Pages

Tuesday, December 6, 2011

Sufi Road : Musawarah Burung (Mantiqu't-Thair) - 9

MUSYAWARAH BURUNG (Faraduddin Attar)

Ucapan Burung Ketiga
Burung ketiga berkat pada Hudhud, "Aku penuh dengan kesalahan, maka bagaimana aku akan berangkat menempuh jalan itu? Mungkinkah seekor lalat kotor layak bagi Simurgh di Pegunungan Kaukasus? Bagaimana mungkin pendosa yang berpaling dari jalan yang benar akan mendekati Raja?"

Hudhud berkata, "O burung yang kehilangan harapan, janganlah begitu berputus asa, mohonlah ampun dan kemurahan. Jika kau begitu mudah mencampakkan perisai itu, tugasmu sungguh-sungguh akan menjadi sulit ...

Cerita Kecil tentang Seorang yang Jahat
Seorang yang bersalah karena banyak dosa bertaubat dengan pedihnya dan kembali ke jalan lurus. Tetapi pada waktunya, hasratnya akan keduniawian kembali lebih kuat dari yang sudah-sudah, dan sekali lagi ia tunduk pada pikiran-pikiran dan perbuatan-perbuatan jahat. Kemudian sedih menghimpit hatinya dan membawanya ke dalam keadaan yang amat sengsara. Sekali lagi ia ingin mengubah sikapnya, tetapi tak berdaya berbuat demikian. Bagai sebutir gandum dalam panci panas, siang dan malam hatinya tak dapat tenang, dan airmatanya menyirami debu. Suatu pagi sebuah suara gaib bicara padanya, "Dengarkan Tuhan Penguasa Dunia. Ketika kau bertaubat pertama kali, kuterima taubatmu. Meskipun aku dapat menghukummu, namun aku tak berbuat demikian. Kedua kali, ketika kau terjatuh dalam dosa, kuberikan pertangguhan bagimu, dan kini, dalam kemarahanku pun, tak kumatikan kau. Hari ini, o gila, kau tak mengakui pengkhianatanmu dan ingin kembali padaku buat yang ketiga kali. Kembalilah kalau begitu, ke Jalan itu. Aku membukakan pintuku bagimu dan menunggu. Bila kau benar-benar telah mengubah sikapmu, dosa-dosamu akan diampuni."

Malaikat Jibril dan Niat Baik
Suatu malam ketika Malaikat Jibril sedang berada di Sidrah, ia mendengar Tuhan mengucapkan kata perkenan, dan Jibril pun berkata dalam hati, "Seorang hamba Allah pada saat ini menyeru Yang Abadi, tetapi siapa dia gerangan? Aku hanya tahu bahwa dia tentulah besar kebajikannya, bahwa jasad nafsunya mati dan bahwa jiwanya hidup." Dan segera Jibril pun berangkat mencari makhluk fana yang berbahagia itu. Tetapi meskipun ia memeriksa benua dan pulau-pulau, gunung-gunung dan tanah-tanah datar, tak diketemukannya orang itu. Maka kembalilah ia kepada Tuhan, dan mendengar lagi jawaban yang penuh berkah atas doa itu.

Sekali lagi Jibril terbang melintasi darat dan laut, tetapi akhirnya ia terpaksa bertanya, "O Tuhan, jalan mana yang akan membawa hamba ke tempat abdi Tuan itu?" Tuhan berfirman, "Pergilah ke negeri Rum dan di sebuah biara Nasrani akan kaudapati dia." Jibril terbang ke biara itu dan di sana penerima karunia langit itu sedang bersujud di depan sebuah arca pujaan. "O Penguasa Dunia," sembah Jibril, "Singkapkan kiranya tabir rahasia ini. Bagaimana mungkin Tuan mengabulkan doa pemuja arca di biara ini?" Tuhan bersabda, "Hati orang itu ada dalam kegelapan. Ia tak sadar bahwa dirinya tersesat. Karena ia tersesat lantaran tak tahu, maka kemurahanku yang penuh kasih mengampuninya dan aku telah membukakan jalan baginya ke tingkat yang luhur." Kemudian Yang Maha Tinggi menggerakkan lidah orang itu sehingga ia dapat mengucapkan nama Tuhan.

Janganlah orang melalaikan hal yang paling kecil. Penyerahan diri tak dapat dibeli di toko; tidak pula mungkin kaucapai istana Yang Maha Tinggi dengan membayar sejumlah kecil.

