Saturday, May 29, 2010

Ajaran Kearifan Tiga Guru Sufi Jawa

Judul Buku : Tiga Guru Sufi Tanah Jawa
Penulis : H. Murtadlo Hadi
Penerbit : LKiS, Yogyakarta
Cetakan : 1, Februari 2010
Tebal : 250 halaman
Peresensi : Ahmad Hasan MS*)

Sosok ulama atau kiai lazim dikenal karena suri teladannya, yatiu bagaimana praktek syariat itu menjadi laku (amal) sehari-hari. Di samping itu, sosok kiai pun bisa menempati ruang khusus di hati umat karena pernyataan-pernyataan, wasiat-wasiat atau wejangan- wejangan mereka kepada oreang terdekat dan para santri serta masyarakat. Wajar bila kiai oleh KH Aziz Mashuri menjadi penyangga kazanah kebudayaan islam yang adiluhung.

Buku Tiga Guru Sufi Tanah Jawa berusaha memaparkan “wejangan ruhani” atau pesan-pesan spiritual dari tiga sosok kiai tanah jawa; Syaikh Muslih Bin Abdur Rahman al-Maraqy (Mranggen Demak), Syaikh Romli Tamim (Rejoso Jombang) dan Syaikh Dimyathi Bin Muhammad Amin al-Bantany (Cidahu Banten). Pesan-pesan spiritual dari tiga tokoh yang menjadi maha guru (mursyid) di tanah jawa ini menyimpan semacam doktrin sufistik Ala Thariqah Qadiriyah Wa Naqsyabandsiyah dan Thariqah Syadziliyah.Dalam buku ini penulis membagi dalam tiga bagian ihwal wejangan tiga guru sufi termasyhur di jagad jawa ini. Pada bagian pertama dijelaskan mengenai wejangan ruhani dari Abuya Dimyathi. Abuya Dimyathi merupakan ulama kharismatik dari Banten. Wejangan spiritualnya mampu menjadi peneduh terhadap dahaga umat. Wejangan-wejangan Abuya memiliki kualitas tinggi sebagai obat bagi jiwa yang sakit, oase bagi jiwa yang gersang sekaligus Nur ilahiyah yang menguasai kerajaan hati, dengan berjuta-juta malaikat berjaga disana, yang bisa mengusir gelap (zhulumat) dan setan serta bala tentara (junudus syaithon) dari hati manusia.

Dalam Wejangannya, menjadi mursyid thariqah tidak asal begitu saja, melainkan melalui syarat tertentu. Setidaknya, ada tiga syarat menjadi seorang Mursyid. Pertama, seorang mursyid ketika menjadi pembimbing spiritual dan penunjuk jalan haruslah matang dalam menguasai ilmu para ulama. Kedua, seorang mursyid juga harus memahami memahami hikmah dari orang-orang yang sudah Ma’rifat Billah. Ketiga, seorang mursyid menguasai pula taktik dan strategi yang diterapkan penguasa (raja atau pemimpin politik).

Tiga kriteria ini pertama kali sebenarnya telah dicetuskan oleh pemimpin Thariqah Qadiriyah, yaitu syaikh Abdul Qadir al-Jailani. Hasil ijtihad Syaikh Abdul Qadir Jailani itu dicatat oleh Syaikh Abi Ja’far al- Barzanji dalam kitab Lujainid Dany. Karena nilai universalnya, menurut penulis berlaku di setiap gerakan tarekat hingga sekarang. Criteria ini mengharuskan ulama yang benar-benar alim, ahli ibadah dan hikmah serta giat membimbing dan mendekat pada umat.

Secara khusus, Abuya Dimyathi juga memiliki risalah yang diperuntukkan untuk umat dalam menekuni Thariqat Qadiriyah Wa Naqsyabandiyah. Di antaranya risalah ashl al-qadar yang berisi tentang nama-nama sahabat ahli perang badar beserta ajaran kearifannya. Juga kitab Rasn Al-Qasar yang menjelaskan tentang pentingnya Hidzib Nashr. Juga kitab hadiyyah al-jalaliyyah yang menjelaskan ihwal sanad, karakteristik Thariqah Syadziliyah, dan kepantasan untuk para salik dalam bertaqarrub kepada Allah.

Pada bagian kedua berisi tentang wejangan ruhani Syaikh Romli Tamim, Rejoso, Jombang, ulama kharismatik yang mennadi mursyid Thariqah Qadiriyah Wa Naqsyabandiyah. Salah satu buah karya Syaikh Romli adalah Tsamnrah al-Fikriyah yang berisi tentang doktrin sufistik bagi ahli thareqat dan tasawuf. Dalam wejangannya, Syaikh Romli mengatakan bahwa jalan untuk wushul (ma’rifat billah) bagi para santri Thariqah adalah dengan cara serius melaksanakan tiga hal berikut.

Pertama, mengembangkan Dzikir Khafi (dzikir samar) atau dzikir dalam hati. Caranya dengan menghadirkan hati secara total senantiasa ingat Allah dalam keadaan apapun. Kedua, muraqabah, yaitu senantiasa berusaha mengejar dan mendekat kepada Allah. Dalam wukuf di hadrah ilahiyah, santri thareqah mesti senantiasa berharap dengan prasangka baik (Khusnudzon) terhadap anugerah yang diberikan Allah.

Ketiga, dengan jalan khidmah (pengabdian), yaitu setia menjadi pelayan bagi guru yang telah memberikan Talqin Dzikir, kaifiyah, dan Jam’iyyah serta juga bersedia menyediakan diri untuk menjadi pelayan bagi santri-santri yang lain. Saling berlomba-lomba dalam kebaikan sekaligus berusaha bermanfaat bagi sesama. Tiga jalan ini dilakukan secara ikhlas dan istiuqomah dengan berserah total kepada Allah.

Pada bagian ketiga, penulis menjelaskan ihwal wejangan ruhani Syaikh Muslih Mranggen. Syaikh Muslih Mranggen dikenal sebagai mursyid Thareqah Qadiriyah Wa Naqsyabandiyah yang memiliki kedalaman ilmu dan kejernihan hati. Salah satu karyanya yang cukup populer adalah Futuhat Rabbaniyah yang menguraikan doktrin sufistik menuju tersingkapnya Ma’rifat Ilahiyah. Karya lainnya yang juga tak kalah populer adalah an-Nur al-Burhani yang merupakan syarah (penjelasan kitab Lujain ad Dani) karya Syaikh Abi Ja’far al-Brzanji yang meriwayatkan biografi Sulthan Al-Auliya Syaikh Abdul Qadir Jailany.

