ini tidak bisa dilihat tatkala mawar masih dalam keadaan kuncup. Untuk itulah mengapa mawar qolbu tersebut harus dibuka. Ia harus merekah.
Sebuah taman mawar haruslah dikunci agar binatang tidak masuk dan merusaknya. Oleh sebab itu, kita harus membuka kuncinya, memasukinya dan merawatnya. Kita harus menyiram tanamannya, memberinya pupuk, dan menjaga mereka. Dengan hal yang sama, menggunakan kunci hikmah kebijaksanaan dari kebenaran, kita harus membuka taman mawar dari hati dan masuk ke dalamnya. Ketika di dalam, kita harus mengetahui apa yang dibutuhkan agar kuncup bisa merekah. Kita harus memberinya pupuk sifat-sifat Tuhan, tindakan Tuhan, perbuatan-Nya, kemulian-Nya, dan cinta-Nya. Dan kita harus menyiramnya dengan sifat-sifat Tuhan. Inilah hal-hal yang harus kita berikan kepada tanamannya.
Seiring kita melaksanakan tugas-tugas ini, suatu keindahan yang menakjubkan akan mulai merekah, dan kita akan mulai merasakan keharumannya. Itulah taman mawar dari hati. Dan Sang Penjaga dari taman ini adalah “Tuhanku!” Kita akan dapat melihat Penjaganya dan merasakan keindahan dan keharuman mawarnya di sana. Inilah mengapa kita harus membuat bunganya merekah. Inilah cara yang harus kita lakukan.
*********
Sumber: Quenstion of Life Answer of Wisdom
Muhammad Bawa Muhayyudien
Terjemah oleh Dimas Tandayu.
Penanya: Apa yang dimaksud dengan hati terbuka? Mengapa hati harus dibuka? Dan apa yang menyebabkan hati terbuka?
Bawa Muhaiyaddeen: Hanya ketika sekuntum mawar mengembang dan merekah, barulah keharumannya menyebar. Bukankah begitu? Sebelum merekah bisakah engkau merasakan keharuman mawarnya? Tidak, engkau tidak bisa. Bisakah engkau melihat keindahan mawarnya? Tidak bisa, ia hanyalah sebuah kuncup. Hanya tatkala mawarnya merekah barulah keindahan dan keharumannya terpancar.
Lubuk hati yang paling dalam, atau qolbu, adalah seperti sekuntum bunga mawar. Walaupun ia ada di sana, selama ia masih dalam keadaan kuncup, engkau tidak akan bisa merasakan keindahan mawarnya, warnanya atau keharumannya. Hanya ketika mawar qolbu merekah barulah engkau akan mengetahui kebahagiaan ketika mencium dan melihatnya. Pada saat itulah keindahan, keharuman, kebenaran dan keagungan qolbu diketahui. Hal-hal ini tidak bisa dilihat tatkala mawar masih dalam keadaan kuncup. Untuk itulah mengapa mawar qolbu tersebut harus dibuka. Ia harus merekah.
Sebuah taman mawar haruslah dikunci agar binatang tidak masuk dan merusaknya. Oleh sebab itu, kita harus membuka kuncinya, memasukinya dan merawatnya. Kita harus menyiram tanamannya, memberinya pupuk, dan menjaga mereka. Dengan hal yang sama, menggunakan kunci hikmah kebijaksanaan dari kebenaran, kita harus membuka taman mawar dari hati dan masuk ke dalamnya. Ketika di dalam, kita harus mengetahui apa yang dibutuhkan agar kuncup bisa merekah. Kita harus memberinya pupuk sifat-sifat Tuhan, tindakan Tuhan, perbuatan-Nya, kemulian-Nya, dan cinta-Nya. Dan kita harus menyiramnya dengan sifat-sifat Tuhan. Inilah hal-hal yang harus kita berikan kepada tanamannya.
Seiring kita melaksanakan tugas-tugas ini, suatu keindahan yang menakjubkan akan mulai merekah, dan kita akan mulai merasakan keharumannya. Itulah taman mawar dari hati. Dan Sang Penjaga dari taman ini adalah “Tuhanku!” Kita akan dapat melihat Penjaganya dan merasakan keindahan dan keharuman mawarnya di sana. Inilah mengapa kita harus membuat bunganya merekah. Inilah cara yang harus kita lakukan.
*********
Sumber: Quenstion of Life Answer of Wisdom
Muhammad Bawa Muhayyudien
Terjemah oleh Dimas Tandayu.
Alam Semesta Adalah Guru Yang Bijak
Sebuah cerita penuh hikmah dari seorang sufi bernama Hasan. Tidak diketahui lebih jelas siapa Hasan yang dimaksud, tetapi semoga cerita ini bisa memberikan kita pemahaman untuk lebih memahami dan bertafakur akan lingkungan dan alam kita.
Tatkala seorang guru sufi besar Hasan, mendekati akhir masa hidupnya, seseorang bertanya kepadanya, “Hasan, siapakah gurumu?”
Dia menjawab, “Aku memiliki ribuan guru. Menyebut nama mereka satu-persatu akan memakan waktu berbulan-bulan, bertahun-tahun dan sudah tidak ada waktu lagi untuk menjelaskannya. Tetapi ada tiga orang guru yang akan aku ceritakan kepadamu.
Pertama adalah seorang pencuri. Suatu saat aku tersesat di gurun pasir, dan ketika aku tiba di suatu desa, karena larut malam maka semua tempat telah tutup. Tetapi akhirnya aku menemukan seorang pemuda yang sedang melubangi dinding pada sebuah rumah. Aku bertanya kepadanya dimana aku bisa menginap dan dia berkata “Adalah sulit untuk mencarinya pada larut malam seperti ini, tetapi engkau bisa menginap bersamaku, jika engkau bisa menginap bersama seorang pencuri.”
Sungguh menakjubkan pemuda ini. Aku menetap bersamanya selama satu bulan! Dan setiap malam ia akan berkata kepadaku, “Sekarang aku akan pergi bekerja. Engkau beristirahatlah dan berdoa.” Ketika dia telah kembali aku bertanya “apakah engkau mendapatkan sesuatu?” dia menjawab, “Tidak malam ini. Tetapi besok aku akan mencobanya kembali, jika Tuhan berkehendak.” Dia tidak pernah patah semangat, dia selalu bahagia.
Ketika aku berkhalwat (mengasingkan diri) selama bertahun-tahun dan di akhir waktu tidak terjadi apapun, begitu banyak masa dimana aku begitu putus asa, begitu patah semangat, hingga akhirnya aku berniat untuk menghentikan semua omong kosong ini. Dan tiba-tiba aku teringat akan si pencuri yang selalu berkata pada malam hari. “Jika Tuhan berkehendak, besok akan terjadi.”
Guruku yang kedua adalah seekor anjing. Tatkala aku pergi ke sungai karena haus, seekor anjing mendekatiku dan ia juga kehausan. Pada saat ia melihat ke airnya dan ia melihat ada ajing lainnya disana “bayangannya sendiri”, dan ia pun ketakutan. Anjing itu kemudian menggonggong dan berlari menjauh. Tetapi karena begitu haus ia kembali lagi. Akhirnya, terlepas dari rasa takutnya, ia langsung melompat ke airnya, dan hilanglah bayangannya. Dan pada saat itulah aku menyadari sebuah pesan datang dari Tuhan: ketakutanmu hanyalah bayangan, ceburkan dirimu ke dalamnya dan bayangan rasa takutmu akan hilang.
Guruku yang ketiga adalah seorang anak kecil. Tatkala aku memasuki sebuah kota dan aku melihat seorang anak kecil membawa sebatang liling yang menyala. Dia sedang menuju mesjid untuk meletakkan lilinnya disana.
“Sekedar bercanda”, kataku kepadanya, “Apakah engkau sendiri yang menyalakan lilinnya?” Dia menjawab, “Ya tuan.” Kemudian aku bertanya kembali, “Ada suatu waktu dimana lilinnya belum menyala, lalu ada suatu waktu dimana lilinnya menyala. Bisakah engkau tunjukkan kepadaku darimana datangnya sumber cahaya pada lilinnya?
Anak kecil itu tertawa, lalu menghembuskan lilinnya, dan berkata, “Sekarang tuan telah melihat cahayanya pergi. Kemana ia perginya? Jelaskan kepadaku!”
Egoku remuk, seluruh pengetahuanku remuk. Pada saat itu aku menyadari kebodohanku sendiri. Sejak saat itu aku letakkan seluruh ilmu pengetahuanku.
Adalah benar bahwa aku tidak memiliki guru. Tetapi bukan berarti bahwa aku bukanlah seorang murid, aku menerima semua kehidupan sebagai guruku. Pembelajaranku sebagai seorang murid jauh lebih besar dibandingkan dengan dirimu. Aku mempercayai awan-awan, pohon-pohon. Seperti itulah aku belajar dari kehidupan. Aku tidak memiliki seorang guru karena aku memiliki jutaan guru yang aku pelajari dari berbagai sumber. Menjadi seorang murid adalah sebuah keharusan di jalan sufi. Apa maksud dari menjadi seorang murid? Maksud dari menjadi seorang murid adalah untuk belajar. Bersedia belajar atas apa yang diajarkan oleh kehidupan. Melalui seorang guru engkau akan memulai pembelajaranmu.
Sang guru adalah sebuah kolam dimana engkau bisa belajar bagaimana untuk berenang. Dan tatkala engkau telah mahir berenang, seluruh Samudera adalah milikmu.
Tatkala seorang guru sufi besar Hasan, mendekati akhir masa hidupnya, seseorang bertanya kepadanya, “Hasan, siapakah gurumu?”
Dia menjawab, “Aku memiliki ribuan guru. Menyebut nama mereka satu-persatu akan memakan waktu berbulan-bulan, bertahun-tahun dan sudah tidak ada waktu lagi untuk menjelaskannya. Tetapi ada tiga orang guru yang akan aku ceritakan kepadamu.
Pertama adalah seorang pencuri. Suatu saat aku tersesat di gurun pasir, dan ketika aku tiba di suatu desa, karena larut malam maka semua tempat telah tutup. Tetapi akhirnya aku menemukan seorang pemuda yang sedang melubangi dinding pada sebuah rumah. Aku bertanya kepadanya dimana aku bisa menginap dan dia berkata “Adalah sulit untuk mencarinya pada larut malam seperti ini, tetapi engkau bisa menginap bersamaku, jika engkau bisa menginap bersama seorang pencuri.”
Sungguh menakjubkan pemuda ini. Aku menetap bersamanya selama satu bulan! Dan setiap malam ia akan berkata kepadaku, “Sekarang aku akan pergi bekerja. Engkau beristirahatlah dan berdoa.” Ketika dia telah kembali aku bertanya “apakah engkau mendapatkan sesuatu?” dia menjawab, “Tidak malam ini. Tetapi besok aku akan mencobanya kembali, jika Tuhan berkehendak.” Dia tidak pernah patah semangat, dia selalu bahagia.
Ketika aku berkhalwat (mengasingkan diri) selama bertahun-tahun dan di akhir waktu tidak terjadi apapun, begitu banyak masa dimana aku begitu putus asa, begitu patah semangat, hingga akhirnya aku berniat untuk menghentikan semua omong kosong ini. Dan tiba-tiba aku teringat akan si pencuri yang selalu berkata pada malam hari. “Jika Tuhan berkehendak, besok akan terjadi.”
Guruku yang kedua adalah seekor anjing. Tatkala aku pergi ke sungai karena haus, seekor anjing mendekatiku dan ia juga kehausan. Pada saat ia melihat ke airnya dan ia melihat ada ajing lainnya disana “bayangannya sendiri”, dan ia pun ketakutan. Anjing itu kemudian menggonggong dan berlari menjauh. Tetapi karena begitu haus ia kembali lagi. Akhirnya, terlepas dari rasa takutnya, ia langsung melompat ke airnya, dan hilanglah bayangannya. Dan pada saat itulah aku menyadari sebuah pesan datang dari Tuhan: ketakutanmu hanyalah bayangan, ceburkan dirimu ke dalamnya dan bayangan rasa takutmu akan hilang.
Guruku yang ketiga adalah seorang anak kecil. Tatkala aku memasuki sebuah kota dan aku melihat seorang anak kecil membawa sebatang liling yang menyala. Dia sedang menuju mesjid untuk meletakkan lilinnya disana.
“Sekedar bercanda”, kataku kepadanya, “Apakah engkau sendiri yang menyalakan lilinnya?” Dia menjawab, “Ya tuan.” Kemudian aku bertanya kembali, “Ada suatu waktu dimana lilinnya belum menyala, lalu ada suatu waktu dimana lilinnya menyala. Bisakah engkau tunjukkan kepadaku darimana datangnya sumber cahaya pada lilinnya?
Anak kecil itu tertawa, lalu menghembuskan lilinnya, dan berkata, “Sekarang tuan telah melihat cahayanya pergi. Kemana ia perginya? Jelaskan kepadaku!”
Egoku remuk, seluruh pengetahuanku remuk. Pada saat itu aku menyadari kebodohanku sendiri. Sejak saat itu aku letakkan seluruh ilmu pengetahuanku.
Adalah benar bahwa aku tidak memiliki guru. Tetapi bukan berarti bahwa aku bukanlah seorang murid, aku menerima semua kehidupan sebagai guruku. Pembelajaranku sebagai seorang murid jauh lebih besar dibandingkan dengan dirimu. Aku mempercayai awan-awan, pohon-pohon. Seperti itulah aku belajar dari kehidupan. Aku tidak memiliki seorang guru karena aku memiliki jutaan guru yang aku pelajari dari berbagai sumber. Menjadi seorang murid adalah sebuah keharusan di jalan sufi. Apa maksud dari menjadi seorang murid? Maksud dari menjadi seorang murid adalah untuk belajar. Bersedia belajar atas apa yang diajarkan oleh kehidupan. Melalui seorang guru engkau akan memulai pembelajaranmu.
Sang guru adalah sebuah kolam dimana engkau bisa belajar bagaimana untuk berenang. Dan tatkala engkau telah mahir berenang, seluruh Samudera adalah milikmu.
Muhammad Raheem Bawa Muhaiyaddeen
Muhammad Raheem Bawa Muhaiyaddeen (meninggal 8 Desember 1986) adalah seorang guru Sufi yang berbahasa Tamil dari pulau Sri Lanka yang pertama kali datang ke Amerika Serikat pada tanggal 11
Oktober 1971dan mendirikan Bawa Muhaiyaddeen Fellowship di Philadelphia. Dari Philadelphia, dengan sekitar 1.000 pengikutnya, cabang Fellowship telah menyebar di seluruh Amerika Serikat dan Kanada, serta Australia dan Inggris. Masyarakat pengikut sudah ada di Jaffna dan Kolombo, Sri Lanka sebelum kedatangannya di Amerika Serikat.
Sangat sedikit yang diketahui tentang beliau pada periode sebelum itu. Sedikit sepihan data mengenai beliau yang berhasil diperoleh adalah bahwa beliau datang ke Sri Lanka pada tahun 1884—yang ketika itu disebut dengan Ceylon—dari perjalanannya berkelana di seputar India, kemudian ke Baghdad, Yerusalem, Madinah, Mesir, Roma, dan kemudian kembali lagi ke Ceylon untuk menetap. Data lainnya yang berhasil didapatkan adalah bahwa pada tahun 1930-an ia pindah ke Jaffna, dan kemudian pada tahun 1960-an ia tinggal di Colombo, Sri Lanka.
Beliau sendiri tidak pernah mengatakan berapa usianya sebenarnya. Ia telah melewatkan seluruh umurnya untuk mempelajari pelbagai agama yang ada di dunia, dan sebagai pengamat rahasia-rahasia paling tersembunyi dari pelbagai ciptaan Tuhan. Jika ditanya tentang dirinya, ia hanya mengatakan bahwa dirinya hanyalah seorang manusia kecil (manusia semua, ant man) yang hanya menjalankan tugas yang diperintahkan Allah kepadanya. Ia mengatakan bahwa perihal mengenai dirinya tidaklah penting untuk diketahui, dan hanya pertanyaan tentang Allah-lah yang lebih layak untuk diketahui.
Sejak masih tinggal di hutan-hutan Ceylon, nama beliau telah dikenal masyarakat kota maupun pedesaan sebagai seorang Guru yang kata-katanya memberikan ‘pencerahan’ dan mampu menjawab segala macam persoalan orang-orang yang datang kepadanya. Ia membantu segala macam manusia yang datang menemuinya, dari segala macam bangsa maupun derajat, menjawab segala macam pertanyaan mereka tentang kehidupan maupun persoalan mereka, menyembuhkan penyakit mereka, bahkan hingga membantu membuka hutan dan membajak ladang mereka, serta memberikan saran-saran pertanian.