Sang Sufi
Ketika seorang Sufi bergegas ke Baghdad, ia mendengar seseorang berkata, "Aku punya banyak madu yang hendak kujual murah sekali jika ada yang mau membelinya." Kata Sufi itu, "Kawanku yang baik, sudikah kau memberikan padaku sedikit dengan cuma-cuma? " Dengan marah orang itu menjawab, "Enyahlah. Apa kau gila dan kikir pula? Tidakkah kau tahu bahwa tak mungkin mendapatkan sesuatu dengan cuma-cuma?" Kemudian sebuah suara batin berkata pada sufi itu, "Tinggalkan tempat ini dan aku akan memberikan padamu apa yang tak terbeli dengan uang; segala kemujuran dan segala yang kaudambakan. Kerahiman Tuhan ialah matahari kemilau yang menjangkau hingga ke zarrah yang terkecil. Tuhan pun menegur Musa pula disebabkan seorang yang tak beriman."

Tuhan Menegur Musa
Suatu hari Tuhan bersabda pada Musa, "Karun,1 sambil tersedu, menyeru kau tujuh kali dan kau tak menjawab. Kalau ia menyeru aku demikian, sekali saja, maka akan kurebut hatinya dari lubang penjara kemusyrikan dan kusalut dadanya dengan pakaian keimanan. O Musa, kau telah menyebabkannya binasa dengan seratus kepedihan, kau telah melontarkannya ke dalam tanah dengan keaiban. Seandainya kau khaliknya, kau tentu tak akan sekeras itu terhadapnya."

Dia yang pengampun terhadap mereka yang tak mengenal kasihan, amat dipujikan oleh orang-orang yang pengasih. Jika kau melakukan kesalahan-kesalahan seperti kebanyakan orang-orang yang berdosa, kau sendiri akan menjadi salah seorang yang berdosa itu.

Pertanyaan Burung Keempat

Seekor burung lain berkata pada Hudhud, "Aku berwatak betina, dan hanya dapat melompat-lompat dari dahan ke dahan. Kadang-kadang aku suka main-main dan risau, kadang-kadang pula aku suka bertarak. Kadang-kadang nafsuku menyeret diriku ke tempat-tempat minum, kadang-kadang pula jiwaku menarik diriku buat berdoa. Ada kalanya, meskipun berlawanan dengan diriku sendiri, setan menyesatkan aku; dan ada kalanya pula malaikat membimbingku kembali. Di antara keduanya ini aku berada di lubang penjara; apa yang mungkin kulakukan selain meratap seperti Yusuf."

Hudhud menjawab, "Ini terjadi pada siapa saja, sesuai dengan fitrahnya. Jika kita tanpa salah sejak semula, Tuhan tentu tak perlu pula mengutus rasul-rasul dan nabi-nabiNya. Dengan kepatuhan kau akan mendapatkan kebahagiaan. O kau yang lena berbaring-baring di bilik kemalasan yang panas berkeringat, namun penuh dengan keinginan-keinginan tak berarti, sementara kau terus juga memberi makan anjing nafsumu, fitrahmu lebih buruk daipada fitrah si banci yang tak berdaya."

Cerita Kecil tentang Syabli
Sekali Syabli menghilang dari Baghdad, tak seorang tahu ke mana. Akhirnya ia diketemukan di sebuah rumah tempat para kasim,1 sedang duduk dengan mata basah dan bibir kering di antara makhluk-makhluk aneh ini. Kawan-kawannya berkata, "Ini bukan tempat bagimu yang menuntut ilmu ketuhanan." Ia menjawab, "Orang-orang ini, menurut agama, bukan laki-laki dan bukan pula perempuan. Aku seperti mereka pula. Aku tenggelam dalam keadaan tak bisa berbuat apa-apa, dan kejantananku merupakan sesalan bagiku. Bila kalian menggunakan pujian atau celaan untuk membeda-bedakan, itu berarti, kalian membuat berhala-berhala pujaan. Bila kalian menyembunyikan berhala-berhala di balik khirka kalian, mengapa mesti pula menampakkan diri di muka orang banyak sebagai sufi?"

Pertengkaran Dua Orang Sufi
Dua orang yang mengenakan khirka kaum sufi sedang caci-mencaci di muka pengadilan. Hakim melerai mereka dan berkata, "Tidaklah layak bagi kaum sufi untuk berbantah antara sesama mereka. Jika kalian mengenakan jubah sufi mengapa bertengkar? Jika kalian orang-orang yang suka akan kekerasan, maka buanglah jubah kalian. Tetapi jika kalian layak memakai jubah itu, berdamailah. Aku, seorang hakim dan bukan orang yang menempuh jalan ruhani, merasa malu karena khirka itu. Lebih baik kiranya setuju untuk berbeda pendapat ketimbang bertengkar sementara kalian mengenakan khirka."