Dalam Futuhat ar-Rabbaniyah, Syaikh Muslih secara detail menjelaskan tentang tata cara santri dalam menjalankan thareqah, terutama doktrin yang ia sebut sebagai “ Mabadi Ilmi Ath Thariqah yang membahas landasan thariqah qadiriyah wa naqsyabandiyah. Salah satu untaian hikmahnya adalah berfiqh harus dibarengi dengan tasawuf. “Barang siapa yang semata berpegang pada formalitas fiqh, tanpa praktek tasawuf, maka seorang itu bisa terjatuh pada perilaku fasiq. Dan barang siapa mencoba-coba bertasawuf tanpa tuntunan syara’ maka ia bisa jatuh dalam kafir zindiq. Dan barang siapa bertasawuf dan menjalankan tuntunan syara’(fiqh) maka ia akan sampai pada hakekat dan kesejatian”.(hal 203).

Buku ini menarik dibaca bagi siapa saja ingin mengenal lebih dekat ihwal warisan tiga ulama besar sufi jawa beserta ajaran dan selub beluk kehidupannya. Namun pembaca jangan lantas kecewa sebab buku ini bukanlah biografi khusus melainkan sekedar serpihan pemikiran dan untaian hiikmah yang menyejukkan. Sebuah buku yang memuat ajaran kearifan tiga guru sufi jawa yang terus dikenang sepanjang masa.

Sumner :nu.or.id

Nahdlatul Wathan, Organisasi Antik Yang Nyaris Dimuseumkan

Berbeda dengan NU, NW adalah ormas yang lebih kecil sekecil lokasi berdirinya. Namun meski pulau Lombok terlihat kecil, gunungnya amatlah tinggi. Pendiri NW sendiri tak ragu-ragu menyatakan, gunung rinjani adalah gunung tertinggi sepermukaan bumi!. Apapun mitosnya, NW adalah ormas yang berperan sangat besar terhadap Islamisasi pulau Lombok dan NTB umumnya. Bagi penulis, kehadiran Tuan Guru Muhammad Zainuddin Abdul Majid dan NW-nya patut disykuri dan dibanggakan. Bukan hanya itu, NW harus diuniversalkan sebagaimana yang Syeikh Zainuddin sendiri cita-citakan.

Memang, universalisasi sebuah organisasi tidak dapat dijangkau dalam waktu yang singkat. Kita harus meninjau lebih dahulu berbagai aspek yang meliputi urgensitas ormas tersebut. Mengapa NW harus mendunia? Pertanyaan inilah yang penulis coba jawab dalam catatan sederhana ini, dan secara cukup spesial penulis persembahkan kepada seluruh warga dan pemuka Nahdlatul Wathan yang ada di setiap penjuru bumi.
Pertama, kemampuan NW dalam mengislamkan Lombok kerapkali diabaikan latar belakangnya oleh masyarakat Lombok itu sendiri. Bagi penulis, perjuangan NW menjadi 100% sukses sebetulnya disebabkan oleh metodologi Syeikh Zainuddin dalam menjalankan dakwahnya, tepatnya adalah metode sufi yang plural, damai dan ampuh, mirip dengan metode walisongo dan pendiri NU di pulau Jawa. Terbukti dari teologi dan mazhab fikih yang ia anut, maupun tarekat sufi yang digagasnya. Dari sini kita harus belajar bagaimana berupaya semaksimal mungkin untuk selalu memprioritaskan kereta sufi saat melintasi rel dakwah kita. Itu pertama.

Selanjutnya, tradisi sufi semacam hiziban, wiridan, shalawatan dan ziarah maqam yang begitu indah dijalankan warga NW ternyata memiliki kekuatan tersendiri yang mampu menuntun secara halus kepada sebuah modifikasi positif yang dahsyat dan ketentraman nurani yang kian menciptakan kenyamanan abadi bagi segenap penduduk Lombok. Bahkan penulis berani berkeyakinan, pulau Lombok yang barangkali sensitif dan rawan bencana alam, senantiasa terselamatkan oleh tradisi tersebut. Artinya, tradisi mulia itu wajib kita lestarikan!.

Ormas NW sebagai organisasi sosial, pendidikan dan dakwah tidak jauh dari ramuan-ramuan khas yang disajikan leluhur-leluhur sufi terdahulu. Bukan hanya metode dakwahnya saja, akan tetapi juga dalam menerapkan pendidikan formal maupun non-formal. Etika murid terhadap guru misalnya, atau membaca shalawat sebelum mulai belajar di sekolah, dan masih banyak lagi contoh lainnya. Demikian halnya dalam kehidupan bermasyarakat, sudah tidak diragukan lagi bagaimana Syeikh Zainuddin menjadikan disiplin tasawuf sebagai acuan terpenting demi sebuah stabilitas sosial. Semua ini perlu kita kontemplasikan lebih dahulu sebelum berbicara tentang universalisasi Nahdlatul Wathan!.

Mengenal identitas diri sendiri jauh lebih penting sebelum memperkenalkannya ke orang lain. Meskipun saat ini NW sudah dikenal namanya di mana-mana, hanya saja pengenalan itu belum mampu menyaingi momen-momen indah semasa Syeikh Zainuddin masih bernafas di dunia. Artinya, NW jangan sampai kehilangan identitasnya, begitu juga pemimpin NW masa kini, jangan sampai menggunakan metode lain dengan alasan tasawuf sudah tidak relevan lagi. Lebih riskan lagi apabila sang pemimpin itu ternyata buta tasawuf dan tarekat!.

Satu hal yang tak kalah ironisnya, ketika golongan-golongan anti sufi merasuki NW, kita tidak bertindak tegas, khususnya terhadap mereka yang mereferensikan Ibnu Taimiah dan Ibn al-Qayyim dalam berdakwah, ataupun bersandar pada IM dan HT saat berpolitik dan berteokrasi. Padahal dalam hizib NW, Syeikh Zainuddin begitu tegas menganjurkan kita untuk membaca kitab-kitab penolak wahabi dan pembela sufi. Mengapa ketika sebuah tarekat sufi tertentu hadir di tengah-tengah NW, kita justru mudah menyorot dan memproblemkannya?! Ini merupakan diskriminasi berlebihan, dan setinggi apapun nilai toleransi yang kita junjung, kasus semacam ini perlu kita pelajari kembali agar otentitas NW tidak segera menjumpai ajalnya!.