Nama ‘Muhaiyaddeen’ secara harfiah berarti ‘yang menghidupkan kembali Ad-Diin,’ dan memang, selama sisa hidupnya itu Muhammad Raheem Bawa Muhaiyaddeen ral. mengabdikan dirinya untuk membangkitkan kembali keyakinan akan Tuhan di dalam kalbu orang-orang yang datang kepadanya.
Sebagai seorang guru sufi, beliau memiliki kemampuan yang unik, yaitu kemampuan memurnikan esensi kebenaran dari semua agama.
Selama lima puluh tahun terakhir kehidupannya, beliau membagi pengalaman-pengalamannya ini kepada ribuan orang dari seluruh dunia. Walaupun beliau memberikan pelajarannya dalam kerangka sufistik Islam, orang-orang dari agama Kristiani, Yahudi, Buddha, maupun Hindu, tetap datang kepadanya dan duduk bersama-sama, selama berjam-jam, di dalam majelisnya untuk mencari secercah pemahaman akan Kebenaran. Beliau sangat dihormati para akademisi, juga para pemikir filsafat maupun pemimpin serta kelompok-kelompok spiritual tradisional karena kemampuannya memperbarui keyakinan di dalam hati manusia yang datang kepadanya.
Kehidupan awal
Menurut Sri Lanka siswa yang lebih tua, Bawa Muhaiyaddeen muncul dari hutan negara itu pada awal 1940-an dan bertemu peziarah yang mengunjungi tempat ibadah di utara. Laporan dari mimpi atau pertemuan mistik yang mendahului sebuah ‘fisik’ pertemuan oleh siswa awal tidak lazim
Menurut perkiraan dari tahun 1940-an, Bawa Muhaiyaddeen telah menghabiskan waktu di ‘Kataragama’, sebuah pertapaan hutan di selatan. pulau, dan dalam lembaga ‘Jailani’, sebuah pesulukan tebing yang didedikasikan untuk Syeikh Abd al-Qadir al-Jilani di Baghdad. Hubungannya dengan Syaikh menunjukkan bahwa ia memiliki koneksi silsilah Sthariqah dengan Qodoriyah.
Banyak. Pengikutnya yang tinggal di sekitar kota utara Jaffna, disana banyak orang-orang Hindu yang memandangnya sebagai guru suci. Perannya sering sebagai penyembuh dari penyakit medis dan spiritual, termasuk menyembuhkan kerasukan setan.
Akhirnya sebuah tempat pendidikan Sufi dibentuk di Jaffna, dan aktivitas pertanian dimulai selatan kota itu. Setelah para pebisnis pelancong dari selatan negara itu bertemu Bawa Muhaiyaddeen, mereka mengundang dia untuk mengunjungi di Columbo, ibukota Sri Lanka. Pada tahun 1967, ‘Serendib Sufi Studi Circle’ dibentuk oleh para mahasiswa Colombo yang didominasi Muslim. Sebelumnya pada tahun 1955, Bawa Muhaiyaddeen telah menetapkan dasar-dasar untuk sebuah ‘Rumah Allah’ atau masjid di kota Mankumban, di pantai utara.
Ini adalah hasil pertemuan spiritual dengan Mariam, ibunda Nabi Isa as. Setelah dua dekade,. Gedung ini selesai dibangun oleh mahasiswa dari Amerika Serikat yang mengunjungi pesulukan Jaffna . Ini secara resmi dibuka dan dibaktikani pada 17 Februari 1975.
Bawa Muhaiyaddeen sering mengajar melalui penggunaan dongeng. Ini mencerminkan latar belakang pelajar atau pendengar dan termasuk para pendengarnya adalah orang-orang Hindu, Kristen, dan ummat Islam tradisional. Ia menyambut orang-orang dari semua tradisi dan latar belakang
Di Amerika Serikat Bawa Muhaiyaddeen Fellowship
Pada tahun 1971, Bawa Muhaiyaddeen menerima undangan dari seorang wanita Amerika untuk mengunjunginya di Philadelphia. Dia telah merasakan kesesuaian dengan dia setelah diperkenalkan oleh seorang mahasiswa dari Sri Lanka. Dia dan rekan-rekannya membuat pengaturan untuk perjalanan ke Amerika Serikat dan untuk tinggal di Philadelphia. Pada 1973., sekelompok pengikutnya membentuk Bawa Muhaiyaddeen Fellowship, yang menjadi tuan rumah pertemuan yang menawarkan beberapa pertemuan publik seminggu sekali.
Seperti sebelumnya di Sri Lanka, orang-orang dari semua latar belakang agama, sosial dan etnis akan bergabung untuk mendengar dia berbicara. Di seluruh Amerika Serikat, Kanada dan Inggris, ia mendapatkan pengakuan dari ulama, wartawan, pendidik dan pemimpin dunia. Perserikatan Bangsa-Bangsa Asisten Sekretaris Jenderal, Robert Muller, meminta bimbingan Bawa Muhaiyaddeen atas nama seluruh umat manusia selama wawancara pada tahun 1974.
Selama tahun 1978-1980 ketika krisis sandera Iran terjadi, ia menulis surat kepada para pemimpin dunia seperti Khomeini, Perdana Menteri Begin, Presiden Sadat dan Presiden Carter untuk mendorong resolusi damai untuk konflik di wilayah tersebut.
Majalah Time, selama krisis tahun 1980., mengutip pandangannya yang mengatakan bahwa ketika Iran memahami Al Qur’an “mereka akan merilis kondisi para sandera secepatnya”. Wawancara muncul dalam Psychology Today, Harvard Divinity Bulletin, dan di Philadelphia Inquirer dan surat kabar Pittsburgh Press. Ia melanjutkan pengajarannya dan bimbingan pribadi untuk murid-muridnya serta para tamu, hingga wafatnya tanggal 8 Desember 1986.
Warisan
Pada bulan Mei, 1984, Masjid Syaikh MR Bawa Muhaiyaddeen diselesaikan atas dasar Bawa Muhaiyaddeen Fellowship, 5820 Overbrook Avenue, Philadelphia. Bangunan masjid diseselaikan dalam waktu 6 bulan dan hampir semua pekerjaan dilakukan oleh anggota Bawa Muhaiyaddeen Fellowship di bawah arahan Bawa Muhaiyaddeen.
The Bawa Muhaiyaddeen Fellowship Farm memiki area 100 hektar (0,40 km2) lahan pertanian yang terletak di Chester County, Pennsylvania tepat di sebelah selatan kota kecil Coatesville pada 99 Fellowship Drive. Titik pusat peternakan adalah makam Bawa Muhaiyaddeen atau Mazar. Hal itu dimulai segera setelah kematiannya dan diselesaikan pada tahun 1987. Ini adalah tempat ziarah bagi sufi dan Syaikh mereka, serta sebagai Muslim dan pengikut bahkan ada pengikut agama lain.
Bawa Muhaiyaddeen didirikan vegetarianisme sebagai norma bagi masyarakat dan produk daging tidak diizinkan di pusat Fellowship di Philadelphia atau di Farm Fellowship.
Dia adalah seorang seniman, sebuah lukisan dibuat dan gambar yang melambangkan hubungan antara manusia dan Allah. Dia menggambarkan karya seni sebagai “pekerjaan jantung.” Dua contoh yang direproduksi dalam bukunya berjudul Kebijaksanaan Manusia dan lain adalah sampul depan buku Empat Langkah Menuju Iman Sejati. Pada 1976, Bawa Muhaiyadeen album dzikr kontemplasi direkam dan dirilis, pada Folkways Records berjudul, Into the Secret of the Heart by Guru Bawa Muhaiyaddeen
Bawa Muhaiyaddeen menulis lebih dari 25 buku. Kitab-kitab ini dibuat lebih dari 10.000 jam transkripsi rekaman audio dan video dari wacana dan lagu-lagu di Amerika Serikat 1971-1986. Beberapa judul berasal dari Sri Lanka sebelum kedatangannya di AS dan kemudian ditranskrip. The Bawa Muhaiyaddeen Fellowship terus mengajarkan dan menyebarkan repositori ajarannya ini,i tidak menunjuk pemimpin baru atau Syekh untuk menggantikan perannya sebagai guru dan panduan pribadi.
Gelar kehormatan
Bawa Muhaiyaddeen disebut sebagai Guru atau Swami atau Syeikh atau ‘His Holiness’, tergantung pada latar belakang pembicara atau penulis. Dia juga sebagai ‘Bawangal’ oleh orang-orang Tamil yang dekat dengan dia dan yang ingin menggunakan tanda hormat. Ia sering menyebut dirinya sebagai ‘manusia semut’, karena saking kecilnya dalam kehidupan semesta ciptaan Allah swt.
Setelah kedatangannya di Amerika Serikat pada tahun 1971, ia paling sering dipanggil dengan Guru Bawa dan ia mendirikan Guru Bawa Fellowship. Pada tahun 1976, ia merasa bahwa istilah ‘guru’ telah disalahgunakan oleh orang lain yang belum guru sejati dalam estimasi-nya. Pada tahun itu, ia memutuskan untuk membuang nama Guru dalam organisasinya, dan hanya menjadi nama Bawa Muhaiyaddeen Fellowship saja. Sebagian besar mahasiswa Amerikanya menggunakan nama akrab ‘Bawa’ ketika berbicara tentang dia.
Makam Syaikh Muhammad Raheem Bawa Muhaiyaddeen
Pada tahun 2007, sebuah kehormatan baru, namun gelar ini dari para muridnya sebagai Quthb, telah digunakan oleh murid-muridnya dalam publikasi pembicaraan Bawa Muhaiyaddeen’s . Quthb secara harfiah berarti tiang atau sumbu., Dan menandakan pusat spiritual yang menjelaskan dan mengungkapkan melalui kebijaksanaan Ilahi hakikat manusia. Nama Muhaiyaddeen itu sendiri berarti ‘pemberi hidup untuk keyakinan agama’ dan telah dikaitkan dengan Qutbs sebelumnya.. Dengan menggunakan judul yang tinggi, murid-muridnya sedang melakukan presentasi dia sebagai seorang guru universal untuk era ini.
Diantara kata-katanya
“Doa yang Anda lakukan, tugas yang Anda lakukan, amal dan cinta yang Anda berikan adalah sama hanya satu tetes. Tetapi jika Anda menggunakan satu tetes, terus melakukan tugas Anda, dan terus menggali dalam, maka musim semi Rahmat Allah swt, dan sifat-sifat-Nya akan mengalir dalam kelimpahan.”
"Orang dengan kebijaksanaan akan tahu bahwa penting untuk memperbaiki kesalahan mereka sendiri, sementara orang tanpa kebijaksanaan merasa perlu untuk menunjukkan kesalahan orang lain. Orang dengan iman yang kuat tahu bahwa penting untuk membersihkan hati mereka sendiri, sedangkan mereka yang goyah iman berusaha untuk menemukan kesalahan dalam hati dan kesalahan ibadah orang lain. Ini menjadi kebiasaan dalam hidup mereka.. Tetapi mereka yang berdoa kepada Allah swt, dengan iman, tekad, dan kepastian, akan mengetahui bahwa hal yang paling penting dalam hidup adalah menyerahkan hati mereka kepada Allah swt. "
"Hal-hal yang senantiasa berubah ini bukanlah kehidupan nyata kita. Di luar diri kita ada satu sosok lain dan keindahan lain yang selalu dipancari cahaya abadi yang tidak pernah berubah.. Kita harus menemukan cara untuk berpadu dengan keabadian itu dan menjadi satu dengan yang hal yang tidak berubah. Kami harus menyadari dan memahami hal ini sebagai harta karun kebenaran Itulah sebabnya kami datang ke dunia ini.. "
"Cintaku pada Anda sekalian, anak-anakku. Sangat sedikit orang yang akan menerima obat kebijaksanaan Pikirannya masih menolak kebijaksanaan.. Tetapi jika Anda setuju untuk menerimanya, Anda akan menerima rahmat, dan ketika Anda menerima rahmat itu, Anda akan memiliki derajat yang baik. Bila Anda mendapatkan kualitas yang baik, Anda akan tahu cinta sejati, dan ketika Anda menerima cinta, Anda akan melihat cahaya Ketika Anda menerima cahaya, Anda akan melihat kemegahan itu,. dan ketika Anda menerima bahwa kemegahan hakiki, kekayaan dari tiga dunia akan lengkap di dalam diri Anda Dengan kelengkapan ini, Anda akan menerima Kerajaan Allah, dan Anda akan mengenal Sang Raja. Bila Anda melihat Sang Rajamu, semua koneksi Anda ke karma, kelaparan, penyakit, usia tua akan meninggalkan dirimu”
Cucuku sekalian…. inilah cara yang sebenarnya. Kita harus melakukan segala sesuatu dengan cinta dalam hati kita. Allah adalah milik semua orang. Dia telah memberi persemakmuran untuk semua ciptaan-Nya, dan kita tidak harus untuk diri kita sendiri. Kita tidak boleh mengambil lebih dari bagian kami. Hati kita harus meleleh dengan kasih, kita harus berbagi segalanya dengan orang lain, dan kita harus memberikan kasih untuk membuat orang lain damai. Kemudian kita akan memenangkan keindahan kita yang sebenarnya dan pembebasan jiwa kita. Silakan berpikir tentang hal ini. Berdoalah, tingkatkan kualitas yaqin pada Allah swt, bertindaklah untuk Allah swt, dan berimanlah pada Allah swt, dan beribadahlah pada Allah swt, karena ibadah itu kasih karuniaNya padamu. Jika Anda memiliki ini, Allah swt, akan menjadi milikmu dan kesejahteraan yang datang akan menjadi milikmu.
Wahai cucu-cucuku, sadari hal ini dalam hidup Anda. Pertimbangkan hidup Anda, carilah kebijaksanaan, carilah pengetahuan, dan carilah rahmat Allah swt, yang di dalamnya ada pengetahuan Ilahi, dan carilah derajat dari-Nya, kasih-Nya, dan tindakan-Nya. Itu akan bagus. Amin. Ya Rabbal-'alamin. Ijabahilah wahai Robbul Alamin. Semoga Allah swt memberi semua ini padamu. "
Literatur dan Buku yang diterbitkan murid-muridnya
Sejumlah buku telah diterbitkan oleh murid-murid Bawa Muhaiyaddeen yang isinya adalah eksplorasi ajarannya, dari sudut pandang dan pemahaman mereka, telah memberi pengaruh positif bagi kehidupan mereka.
Antara lain:
Owner's Manual for the Human Being by Mitch Gilbert, One Light Press publisher, 2005, ISBN 0-9771267-0-6
The Illuminated Prayer: The Five-Times Prayer of the Sufis by Coleman Barks and Michael Green, Ballantine Wellspring publisher, 2000, ISBN 0-345-43545-1
Menurut penerbit, buku tersebut "menawarkan pengenalan menarik untuk kebijaksanaan dan ajaran kontemporer tercinta master sufi Bawa Muhaiyaddeen, yang membawa kehidupan baru ke tradisi sufistik dengan membuka jalan ke yang paling dalam, realitas universal itu. Pecinta hasil karya dari dua mahasiswa Bawa paling terkenal, Coleman Barks dan Michael Green, yang juga mengarang buku, The Illuminated Rumi. "
One Song: A New Illuminated Rumi by Michael Green, Running Press publisher, 2005, ISBN 0-7624-2087-1
My Years with the Qutb: A Walk in Paradise by Professor Sharon Marcus, Sufi Press publisher, 2007, ISBN 0-9737534-0-4
THE MIRROR Photographs and Reflections on Life with M.R. Bawa Muhaiyaddeen (Ral.) by Chloë Le Pichon and Dwaraka Ganesan and Saburah Posner and Sulaiha Schwartz, published privately by Chloë Le Pichon, 2010, ISBN 0-6153-3211-0
Terdiri 237 halaman format besar kompilasi fotografi dengan komentar oleh 78 kontributor.
Coleman Barks, seorang penyair dan penerjemah ke dalam bahasa Inggris karya-karya dari penyair sufi abad ke-13 Jalal ad-Din Muhammad Rumi, menggambarkan bagaimana ia bertemu Bawa Muhaiyaddeen dalam mimpi pada tanggal 2 Mei 1977. Sebagai hasil dari pertemuan mimpi itu, ia mulai menerjemahkan puisi Rumi. Coleman akhirnya bertemu Bawa Muhaiyaddeen secara pribadi pada bulan September, 1978 dan terus memiliki impian di mana ia akan menerima ajaran. Dalam perkiraan Coleman, Bawa Muhaiyaddeen berada pada tingkat pencerahan yang sama seperti Rumi dan Shams Tabrizi, pendamping Rumi.
Sumber: Sufinews.com dan lainnya
Oktober 1971dan mendirikan Bawa Muhaiyaddeen Fellowship di Philadelphia. Dari Philadelphia, dengan sekitar 1.000 pengikutnya, cabang Fellowship telah menyebar di seluruh Amerika Serikat dan Kanada, serta Australia dan Inggris. Masyarakat pengikut sudah ada di Jaffna dan Kolombo, Sri Lanka sebelum kedatangannya di Amerika Serikat.