Jika kau ingin menempuh jalan cinta, hilangkanlah segala prasangka dan tinggalkan keterikatan pada hal-hal yang bersifat lahiriah. Sementara itu, agar tak menjadi sumber kejahatan, jangan berikan jalan bagi rasa dendam dan cinta-diri!

Raja dan Pengemis
Suatu ketika di Mesir seorang laki-laki malang jatuh cinta pada raja, yang setelah mendengar tentang ini lalu menyuruh panggil orang yang terpedaya itu dan katanya, "Karena kau gandrung padaku, maka kau harus memilih salah satu dari yang dua ini dipenggal kepalamu atau masuk penjara." Orang itu mengatakan bahwa ia lebih suka masuk penjara, dan hampir lupa daratan ia pun siap hendak pergi. Tetapi raja memerintahkan untuk memenggal kepala orang itu. Seorang menteri istana berkata, "Ia tak bersalah; mengapa harus dibunuh?" "Karena," kata raja, "ia bukan pencinta sejati dan tak tulus. Kalau ia sungguh-sungguh mendambakan aku, tentulah ia lebih suka kehilangan kepala ketimbang berpisah dari yang dicintainya. Mestinya cinta itu sepenuhnya atau tidak sama sekali. Sekiranya ia bersedia dihukum bunuh, tentulah aku akan mengenakan ikat pinggang kesetiaanku2 dan menjadi darwisnya. Ia yang mencintai aku, tetapi lebih mencintai kepalanya sendiri, bukanlah pencinta sejati."

Dalih Burung Kelima

Seekor burung lain berkata pada Hudhud, "'Diriku musuhku sendiri; ada maling dalam diriku. Bagaimana dapat aku menempuh perjalanan ini, yang terhalang oleh selera-selera jasmani dan anjing nafsu yang tak mau tunduk? Bagaimana dapat aku menyelamatkan jiwaku? Serigala yang berkeliaran mencari makan itu kukenal, tetapi anjing ini tak kukenal, dan ia begitu menarik. Aku tak tahu di manakah aku dengan badan jasmani yang tak setia ini. Akan dapatkah aku mengerti ini?"

Hudhud menjawab, "Dirimu sendiri anjing tersesat, terinjak-injak kaki. 'Jiwa' yang kaumiliki bermata satu dan juling; hina, kotor dan tak setia. Jika ada yang tertarik padamu, adalah itu karena silau oleh gemerlap palsu 'jiwa'-mu. Tidaklah baik bagi anjing nafsu ini untuk dimanjakan dan digosok dengan berbagai minyak. Selagi kecil, kita lemah dan masa bodoh; waktu remaja, kita sibuk dalam pergulatan: dan ketika usia tua berkuasa, nafsu pun loyo dan badan lemah. Karena demikianlah hidup ini, maka bagaimana anjing ini akan mendapat perhiasan sifat-sifat ruhani? Dari awal hingga akhir kita hidup dengan masa bodoh, dan tak mendapatkan apa-apa. Sering ada yang sampai pada akhir hidupnya hampa tanpa membawa apa-apa dalam dirinya kecuali nafsu akan serba kehidupan lahiriah. Beribu-ribu binasa karena sedih, tetapi anjing nafsu ini tak pernah mati. Dengarkan cerita tentang penggali kubur yang telah menjadi tua dalam pekerjaannya itu. Seseorang bertanya padanya, 'Maukah kau menjawab pertanyaan ini karena kau telah melewatkan seluruh hidupmu dalam pekerjaanmu menggali kubur: Katakan apakah kau pernah melihat keajaiban?' Penggali kubur itu pun berkata, 'Selama tujuh puluh tahun anjing nafsuku telah melihat orang-orang mati yang dikuburkan, tetapi ia sendiri tak pernah mati, dan tak sejenak pun pernah mematuhi hukum-hukum Tuhan. Ini keajaiban'!"

Cerita Kecil tentang Abbasah
Suatu petang, Abbasah berkata, "Bayangkan misalnya orang-orang kafir yang banyak di dunia ini, dan bahkan juga orang-orang dari suatu suku bangsa Turki yang banyak bicara itu dengan tulus menerima agama --yang demikian mungkin saja terjadi. Tetapi seratus dua puluh ribu nabi telah diutus untuk jiwa yang tak beriman itu agar jiwa itu dapat menerima kepercayaan Muslim atau binasa, namun para nabi itu belum berhasil juga. Mengapa begitu banyak ketekunan dan begitu sedikit hasil?"

Kita semua ada di bawah kekuasaan nafsu badan jasmani yang tak setia dan durhaka, yang kita pelihara dalam diri kita.