Perkara lain yang juga mengkontaminasi ketulenan NW dan menghambat kejayaannya adalah, upaya-upaya liberalisasi pemikiran nahdliyin yang acapkali disalahfungsikan. Bagi penulis, warga NW memang harus berpikiran terbuka, modern dan plural, jangan terlalu primitif, puritan, beku dan klasik serta takut kepada pembaharuan. Hanya saja, tatkala liberalisasi itu melalui jalur yang uncontrolled, justru akan memusnahkan nilai-nilai ke-NW-an yang telah diperjuangakan Syeikh Zainuddin selama puluhan tahun. Bahkan nilai-nilai ke-Islam-an pun menjadi sirna dan pudar!.

Penulis cukup berambisi dalam melakukan sebuah purifikasi positif terhadap NW. Itu lebih prioritas dan urgen sebelum memajukan dan men-dunia-kannya. Pada tahun 2003, penulis didampingi sejumlah kawan mendirikan sebuah organisasi perwakilan NW di Mesir. Misinya tidak jauh dari purifikasi tersebut, sekaligus melakukan kajian-kajian ke-NW-an agar dapat mencetak pejuang-pejuang NW yang handal di masa mendatang. Alhamdulillah penulis terpilih sebagai ketua pertama perwakilan tersebut. Pada tahun 2006, dalam acara ulang tahun NW yang ke-71 di Mesir, penulis selaku penceramah menghimbau agar NW jangan merangkak lagi, tapi bisa berjalan dan berlari, bila perlu menggunakan kendaraan terlaju dan jangan sampai mogok. Dan yang lebih penting dari itu, NW berjalan ke depan, bukan ke belakang!.

Penulis menambahkan bahwa kata Nahdlatul Wathan berarti kebangkitan bangsa. Sedikit tidak, misi utama pendiri NW adalah membangkitkan Indonesia dari segala sisinya. Nah, membangkitkan sebuah negara haruslah dimulai dari pembangkitan diri sendiri, dan itulah visi tasawuf yang diajarkan Syeikh Zainuddin, dimana tasawuf sebetulnya tidak menuhankan individualisme dan eksklusifisme, akan tetapi merubah dunia dan memperbaikinya dengan sebuah start berupa perbaikan diri sendiri dan pengukuhan spirit hamba dengan Yang Maha Esa.

Di waktu yang sama, penulis menyatakan kekhawatiran penulis apabila keterbelakangan provinsi NTB disebabkan kekakuan NW dalam menghadapi perkembangan zaman yang kini serba modern dan plural. Paling tidak kita harus toleran dan siap menerima perbedaan untuk menghindari perpecahan ataupun keterbelakangan dan agar NW ini tidak mati sendiri oleh seleksi alam. Itu pula visi tasawuf yang sejak dulu meneladankan toleransi dan kedamaian menuju sebuah kemajuan dan kejayaan.

Sekali lagi, sejarah sudah membuktikan bahwa tasawuf lah kunci kejayaan NW. Tasawuf adalah kunci kebangkitan bangsa (Nahdlatul Wathan). Dari itu, pertanyaan "mengapa NW harus mendunia" di atas dapat terjawab dengan "karena NW adalah organisasi sufi", dimana sufisme NW (atau sufisme Islam secara umum) memang harus diuniversalkan demi sebuah kejayaan yang esensial, dan demi kemerdekaan umat dari jajahan-jajahan wahabi serta antek-anteknya!. Kalau tidak, maka NW dapat saja besar namun jauh dari otentitasnya bak NW di masa Syeikh Zainuddin. Atau, NW menjadi organisasi antik yang nyaris dimuseumkan!.

Salah satu contoh (untuk direnungkan) adalah sewaktu penulis pulang ke Tanah Air November 2008 yang lalu, pertanyaan yang tak jarang dilontarkan ke penulis ialah seputar membalikkan tangan (mengarahkan telapak tangan ke bawah) sewaktu qunut. Saat itu penulis hanya menjawab tidak ada nash yang tegas melarang hal tersebut. Kemudian membalikkan tangan merupakan sebuah ekspresi penolakan, sehingga cukup fithri apabila seseorang membalikkan tangannya di saat menolak suatu bala'. Dan Islam adalah agama fithrah.

Akan tetapi setelah kakak penulis pulang pada bulan Mei 2009, ternyata pertanyaan itu masih terus berkumandang. Aneh, padahal masalah itu sudah kuno dan basi. Artinya, telah dituntaskan para ulama dan fuqaha terdahulu. Membalikkan tangan saat berdoa menolak bala' pun dilakukan mayoritas umat Islam di seluruh dunia dan di setiap masa, sejak dahulu kala sampai detik ini juga. Penulis yakin para penanya itu sebetulnya telah terkontaminasi oleh doktrin-doktrin wahabi yang secara halus merasuki keyakinan kaum nahdliyin di Lombok, baik melalui sebuah parpol ataupun gerakan semi jihad!.

Dalam Shahih Muslim telah diriwayatkan dari Saidina Tsabit dari Saidina Anas bahwa Rasulullah Saw. sewaktu berdoa saat istisqa', beliau menghadapkan punggung tangan beliau ke arah langit. Berdasakan riwayat tersebut, Imam Nawawi dalam syarah beliau menyatakan bahwa para ulama telah memfatwakan sunnah membalikkan tangan dalam setiap kali berdoa menolak bala' (tidak hanya dalam istisqa' saja). Sedangkan ketika memohon sesuatu untuk diraihnya, maka tangan dikembalikan seperti semula.

Imam Ibnu Hajar al-Asqalani pun mengutip pernyataan Imam Nawawi di atas dalam kitab "Fathul Bari". Dalam Sunan Abi Daud pun disebutkan pernyataan yang sama, yakni saat istisqa' Rasulullah Saw. menghadapkan telapak tangan beliau ke arah tanah (ke bawah) hingga nampak jelas ketiak suci beliau Saw.

Selanjutnya, dalam kitab tafsir "Fathul Qadir", Imam al-Syaukani menafsirkan ayat 90 surat al-Anbiya' yang berbunyi "Yad'unana raghaban wa rahaban" dengan penafsiran bahwa "raghaban" maksudnya berdoa dengan menjadikan telapak tangan di atas, sementara "rahaban" dibalikkan ke bawah. Senada diterangkan Imam al-Shan'ani dalam kitab "Subul al-Salam" dan Imam Ali bin Abi Bakr al-Haitsami dalam kitab "Majma' al-Zawa'id" maupun imam-imam lainnya. Demikian analisa ulama terpercaya seputar membalikkan tangan saat berdoa menolak bala'. Selain bala', semoga Tuhan pun menyelamatkan kita dan NW dari penyakit fatal bernama ghaba' (kebodohan), Amien!.