Sangat sedikit yang diketahui tentang beliau pada periode sebelum itu. Sedikit sepihan data mengenai beliau yang berhasil diperoleh adalah bahwa beliau datang ke Sri Lanka pada tahun 1884—yang ketika itu disebut dengan Ceylon—dari perjalanannya berkelana di seputar India, kemudian ke Baghdad, Yerusalem, Madinah, Mesir, Roma, dan kemudian kembali lagi ke Ceylon untuk menetap. Data lainnya yang berhasil didapatkan adalah bahwa pada tahun 1930-an ia pindah ke Jaffna, dan kemudian pada tahun 1960-an ia tinggal di Colombo, Sri Lanka.
Beliau sendiri tidak pernah mengatakan berapa usianya sebenarnya. Ia telah melewatkan seluruh umurnya untuk mempelajari pelbagai agama yang ada di dunia, dan sebagai pengamat rahasia-rahasia paling tersembunyi dari pelbagai ciptaan Tuhan. Jika ditanya tentang dirinya, ia hanya mengatakan bahwa dirinya hanyalah seorang manusia kecil (manusia semua, ant man) yang hanya menjalankan tugas yang diperintahkan Allah kepadanya. Ia mengatakan bahwa perihal mengenai dirinya tidaklah penting untuk diketahui, dan hanya pertanyaan tentang Allah-lah yang lebih layak untuk diketahui.
Sejak masih tinggal di hutan-hutan Ceylon, nama beliau telah dikenal masyarakat kota maupun pedesaan sebagai seorang Guru yang kata-katanya memberikan ‘pencerahan’ dan mampu menjawab segala macam persoalan orang-orang yang datang kepadanya. Ia membantu segala macam manusia yang datang menemuinya, dari segala macam bangsa maupun derajat, menjawab segala macam pertanyaan mereka tentang kehidupan maupun persoalan mereka, menyembuhkan penyakit mereka, bahkan hingga membantu membuka hutan dan membajak ladang mereka, serta memberikan saran-saran pertanian.
Nama ‘Muhaiyaddeen’ secara harfiah berarti ‘yang menghidupkan kembali Ad-Diin,’ dan memang, selama sisa hidupnya itu Muhammad Raheem Bawa Muhaiyaddeen ral. mengabdikan dirinya untuk membangkitkan kembali keyakinan akan Tuhan di dalam kalbu orang-orang yang datang kepadanya.
Sebagai seorang guru sufi, beliau memiliki kemampuan yang unik, yaitu kemampuan memurnikan esensi kebenaran dari semua agama.
Selama lima puluh tahun terakhir kehidupannya, beliau membagi pengalaman-pengalamannya ini kepada ribuan orang dari seluruh dunia. Walaupun beliau memberikan pelajarannya dalam kerangka sufistik Islam, orang-orang dari agama Kristiani, Yahudi, Buddha, maupun Hindu, tetap datang kepadanya dan duduk bersama-sama, selama berjam-jam, di dalam majelisnya untuk mencari secercah pemahaman akan Kebenaran. Beliau sangat dihormati para akademisi, juga para pemikir filsafat maupun pemimpin serta kelompok-kelompok spiritual tradisional karena kemampuannya memperbarui keyakinan di dalam hati manusia yang datang kepadanya.
Kehidupan awal
Menurut Sri Lanka siswa yang lebih tua, Bawa Muhaiyaddeen muncul dari hutan negara itu pada awal 1940-an dan bertemu peziarah yang mengunjungi tempat ibadah di utara. Laporan dari mimpi atau pertemuan mistik yang mendahului sebuah ‘fisik’ pertemuan oleh siswa awal tidak lazim
Menurut perkiraan dari tahun 1940-an, Bawa Muhaiyaddeen telah menghabiskan waktu di ‘Kataragama’, sebuah pertapaan hutan di selatan. pulau, dan dalam lembaga ‘Jailani’, sebuah pesulukan tebing yang didedikasikan untuk Syeikh Abd al-Qadir al-Jilani di Baghdad. Hubungannya dengan Syaikh menunjukkan bahwa ia memiliki koneksi silsilah Sthariqah dengan Qodoriyah.
Banyak. Pengikutnya yang tinggal di sekitar kota utara Jaffna, disana banyak orang-orang Hindu yang memandangnya sebagai guru suci. Perannya sering sebagai penyembuh dari penyakit medis dan spiritual, termasuk menyembuhkan kerasukan setan.
Akhirnya sebuah tempat pendidikan Sufi dibentuk di Jaffna, dan aktivitas pertanian dimulai selatan kota itu. Setelah para pebisnis pelancong dari selatan negara itu bertemu Bawa Muhaiyaddeen, mereka mengundang dia untuk mengunjungi di Columbo, ibukota Sri Lanka. Pada tahun 1967, ‘Serendib Sufi Studi Circle’ dibentuk oleh para mahasiswa Colombo yang didominasi Muslim. Sebelumnya pada tahun 1955, Bawa Muhaiyaddeen telah menetapkan dasar-dasar untuk sebuah ‘Rumah Allah’ atau masjid di kota Mankumban, di pantai utara.
Ini adalah hasil pertemuan spiritual dengan Mariam, ibunda Nabi Isa as. Setelah dua dekade,. Gedung ini selesai dibangun oleh mahasiswa dari Amerika Serikat yang mengunjungi pesulukan Jaffna . Ini secara resmi dibuka dan dibaktikani pada 17 Februari 1975.
Bawa Muhaiyaddeen sering mengajar melalui penggunaan dongeng. Ini mencerminkan latar belakang pelajar atau pendengar dan termasuk para pendengarnya adalah orang-orang Hindu, Kristen, dan ummat Islam tradisional. Ia menyambut orang-orang dari semua tradisi dan latar belakang
Di Amerika Serikat Bawa Muhaiyaddeen Fellowship
Pada tahun 1971, Bawa Muhaiyaddeen menerima undangan dari seorang wanita Amerika untuk mengunjunginya di Philadelphia. Dia telah merasakan kesesuaian dengan dia setelah diperkenalkan oleh seorang mahasiswa dari Sri Lanka. Dia dan rekan-rekannya membuat pengaturan untuk perjalanan ke Amerika Serikat dan untuk tinggal di Philadelphia. Pada 1973., sekelompok pengikutnya membentuk Bawa Muhaiyaddeen Fellowship, yang menjadi tuan rumah pertemuan yang menawarkan beberapa pertemuan publik seminggu sekali.
Seperti sebelumnya di Sri Lanka, orang-orang dari semua latar belakang agama, sosial dan etnis akan bergabung untuk mendengar dia berbicara. Di seluruh Amerika Serikat, Kanada dan Inggris, ia mendapatkan pengakuan dari ulama, wartawan, pendidik dan pemimpin dunia. Perserikatan Bangsa-Bangsa Asisten Sekretaris Jenderal, Robert Muller, meminta bimbingan Bawa Muhaiyaddeen atas nama seluruh umat manusia selama wawancara pada tahun 1974.
Selama tahun 1978-1980 ketika krisis sandera Iran terjadi, ia menulis surat kepada para pemimpin dunia seperti Khomeini, Perdana Menteri Begin, Presiden Sadat dan Presiden Carter untuk mendorong resolusi damai untuk konflik di wilayah tersebut.
Majalah Time, selama krisis tahun 1980., mengutip pandangannya yang mengatakan bahwa ketika Iran memahami Al Qur’an “mereka akan merilis kondisi para sandera secepatnya”. Wawancara muncul dalam Psychology Today, Harvard Divinity Bulletin, dan di Philadelphia Inquirer dan surat kabar Pittsburgh Press. Ia melanjutkan pengajarannya dan bimbingan pribadi untuk murid-muridnya serta para tamu, hingga wafatnya tanggal 8 Desember 1986.
Warisan
Pada bulan Mei, 1984, Masjid Syaikh MR Bawa Muhaiyaddeen diselesaikan atas dasar Bawa Muhaiyaddeen Fellowship, 5820 Overbrook Avenue, Philadelphia. Bangunan masjid diseselaikan dalam waktu 6 bulan dan hampir semua pekerjaan dilakukan oleh anggota Bawa Muhaiyaddeen Fellowship di bawah arahan Bawa Muhaiyaddeen.
The Bawa Muhaiyaddeen Fellowship Farm memiki area 100 hektar (0,40 km2) lahan pertanian yang terletak di Chester County, Pennsylvania tepat di sebelah selatan kota kecil Coatesville pada 99 Fellowship Drive. Titik pusat peternakan adalah makam Bawa Muhaiyaddeen atau Mazar. Hal itu dimulai segera setelah kematiannya dan diselesaikan pada tahun 1987. Ini adalah tempat ziarah bagi sufi dan Syaikh mereka, serta sebagai Muslim dan pengikut bahkan ada pengikut agama lain.
Bawa Muhaiyaddeen didirikan vegetarianisme sebagai norma bagi masyarakat dan produk daging tidak diizinkan di pusat Fellowship di Philadelphia atau di Farm Fellowship.
Dia adalah seorang seniman, sebuah lukisan dibuat dan gambar yang melambangkan hubungan antara manusia dan Allah. Dia menggambarkan karya seni sebagai “pekerjaan jantung.” Dua contoh yang direproduksi dalam bukunya berjudul Kebijaksanaan Manusia dan lain adalah sampul depan buku Empat Langkah Menuju Iman Sejati. Pada 1976, Bawa Muhaiyadeen album dzikr kontemplasi direkam dan dirilis, pada Folkways Records berjudul, Into the Secret of the Heart by Guru Bawa Muhaiyaddeen
Bawa Muhaiyaddeen menulis lebih dari 25 buku. Kitab-kitab ini dibuat lebih dari 10.000 jam transkripsi rekaman audio dan video dari wacana dan lagu-lagu di Amerika Serikat 1971-1986. Beberapa judul berasal dari Sri Lanka sebelum kedatangannya di AS dan kemudian ditranskrip. The Bawa Muhaiyaddeen Fellowship terus mengajarkan dan menyebarkan repositori ajarannya ini,i tidak menunjuk pemimpin baru atau Syekh untuk menggantikan perannya sebagai guru dan panduan pribadi.
Gelar kehormatan
Bawa Muhaiyaddeen disebut sebagai Guru atau Swami atau Syeikh atau ‘His Holiness’, tergantung pada latar belakang pembicara atau penulis. Dia juga sebagai ‘Bawangal’ oleh orang-orang Tamil yang dekat dengan dia dan yang ingin menggunakan tanda hormat. Ia sering menyebut dirinya sebagai ‘manusia semut’, karena saking kecilnya dalam kehidupan semesta ciptaan Allah swt.
Setelah kedatangannya di Amerika Serikat pada tahun 1971, ia paling sering dipanggil dengan Guru Bawa dan ia mendirikan Guru Bawa Fellowship. Pada tahun 1976, ia merasa bahwa istilah ‘guru’ telah disalahgunakan oleh orang lain yang belum guru sejati dalam estimasi-nya. Pada tahun itu, ia memutuskan untuk membuang nama Guru dalam organisasinya, dan hanya menjadi nama Bawa Muhaiyaddeen Fellowship saja. Sebagian besar mahasiswa Amerikanya menggunakan nama akrab ‘Bawa’ ketika berbicara tentang dia.
Makam Syaikh Muhammad Raheem Bawa Muhaiyaddeen
Pada tahun 2007, sebuah kehormatan baru, namun gelar ini dari para muridnya sebagai Quthb, telah digunakan oleh murid-muridnya dalam publikasi pembicaraan Bawa Muhaiyaddeen’s . Quthb secara harfiah berarti tiang atau sumbu., Dan menandakan pusat spiritual yang menjelaskan dan mengungkapkan melalui kebijaksanaan Ilahi hakikat manusia. Nama Muhaiyaddeen itu sendiri berarti ‘pemberi hidup untuk keyakinan agama’ dan telah dikaitkan dengan Qutbs sebelumnya.. Dengan menggunakan judul yang tinggi, murid-muridnya sedang melakukan presentasi dia sebagai seorang guru universal untuk era ini.
Diantara kata-katanya
“Doa yang Anda lakukan, tugas yang Anda lakukan, amal dan cinta yang Anda berikan adalah sama hanya satu tetes. Tetapi jika Anda menggunakan satu tetes, terus melakukan tugas Anda, dan terus menggali dalam, maka musim semi Rahmat Allah swt, dan sifat-sifat-Nya akan mengalir dalam kelimpahan.”
"Orang dengan kebijaksanaan akan tahu bahwa penting untuk memperbaiki kesalahan mereka sendiri, sementara orang tanpa kebijaksanaan merasa perlu untuk menunjukkan kesalahan orang lain. Orang dengan iman yang kuat tahu bahwa penting untuk membersihkan hati mereka sendiri, sedangkan mereka yang goyah iman berusaha untuk menemukan kesalahan dalam hati dan kesalahan ibadah orang lain. Ini menjadi kebiasaan dalam hidup mereka.. Tetapi mereka yang berdoa kepada Allah swt, dengan iman, tekad, dan kepastian, akan mengetahui bahwa hal yang paling penting dalam hidup adalah menyerahkan hati mereka kepada Allah swt. "
"Hal-hal yang senantiasa berubah ini bukanlah kehidupan nyata kita. Di luar diri kita ada satu sosok lain dan keindahan lain yang selalu dipancari cahaya abadi yang tidak pernah berubah.. Kita harus menemukan cara untuk berpadu dengan keabadian itu dan menjadi satu dengan yang hal yang tidak berubah. Kami harus menyadari dan memahami hal ini sebagai harta karun kebenaran Itulah sebabnya kami datang ke dunia ini.. "
"Cintaku pada Anda sekalian, anak-anakku. Sangat sedikit orang yang akan menerima obat kebijaksanaan Pikirannya masih menolak kebijaksanaan.. Tetapi jika Anda setuju untuk menerimanya, Anda akan menerima rahmat, dan ketika Anda menerima rahmat itu, Anda akan memiliki derajat yang baik. Bila Anda mendapatkan kualitas yang baik, Anda akan tahu cinta sejati, dan ketika Anda menerima cinta, Anda akan melihat cahaya Ketika Anda menerima cahaya, Anda akan melihat kemegahan itu,. dan ketika Anda menerima bahwa kemegahan hakiki, kekayaan dari tiga dunia akan lengkap di dalam diri Anda Dengan kelengkapan ini, Anda akan menerima Kerajaan Allah, dan Anda akan mengenal Sang Raja. Bila Anda melihat Sang Rajamu, semua koneksi Anda ke karma, kelaparan, penyakit, usia tua akan meninggalkan dirimu”
Cucuku sekalian…. inilah cara yang sebenarnya. Kita harus melakukan segala sesuatu dengan cinta dalam hati kita. Allah adalah milik semua orang. Dia telah memberi persemakmuran untuk semua ciptaan-Nya, dan kita tidak harus untuk diri kita sendiri. Kita tidak boleh mengambil lebih dari bagian kami. Hati kita harus meleleh dengan kasih, kita harus berbagi segalanya dengan orang lain, dan kita harus memberikan kasih untuk membuat orang lain damai. Kemudian kita akan memenangkan keindahan kita yang sebenarnya dan pembebasan jiwa kita. Silakan berpikir tentang hal ini. Berdoalah, tingkatkan kualitas yaqin pada Allah swt, bertindaklah untuk Allah swt, dan berimanlah pada Allah swt, dan beribadahlah pada Allah swt, karena ibadah itu kasih karuniaNya padamu. Jika Anda memiliki ini, Allah swt, akan menjadi milikmu dan kesejahteraan yang datang akan menjadi milikmu.
Wahai cucu-cucuku, sadari hal ini dalam hidup Anda. Pertimbangkan hidup Anda, carilah kebijaksanaan, carilah pengetahuan, dan carilah rahmat Allah swt, yang di dalamnya ada pengetahuan Ilahi, dan carilah derajat dari-Nya, kasih-Nya, dan tindakan-Nya. Itu akan bagus. Amin. Ya Rabbal-'alamin. Ijabahilah wahai Robbul Alamin. Semoga Allah swt memberi semua ini padamu. "
Literatur dan Buku yang diterbitkan murid-muridnya
Sejumlah buku telah diterbitkan oleh murid-murid Bawa Muhaiyaddeen yang isinya adalah eksplorasi ajarannya, dari sudut pandang dan pemahaman mereka, telah memberi pengaruh positif bagi kehidupan mereka.