Dibantu dari dua pihak sebagaimana adanya, maka akan mengherankan bila badan jasmani ini binasa. Jiwa, bagai kesatria yang setia, terus mengendarai kudanya, tetapi senantiasa anjing itu kawannya; kesatria itu mungkin lari di atas kudanya, tetapi si anjing mengikuti. Cinta yang diterima oleh hati diambil oleh badan jasmani. Namun barang siapa dapat menguasai anjing ini akan menangkap singa kedua dunia itu dalam jaringnya.

Seorang Raja Mengajukan Pertanyaan Pada Seorang Darwis
Suatu kali seorang raja melihat seorang laki-laki, yang --meskipun berpakaian compang-camping-- bertekun di jalan penyempurnaan-diri. Raja memanggil orang itu dan bertanya, "Siapakah yang jelas lebih baik, kau atau aku?" Kata orang itu, "O Tuan yang tak tahu, tebah dada Tuan dan tutup mulut Tuan. Siapa yang memuji diri sendiri tak mengerti akan makna kata-kata; tetapi ini mesti hamba katakan: tak dapat disangsikan lagi bahwa orang seperti hamba ini jelas seratus kali lebih baik ketimbang orang seperti Tuan. Tanpa sedikit pun citarasa keagamaan, anjing nafsu Tuan telah menurunkan derajat Tuan menjadi keledai. Anjing nafsu itu menguasai Tuan dan mengendarai Tuan dengan tali kendali sambil mendorong kepala Tuan ke sana ke mari. Tuan melakukan segala yang diperintahkannya. Tuan orang yang tak berarti dan tak berguna sedikit pun, sedang hamba yang tahu akan kerahasiaan hati telah membuat anjing ini jadi keledai hamba untuk hamba kendarai. Anjing Tuan menguasai Tuan, tetapi jika Tuan mau menjadikannya keledai, maka Tuan pun akan seperti hamba, dan seratus kali lebih baik daripada rekan-rekan Tuan."

Dalih Burung Keenam

Seekor burung lain berkata pada Hudhud, "Kapan aku ingin menempuh Jalan itu setan menimbulkan rasa kesia-siaanku dan menghalangi aku mencari penunjuk jalan. Hatiku risau, karena aku tak berdaya melawannya. Bagaimana dapat aku menyelamatkan diriku dari Iblis dan menjadi bergairah karena anggur jiwa?"

Hudhud menjawab, "Selama anjing nafsu itu lari di mukamu, setan tak akan meninggalkanmu, tetapi akan menggunakan pikatan anjing itu untuk menyesatkanmu. Maka setiap keinginan nafsumu yang sia-sia pun menjadi setan, dan setiap setan yang ditimbulkannya akan menimbulkan seratus setan yang lain. Dunia ini bilik yang panas berkeringat atau penjara, kerajaan sang setan; jangan mengikatkan diri dengan kerajaan ini atau dengan penguasanya.

Keluhan Seorang Mubtadi1 atas Godaan Setan
Seorang muda yang bersikap masa bodoh pergi mendapatkan seorang syaikh yang sedang berpuasa hendak menyampaikan keluhan atas empat puluh godaan setan. Katanya, "Setan menjauhkan aku dari Jalan itu dan telah membuat agamaku menjadi tak berarti." Syaikh itu berkata, "Anakanda sayang, sebelum kau datang padaku kulihat setan itu berkeliaran di seputarmu. Sebaliknya dari apa yang kau katakan itu, ia merasa risau dan bingung karena kau telah menyengsarakannya dan katanya padaku, 'Seluruh dunia ini kerajaanku, tetapi aku tak berdaya terhadap orang muda itu yang menjadi lawan dunia.' Katakan pada setan itu supaya berlalu, maka ia pun tak akan menggodamu lagi."

Khoja dan Sufi
Seorang sufi mendengar seorang khoja2 mengucapkan doa ini, "O Tuhan, beri hamba rahmat, dan berkatilah usaha-usaha hamba," lalu berkata pada khoja itu, "Janganlah mengharapkan rahmat bila kau tak mengenakan khirka seorang sufi. Kau telah menengadahkan mukamu ke langit dan pada keempat dinding emas.3 Kau dilayani sepuluh hamba laki-laki dan sepuluh hamba perempuan. Bagaimana rahmat Ilahi akan datang padamu dengan diam-diam? Hendaklah kau mawas diri dan tiliklah apakah kau layak mendapat berkat.

Karena kau berdoa demi milik dan kehormatanmu, rahmat itu akan menyembunyikan wajahnya. Berpalinglah dari semua itu, dan bebaskan dirimu, sebagaimana orang-orang yang telah mencapai kesempurnaan." .......bersambung

No comments:

Post a Comment