Misal lainnya ketika penghormatan dan pemuliaan warga NW kepada para ulama setempat dipandang menjerumus kepada pengkultusan dan fanatisme buta. Demikian pula ketika Jamaah Wirid Khusus (Tarekat Hizib) NW dan parade kesaktiannya terus dipermasalahkan oleh komunitas -sok- terpelajar dengan beraneka dalih mereka. Tak ketinggalan tradisi hiziban, perayaan maulid, pembacaan barzanji, tabarruk, tawassul, dzikir berjamaah, dll. semakin meminim, dijauhi bahkan dipertentangkan warga NW itu sendiri. Semua itu tiada lain disebabkan oleh kebutaan yang semakin parah terhadap nilai-nilai sufisme Islam dan moderatismenya!.

Dalam hal ini, penulis sangat berterima kasih kepada kakanda, TGH. Sholah Sukarnawadi, Lc. atas buku berseri yang kini hangat diluncurkannya di tengah-tengah NW dengan sebuah judul unik yaitu "NW: No Wahabi". Buku berseri ini meski tampak sederhana dan hanya untuk kalangan sendiri, namun ia sangat mampu menggandeng sekaligus menuntun warga NW menuju alam yang lebih terang benderang, dengan sebuah revolusi spiritual dan pencerahan intelektual yang belum pernah ditempuh para pemuka NW di Lombok!.

Sekali lagi, inti dan titik terberat catatan ini ialah pelestarian tradisi NW yang berbasis sufi demi sebuah kejayaan yang lebih gemilang di masa mendatang. Karena sungguh, "tasawuf memiliki peranan mulia yang luara biasa besar dalam menyebarkan agama Islam serta menyampaikannya ke banyak suku dan bangsa yang masih buta agama. Orang-orang tasawuf lah yang telah berhasil mendekatkan hati kepada Islam melalui keseharian dan perilaku yang mulia serta kehidupan yang betul-betul mencerminkan Islam secara esensial dalam kemudahan dan keindahannya". Demikian ungkap Prof. Dr. Muhammad Rasyad Abdul Aziz Dahmesh, mantan Dekan Fakultas Studi Islam dan Bahasa Arab di Universitas al-Azhar Mesir.

Selanjutnya penulis lahirkan seusai membaca buku "Ilusi Negara Islam" karya KH. Abdurrahman Wahid (mantan Presiden RI), Prof. Dr. Ahmad Syafi'i Ma'arif (Penasehat PP Muhammadiyah) dan KH. A. Mustofa Bisri (Rais Syuriah PBNU). Buku tebal itu secara realistis mempertahankan otentitas NU dan Muhammadiyah dalam mewujudkan visi dan misinya membela Pancasila dan UUD '45 sebagai dasar negara Indonesia. NU dan Muhammadiyah sebagai dua sayap besar umat Islam di Tanah Air senantiasa optimis bahwa Pancasila dan UUD '45 sudah tepat menghakimi warga Indonesia meskipun mayoritasnya beragama Islam. Sebab, Islam yang dikembangkan NU dan Muhammadiyah adalah Islam yang moderat dan toleran, laiknya Islam yang dibawa walisongo ke bumi Nusantara. Moderatisme dan toleransi itulah yang sejak dulu dijunjung tinggi oleh Pancasila dan UUD '45.

Hemat penulis, NW pun demikian. Islamnya NW adalah moderat dan toleran. Tidak seperti Islamnya golongan lain yang ekstrim dan diskriminatif meski menjanjikan kesejahteraan. Janji palsu itu terbukti melalui pembongkaran faktual buku "Ilusi Negara Islam". Yang menarik perhatian dalam buku tersebut ialah dilampirkannya surat keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk membersihkan Muhammadiyah dari PKS yang telah dicap sebagai partai politik yang tak sehaluan dengan khittah Muhammadiyah. SK tersebut Ditandatangani oleh Ketua Umum Muhammadiyah sendiri, Prof. Dr. Din Syamsuddin, MA.

Selain SKPP Muhammadiyah, dilampirkan pula keputusan Majelis Bahtsul Masa'il NU tentang khilafah dan formalisasi syariah. Keputusan berharga itu mengadopsi banyak kitab terpercaya tentang tidak bolehnya merubah bentuk dan dasar hukum negara dengan bentuk lain apabila menimbulkan kerugian yang lebih fatal atau melalui jalur yang inkonstitusional. Berikut dilampirkan dokumen penolakan PBNU terhadap ideologi dan gerakan ekstremis transnasional yang mengkampanyekan Khilafah Islamiyah.

Sejak dulu, NU menganut keyakinan bahwa syariat Islam dapat diimplementasikan tanpa harus melalui institusi formal. NU lebih mengidealkan substansi nilai-nilai syariah terimplementasi di dalam masyarakat ketimbang mengidealisasikan institusi. Bahkan KH. Sahal Mahfuz selaku Rektor Institut Islam NU menegaskan bahwa NKRI dengan dasar Pancasila sudah merupakan bentuk final bagi bangsa Indonesia.

Tak ketinggalan Ketua Umum PBNU, KH. Hasyim Muzadi meminta warga nahdliyin dan umat Islam pada umumnya untuk waspada atas munculnya wacana Khilafah Islamiyah yang kerap dihembuskan oleh kelompok-kelompok Islam radikal yang sebetulnya hanya merupakan gerakan-gerakan politik dan bukan gerakan keagamaan. Seperti jualah Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir, Al-Qaeda, Mujahidin, dan lain-lain yang sama sekali tidak relevan dengan kondisi dan kultur Indonesia, bahkan di Arab dan Timur Tengah pun tak pernah diindahkan.

Itulah kebijakan serta ketegasan NU dan Muhammadiyah sebagai dua organisasi Islam Ahlussunnah wal Jamaah terbesar di Indonesia (bahkan di dunia). Nah, setiap warga NW tahu bahwa TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid pun menjadikan Pancasila sebagai asas NW-nya. Bahkan dalam magnum opusnya yang berjudul "Wasiat Renungan Masa" seringkali berpesan kepada murid-muridnya agar setia menjunjung tinggi Pancasila dan UUD '45. Dalam poin ini, NW tidak berbeda dengan NU dan Muhammadiyah. So, jika saat ini dan kedepan, NW ingin tampil beda dan membiarkan dirinya terbius oleh virus-virus politis teokratis bertitel Islam, maka yakinlah, NU dan Muhammadiyah tetap lebih besar dan semakin besar, sedang NW semakin antik dan segera dimuseumkan!.

Sumber : Abdul Aziz Sukarnawadi, Lc.