Antara lain:
Owner's Manual for the Human Being by Mitch Gilbert, One Light Press publisher, 2005, ISBN 0-9771267-0-6
The Illuminated Prayer: The Five-Times Prayer of the Sufis by Coleman Barks and Michael Green, Ballantine Wellspring publisher, 2000, ISBN 0-345-43545-1
Menurut penerbit, buku tersebut "menawarkan pengenalan menarik untuk kebijaksanaan dan ajaran kontemporer tercinta master sufi Bawa Muhaiyaddeen, yang membawa kehidupan baru ke tradisi sufistik dengan membuka jalan ke yang paling dalam, realitas universal itu. Pecinta hasil karya dari dua mahasiswa Bawa paling terkenal, Coleman Barks dan Michael Green, yang juga mengarang buku, The Illuminated Rumi. "
One Song: A New Illuminated Rumi by Michael Green, Running Press publisher, 2005, ISBN 0-7624-2087-1
My Years with the Qutb: A Walk in Paradise by Professor Sharon Marcus, Sufi Press publisher, 2007, ISBN 0-9737534-0-4
THE MIRROR Photographs and Reflections on Life with M.R. Bawa Muhaiyaddeen (Ral.) by Chloë Le Pichon and Dwaraka Ganesan and Saburah Posner and Sulaiha Schwartz, published privately by Chloë Le Pichon, 2010, ISBN 0-6153-3211-0
Terdiri 237 halaman format besar kompilasi fotografi dengan komentar oleh 78 kontributor.
Coleman Barks, seorang penyair dan penerjemah ke dalam bahasa Inggris karya-karya dari penyair sufi abad ke-13 Jalal ad-Din Muhammad Rumi, menggambarkan bagaimana ia bertemu Bawa Muhaiyaddeen dalam mimpi pada tanggal 2 Mei 1977. Sebagai hasil dari pertemuan mimpi itu, ia mulai menerjemahkan puisi Rumi. Coleman akhirnya bertemu Bawa Muhaiyaddeen secara pribadi pada bulan September, 1978 dan terus memiliki impian di mana ia akan menerima ajaran. Dalam perkiraan Coleman, Bawa Muhaiyaddeen berada pada tingkat pencerahan yang sama seperti Rumi dan Shams Tabrizi, pendamping Rumi.
Sumber: Sufinews.com dan lainnya
Saturday, February 18, 2012
Mengenal Sifat Lahirah Batiniah
www.sufinews.com
HAWA NAFSU berasal dan napas api neraka. Ketika napas itu berembus dari api, syahwat terbawa ke pintu neraka tempat perhiasan dan kesenangan berada, lalu ia mendatangi nafsu.
Ketika nafsu mendapatkan kesenangan dan perhiasan, ia bergolak akibat kesenangan dan perhiasan yang diletakkan di sisinya dalam wadah itu, dan ia berupa angin panas. Ia lalu mengalir dalam urat-urat, sehingga semua saluran darah terisi olehnya dalam waktu lebih cepat daripada kedipan mata.
Saluran darah mengaliri seluruh tubuh dan kepala hingga kaki. Jika angin itu sudah berembus di dalamnya, lalu jiwa manusia merasakan embusannya dalam tubuh, kemudian ia merasa nikmat dan senang dengannya, itulah yang disebut dengan syahwat dan kenikmatannya.
Apabila nafsu serta syahwat berikut kenikmatannya sudah menempati seluruh tubuh, syahwat menyerang hati. Apabila syahwat sudah demikian hebat, ia menguasai hati, sehingga hati tertawan, yakni takluk kepada syahwat. Selanjutnya, syahwat dapat memainkannya. Kekuatan hawa nafsu dan syahwat ada bersama jiwa dan bertempat dalam perut, sedangkan kekuatan makrifat, akal, ilmu, pemahaman, hafalan, dan pikiran berada di dada. Makrifat ditempatkan di kalbu, pemahaman di fu’ad, serta akal di pikiran, dan hafalan menyertainya.
Syahwat diberi sebuah pintu yang menghubungkan tempatnya ke dada, sehingga asap syahwat yang bersumber dari hawa nafsu bergolak sampai ke dada. Ia menyelubungi fu’ad dan kedua mata fu’ad berada dalam asap itu. Asap tersebut adalah kebodohan. Ia menghalangi mata fu’ad untuk melihat cahaya akal yang dipersiapkan baginya.
Demikian pula amarah ketika bergolak. Ia seperti awan yang menutupi mata fu’ad, sehingga akal pun tertutup. Akal bertempat di otak dan cahayanya memancar ke dada. Ketika awan amarah keluar dari rongga ke dada, ia memenuhi dada dan menyelubungi mata fu’ad.
Karena cahaya akal terhalang, sementara awan menutupi fu’ad, fu’ad orang kafir berada dalam gelapnya kekafiran. Itulah tutup yang Allah sebutkan dalam Al-Quran:
Mereka berkata, “Hati kami tertutup.” (QS Al-Baqarah : 2)
Tetapi, hati orang-orang kafir dalam kesesatan terhadap hal ini. (QS Al-Mu’minun : 63)
Adapun fu’ad mukmin berada dalam asap syahwat dan awan kesombongan. Inilah yang disebut kelalaian.
Dari kesombongan itulah amarah berasal. Kesombongan bertempat dalam jiwa. Ketika jiwa manusia menyadari penciptaan Allah atasnya, kesombongan berada di dalamnya. Inilah sifat lahiriah dan batiniah manusia.
Allah Swt. memilih dan memuliakan manusia yang bertauhid. Dan setiap seribu orang, satu orang dipilih, sementara sembilan ratus sembilan puluh sembilan lainnya tidak dipedulikan. Dia hanya memerhatikan satu dari setiap seribu manusia. Dia mendistribusikan bagian pada Hari Penetapan dan menolak orang yang Dia abaikan, sehingga mereka tidak mendapat bagian.
Ketika mengeluarkan keturunan \[manusia] lewat sulbi, Dia menjadikan mereka berbicara, Manusia yang diperhatikan Allah mengakui-Nya secara sukarela saat Allah berfirman, “Bukankah Aku Tuhan kalian?” (QS Al-A’raf:172). Orang yang tidak mendapat bagian dan tidak mendapat perhatian Allah menjawab, “Ya, Engkau Tuhan kami” dengan terpaksa.
Itulah makna firman Allah Swt.: “Seluruh yang terdapat di langit dan di bumi berserah diri kepada-Nya baik dengan sukarela maupun terpaksa.” (QS Al-Imran:83)
Dia menjadikan mereka dalam dua kelompok: kelompok kanan dan kelompok kiri.
Allah Swt. kemudian berfirman, “Sebagian mereka berada di surga dan Aku tidak peduli; Aku tidak peduli ampunan-Ku tercurah kepada mereka. Sebagian lagi berada di neraka dan Aku pun tidak peduli; Aku tidak peduli ke mana kembalinya mereka.”
Dia lalu mengembalikan mereka ke sulbi Nabi Adam as. Dia mengeluarkan mereka pada hari-hari dunia untuk (memberi mereka kesempatan) melakukan amal dan menegakkan hujah. Manusia yang telah dipilih dan dimuliakan Allah, kalbunya dicelup dalam air kasih sayang-Nya sampai bersih. Allah Swt. berfirman, “Itulah celupan Allah, dan siapakah yang lebih baik celupannya daripada Allah?!” (QS Al-Baqarah:138)
Dia kemudian menghidupkannya dengan cahaya kehidupan setelah sebelumnya ia hanya berupa seonggok daging.
Ketika dihidupkan dengan cahaya kehidupan, ia pun bergerak dan membuka kedua mata di atas fu’dd. Ia lalu diberi-Nya petunjuk dengan cahaya-Nya yang tidak lain adalah cahaya tauhid dan cahaya akal. Ketika cahaya itu menetap di dadanya serta fu’ad dan kalbu merasa teguh dengannya, Ia pun mengenal Tuhan. Itulah maksud firman Allah Swt.: “Dan apakah orang yang sudah mati kemudian Dia kami hidupkan ...“ (QS Al-Baqarah:138). Yaitu, dihidupkan dengan cahaya kehidupan.
Allah Swt. kemudian berfirman, “Lalu, Kami berikan untuknya cahaya yang dengan itu ia berjalan di tengah-tengah man usia.” (QS Al-An’am : 122) Yakni, cahaya tauhid.
Dengan cahaya itu, kalbunya menghadapkannya kepada Allah, sehingga jiwa menjadi tenteram dan mengakui bahwa tiada Tuhan selain Dia. Ketika itulah lisan mengungkapkan ketenteraman jiwanya dan kesesuaiannya dengan kalbu berupa ucapan: “laa ilaaha illaa Allah (tiada Tuhan selain Allah).” Itulah makna firman Allah Swt.: “Tidaklah jiwa seseorang beriman kecuali dengan izin Allah” Yunuus dan firman-Nya: “Wahai jiwa yang tenteram.” (QS Al-Fajr : 27)
Kala jiwa sudah merasa tenteram saat melihat perhiasan karena akal menghiasi mata fu’ad dengan tauhid, saat melihatnya itu jiwa merasakan kenikmatan cinta Allah yang meresap dalam kalbu bersama cahaya tauhid. Saat melihat perhiasan, ia merasakan kenikmatan cinta dalam cahaya tauhid. Ketika itulah jiwa menjadi tenang dan senang kepada tauhid. Ia bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah. Firman-Nya, menjadikan kalian cinta kepada keimanan dan menjadikan iman indah dalam kalbu kalian.”135
Kala jiwa mendapatkan perhiasan itu, ia membenci kekufuran, kefasikan, dan kemaksiatan.
Ketika seorang mukmin berbuat dosa, Ìa melakukan itu dengan syahwat dan nafsunya, padahal ia membenci kefasikan dan kekufuran. Karena benci, ia berbuat fasik dan bermaksiat dalam kondisi lalai. Ia sebenarnya tidak bermaksud kepada kefasikan dan kemaksiatan seperti halnya iblis.
Kebencian itu tertanam dalam jiwa, namun syahwat menguasai jiwa. Kebencian itu ada, karena tauhid terdapat dalam dirinya. Hanya saja, kalbu dikalahkan oleh sesuatu yang merasukinya, akal terhijab, dada dipenuhi asap syahwat, dan nafsu menguasai kalbu.
Ini terjadi lantaran akal kalah, makrifat tersudut, dan pikiran buntu, sementara hafalan dan akal terkurung dalam otak. Jiwa melakukan dosa karena kekuatan syahwat, sementara musuh menghiasi, membangkitkan angan, mengiming-imingi ampunan, serta mempertunjukkan tobat, sehingga hati berani berbuat dosa.
HAWA NAFSU berasal dan napas api neraka. Ketika napas itu berembus dari api, syahwat terbawa ke pintu neraka tempat perhiasan dan kesenangan berada, lalu ia mendatangi nafsu.
Ketika nafsu mendapatkan kesenangan dan perhiasan, ia bergolak akibat kesenangan dan perhiasan yang diletakkan di sisinya dalam wadah itu, dan ia berupa angin panas. Ia lalu mengalir dalam urat-urat, sehingga semua saluran darah terisi olehnya dalam waktu lebih cepat daripada kedipan mata.
Saluran darah mengaliri seluruh tubuh dan kepala hingga kaki. Jika angin itu sudah berembus di dalamnya, lalu jiwa manusia merasakan embusannya dalam tubuh, kemudian ia merasa nikmat dan senang dengannya, itulah yang disebut dengan syahwat dan kenikmatannya.
Apabila nafsu serta syahwat berikut kenikmatannya sudah menempati seluruh tubuh, syahwat menyerang hati. Apabila syahwat sudah demikian hebat, ia menguasai hati, sehingga hati tertawan, yakni takluk kepada syahwat. Selanjutnya, syahwat dapat memainkannya. Kekuatan hawa nafsu dan syahwat ada bersama jiwa dan bertempat dalam perut, sedangkan kekuatan makrifat, akal, ilmu, pemahaman, hafalan, dan pikiran berada di dada. Makrifat ditempatkan di kalbu, pemahaman di fu’ad, serta akal di pikiran, dan hafalan menyertainya.
Syahwat diberi sebuah pintu yang menghubungkan tempatnya ke dada, sehingga asap syahwat yang bersumber dari hawa nafsu bergolak sampai ke dada. Ia menyelubungi fu’ad dan kedua mata fu’ad berada dalam asap itu. Asap tersebut adalah kebodohan. Ia menghalangi mata fu’ad untuk melihat cahaya akal yang dipersiapkan baginya.
Demikian pula amarah ketika bergolak. Ia seperti awan yang menutupi mata fu’ad, sehingga akal pun tertutup. Akal bertempat di otak dan cahayanya memancar ke dada. Ketika awan amarah keluar dari rongga ke dada, ia memenuhi dada dan menyelubungi mata fu’ad.
Karena cahaya akal terhalang, sementara awan menutupi fu’ad, fu’ad orang kafir berada dalam gelapnya kekafiran. Itulah tutup yang Allah sebutkan dalam Al-Quran:
Mereka berkata, “Hati kami tertutup.” (QS Al-Baqarah : 2)
Tetapi, hati orang-orang kafir dalam kesesatan terhadap hal ini. (QS Al-Mu’minun : 63)
Adapun fu’ad mukmin berada dalam asap syahwat dan awan kesombongan. Inilah yang disebut kelalaian.
Dari kesombongan itulah amarah berasal. Kesombongan bertempat dalam jiwa. Ketika jiwa manusia menyadari penciptaan Allah atasnya, kesombongan berada di dalamnya. Inilah sifat lahiriah dan batiniah manusia.
Allah Swt. memilih dan memuliakan manusia yang bertauhid. Dan setiap seribu orang, satu orang dipilih, sementara sembilan ratus sembilan puluh sembilan lainnya tidak dipedulikan. Dia hanya memerhatikan satu dari setiap seribu manusia. Dia mendistribusikan bagian pada Hari Penetapan dan menolak orang yang Dia abaikan, sehingga mereka tidak mendapat bagian.
Ketika mengeluarkan keturunan \[manusia] lewat sulbi, Dia menjadikan mereka berbicara, Manusia yang diperhatikan Allah mengakui-Nya secara sukarela saat Allah berfirman, “Bukankah Aku Tuhan kalian?” (QS Al-A’raf:172). Orang yang tidak mendapat bagian dan tidak mendapat perhatian Allah menjawab, “Ya, Engkau Tuhan kami” dengan terpaksa.
Itulah makna firman Allah Swt.: “Seluruh yang terdapat di langit dan di bumi berserah diri kepada-Nya baik dengan sukarela maupun terpaksa.” (QS Al-Imran:83)
Dia menjadikan mereka dalam dua kelompok: kelompok kanan dan kelompok kiri.
Allah Swt. kemudian berfirman, “Sebagian mereka berada di surga dan Aku tidak peduli; Aku tidak peduli ampunan-Ku tercurah kepada mereka. Sebagian lagi berada di neraka dan Aku pun tidak peduli; Aku tidak peduli ke mana kembalinya mereka.”
Dia lalu mengembalikan mereka ke sulbi Nabi Adam as. Dia mengeluarkan mereka pada hari-hari dunia untuk (memberi mereka kesempatan) melakukan amal dan menegakkan hujah. Manusia yang telah dipilih dan dimuliakan Allah, kalbunya dicelup dalam air kasih sayang-Nya sampai bersih. Allah Swt. berfirman, “Itulah celupan Allah, dan siapakah yang lebih baik celupannya daripada Allah?!” (QS Al-Baqarah:138)
Dia kemudian menghidupkannya dengan cahaya kehidupan setelah sebelumnya ia hanya berupa seonggok daging.
Ketika dihidupkan dengan cahaya kehidupan, ia pun bergerak dan membuka kedua mata di atas fu’dd. Ia lalu diberi-Nya petunjuk dengan cahaya-Nya yang tidak lain adalah cahaya tauhid dan cahaya akal. Ketika cahaya itu menetap di dadanya serta fu’ad dan kalbu merasa teguh dengannya, Ia pun mengenal Tuhan. Itulah maksud firman Allah Swt.: “Dan apakah orang yang sudah mati kemudian Dia kami hidupkan ...“ (QS Al-Baqarah:138). Yaitu, dihidupkan dengan cahaya kehidupan.
Allah Swt. kemudian berfirman, “Lalu, Kami berikan untuknya cahaya yang dengan itu ia berjalan di tengah-tengah man usia.” (QS Al-An’am : 122) Yakni, cahaya tauhid.