Selayang Pandang Tarekat Hizib Nahdlatul Wathan


Tuan Guru Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid, seorang pemuka agama papan teratas sepanjang sejarah pulau Lombok. Melalui organisai Nahdlatul-Wathan (NW) yang beliau dirikan, keindahan Islam dapat dinikmati umat manusia setempat. Dalam buku "Visi Kebangsaan Religius" diceritakan bahwa TGH. M. Zainuddin Abdul Majid ketika menunaikan ibadah haji, beliau didatangi oleh Saidina al-Khidlr As. sewaktu beribadah di Masjid Nabawi di Madinah, Saidina al-Khidlr menyampaikan salam untuk beliau dari Nabi Ibrahim As. yang menyatakan bahwa NW akan menjadi organisasi yang sempurna apabila sudah memiliki tarekat. Berdasrkan pengalaman spiritual ini, maka beliau mendirikan sebuah tarekat yang dinamakan dengan Tarekat Hizib Nahdlatul-Wathan pada tahun 1964.

Penamaan tarekat ini dilatarbelakangi oleh keinginan beliau untuk melengkapi Hizib Nahdlatul-Wathan yang disusun pada tahun 1940. Kelahiran tarekat ini juga diilhami oleh maraknya aliran-aliran tarekat yang dianggap sesat karena meninggalkan ajaran-ajaran syari'at. Beliau pernah mengatakan dalam buku "Wasiat Renungan Masa" :
Tarekat Hizib harus berjalan,
Bersama tarekat yang murni haluan,
Membenteng syari'at membenteng iman,
Menendang ajaran tarekat setan.

Wahai anakku jamaah tarekat,
Janganlah lupa pada syari'at,
Ingatlah selalu kandungan bai'at,
Mudahan selamat dunia akhirat.

Banyak sekali membisikkan hakekat,
padahal mereka buta syari'at,
Sehingga awam banyak terpikat,
Menjadi zindiq menjadi sesat.

Keberadaan Tarekat Hizib NW ini juga sebagai respon terhadap praktek pengamalan Tarekat Qadiriyah dan Tarekat Naqsyabandiyah di Lombok yang terkesan terlalu berat dan memiliki persyaratan yang cukup ketat. Tarekat Hizib tersusun secara ringkas dan praktis tanpa mengesampingkan makna esoteriknya sehingga dapat diamalkan oleh setiap orang dalam kondisi apapun, baik pada waktu khusus maupun pada waktu melaksanakan berbagai macam aktifitas keseharian.

Bacaan yang diamalkan dalam Tarekat Hizib NW terdiri dari ayat-ayat al-Qur'an, selawat, do'a-do'a mu'tabar dari Rasulullah dan para wali. Prosesi ini tidak membutuhkan waktu yang panjang dibandingkan bacaan tarekat-tarekat lainnya. Disamping bacaan yang simpel, tarekat ini juga memiliki syarat dan ketentuan yang ringan dan fleksibel bagi seseorang yang ingin mengamalkannya, sehingga tarekat ini dimungkinkan untuk diamalkan dan diadaptasi dalamm konteks modern. Oleh karena tarekat ini dapat merespon tuntutan masyarakat modern, maka ia dinamakan sebagai tarekat akhir zaman. Berkaitan dengan ini beliau mengisyaratkan :

Tarekat Hizib tarekat terakhir,
Dengan bisyarah al-Basyir al-Nadzir,
Kepada bermi al-faqir al-haqir,
Dan ditaukidkan oleh al-Khidir.

Praktisnya, cara mengamalkan Tarekat Hizib NW bisa dijadikan alternatif bertarekat dalam kehidupan modern dewasa ini, sehingga seseorang dapat melaksanakan tugas-tugas kesehariannya tanpa ketinggalan akan kepuasan rohaninya. Dan sebaliknya, ia dapat hidup damai secara batiniah dalam suasana kedekatan kepada Allah Swt. tanpa kehilangan atau terasing dari kehidupan dunia.

Adapun syarat keanggotaan tarekat ini adalah sebagai berikut :
1. Ketaatan kepada mursyid tarekat,
2. Pengamalan tarekat setiap selesai solat lima waktu,
3. Kesediaan membantuu perjuangan NW, dan
4. Kesediaan membayar selawat.

Sementara ketentuan ijazah dan bai'at dalam penerimaan tarekat ini, adalah merupakan aqad sebagai syarat sah mengamalkannya, yang diberikan oleh TGH. M. Zainuddin Abdul Majid sendiri atau wakil beliau, TGH. M. Muhsin Maqbul yang ditunjuk secara resmi sebagai Koordinator Wirid Khusus NW, diberi izin dan dipercaya untuk mengijazahkan dan membai'at calon anggota tarekat.

Selanjutnya dalam perkembangannya dewsa ini, Tarekat Hizib NW yang berada di bawah pimpinan TGH. M. Muhsin Maqbul ini terus mengalami perkembangan di berbagai pelosok tanah air dan beberapa tempat di luar negri seiring dengan perkembangan organisasi NW seperti di NTB, NTT, Bali, Sulawesi, Kalimantan, Jakarta, Tangerang, Bekasi, Bogor, Riau, Batam dan Malaysia.

Demikian sekelumit pengenalan terhadap Tarekat Hizib NW yang penulis kutip dari buku "Visi Kebangsaan Religius, Refleksi Pemikiran dan Perjuangan TGH. M. Zainuddin Abdul Majid" karya Muhammad Nur, Muslihan Habib dan Muhammad Harfin Zuhdi. Penulis sendiri sempat menjadi anggota aktif tarekat ini dan rutin mengamalkannya, namun setelah tiba menuntut ilmu di Mesir, penulis dipertemukan Allah Swt. dengan sebuah tarekat sufi number one dan mulai mengikuti dan bersuluk melaluinya, ialah Tarekat Dusuqiyah Muhammadiyah yang tidak kalah modern, kontemporer, tinggi, besar, praktis, ampuh, simpel, fleksibel, penuh madad dan ilmu laduni serta diakui seluruh isi langit dan bumi.

Disamping menjunjung tinggi semua tarekat sufi warisan para wali, penulis yakin bahwasanya pindah tarekat tidak selalu bertanda telah melanggar bai'at, khususnya perpindahan itu melalui sebab dan tujuan yang jelas, mulia dan tidak sembarangan, ditambah dengan pembolehan para ulama' terhadap hal perpindahan tersebut, sekaligus restu dari sejumlah pemuka NW sendiri kepada penulis. Semoga Allah Swt. senantiasa memberkati semua dan mengilhami ke jalan yang sebaik-baiknya. Amien!