Dengan cahaya itu, kalbunya menghadapkannya kepada Allah, sehingga jiwa menjadi tenteram dan mengakui bahwa tiada Tuhan selain Dia. Ketika itulah lisan mengungkapkan ketenteraman jiwanya dan kesesuaiannya dengan kalbu berupa ucapan: “laa ilaaha illaa Allah (tiada Tuhan selain Allah).” Itulah makna firman Allah Swt.: “Tidaklah jiwa seseorang beriman kecuali dengan izin Allah” Yunuus dan firman-Nya: “Wahai jiwa yang tenteram.” (QS Al-Fajr : 27)
Kala jiwa sudah merasa tenteram saat melihat perhiasan karena akal menghiasi mata fu’ad dengan tauhid, saat melihatnya itu jiwa merasakan kenikmatan cinta Allah yang meresap dalam kalbu bersama cahaya tauhid. Saat melihat perhiasan, ia merasakan kenikmatan cinta dalam cahaya tauhid. Ketika itulah jiwa menjadi tenang dan senang kepada tauhid. Ia bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah. Firman-Nya, menjadikan kalian cinta kepada keimanan dan menjadikan iman indah dalam kalbu kalian.”135
Kala jiwa mendapatkan perhiasan itu, ia membenci kekufuran, kefasikan, dan kemaksiatan.
Ketika seorang mukmin berbuat dosa, Ìa melakukan itu dengan syahwat dan nafsunya, padahal ia membenci kefasikan dan kekufuran. Karena benci, ia berbuat fasik dan bermaksiat dalam kondisi lalai. Ia sebenarnya tidak bermaksud kepada kefasikan dan kemaksiatan seperti halnya iblis.
Kebencian itu tertanam dalam jiwa, namun syahwat menguasai jiwa. Kebencian itu ada, karena tauhid terdapat dalam dirinya. Hanya saja, kalbu dikalahkan oleh sesuatu yang merasukinya, akal terhijab, dada dipenuhi asap syahwat, dan nafsu menguasai kalbu.
Ini terjadi lantaran akal kalah, makrifat tersudut, dan pikiran buntu, sementara hafalan dan akal terkurung dalam otak. Jiwa melakukan dosa karena kekuatan syahwat, sementara musuh menghiasi, membangkitkan angan, mengiming-imingi ampunan, serta mempertunjukkan tobat, sehingga hati berani berbuat dosa.
SARI AS-SAQATHI
Orang-orang mengatakan bahwa Sari As-Saqathi yang nama lengkapnya adalah Abul Hasan Sari bin al-Mughallis as-Saqathi adalah murid Ma’ruf al-Karkhi dan paman Junaid al-Baghdadi. Beliau adalah seorang tokoh sufi yang terkemuka di Baghdad dan pernah mendapat tantangan dari Ahmad bin Hambali. Mula-mula ia mencari nafkah dengan berdagang barang-barang bekas dan ia meninggal pada tahun 253 H/867 M dalam usia 98 tahun.
KEHIDUPAN SARI AS-SAQATHI
Sarri as-Saqathi adalah orang yang pertama sekali mengajarkan kebenaran mistik dan ”peleburan”(fana) sufi di kota Baghdad. Kebanyakan syeikh-syeikh sufi di negeri Iraq adalah murid-murid Sari as-Saqathi.
la adalah paman Junaid dan murid Ma’ruf al-Karkhi. Ia juga pernah bertemu dengan Habib ar-Ra’i. Pada mulanya Sari tinggal di kota Baghdad di mana ia mempunyai sebuah toko. Setiap hari apabila hendak shalat, digantungkannya sebuah tirai di depan pintu tokonya.
Pada suatu hari datanglah seseorang dari gunung Lukam mengunjunginya. Dengan menyibakkan tirai itu ia mengucapkan salam kepada Sari dan berkata:
“Syeikh dari gunung Lukam mengirim salam kepadamu”.
Sari menyahut; “Si syeikh hidup menyepi di atas gunung dan oleh karena itu segala jerih payahnya tidak bermanfaat. Seorang manusia harus dapat hidup di tengah keramaian dan mengkhusyukkan diri kepada Allah sehingga kita tidak pernah lupa kepada-Nya walau sesaat pun”.
Diriwayatkan, di dalam berdagang itu Sari tidak pernah menarik keuntungan melebihi lima persen. Pada suatu ketika Sari membeli buah-buahan badam seharga enam puluh dinar. Pada waktu harga buah badam sedang naik, seorang pedagang perantara datang menemui Sari.
“Buah-buah badam ini hendak kujuaI”, Sari berkata kepadanya.
“Berapakah harganya?”, tanya si perantara.
“Enam puluh enam dinar”.
“Tetapi harga buah badam pada saat ini sembilan puluh dinar”, si perantara berkeberatan.
“Sudah menjadi peraturan bagi diriku untuk tidak menarik keuntungan lebih dari lima persen”, jawab Sari,
“Dan aku tidak akan melanggar peraturan sendiri”.
“Dan aku pun tidak merasa pantas untuk menjual barang-barangmu dengan harga kurang dari sembilan puluh dinar”,
sahut di pedangang perantara.
Akhirnya si perantara tidak jadi menjualkan buah-buahan Sari.
ooo
Pada mulanya Sari menjual barang-barang bekas. Pada suatu hari pasar kota Baghdad terbakar.
“Pasar terbakar!”, orang-orang bertariak. Mendengar teriakan-teriakan itu berkatalah Sari: “Bebaslah aku sudah!”
Setelah api reda ternyata toko Sari tidak termakan api. Ketika mendapatkan kenyataan ini Sari menyerahkan segala harta bendanya kepada orang-orang miskin. Kemudian ia mengambil jalan kesufian.
ooo
“Apakah yang menyebabkan engkau menjalani kehidupan spiritual ini”, seseorang bertanya kepada Sari. Sari menjawab: “Pada suatu hari Habib ar-Ra’i lewat di depan tokoku. Kepadanya kuberikan sesuatu untuk disampaikan kepada orang-orang miskin. ’Semoga Allah memberkahi engkau`, Habib ar-Ra`i mendoakan diriku. Setelah ia mengucapkan doa itu dunia ini tidak menarik hatiku lagi”.
“Keesokan harinya datanglah Ma’ruf Karkhi beserta seorang anak yatim.
’Berikanlah pakaian untuk anak ini’, pinta Ma’ruf kepadaku. Maka anak itu pun kuberi pakaian.
Kemudian Ma’ruf berkata; ’Semoga Allah membuat hatimu benci kepada dunia ini dan membebaskanmu dari pekerjaan ini’. Karena kemakbulan doa Ma’ruf itulah aku dapat meninggalkan semua harta kekayaanku di dunia ini”.
SARI DAN SEORANG ANGGOTA ISTANA
Pada suatu hari ketika Sari sedang memberikan ceramah. Salah seorang di antara sahabat-sahabat intim khalifah, Ahmad Yazid si jurutulis lewat dengan pakaian kebesaran yang megah diiringi oleh para hamba dan pelayan-pelayannya.
“Tunggulah sebentar, aku hendak mendengarkan kata-katanya”, kata Yazid kepada para pengiringnya.
“Kita telah mengunjungi berbagai tempat yang membosankan dan yang seharusnya tak perlu kita datangi”. Ahmad Yazid pun masuk dan duduk mendengarkan ceramah Sari.
Sari berkata: “Di antara kedelapan belas ribu dunia itu tidak ada yang lebih lama daripada manusia, dan di antara semua makhluk ciptaan Allah tidak ada yang lebih mengingkari Allah daripada manusia. Jika ia baik maka ia terlampau baik sehingga malaikat-malaikat sendiri iri kepadanya.
Jika ia jahat maka ia terlampau jahat sehingga syaithan sendiri malu untuk bersahabat dengannya. Alangkah mengherankan, manusia yang sedemikian lemah itu masih mengingkari Allah yang sedemikian perkasa!”
Kata-kata ini bagaikan anak panah dibidikkan Sari ke jantung Ahmad. Ahmad menangis dengan sedihnya sehingga ia tak sadarkan diri. Setelah sadar ia masih menangis Ahmad bangkit dan pulang ke rumahnya. Malam itu tak sesuatu pun yang dimakannya dan tak sepatah kata pun yang diucapkannya.
Keesokan harinya dengan berjalan kaki, ia pun pergi pula ke tempat Sari berkhotbah. Ia gelisah dan pipinya pucat. Ketika khotbah selesai ia pun pulang. Di hari yang ketiga, ia datang berjalan kaki, ketika ceramah selesai ia menghampiri Sari.
“Guru”, ucap Ahmad kata-katamu telah mencekam hatiku dan membuat hatiku benci terhadap dunia ini. Aku ingin meninggalkan dunia ini dan mengundurkan diri dari pergaulan ramai. Tunjukkanlahkepadaku jalan yang ditempuh para khalifah”.
“Jalan manakah yang engkau inginkan”, tanya Sari. “Jalan para sufi atau jalan hukum?
Jalan yang ditempuh orang banyak atau jalan yang ditempuh oleh manusia-manusia pilihan?”
“Tunjukkanlah kedua jalan itu kepadaku”, Yazid meminta kepada Sari.
Maka berkatalah Sari: “Inilah jalan yang ditempuh orang banyak. Lakukanlah shalat lima kali dalam sehari di belakang seorang imam, dan keluarkanlah zakat – jika dalam bentuk uang, keluarkanlah setengah dinar dari setiap dua puluh dinar yang engkau miliki. Dan inilah jalan yang ditempuh oleh manusia-manusia pilihan, berpalinglah dari dunia ini dan janganlah engkau terperesok ke dalam perangkap-perangkapnya. Jika kepadamu hendak diberikan sesuatu, janganlah terima. Demikianlah kedua jalan tersebut”.
Yazid meninggalkan tempat itu dan mengembara ke padang belantara. Beberapa hari kemudian seorang perempuan tua yang berambut kusut dengan bekas-bekas luka di pipinya datang menghadap Sari dan berkata:
“Wahai imam kaum Muslimin. Aku mempunyai seorang putera yang masih remaja dan berwajah tampan. Pada suatu hari ia datang untuk mendengarkan khotbahmu dengan tertawa-tawa dan langkah-langkah yang gagah tetapi kemudian pulang dengan menangis dan meratap-ratap. Sudah beberapa han ini ia tidak pulang dan aku tidak tahu kemana perginya. Hatiku sedih karena berpisah dari dia, Tolong, lakukanlah sesuatu untuk diriku”,
Permohonan wanita tua itu menggugah hati Sari. Maka berkatalah ia: “Janganlah berduka. Ia dalam keadaan baik. Apabila ia kembali, niscaya engkau akan kukabarkan. Ia telah meninggalkan dan berpaling dari dunia ini. Ia telah bertaubat dengan sepenuh hatinya”.
Beberapa lama telah berlalu. Pada suatu malam, Ahmad kembali kepada Sari. Sari memerintahkan kepada pelayannya, “Kabarkanlah kepada ibunya”. Kemudian ia memandang Ahmad. Wajahnya pucat, tubuhnya lemah, dan badannya yang jangkung kokoh bagaikan pohon cemara itu telah bungkuk.
“Wahai guru yang budiman”, Ahmad berkata kepada Sari, “Karena engkau telah membimbingku ke dalam kedamaian dan telah mengeluarkan aku dari kegelapan, aku berdoa semoga Allah memberikan kedamaian dan menganugerahkan kebahagiaan kepadamu di dunia dan di akhirat”.
Mereka sedang asyik berbincang-bincang ketika ibu dan isteri Ahmad masuk. Mereka juga membawa puteranya yang masih kecil. Ketika si ibu melihat Ahmad yang sudah berubah sekali keadaannya ia pun menubruk dada Ahmad. Di kiri kanannya isterinya yang meratap-ratap dan anaknya yang menangis tersedu-sedu. Semua yang menyaksikan kejadian ini ikut terharu dan Sari sendiri pun tidak dapat menahan air matanya.
Si anak merebahkan diri ke haribaan ayahnya. Tetapi betapa pun juga mereka membujuk, Ahmad tidak mau pulang ke rumah.
“Wahai Imam kaum MusIimin”, Ahmad berseru kepada Sari, “mengapakah engkau mengabarkan kedatanganku ini kepada mereka? Mereka inilah yang akan meruntuhkan diriku”.
Sari menjawab: “Ibumu terus menerus bermohon sehingga akhirnya aku berjanji untuk mengabarkan kepadanya apabila engkau datang”.
Ketika Ahmad bersiap-siap hendak kembali ke padang pasir isterinya meratap: “Belum lagi, engkau telah membuatku jadi janda dan puteramu jadi yatim, Jika ia ingin bertemu dengan engkau apakah yang akan kulakukan? Tidak ada jalan lain, bawalah anak ini olehmu”.
“Baiklah”, jawab Ahmad.
Pakaian indah yang sedang dikenakan anaknya itu dilepaskannya dan digantinya dengan bulu domba. Kemudian ditaruhnya sebuah kantong uang ke tangan anak itu dan berkatalah ia kepada anaknya itu:
“Sekarang, pergilah engkau seorang diri”
Melihat hal ini si isteri menjerit: “Aku tidak sampai hati membiarkannya”, dan anak itu ditariknya ke dalam dekapannya.
“Aku memberikan kuasa kepadamu”, kata Ahmad kepada isterinya, ’Jika engkau menginginkan, untuk menuntut perceraian”.
Maka kembalilah Ahmad ke padang belantara. Bertahun-tahun telah berlalu. Kemudian pada suatu malam, pada waktu shalat Isya, seseorang mendatangi Sari di tempat kediamannya. Orang itu berkata kepada Sari:
“Ahmad mengutus aku untuk menjumpai engkau. Ia berpesan: ’Hidupku hampir berakhir. Tolonglah aku”.
Sari pergi ke tempat Ahmad. Ia menemukan Ahmad yang sedang terbaring di atas tanah di dalam sebuah pemakaman. Ia sedang menantikan saat-saat terakhirnya. Lidahnya masih bergerak-gerak. Sari mendengar bahwa Ahmad sedang membacakan ayat yang berbunyi: “Untuk yang seperti ini bekerjalah wahai para pekerja”.
Sari mengangkat kepalanya dari atas tanah, mengusapkan dan mendekapkan ke dadanya, Ahmad membuka matanya, terlihatlah olehnya sang syeikh, dan berkatalah ia:
“Guru, engkau datang tepat pada waktunya. Hidupku akan berakhir sesaat lagi”.
Sesaat kemudian ia menghembuskan napasnya yang terakhir. Sambil menangis Sari kembali ke kota untuk menyelesaikan urusan- urusan Ahmad. Di dalam perjalanan ini ia menyaksikan orang ramai berbondong-bondong berjalan ke arah luar kota.
“Hendak ke manakah kalian?” Sari bertanya kepada mereka.
“Tidak tahukah engkau?”, jawab mereka. “Kemarin malam terdengar sebuah seruan dari atas langit:
’Barangsiapa ingin menshalatkan jenazah sahabat kesayangan Allah, pergilah ke pemakaman di Syuniziyah!’ “.
ANEKDOT-ANEKDOT MENGENAI DIRI SARI
Junaid meriwayatkan sebagai berikut ini.
Pada suatu hari aku mengunjungi Sari dan kutemui ia sedang mencucurkan air mata. Aku bertanya kepadanya,”Apakah yang telah terjadi?”
Sari menjawab: “Aku telah berminat bahwa malam ini aku hendak menggantungkan sekendi air untuk didinginkan.
Di dalam mimpi aku bertemu dengan seorang bidadari. Aku bertanya, siapakah yang memilikinya dan ia menjawab:
’Aku adalah milik seseorang yang tidak mendinginkan air dengan menggantungkan kendi’. Setelah itu si bidadari menghempaskan kendiku ke atas tanah. Saksikanlah olehmu sendiri!”
Kulihat pecahan-pecahan kendi yang berserakan di atas tanah. Pecahan-pecahan itu dibiarkan saja di situ untuk waktu yang lama.
ooo
Dalam kisah lain Junaid meriwayatkan. “Pada suatu malam aku tertidur nyenyak. Ketika aku terjaga, batinku mendesak agar aku pergi ke Masjid Syuniziyah. Maka pergilah aku. Tetapi di depan masjid itu terlihatlah olehku seseorang yang berwajah sangat menakutkan. Aku menjadi gentar.
Orang itu menegurku:
“Junaid, takutkah engkau kepadaku?”
“Ya”, jawabku.
“Seandainya engkau mengenal Allah sebagaimana yang seharusnya, niscaya tak ada sesuatu pun yang engkau takutkan selain dari pada Dia”.
“Siapakah engkau?”, aku bertanya. “Iblis”,jawabnya.
“Aku pernah ingin bertemu dengan engkau”, aku berkata kepadanya.
“Begitu engkau berpikir tentang aku, tanpa engkau sadari, engkau lupa kepada Allah.
Apakah maumu untuk bertemu dengan aku?” tanya si Iblis.
“Ingin kutanyakan kepadamu, apakah engkau dapat memperdayakan orang-orang faqir?”
“Tidak”, jawab si Iblis.
“Mengapakah demikian?”
Si Iblis menjawab: “Apabila aku hendak menjerat mereka dengan harta kekayaan dunia, mereka lari ke akhirat.
Apabila aku hendak menjerat mereka dengan akhirat, mereka lari kepada Allah, dan di situ aku tidak dapat mengejar mereka lagi”.
“Dapatkah engkau melihat manusia-manusia yang tak dapat engkau perdayakan?”
“Ya, aku melihat mereka”, jawab si Iblis, “Dan apabila mereka berada di dalam keadaan ekstase/fana, dapatlah kulihat sumber keluh-kesah mereka itu”.
Setelah berkata demikian, si iblis menghilang. Aku masuk ke dalam masjid dan di sana kudapati Sari yang sedang menekurkan kepala ke atas kedua lututnya. “Dia telah berdusta, seteru Allah itu”, Sari berkata sambil mengangkat kepalanya. “Manusia-manusia seperti itu terlampau disayangi Allah untuk diperlihatkan kepada Iblis”.
ooo
Sari mempunyai seorang saudara perempuan yang pernah meminta izin untuk menyapu kamarnya namun ditolaknya.
“Hidupku tidak patut diperlakukan seperti itu”, Sari berkata kepada saudara perempuannya itu.
Pada suatu hari ia memasuki kamar Sari dan terlihatlah olehnya seorang wanita tua sedang menyapu.
“Sari, dulu engkau tidak mengizinkan aku untuk mengurus dirimu, tetapi sekarang engkau membawa seseorang yang bukan sanak familimu”.
Sari menjawab: “Janganlah engkau salah sangka. Dia adalah penduduk alam kubur, Ia pernah jatuh cinta kepadaku, namun kutolak. Maka ia meminta izin kepada Allah yang Maha Besar untuk menyertai diriku, dan kepadanya Allah memberikan tugas untuk menyapu kamarku”.[]
Sumber Tulisan:
Diketik Ulang dari buku “Warisan Para Aulia” karya Fariduddin Al-Attar,Penerbit Pustaka, Bandung, 2000.
http://biografiparasufi.wordpress.com
KEHIDUPAN SARI AS-SAQATHI
Sarri as-Saqathi adalah orang yang pertama sekali mengajarkan kebenaran mistik dan ”peleburan”(fana) sufi di kota Baghdad. Kebanyakan syeikh-syeikh sufi di negeri Iraq adalah murid-murid Sari as-Saqathi.
la adalah paman Junaid dan murid Ma’ruf al-Karkhi. Ia juga pernah bertemu dengan Habib ar-Ra’i. Pada mulanya Sari tinggal di kota Baghdad di mana ia mempunyai sebuah toko. Setiap hari apabila hendak shalat, digantungkannya sebuah tirai di depan pintu tokonya.
Pada suatu hari datanglah seseorang dari gunung Lukam mengunjunginya. Dengan menyibakkan tirai itu ia mengucapkan salam kepada Sari dan berkata:
“Syeikh dari gunung Lukam mengirim salam kepadamu”.
Sari menyahut; “Si syeikh hidup menyepi di atas gunung dan oleh karena itu segala jerih payahnya tidak bermanfaat. Seorang manusia harus dapat hidup di tengah keramaian dan mengkhusyukkan diri kepada Allah sehingga kita tidak pernah lupa kepada-Nya walau sesaat pun”.
Diriwayatkan, di dalam berdagang itu Sari tidak pernah menarik keuntungan melebihi lima persen. Pada suatu ketika Sari membeli buah-buahan badam seharga enam puluh dinar. Pada waktu harga buah badam sedang naik, seorang pedagang perantara datang menemui Sari.
“Buah-buah badam ini hendak kujuaI”, Sari berkata kepadanya.
“Berapakah harganya?”, tanya si perantara.
“Enam puluh enam dinar”.
“Tetapi harga buah badam pada saat ini sembilan puluh dinar”, si perantara berkeberatan.
“Sudah menjadi peraturan bagi diriku untuk tidak menarik keuntungan lebih dari lima persen”, jawab Sari,
“Dan aku tidak akan melanggar peraturan sendiri”.
“Dan aku pun tidak merasa pantas untuk menjual barang-barangmu dengan harga kurang dari sembilan puluh dinar”,
sahut di pedangang perantara.
Akhirnya si perantara tidak jadi menjualkan buah-buahan Sari.
ooo
Pada mulanya Sari menjual barang-barang bekas. Pada suatu hari pasar kota Baghdad terbakar.
“Pasar terbakar!”, orang-orang bertariak. Mendengar teriakan-teriakan itu berkatalah Sari: “Bebaslah aku sudah!”
Setelah api reda ternyata toko Sari tidak termakan api. Ketika mendapatkan kenyataan ini Sari menyerahkan segala harta bendanya kepada orang-orang miskin. Kemudian ia mengambil jalan kesufian.
ooo
“Apakah yang menyebabkan engkau menjalani kehidupan spiritual ini”, seseorang bertanya kepada Sari. Sari menjawab: “Pada suatu hari Habib ar-Ra’i lewat di depan tokoku. Kepadanya kuberikan sesuatu untuk disampaikan kepada orang-orang miskin. ’Semoga Allah memberkahi engkau`, Habib ar-Ra`i mendoakan diriku. Setelah ia mengucapkan doa itu dunia ini tidak menarik hatiku lagi”.
“Keesokan harinya datanglah Ma’ruf Karkhi beserta seorang anak yatim.
’Berikanlah pakaian untuk anak ini’, pinta Ma’ruf kepadaku. Maka anak itu pun kuberi pakaian.
Kemudian Ma’ruf berkata; ’Semoga Allah membuat hatimu benci kepada dunia ini dan membebaskanmu dari pekerjaan ini’. Karena kemakbulan doa Ma’ruf itulah aku dapat meninggalkan semua harta kekayaanku di dunia ini”.
SARI DAN SEORANG ANGGOTA ISTANA
Pada suatu hari ketika Sari sedang memberikan ceramah. Salah seorang di antara sahabat-sahabat intim khalifah, Ahmad Yazid si jurutulis lewat dengan pakaian kebesaran yang megah diiringi oleh para hamba dan pelayan-pelayannya.
“Tunggulah sebentar, aku hendak mendengarkan kata-katanya”, kata Yazid kepada para pengiringnya.
“Kita telah mengunjungi berbagai tempat yang membosankan dan yang seharusnya tak perlu kita datangi”. Ahmad Yazid pun masuk dan duduk mendengarkan ceramah Sari.
Sari berkata: “Di antara kedelapan belas ribu dunia itu tidak ada yang lebih lama daripada manusia, dan di antara semua makhluk ciptaan Allah tidak ada yang lebih mengingkari Allah daripada manusia. Jika ia baik maka ia terlampau baik sehingga malaikat-malaikat sendiri iri kepadanya.
Jika ia jahat maka ia terlampau jahat sehingga syaithan sendiri malu untuk bersahabat dengannya. Alangkah mengherankan, manusia yang sedemikian lemah itu masih mengingkari Allah yang sedemikian perkasa!”
Kata-kata ini bagaikan anak panah dibidikkan Sari ke jantung Ahmad. Ahmad menangis dengan sedihnya sehingga ia tak sadarkan diri. Setelah sadar ia masih menangis Ahmad bangkit dan pulang ke rumahnya. Malam itu tak sesuatu pun yang dimakannya dan tak sepatah kata pun yang diucapkannya.
Keesokan harinya dengan berjalan kaki, ia pun pergi pula ke tempat Sari berkhotbah. Ia gelisah dan pipinya pucat. Ketika khotbah selesai ia pun pulang. Di hari yang ketiga, ia datang berjalan kaki, ketika ceramah selesai ia menghampiri Sari.
“Guru”, ucap Ahmad kata-katamu telah mencekam hatiku dan membuat hatiku benci terhadap dunia ini. Aku ingin meninggalkan dunia ini dan mengundurkan diri dari pergaulan ramai. Tunjukkanlahkepadaku jalan yang ditempuh para khalifah”.
“Jalan manakah yang engkau inginkan”, tanya Sari. “Jalan para sufi atau jalan hukum?
Jalan yang ditempuh orang banyak atau jalan yang ditempuh oleh manusia-manusia pilihan?”
“Tunjukkanlah kedua jalan itu kepadaku”, Yazid meminta kepada Sari.
Maka berkatalah Sari: “Inilah jalan yang ditempuh orang banyak. Lakukanlah shalat lima kali dalam sehari di belakang seorang imam, dan keluarkanlah zakat – jika dalam bentuk uang, keluarkanlah setengah dinar dari setiap dua puluh dinar yang engkau miliki. Dan inilah jalan yang ditempuh oleh manusia-manusia pilihan, berpalinglah dari dunia ini dan janganlah engkau terperesok ke dalam perangkap-perangkapnya. Jika kepadamu hendak diberikan sesuatu, janganlah terima. Demikianlah kedua jalan tersebut”.
Yazid meninggalkan tempat itu dan mengembara ke padang belantara. Beberapa hari kemudian seorang perempuan tua yang berambut kusut dengan bekas-bekas luka di pipinya datang menghadap Sari dan berkata:
“Wahai imam kaum Muslimin. Aku mempunyai seorang putera yang masih remaja dan berwajah tampan. Pada suatu hari ia datang untuk mendengarkan khotbahmu dengan tertawa-tawa dan langkah-langkah yang gagah tetapi kemudian pulang dengan menangis dan meratap-ratap. Sudah beberapa han ini ia tidak pulang dan aku tidak tahu kemana perginya. Hatiku sedih karena berpisah dari dia, Tolong, lakukanlah sesuatu untuk diriku”,
Permohonan wanita tua itu menggugah hati Sari. Maka berkatalah ia: “Janganlah berduka. Ia dalam keadaan baik. Apabila ia kembali, niscaya engkau akan kukabarkan. Ia telah meninggalkan dan berpaling dari dunia ini. Ia telah bertaubat dengan sepenuh hatinya”.
Beberapa lama telah berlalu. Pada suatu malam, Ahmad kembali kepada Sari. Sari memerintahkan kepada pelayannya, “Kabarkanlah kepada ibunya”. Kemudian ia memandang Ahmad. Wajahnya pucat, tubuhnya lemah, dan badannya yang jangkung kokoh bagaikan pohon cemara itu telah bungkuk.
“Wahai guru yang budiman”, Ahmad berkata kepada Sari, “Karena engkau telah membimbingku ke dalam kedamaian dan telah mengeluarkan aku dari kegelapan, aku berdoa semoga Allah memberikan kedamaian dan menganugerahkan kebahagiaan kepadamu di dunia dan di akhirat”.
Mereka sedang asyik berbincang-bincang ketika ibu dan isteri Ahmad masuk. Mereka juga membawa puteranya yang masih kecil. Ketika si ibu melihat Ahmad yang sudah berubah sekali keadaannya ia pun menubruk dada Ahmad. Di kiri kanannya isterinya yang meratap-ratap dan anaknya yang menangis tersedu-sedu. Semua yang menyaksikan kejadian ini ikut terharu dan Sari sendiri pun tidak dapat menahan air matanya.
Si anak merebahkan diri ke haribaan ayahnya. Tetapi betapa pun juga mereka membujuk, Ahmad tidak mau pulang ke rumah.
“Wahai Imam kaum MusIimin”, Ahmad berseru kepada Sari, “mengapakah engkau mengabarkan kedatanganku ini kepada mereka? Mereka inilah yang akan meruntuhkan diriku”.
Sari menjawab: “Ibumu terus menerus bermohon sehingga akhirnya aku berjanji untuk mengabarkan kepadanya apabila engkau datang”.
Ketika Ahmad bersiap-siap hendak kembali ke padang pasir isterinya meratap: “Belum lagi, engkau telah membuatku jadi janda dan puteramu jadi yatim, Jika ia ingin bertemu dengan engkau apakah yang akan kulakukan? Tidak ada jalan lain, bawalah anak ini olehmu”.
“Baiklah”, jawab Ahmad.
Pakaian indah yang sedang dikenakan anaknya itu dilepaskannya dan digantinya dengan bulu domba. Kemudian ditaruhnya sebuah kantong uang ke tangan anak itu dan berkatalah ia kepada anaknya itu:
“Sekarang, pergilah engkau seorang diri”
Melihat hal ini si isteri menjerit: “Aku tidak sampai hati membiarkannya”, dan anak itu ditariknya ke dalam dekapannya.
“Aku memberikan kuasa kepadamu”, kata Ahmad kepada isterinya, ’Jika engkau menginginkan, untuk menuntut perceraian”.
Maka kembalilah Ahmad ke padang belantara. Bertahun-tahun telah berlalu. Kemudian pada suatu malam, pada waktu shalat Isya, seseorang mendatangi Sari di tempat kediamannya. Orang itu berkata kepada Sari:
“Ahmad mengutus aku untuk menjumpai engkau. Ia berpesan: ’Hidupku hampir berakhir. Tolonglah aku”.
Sari pergi ke tempat Ahmad. Ia menemukan Ahmad yang sedang terbaring di atas tanah di dalam sebuah pemakaman. Ia sedang menantikan saat-saat terakhirnya. Lidahnya masih bergerak-gerak. Sari mendengar bahwa Ahmad sedang membacakan ayat yang berbunyi: “Untuk yang seperti ini bekerjalah wahai para pekerja”.
Sari mengangkat kepalanya dari atas tanah, mengusapkan dan mendekapkan ke dadanya, Ahmad membuka matanya, terlihatlah olehnya sang syeikh, dan berkatalah ia:
“Guru, engkau datang tepat pada waktunya. Hidupku akan berakhir sesaat lagi”.
Sesaat kemudian ia menghembuskan napasnya yang terakhir. Sambil menangis Sari kembali ke kota untuk menyelesaikan urusan- urusan Ahmad. Di dalam perjalanan ini ia menyaksikan orang ramai berbondong-bondong berjalan ke arah luar kota.
“Hendak ke manakah kalian?” Sari bertanya kepada mereka.
“Tidak tahukah engkau?”, jawab mereka. “Kemarin malam terdengar sebuah seruan dari atas langit:
’Barangsiapa ingin menshalatkan jenazah sahabat kesayangan Allah, pergilah ke pemakaman di Syuniziyah!’ “.
ANEKDOT-ANEKDOT MENGENAI DIRI SARI
Junaid meriwayatkan sebagai berikut ini.
Pada suatu hari aku mengunjungi Sari dan kutemui ia sedang mencucurkan air mata. Aku bertanya kepadanya,”Apakah yang telah terjadi?”
Sari menjawab: “Aku telah berminat bahwa malam ini aku hendak menggantungkan sekendi air untuk didinginkan.
Di dalam mimpi aku bertemu dengan seorang bidadari. Aku bertanya, siapakah yang memilikinya dan ia menjawab:
’Aku adalah milik seseorang yang tidak mendinginkan air dengan menggantungkan kendi’. Setelah itu si bidadari menghempaskan kendiku ke atas tanah. Saksikanlah olehmu sendiri!”
Kulihat pecahan-pecahan kendi yang berserakan di atas tanah. Pecahan-pecahan itu dibiarkan saja di situ untuk waktu yang lama.
ooo
Dalam kisah lain Junaid meriwayatkan. “Pada suatu malam aku tertidur nyenyak. Ketika aku terjaga, batinku mendesak agar aku pergi ke Masjid Syuniziyah. Maka pergilah aku. Tetapi di depan masjid itu terlihatlah olehku seseorang yang berwajah sangat menakutkan. Aku menjadi gentar.
Orang itu menegurku:
“Junaid, takutkah engkau kepadaku?”
“Ya”, jawabku.
“Seandainya engkau mengenal Allah sebagaimana yang seharusnya, niscaya tak ada sesuatu pun yang engkau takutkan selain dari pada Dia”.
“Siapakah engkau?”, aku bertanya. “Iblis”,jawabnya.
“Aku pernah ingin bertemu dengan engkau”, aku berkata kepadanya.
“Begitu engkau berpikir tentang aku, tanpa engkau sadari, engkau lupa kepada Allah.
Apakah maumu untuk bertemu dengan aku?” tanya si Iblis.
“Ingin kutanyakan kepadamu, apakah engkau dapat memperdayakan orang-orang faqir?”
“Tidak”, jawab si Iblis.
“Mengapakah demikian?”
Si Iblis menjawab: “Apabila aku hendak menjerat mereka dengan harta kekayaan dunia, mereka lari ke akhirat.
Apabila aku hendak menjerat mereka dengan akhirat, mereka lari kepada Allah, dan di situ aku tidak dapat mengejar mereka lagi”.
“Dapatkah engkau melihat manusia-manusia yang tak dapat engkau perdayakan?”
“Ya, aku melihat mereka”, jawab si Iblis, “Dan apabila mereka berada di dalam keadaan ekstase/fana, dapatlah kulihat sumber keluh-kesah mereka itu”.
Setelah berkata demikian, si iblis menghilang. Aku masuk ke dalam masjid dan di sana kudapati Sari yang sedang menekurkan kepala ke atas kedua lututnya. “Dia telah berdusta, seteru Allah itu”, Sari berkata sambil mengangkat kepalanya. “Manusia-manusia seperti itu terlampau disayangi Allah untuk diperlihatkan kepada Iblis”.
ooo
Sari mempunyai seorang saudara perempuan yang pernah meminta izin untuk menyapu kamarnya namun ditolaknya.