Sumber : Abdul Aziz Sukarnawadi, Lc.

Wednesday, May 26, 2010

Tersesat di Surga

Seorang pemuda, ahli amal ibadah datang ke seorang Sufi. Sang pemuda dengan bangganya mengatakan kalau dirinya sudah melakukan amal ibadah wajib, sunnah, baca Al-Qur’an, berkorban untuk orang lain dan kelak harapan satu satunya adalah masuk syurga dengan tumpukan amalnya.
Bahkan sang pemuda tadi malah punya catatan amal baiknya selama ini dalam buku hariannya, dari hari ke hari.
“Saya kira sudah cukup bagus apa yang saya lakukan Tuan…”
“Apa yang sudah anda lakukan?”
“Amal ibadah bekal bagi syurga saya nanti…”
“Kapan anda menciptakan amal ibadah, kok anda merasa punya?”
Pemuda itu diam…lalu berkata,
“Bukankah semua itu hasil jerih payah saya sesuai dengan perintah dan larangan Allah?”“Siapa yang menggerakkan jerih payah dan usahamu itu?”
“Saya sendiri…hmmm….”
“Jadi kamu mau masuk syurga sendiri dengan amal-amalmu itu?”
“Jelas dong tuan…”
“Saya nggak jamin kamu bisa masuk ke syurga. Kalau toh masuk kamu malah akan tersesat disana…”
Pemuda itu terkejut bukan main atas ungkapan Sang Sufi. Pemuda itu antara marah dan diam, ingin sekali menampar muka sang sufi.
“Mana mungkin di syurga ada yang tersesat. Jangan-jangan tuan ini ikut aliran sesat…” kata pemuda itu menuding Sang Sufi.
“Kamu benar. Tapi sesat bagi syetan, petunjuk bagi saya….”
“Toloong diperjelas…”

“Begini saja, seluruh amalmu itu seandainya ditolak oleh Allah bagaimana?”
“Lho kenapa?”
“Siapa tahu anda tidak ikhlas dalam menjalankan amal anda?”
“Saya ikhlas kok, sungguh ikhlas. Bahkan setiap keikhlasan saya masih saya ingat semua…”
“Nah, mana mungkin ada orang yang ikhlas, kalau masih mengingat-ingat amal baiknya? Mana mungkin anda ikhlas kalau anda masih mengandalkan amal ibadah anda?
Mana mungkin anda ikhlas kalau anda sudah merasa puas dengan amal anda sekarang ini?”

Pemuda itu duduk lunglai seperti mengalami anti klimaks, pikirannya melayang membayang bagaimana soal tersesat di syurga, soal amal yang tidak diterima, soal ikhlas dan tidak ikhlas.
Dalam kondisi setengah frustrasi, Sang sufi menepuk pundaknya.
“Hai anak muda. Jangan kecewa, jangan putus asa. Kamu cukup istighfar saja. Kalau kamu berambisi masuk syurga itu baik pula. Tapi, kalau kamu tidak bertemu dengan Sang Tuan Pemilik dan Pencipta syurga bagaimana? Kan sama dengan orang masuk rumah orang, lalu anda tidak berjumpa dengan tuan rumah, apakah anda seperti orang linglung atau orang yang bahagia?”
“Saya harus bagaimana tuan…”

“Mulailah menuju Sang Pencipta syurga, maka seluruh nikmatnya akan diberikan kepadamu. Amalmu bukan tiket ke syurga. Tapi ikhlasmu dalam beramal merupakan wadah bagi ridlo dan rahmat-Nya, yang menarik dirimu masuk ke dalamnya…”
Pemuda itu semakin bengong antara tahu dan tidak.
“Begini saja, anak muda. Mana mungkin syurga tanpa Allah, mana mungkin neraka bersama Allah?”
Pemuda itu tetap saja bengong. Mulutnya melongo seperti kerbau.


Sufizone & Hikamzone By Pondok Pesantren Subulus Salam :

Monday, May 24, 2010

Shohbet Mawlana Syaikh Hisyam (Alun-alun Jepara, 15 Mei 2010)

Diintisarikan oleh Jokotry Abdul Haqq (Sawi-Semarang)

Assalamu'alaykum wr wb.
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Allahumma sholli ‘alaa sayyidina Muhammadin Wa alihi wa shohbihi wa sallim
Apa yang kita rasakan disaat mendengar pembacaan Maulid Nabi Muhammad SAW???
Bahwa Besok kelak di hari kiamat, kita insya Allah dimana pada hari itu manusia berdesak-desakan untuk meminta syafaat Nabi Muhammad, seperti halnya sekarang ini, kita mendengarkan qosidah-qosidah, mendengarkan lantunan puja pujian kepada Nabi besar Sayyidina Muhammad SAW, dimana kita semua sekarang ini berkumpul, berdesak-desakkan untuk mendengarkan dan untuk menghayati keagungan kepribadian Nabi Muhammad seperti yang tertuang pada kitab Maulid Nabi maupun yang tertuang di qosidah-qosidah, maka kelak dihari kiamat kita juga akan berdesak-desakan untuk memandang wajah nan elok Nabi Muhammad, dan kita dapat bersalaman dengan tangan Nabi Muhammad SAW.

Inilah kenikmatan yang sangat besar. Dimana Allah berfirman yang artinya : Dimana istighfar kita sekarang ini berada dihadapan sayyidina Muhammad meminta pengampunan kepada Allah, harus kita haturkan tawasul kepada Allah, melalui Nabi Muhammad, sehingga Allah akan mengirimkan kepada orang-orang yang beristighfar tersebut beribu-ribu Malaikat, dimana setiap malaikatnya, satu Malaikatnya memintakan ampun kepada Allah sampai hari kiamat.

Ayyuhal Mu’minuun, Ayyuhal Muslimuun, Ya Aqribair Rosuulillah Shollallahu ‘alaihi was salaam.....
Dikatakan oleh seorang ulama sufi besar bahwa Ilmu itu ada dua yaitu : (1) Ilmu Aurad = ilmu yang tertulis diatas kertas, (2) Ilmu Azwaq (mhn maaf kalau ada penulisan yang kurang tepat) = Ilmu yang bersandar didalam jiwa seseorang, bersandar didalam bathin seseirang, bersandar di cita rasa seseorang, sehingga orang tersebut bisa merasakan ilmu yang di miliki. Jadilah ulama yang memiliki ilmu azwaq, yang memiliki cita rasa yang tinggi, yang betul-betul mengikuti jejak Rosulullah. Janganlah memiliki ilmu yang hanya tertulis di atas kertas. Ketika kita membaca Al quran, sebaiknya kita telaah makna yang terkandung pada ayat-ayat, kalimat-kalimat, bahkan huruf-huruf al Qur’an, karena semua terkandung makna-makna yang agung.