“Hidupku tidak patut diperlakukan seperti itu”, Sari berkata kepada saudara perempuannya itu.
Pada suatu hari ia memasuki kamar Sari dan terlihatlah olehnya seorang wanita tua sedang menyapu.
“Sari, dulu engkau tidak mengizinkan aku untuk mengurus dirimu, tetapi sekarang engkau membawa seseorang yang bukan sanak familimu”.
Sari menjawab: “Janganlah engkau salah sangka. Dia adalah penduduk alam kubur, Ia pernah jatuh cinta kepadaku, namun kutolak. Maka ia meminta izin kepada Allah yang Maha Besar untuk menyertai diriku, dan kepadanya Allah memberikan tugas untuk menyapu kamarku”.[]
Sumber Tulisan:
Diketik Ulang dari buku “Warisan Para Aulia” karya Fariduddin Al-Attar,Penerbit Pustaka, Bandung, 2000.
http://biografiparasufi.wordpress.com
Buku Cinta Bagai Anggur : Pendidikan Hati
suluk.blogsome.com
Dikutip dari sebagian isi Bab III buku “Cinta Bagai Anggur”, dengan seijin penerbit.
Judul: “Cinta Bagai Anggur: Tuangan Hikmah Dari Seorang Guru Sufi di Amerika.”
Karya: Syaikh Muzaffer Ozak, dikompilasikan oleh Syaikh Ragip Frager
Alih bahasa: Nadia Dwi Insani, Herry Mardian, Herman Soetomo
Penerbit: Pustaka Prabajati
Tetapi apakah sebenarnya “diuji” itu? Seorang guru menguji para siswanya untuk mengetahui tingkat kemampuan mereka, mengetahui tingkat pemahaman mereka. Si guru tidak tahu sedalam apa para siswanya telah belajar. Tapi bukankah Allah mengetahui?
SETIAP nabi mempunyai tugas spesifik. Peran Nabi Isa a.s. adalah untuk menampilkan tiadanya kepemilikan dan kepedulian akan keduniawian.
Ucapan maupun perbuatan para nabi dan para kekasih Allah tidak berasal dari diri mereka sendiri. Mereka sudah tidak lagi memiliki kehendak diri. Mereka hanya mengekspresikan kehendak Allah. Bahkan para wali, yang lebih rendah dari para Nabi pun, juga mencapai jenjang tersebut. Mereka melihat dengan mata-Nya, mendengar dengan telinga-Nya, dan berkata-kata dengan lisan-Nya. Mereka melangkah dengan kaki-Nya dan menggenggam dengan tangan-Nya.
Seperti itu pula, Nabi Isa pun tidak memiliki kehendak diri. Beliau adalah ekspresi dari kehendak Tuhan atas suatu fungsi maupun tujuan yang spesifik. Ini pun berlaku bahkan bagi orang biasa—yah, mungkin orang biasa yang “biasa-biasa”-nya tidak keterlaluan—yaitu orang-orang yang mencintai Allah dan dicintai oleh Allah.
Pada diri Nabi Sulaiman a.s., kehendak Tuhan termanifestasikan dalam bentuk kekayaan dan kekuasaan. Nabi Isa a.s. adalah sultan bagi qalb dan jiwa, sementara Nabi Sulaiman a.s. mengombinasikan penguasaan atas keduniawian dan keruhanian.
Kalau di dunia ini engkau adalah seorang sultan, manusia tidak akan puas atau sepakat dengan kepemimpinanmu. Ini sangat sulit. Nabi Musa a.s pada suatu ketika pernah mengeluh kepada Allah, “Aku berusaha melaksanakan kehendak-Mu, tetapi semua orang kini justru sedang menentang aku.” Allah pun berfirman, “Hai Musa, engkau hanyalah darah dan daging. Padahal Aku, Akulah pencipta mereka. Aku yang memenuhi setiap kebutuhan mereka. Jangankan kepada engkau, bahkan terhadap Aku pun mereka selalu menentang!”
Itulah mengapa Allah tetap tersembunyi, setidaknya dari sebagian besar kita (beberapa dari kita manusia, bahkan hingga hari ini, bisa “melihat” Dia!). Bisakah engkau bayangkan jika Allah bisa dilihat begitu saja, seperti para nabi? Kita akan berlari menangis kepada-Nya, “Tolonglah perhatikan, aku belum punya anak satu pun. Aku tidak punya uang cukup. Aku kehilangan pekerjaan.” Yang lainnya lagi berkata, “Aku tidak puas dengan keadilan-Mu!” Itulah mengapa Allah tersembunyi, demi ketenangan dan kedamaian. Paling tidak, Allah tersembunyi dari mereka yang suka mengeluhkan “pelayanan”-Nya.
Nah, kembali pada kisah kita sebelumnya, perhatikanlah: kehendak manusia sangatlah lemah. Jangan membohongi dirimu sendiri dengan mengatakan bahwa engkau yang mencari dan engkau yang akan menemukan. Ibrahim bin Adham dipanggil oleh Al-Haqq. Namun dia harus terlebih dulu diajari oleh orang yang membajak lahan di atap istananya, dan oleh seekor burung gagak yang menyuapi lelaki yang terikat. Tapi jangan lupa, kau harus memerhatikan tanda-tanda. Melihat saja tidak cukup, engkau harus memerhatikan. Mendengar saja tidak cukup, engkau harus memahami.
Akhirnya, suatu hari Ibrahim bin Adham pergi meninggalkan istananya dan menuju ke padang penggembalaan. Ia bertemu dengan seorang gembala berpakaian kumal yang bertambalan di sana-sini. Walaupun di luar ia compang-camping, namun gembala itu telah menemukan Tuhan dalam kesendiriannya di padang rumput. Di dalamnya, ia telah menjadi seorang yang sangat kaya dan tampan. Sedangkan Sultan Ibrahim bin Adham, walaupun ia mengenakan busana sutra, di dalamnya compang-camping karena ia belum menemukan Al-Haqq. Ibrahim bin Adham kemudian meminta si gembala untuk saling bertukar pakaian, yang lalu menerima tawarannya.
Sang Sultan pun akhirnya berbalik dari penghadapannya kepada keduniawian. Kerajaannya, harta dan kekuasaannya, pakaian-pakaian dan kedudukannya adalah hijab-hijab penghalang antara dia dan Tuhannya. Ia robek semua itu dan mencampakkannya. Tapi tentu saja, ia harus memiliki semua hal itu dulu sebelum bisa mencampakkannya.
Lalu melangkahlah ia ke arah mana pun yang dikatakan kepadanya.
Ibrahim bin Adham dituntun kepada seorang Sultan Kebenaran, seorang guru: seorang syaikh. Di bawah perintah gurunya, Ibrahim bin Adham memulai jihad terbesarnya—yaitu perang melawan syahwat dan hawa nafsunya sendiri.
Dalam pembimbingannya sebagai seorang pejalan, guru Ibrahim bin Adham memberinya tugas untuk berkelana di dunia, supaya ia bisa mengerti dari mana ia berasal.
Dalam latihan semacam ini, engkau seperti membaca sebuah buku untuk pertama kalinya lalu mengerti beberapa hal. Lalu engkau membacanya lagi, dan mengerti beberapa hal lainnya. Kemudian, engkau membacanya untuk ketiga kalinya, dan masih juga engkau temukan beberapa hal yang lain lagi. Sang Syaikh menyuruh Ibrahim bin Adham pergi untuk membaca buku tentang kehidupan lampaunya sendiri, sehingga dia dapat memahaminya pada tingkat yang lebih tinggi.
Buku teragung adalah dunia ini, kehidupan ini. Baca, baca, dan bacalah lagi. Bagian terbanyak dari isi buku itu adalah masa lampaumu. Sejalan dengan pembacaan ulangmu yang terus-menerus, kau akan menemukan ia berubah, dan kau akan menemukan dirimu sendiri. Ia adalah buku yang sangat besar, menjangkau dari bumi ini hingga ke pojok-pojok terjauh dari seluruh langit.
Ibrahim bin Adham telah kembali ke kota Balkh pada suatu malam yang dingin di musim salju. Dia lalui malam itu dengan melaksanakan shalat Isya di Masjid Agung yang didirikannya semasa ia masih menjadi sultan.
Malam merupakan saat yang sangat penting bagi para pencari. Waktu untuk shalat Isya di masjid dimulai kira-kira satu jam setelah terbenamnya matahari, dan biasanya berlanjut sampai dua setengah jam kemudian. Setelah menyelesaikan ibadah mereka pada Allah, sebagian orang langsung pulang ke rumah untuk bersama-sama dengan orang-orang yang mereka cintai. Mereka menatap mata dan menciumi wangi rambut orang-orang terkasih mereka. Itu pun sebuah ibadah—mencintai istri dan anak-anak. Di malam hari pula, para wali besar serta para nabi biasanya mencurahkan diri mereka sepenuhnya untuk shalat dan beribadah kepada Allah.
Sedangkan Ibrahim bin Adham, setelah ia menyelesaikan shalat Isya-nya, sama sekali tidak memiliki satu tempat pun untuk dituju. Dia bergumam kepada dirinya sendiri, “Ini adalah rumah Allah, dan aku dulu membangunnya agar senantiasa terbuka kepada semua orang. Akan kucari sebuah sudut kecil untuk duduk, sekadar sebagai tempat tafakur dan beristirahat.”
Kemudian datanglah penjaga masjid. Kebetulan, belum lama berselang karpet masjid itu baru saja dicuri. Si penjaga menemukan sang “Bekas Sultan”, kini telah menjadi seorang darwis kumal, lalu berkata, “Ha! Ini dia si pencuri karpet, sekarang sembunyi di sini mau mengambil lagi!” Ia menyambar kaki Ibrahim bin Adham lalu menyeret kepalanya menuruni tangga masjid yang terdiri dari seratus anak tangga. Kepala Ibrahim bin Adham pun membentur anak tangga itu satu demi satu. Dan di sepanjang tangga menurun ke bawah, bersama setiap rasa sakit di kepalanya karena terbentur anak tangga, dia bersyukur pada Allah. Ketika telah sampai di anak tangga terbawah, dia katakan pada dirinya sendiri, “Wah, sayang sekali, seharusnya dulu kusuruh buat anak tangga lebih banyak lagi.”
Karena keberserahdiriannya pada Kehendak Ilahiah, bersama dengan setiap penderitaan yang dirasakannya, naik pulalah tingkat kesucian nafs -nya. Oleh karena Ibrahim bin Adham telah meninggalkan dunia, tertinggal pula derita-derita alam dunia. Demikianlah, engkau juga harus mengalami penderitaan-penderitaan dunia ini agar tingkat kesucian jiwamu meningkat.
Semua kitab suci mengatakan bahwa kita dihadirkan ke dunia ini untuk diuji. Engkau bisa menemukan pernyataan ini di dalam ajaran Musa a.s., ajaran Isa a.s., dan dalam ajaran Muhammad s.a.w.
Tetapi apakah sebenarnya “diuji” itu? Seorang guru menguji para siswanya untuk mengetahui tingkat kemampuan mereka, mengetahui tingkat pemahaman mereka. Si guru tidak tahu sedalam apa para siswanya telah belajar. Tapi bukankah Allah mengetahui? Allah mengetahui dengan sempurna kemampuan, pemahaman, dan tingkat kesadaran kita. Mengapa Allah menguji, adalah untuk membuat kita mengetahui. Ujian menunjukkan pada kita sendiri di mana kita berada, dan juga membuat yang lain tahu di mana kedudukan mereka, melalui ujian masing-masing.
Orang-orang yang menanggung ujian-ujian terberat adalah para kekasih Allah—para nabi, para wali, dan para guru-guru milik Allah. Mereka adalah simbol-simbol kasat mata bagi umat manusia, yang tugasnya adalah untuk menampilkan alasan kehadiran kita di dunia ini.
Akhirnya, Ibrahim bin Adham berhasil melewati hampir semua ujian yang diatur untuknya oleh syaikhnya, lalu pulanglah dia ke kota tempat tinggal syaikhnya tersebut. Sebelum kedatangannya, syaikhnya berbicara kepada murid-muridnya yang lain. Kau tahu, para syaikh mengetahui peristiwa-peristiwa yang datang dan pergi, dalam diri mereka maupun di luar diri mereka. Sang Syaikh menugaskan seluruh muridnya untuk pergi ke semua pintu gerbang kota. “Kalau kalian melihat Ibrahim bin Adham pulang, jangan biarkan dia masuk. Tinjulah dia, tendanglah. Ludahi, pukul, buat dia jatuh.” Ketika Ibrahim bin Adham sampai di salah satu gerbang kota, saudara-saudara seperguruannya melakukan berbagai hal yang kejam kepadanya. Dia pergi ke gerbang lain, tetapi perlakuan saudara-saudaranya di sana pun sama saja buruknya. Dia pergi ke gerbang yang ketiga dan disambut dengan cara yang sama. Ibrahim bin Adham menegaskan, “Dengar! Apa pun yang akan kalian lakukan terhadapku—walaupun kalian menumpahkan darahku atau mencoba membunuhku—tidak akan ada seorang pun yang bisa menghalangiku menjumpai Syaikh.”
Ketika akhirnya dia berhasil melewati gerbang kota, para saudaranya terus-menerus menendangi kedua tumitnya, meski dia telah mencapai rumah syaikhnya. Para pejalan tetap saja menendang, menendang, dan menendang. Ibrahim bin Adham tidak berkata sepatah pun. Dia terus saja berusaha untuk mencapai rumah syaikhnya. Ketika seorang darwis yang masih muda—yang agak terlalu bersemangat—menendang begitu keras sehingga kulit bagian belakang tumitnya terkelupas. Ibrahim bin Adham berbalik dan berkata dengan tenang, “Mengapa kalian lakukan semua ini kepadaku? Bukankah kalian tahu bahwa aku pun saudaramu? Aku juga seorang darwis. Apakah kalian masih saja menganggapku Sultan Balkh?”
Para darwis kemudian melaporkan hal ini kepada Syaikh, yang kemudian mengatakan, “Nah, lihatlah, dia belum berhasil mencapai maqam tertinggi. Dia masih belum melupakan siapa dirinya sebelumnya. Cita rasa kesultanan, nikmatnya kekuasaan seorang raja masih tertinggal di ingatan pangkal lidahnya dan dalam kenangannya.” []
Dikutip dari sebagian isi Bab III buku “Cinta Bagai Anggur”, dengan seijin penerbit.
Judul: “Cinta Bagai Anggur: Tuangan Hikmah Dari Seorang Guru Sufi di Amerika.”
Karya: Syaikh Muzaffer Ozak, dikompilasikan oleh Syaikh Ragip Frager
Alih bahasa: Nadia Dwi Insani, Herry Mardian, Herman Soetomo
Penerbit: Pustaka Prabajati
Tetapi apakah sebenarnya “diuji” itu? Seorang guru menguji para siswanya untuk mengetahui tingkat kemampuan mereka, mengetahui tingkat pemahaman mereka. Si guru tidak tahu sedalam apa para siswanya telah belajar. Tapi bukankah Allah mengetahui?
SETIAP nabi mempunyai tugas spesifik. Peran Nabi Isa a.s. adalah untuk menampilkan tiadanya kepemilikan dan kepedulian akan keduniawian.
Ucapan maupun perbuatan para nabi dan para kekasih Allah tidak berasal dari diri mereka sendiri. Mereka sudah tidak lagi memiliki kehendak diri. Mereka hanya mengekspresikan kehendak Allah. Bahkan para wali, yang lebih rendah dari para Nabi pun, juga mencapai jenjang tersebut. Mereka melihat dengan mata-Nya, mendengar dengan telinga-Nya, dan berkata-kata dengan lisan-Nya. Mereka melangkah dengan kaki-Nya dan menggenggam dengan tangan-Nya.
Seperti itu pula, Nabi Isa pun tidak memiliki kehendak diri. Beliau adalah ekspresi dari kehendak Tuhan atas suatu fungsi maupun tujuan yang spesifik. Ini pun berlaku bahkan bagi orang biasa—yah, mungkin orang biasa yang “biasa-biasa”-nya tidak keterlaluan—yaitu orang-orang yang mencintai Allah dan dicintai oleh Allah.
Pada diri Nabi Sulaiman a.s., kehendak Tuhan termanifestasikan dalam bentuk kekayaan dan kekuasaan. Nabi Isa a.s. adalah sultan bagi qalb dan jiwa, sementara Nabi Sulaiman a.s. mengombinasikan penguasaan atas keduniawian dan keruhanian.