Sayyidina Ali berkata punggungku ini telah hancur, telah menjadi pegal sekali tatkala melihat 2 (dua) orang : (1) Orang yang Alim, namun berdiam diri, membanggakan dirinya kepada Allah, dan membiarkan orang lain tidak mengerti syareat nabi Muhammad. (2) Orang yang jahil, orang yang bodoh yang tidak menginginkan ilmu, tidak ada hasrat untuk mengetahui ilmu agama, ilmu syareatnya kanjeng Nabi Muhammad. Wahai orang-orang yang beriman, jadilah orang yang tawadhu’, wajib bagi kita untuk menjadi rendah diri, menjadi tawadhu’. Inilah akhlak Rosulullah yang agung. Jangan kita meniru Iblis, meniru musuh-musuh Allah, yang sombong dan membanggakan dirinya.

Saudara-saudaraku yang dimuliakan oleh Allah,........
Disini, saya berdiri bukan sebagai pencermah, bukan sebagai seorang pentauziah, saya mengakui diri saya lebih kecil dari kalian, saya tidak memiliki ilmu yang lebih banyak dari kalian, saya berdiri disini untuk mendapatkan ridho Allah. Oleh karenanya saya terinspirasi, terketuk dengan bunyi Al Quran bahwa diatasnya orang yang berilmu, masih ada yang lebih berilmu, diatas orang yang mengetahui, masih ada yang lebih mengetahui, maka saya tidak mengklaim sebagai ulama, sebagai orang yang lebih tahu, saya adalah tholabul ilmu, mencari ilmu seperti kalian. Ketahuilah ketika kita membaca Al Qur’an ada Ya Siin...Innaka laminal mursaliin. Ya Muhammad, Innaka laminal mursaliin, wa innaka shohibul Qur’an. Bahwa nabi Muhammad inilah yang membawa Al quran yang mengajarkan al quran. Disejjajarkan oleh Allah, bahwa posisi al Quran sama dengan nabi muhammad, artinya Nabi muhammad berakhlak Quran, Al Quran ada di dada Nabi Muhammad, dan Beliau SAW dididik langsung oleh allah. Yasin adalah jantungnya al aquran, al fatehah adalah jantungnya yasin, fatehah ini mencakup semuanya yang ada di al Quran.

Law anzalnaa hadzal qur-aana ‘alaa jabalin laro-aytahu khosyi’aan mutashoddi’an min khosyiyatillaah...Sekiranya Kami turunkan Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah...Dan andai Qur’an ini diturunkan di alam semesta, niscaya semesta inipun akan hancur bagai debu...tapi ketahuilah bahwa Al quran AKU turunkan Al Quran di DADA kanjeng Nabi, ini menunjukkan betapa DADA kanjeng NABI lebih AGUNG&KOKOH...

Ketahuilah bahwa Nabi Muhammad bersabda bahwa aku adalah portalnya ilmu, gudangnya ilmu, dan Sayyidina Ali adalah pintunya ilmu menuju gudangnya ilmu tersebut. Bahwa sesungguhnya ayat-ayat suci al Quran yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad melalui Jibril banyak menjelaskan kebesaran-kebesaran para sahabat, seperti sayyidina Ali. Ali pernah berkata bahwa “Dengan ilmu orang yang rendah dan tidak pernah dipedulikan masyarakat, maka ia akan menjadi orang mulia, orang yang dihormati, dikarenakan mereka telah tahu adab, dan agama yang suci ini yang dibawa kanjeng nabi.

Apa gunanya pangkat, apa gunanya sanjungan, menjadi bangsawan, kalau mereka adalah orang-orang yang bodoh, yaitu orang-orang yang tidak mengetahui apa agama itu sebenarnya, bagaimana kesucian agama ini sebenarnya. Sayyidina Ali berkata bahwa “Ilmu itu lebih mulia dari pada harta.” Seperti dikatakan dalam firman Allah : “Innaamaa amwaalukum wa awladukum fithnah”...Sesungguhnya harta dan anak-anak itu adalah fitnah. Fitnah itu adalah ujian. Ilmu yang akan menjaga diri kita dari perbuatan yang bathil, maksiat, yang dibenci Allah. Ilmu adalah hakim, ilmu adalah raja, bukan harta. Harta bukan menjadi hakim kita. Kita yang mempertuan Harta kita, bukan harta yang mempertuan kita.

Kelak akan datang seseorang yang besar badannya, dan agung perawakannya, yaitu dia akan dihadapkan ke Allah, dimana dia dulu didunia, menyombongkan dirinya, membaggakan dirinya. Ketahuilah bahwa orang seperti itu tidak ada artinya dihadapan Allah, bahkan tidak lebih utama dari sayap seeokor nyamuk.

Hadits shohih menyebutkan bahwa : Apabila Allah menghendaki hambanya menjadi hamba yg baik, menjadi penghuni surga, maka Allah akan menjadikan hati/qolbu hamba tersebut hati/qolbu yang apabila diberi nasehat selalu dirinya diberi hidayah. Selalu berkata nasehat itu selalu bermanfaat bagi dirinya, sehingga dirinya selalu mendapat ilham, mendapt ilmu, diangkat derajatnya karena Allah memberikan ilmu kepadanya.

Nasehat yang mulia bagi kita semua, nasehat yang bagus sekali, pernah diriwayatkan seorang laki-laki didatangkan kehadapan Sayyidina Umar. Ketika laki-laki itu ditanya oleh Sayyidina Umar: “Wahai laki-laki, wahai hamba Allah, bagaimana keadaan pagi ini, apakah engkau sehat atau kurang sehat ? Seorang laki-laki tersebut menjawab : Wahai Amirul Mu’miniin Umar bin Khotthob bahwa :
===Aku di pagi ini mencintai FITNAH, dimana semua orang membenci FITNAH
===Aku membenarkan Yahudi dan Nashara
===Aku membenci kepada kebenaran.