Kalau di dunia ini engkau adalah seorang sultan, manusia tidak akan puas atau sepakat dengan kepemimpinanmu. Ini sangat sulit. Nabi Musa a.s pada suatu ketika pernah mengeluh kepada Allah, “Aku berusaha melaksanakan kehendak-Mu, tetapi semua orang kini justru sedang menentang aku.” Allah pun berfirman, “Hai Musa, engkau hanyalah darah dan daging. Padahal Aku, Akulah pencipta mereka. Aku yang memenuhi setiap kebutuhan mereka. Jangankan kepada engkau, bahkan terhadap Aku pun mereka selalu menentang!”
Itulah mengapa Allah tetap tersembunyi, setidaknya dari sebagian besar kita (beberapa dari kita manusia, bahkan hingga hari ini, bisa “melihat” Dia!). Bisakah engkau bayangkan jika Allah bisa dilihat begitu saja, seperti para nabi? Kita akan berlari menangis kepada-Nya, “Tolonglah perhatikan, aku belum punya anak satu pun. Aku tidak punya uang cukup. Aku kehilangan pekerjaan.” Yang lainnya lagi berkata, “Aku tidak puas dengan keadilan-Mu!” Itulah mengapa Allah tersembunyi, demi ketenangan dan kedamaian. Paling tidak, Allah tersembunyi dari mereka yang suka mengeluhkan “pelayanan”-Nya.
Nah, kembali pada kisah kita sebelumnya, perhatikanlah: kehendak manusia sangatlah lemah. Jangan membohongi dirimu sendiri dengan mengatakan bahwa engkau yang mencari dan engkau yang akan menemukan. Ibrahim bin Adham dipanggil oleh Al-Haqq. Namun dia harus terlebih dulu diajari oleh orang yang membajak lahan di atap istananya, dan oleh seekor burung gagak yang menyuapi lelaki yang terikat. Tapi jangan lupa, kau harus memerhatikan tanda-tanda. Melihat saja tidak cukup, engkau harus memerhatikan. Mendengar saja tidak cukup, engkau harus memahami.
Akhirnya, suatu hari Ibrahim bin Adham pergi meninggalkan istananya dan menuju ke padang penggembalaan. Ia bertemu dengan seorang gembala berpakaian kumal yang bertambalan di sana-sini. Walaupun di luar ia compang-camping, namun gembala itu telah menemukan Tuhan dalam kesendiriannya di padang rumput. Di dalamnya, ia telah menjadi seorang yang sangat kaya dan tampan. Sedangkan Sultan Ibrahim bin Adham, walaupun ia mengenakan busana sutra, di dalamnya compang-camping karena ia belum menemukan Al-Haqq. Ibrahim bin Adham kemudian meminta si gembala untuk saling bertukar pakaian, yang lalu menerima tawarannya.
Sang Sultan pun akhirnya berbalik dari penghadapannya kepada keduniawian. Kerajaannya, harta dan kekuasaannya, pakaian-pakaian dan kedudukannya adalah hijab-hijab penghalang antara dia dan Tuhannya. Ia robek semua itu dan mencampakkannya. Tapi tentu saja, ia harus memiliki semua hal itu dulu sebelum bisa mencampakkannya.
Lalu melangkahlah ia ke arah mana pun yang dikatakan kepadanya.
Ibrahim bin Adham dituntun kepada seorang Sultan Kebenaran, seorang guru: seorang syaikh. Di bawah perintah gurunya, Ibrahim bin Adham memulai jihad terbesarnya—yaitu perang melawan syahwat dan hawa nafsunya sendiri.
Dalam pembimbingannya sebagai seorang pejalan, guru Ibrahim bin Adham memberinya tugas untuk berkelana di dunia, supaya ia bisa mengerti dari mana ia berasal.
Dalam latihan semacam ini, engkau seperti membaca sebuah buku untuk pertama kalinya lalu mengerti beberapa hal. Lalu engkau membacanya lagi, dan mengerti beberapa hal lainnya. Kemudian, engkau membacanya untuk ketiga kalinya, dan masih juga engkau temukan beberapa hal yang lain lagi. Sang Syaikh menyuruh Ibrahim bin Adham pergi untuk membaca buku tentang kehidupan lampaunya sendiri, sehingga dia dapat memahaminya pada tingkat yang lebih tinggi.
Buku teragung adalah dunia ini, kehidupan ini. Baca, baca, dan bacalah lagi. Bagian terbanyak dari isi buku itu adalah masa lampaumu. Sejalan dengan pembacaan ulangmu yang terus-menerus, kau akan menemukan ia berubah, dan kau akan menemukan dirimu sendiri. Ia adalah buku yang sangat besar, menjangkau dari bumi ini hingga ke pojok-pojok terjauh dari seluruh langit.
Ibrahim bin Adham telah kembali ke kota Balkh pada suatu malam yang dingin di musim salju. Dia lalui malam itu dengan melaksanakan shalat Isya di Masjid Agung yang didirikannya semasa ia masih menjadi sultan.
Malam merupakan saat yang sangat penting bagi para pencari. Waktu untuk shalat Isya di masjid dimulai kira-kira satu jam setelah terbenamnya matahari, dan biasanya berlanjut sampai dua setengah jam kemudian. Setelah menyelesaikan ibadah mereka pada Allah, sebagian orang langsung pulang ke rumah untuk bersama-sama dengan orang-orang yang mereka cintai. Mereka menatap mata dan menciumi wangi rambut orang-orang terkasih mereka. Itu pun sebuah ibadah—mencintai istri dan anak-anak. Di malam hari pula, para wali besar serta para nabi biasanya mencurahkan diri mereka sepenuhnya untuk shalat dan beribadah kepada Allah.
Sedangkan Ibrahim bin Adham, setelah ia menyelesaikan shalat Isya-nya, sama sekali tidak memiliki satu tempat pun untuk dituju. Dia bergumam kepada dirinya sendiri, “Ini adalah rumah Allah, dan aku dulu membangunnya agar senantiasa terbuka kepada semua orang. Akan kucari sebuah sudut kecil untuk duduk, sekadar sebagai tempat tafakur dan beristirahat.”
Kemudian datanglah penjaga masjid. Kebetulan, belum lama berselang karpet masjid itu baru saja dicuri. Si penjaga menemukan sang “Bekas Sultan”, kini telah menjadi seorang darwis kumal, lalu berkata, “Ha! Ini dia si pencuri karpet, sekarang sembunyi di sini mau mengambil lagi!” Ia menyambar kaki Ibrahim bin Adham lalu menyeret kepalanya menuruni tangga masjid yang terdiri dari seratus anak tangga. Kepala Ibrahim bin Adham pun membentur anak tangga itu satu demi satu. Dan di sepanjang tangga menurun ke bawah, bersama setiap rasa sakit di kepalanya karena terbentur anak tangga, dia bersyukur pada Allah. Ketika telah sampai di anak tangga terbawah, dia katakan pada dirinya sendiri, “Wah, sayang sekali, seharusnya dulu kusuruh buat anak tangga lebih banyak lagi.”
Karena keberserahdiriannya pada Kehendak Ilahiah, bersama dengan setiap penderitaan yang dirasakannya, naik pulalah tingkat kesucian nafs -nya. Oleh karena Ibrahim bin Adham telah meninggalkan dunia, tertinggal pula derita-derita alam dunia. Demikianlah, engkau juga harus mengalami penderitaan-penderitaan dunia ini agar tingkat kesucian jiwamu meningkat.
Semua kitab suci mengatakan bahwa kita dihadirkan ke dunia ini untuk diuji. Engkau bisa menemukan pernyataan ini di dalam ajaran Musa a.s., ajaran Isa a.s., dan dalam ajaran Muhammad s.a.w.
Tetapi apakah sebenarnya “diuji” itu? Seorang guru menguji para siswanya untuk mengetahui tingkat kemampuan mereka, mengetahui tingkat pemahaman mereka. Si guru tidak tahu sedalam apa para siswanya telah belajar. Tapi bukankah Allah mengetahui? Allah mengetahui dengan sempurna kemampuan, pemahaman, dan tingkat kesadaran kita. Mengapa Allah menguji, adalah untuk membuat kita mengetahui. Ujian menunjukkan pada kita sendiri di mana kita berada, dan juga membuat yang lain tahu di mana kedudukan mereka, melalui ujian masing-masing.
Orang-orang yang menanggung ujian-ujian terberat adalah para kekasih Allah—para nabi, para wali, dan para guru-guru milik Allah. Mereka adalah simbol-simbol kasat mata bagi umat manusia, yang tugasnya adalah untuk menampilkan alasan kehadiran kita di dunia ini.
Akhirnya, Ibrahim bin Adham berhasil melewati hampir semua ujian yang diatur untuknya oleh syaikhnya, lalu pulanglah dia ke kota tempat tinggal syaikhnya tersebut. Sebelum kedatangannya, syaikhnya berbicara kepada murid-muridnya yang lain. Kau tahu, para syaikh mengetahui peristiwa-peristiwa yang datang dan pergi, dalam diri mereka maupun di luar diri mereka. Sang Syaikh menugaskan seluruh muridnya untuk pergi ke semua pintu gerbang kota. “Kalau kalian melihat Ibrahim bin Adham pulang, jangan biarkan dia masuk. Tinjulah dia, tendanglah. Ludahi, pukul, buat dia jatuh.” Ketika Ibrahim bin Adham sampai di salah satu gerbang kota, saudara-saudara seperguruannya melakukan berbagai hal yang kejam kepadanya. Dia pergi ke gerbang lain, tetapi perlakuan saudara-saudaranya di sana pun sama saja buruknya. Dia pergi ke gerbang yang ketiga dan disambut dengan cara yang sama. Ibrahim bin Adham menegaskan, “Dengar! Apa pun yang akan kalian lakukan terhadapku—walaupun kalian menumpahkan darahku atau mencoba membunuhku—tidak akan ada seorang pun yang bisa menghalangiku menjumpai Syaikh.”
Ketika akhirnya dia berhasil melewati gerbang kota, para saudaranya terus-menerus menendangi kedua tumitnya, meski dia telah mencapai rumah syaikhnya. Para pejalan tetap saja menendang, menendang, dan menendang. Ibrahim bin Adham tidak berkata sepatah pun. Dia terus saja berusaha untuk mencapai rumah syaikhnya. Ketika seorang darwis yang masih muda—yang agak terlalu bersemangat—menendang begitu keras sehingga kulit bagian belakang tumitnya terkelupas. Ibrahim bin Adham berbalik dan berkata dengan tenang, “Mengapa kalian lakukan semua ini kepadaku? Bukankah kalian tahu bahwa aku pun saudaramu? Aku juga seorang darwis. Apakah kalian masih saja menganggapku Sultan Balkh?”
Para darwis kemudian melaporkan hal ini kepada Syaikh, yang kemudian mengatakan, “Nah, lihatlah, dia belum berhasil mencapai maqam tertinggi. Dia masih belum melupakan siapa dirinya sebelumnya. Cita rasa kesultanan, nikmatnya kekuasaan seorang raja masih tertinggal di ingatan pangkal lidahnya dan dalam kenangannya.” []
Rumi : Di Lembah Cinta
Divan-i Syamsi Tabriz
Tengah malam,
aku bertanya, siapa ini yang ada
di dalam rumah qalb-ku?
Dia menjawab, Inilah Aku,
yang cemerlangnya membuat matahari dan
rembulan jadi tertunduk malu.
Dia bertanya, Mengapa rumah ini penuh
dengan aneka macam lukisan?
Aku menjawab,
Ini semua adalah bayangan dari-Mu,
wahai Engkau yang wajah-Mu membuat
iri warga Chigil. [1]
Dia bertanya, Dan apa ini:
qalb yang berdarah-darah?
Aku menjawab,
Ini adalah gambaran diriku:
hati terluka, dan kaki dalam lumpur.
Kuikat leher dari jiwaku,
dan menyeretnya kehadapan-Nya sebagai persembahan:
Inilah dia yang telah berkali-kali memunggungi Cinta,
kali ini jangalah Kau lepaskan.
Dia serahkan satu ujung tali,
ujung yang penuh kecurangan dan pengkhianatan,
Peganglah ujung yang ini,
Aku kan menghela dari ujung yang lain,
mari berharap tali ini tidak putus.
Kuraih tangan-Nya, Dia menepisku,
seraya berkata, Lepaskan!
Aku bertanya,
Mengapa Engkau bersikap
keras padaku?
Dia menjawab, Ketahuilah, sikap keras-Ku
demi tujuan yang baik bagimu,
bukan karena niat-buruk atau jahat.
Ini untuk memperingatkanmu,
barangsiapa masuk kesini dan berkata,
'Inilah Aku!'
maka Aku akan memukul dahinya;
karena ini adalah Lembah Cinta,
bukan kandang hewan.
Salahuddiin, [2]
sungguh keelokan wajah sejatimu
indahnya bagaikan sosok Tamu di tengah malam itu;
kawan-kawan gosok matamu,
dan tataplah dia dengan pandangan qalb-mu,
dengan bashirah-mu.
Catatan:
[1] Daerah Chigil di Turkesta terkenal dengan
keelokan wajah warganya.
[2] Salahuddiin Zarkub, salah satu sahabat Mawlana Rumi,
belakangan berkembang menjadi sosok inspirasi ruhaniyah baginya;
yaitu setelah Mawlana Rumi menerima bahwa Syamsuddin at-Tabriz yang menghilang dan lama dirindukannya, telah wafat.
Menurut Sultan Valad, salah satu putra Rumi, tentang Salahuddin ini,Rumi menyatakan:
Syamsuddin yang selalu kita bicarakan telah kembali pada kita! Mengapa kita masih tertidur?
Bersalinlah kalian dengan baju baru, dia telah kembali menunjukkan dan memamerkan keindahannya.
(Dari karya Franklin D. Lewis: Rumi, Past, Present, East and West, Oneworld Publications, 2000).
Sumber:
Rumi: Divan-i Syamsi Tabriz, ghazal 1335
Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh A.J. Arberry
dalam Mystical Poems of Rumi 1, The University of Chicagi Press, 1968.
Tengah malam,
aku bertanya, siapa ini yang ada
di dalam rumah qalb-ku?
Dia menjawab, Inilah Aku,
yang cemerlangnya membuat matahari dan
rembulan jadi tertunduk malu.
Dia bertanya, Mengapa rumah ini penuh
dengan aneka macam lukisan?
Aku menjawab,
Ini semua adalah bayangan dari-Mu,
wahai Engkau yang wajah-Mu membuat
iri warga Chigil. [1]
Dia bertanya, Dan apa ini:
qalb yang berdarah-darah?
Aku menjawab,
Ini adalah gambaran diriku:
hati terluka, dan kaki dalam lumpur.
Kuikat leher dari jiwaku,
dan menyeretnya kehadapan-Nya sebagai persembahan:
Inilah dia yang telah berkali-kali memunggungi Cinta,
kali ini jangalah Kau lepaskan.
Dia serahkan satu ujung tali,
ujung yang penuh kecurangan dan pengkhianatan,
Peganglah ujung yang ini,
Aku kan menghela dari ujung yang lain,
mari berharap tali ini tidak putus.
Kuraih tangan-Nya, Dia menepisku,
seraya berkata, Lepaskan!
Aku bertanya,
Mengapa Engkau bersikap
keras padaku?
Dia menjawab, Ketahuilah, sikap keras-Ku
demi tujuan yang baik bagimu,
bukan karena niat-buruk atau jahat.
Ini untuk memperingatkanmu,
barangsiapa masuk kesini dan berkata,
'Inilah Aku!'
maka Aku akan memukul dahinya;
karena ini adalah Lembah Cinta,
bukan kandang hewan.
Salahuddiin, [2]
sungguh keelokan wajah sejatimu
indahnya bagaikan sosok Tamu di tengah malam itu;
kawan-kawan gosok matamu,
dan tataplah dia dengan pandangan qalb-mu,
dengan bashirah-mu.
Catatan:
[1] Daerah Chigil di Turkesta terkenal dengan
keelokan wajah warganya.
[2] Salahuddiin Zarkub, salah satu sahabat Mawlana Rumi,
belakangan berkembang menjadi sosok inspirasi ruhaniyah baginya;
yaitu setelah Mawlana Rumi menerima bahwa Syamsuddin at-Tabriz yang menghilang dan lama dirindukannya, telah wafat.
Menurut Sultan Valad, salah satu putra Rumi, tentang Salahuddin ini,Rumi menyatakan:
Syamsuddin yang selalu kita bicarakan telah kembali pada kita! Mengapa kita masih tertidur?
Bersalinlah kalian dengan baju baru, dia telah kembali menunjukkan dan memamerkan keindahannya.
(Dari karya Franklin D. Lewis: Rumi, Past, Present, East and West, Oneworld Publications, 2000).
Sumber:
Rumi: Divan-i Syamsi Tabriz, ghazal 1335
Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh A.J. Arberry
dalam Mystical Poems of Rumi 1, The University of Chicagi Press, 1968.