Maka perawakan Umar yang tidak dapat disembunyikan, ketika mendengar perbuatan atau perkataan yang menurutnya tidak benar, maka dia akan selalu menghunuskan pedang,. Kemudian Sayyidina Ali berkata kepada Umar, sabarlah dan masukkan pedangmu pada sarungnya. Sayyidina Ali keumudian mengatakan Wahai Umar yang dikatakan laki-laki ini adalah benar. Bahwa dirinya telah mencintai FITNAH, itu adalah BENAR. Bawha dia membenarkan Yahudi dan Nasahra , itu Benar perkataanya. Bahwa ia membennci kebenaran..itu juga BENAR. Camkan wahai Umar...ini jawaban seorang yang punya ilmu, seorang yang paham ilmu, seorang yang mengerti ilmu, seorang yang memiiki ilmu yang benar-benar berasal dari Nabi Muhammad, seorang yang punya ilmu haqq.

==Mencintai FITNAH – Allah berfirman : Innamaa amwaalukum wa awladukum fithnah, bahwa harta dan anak adalah fitnah-ujian. Kita semua adalah orang orang yang mencintai harta dan anak-anak. Itu adalah fitnah, itu adalah ujian.

==Adakah diantara kalian membenarkan Yahudi dan Nashara?
Wahai Umar sesungguhnya yang dikatakan laki-laki itu benar. Allah memfirmankan : “orang Yahudi berkata bahwa apa-apa yang diajarkan Nashara itu tidak benar, begitu juga apa yang diajarkan Yahudi , menurut Nashara adalah tidak benar. Jadi yang dikatakan Yahudi dan Nashara adalah sama-sama benar.

==Membenci Kebenaran...apakah ada diantara kita semua yang membenci kebenaran? (MSH meminta Jawaban kita terhadap pertanyaan itu). Kita semua hamba Allah yang membenci “Kebenaran” yang haqq. Kebenaran disini adalah KEMATIAN. Kita semua benci Kematian, meskipun Kematian itu pasti datang.

Akhirnya Sayyidina Umar menyerah dan berkata “aku berlindung kepada Allah, semoga aku dijauhkan dari kesesatan orang –orang yang tidak berilmu...

Tokoh Muslim AS Hisyam Kabbani Apresiasi NU

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Tokoh Muslim Amerika Serikat Syeikh Muhammad Hisyam Kabbani memberi apresiasi terhadap sikap dan kiprah Nahdlatul Ulama (NU) di dalam kehidupan berbangsa dan pergaulan internasional. "Kami sangat apresiatif dengan keberadaan dan sikap-sikap NU dalam kehidupan berbangsa dan pergaulan dunia," katanya saat bersilaturahmi dengan jajaran PBNU di Jakarta, Rabu.
Mursyid Thariqat Naqsyabandiyah kelahiran Lebanon itu menilai NU telah memberikan keteladanan yang baik dalam menyemai kerukunan hidup di tengah berbagai perbedaan. Sementara itu Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj menyatakan, NU selalu mengawal keberagaman umat dengan prinsip-prinsip ahlussunah wal jamaah yakni lurus, toleran, moderat, dan seimbang. "NU selalu menghargai perbedaan-perbedaan, baik karena beda mazhab, suku, maupun agama," katanya.
Menurutnya, Islam bukan sekedar aturan mengenai akidah dan syariah, namun juga melingkupi keilmuan, kebudayaan, sosial, dan peradaban. Sejak berdiri tahun 1926, kata Said Aqil, NU telah melalui berbagai rintangan dalam mewujudkan cita-cita peradaban Islam.
Bahkan, hingga saat ini Indonesia terus menghadapi berbagai dinamika kehidupan beragama. "Namun NU selalu berpegang teguh dengan prinsip-prinsip pokok agama dan bertoleransi terhadap masalah-masalah khilafiyah (perbedaan)," kata Said Aqil.

Friday, May 14, 2010

Shaykh Abu Bakr Al Mashour with MSN

Shaykh Abu Bakr Al Mashour Mowlana from Yemen who is a Ba Alawi and murids requests bayath to The Sulthan Al Awliya...The Malik al Awliya Shaykh Mawlana Nazim Al Hakkani qs in Sri Lanka in 2001 at MInsiter Mh Mohomeds house somewhere a time after Isha..

Hisyam Kabbani: NU Selamatkan Aswaja


akarta, NU Online
Nahdlatul Ulama yang telah berjuang sejak Komite Hijaz menyelamatkan makam Rasulullah dan Sahabat Abu Bakar dan Umar RA. di Madinah dari perusakan penguasa Hijaz, sejatinya telah menyelamatkan akidah Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja). Dengan penyelamatan situs ini, NU menyelamatkan Aswaja dari sisi pandangan hukum maupun kenyataan.

"Mayoritas masyarakat bahkan tidak mengetahui, dan tidak memperdulikan hal ini. Karena Kami selalu mendoakan agar para ulama NU saat ini diberi kekuatan untuk senantiasa membela faham Aswaja di muka bumi," tutur Syeikh Hisyam Kabbani ketika diterima Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj, di Gedung PBNU Jl. Kramat Raya 164 Jakarta, Rabu (12/5).

Lebih lanjut Hisyam Kabbani berharap, NU tetap dapat menjaga kemajemukan dan perbedaan pendapat yang merupakan rahmat. "Karena telah banyak contoh di negara-negara Muslim, bahwa mereka yang tidak dapat menghargai perbedaan akan terjerumus ke dalam perpecahan dan peperangan," terang Hisyam.

Hisyam kemudian mencontohkan negara-negara seperti Pakistan, Afganistan, Irak dan sebagian besar negara-negara Afrika yang menjadi medan perang di antara sesama Muslim. Tragisnya, lanjut Hisyam, pertikaian tersebut seringkali disulut oleh perbedaan sekte agama, seperti antara sunni dengan syiah.

"Padahal Allah memerintahkan kepada segenap umatnya untuk selalu bersatu dan berpegang teguh dengan agama Allah. Sementara kenyataan yang berlaku sungguh-sungguh sangat menyedihkan," jelas Hisyam.

Karenanya, tutur Hisyam, persatuan dan ikatan silaturrahim yang terjalin antara NU dan organisasi-organisasi lain di Indonesia seperti Muhammadiyah, mestinya dapat dijadikan contoh kerukunan antar umat Islam oleh masyarakat Muslim dunia. (min

Sumber :www.nu.or.id

PBNU Terima Kunjungam Syeikh Hisyam Kabbani



Jakarta, NU Online
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menerima kunjungan Mursyid Thariqat Naqsybandiyah yang berkedudukan di Amerika, Syeikh Hisyam Kabbani beserta rombongan, Rabu (12/5). Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj menerima langsung kunjungan ini di aula gedung PBNU lantai 5 dengan didampingi Sekretaris Jenderal, Iqbal Sullam dan beberapa ketua seta wakil sekjend.

Dalam sambutan pembukanya, Said Aqil menyatakan bahwa Islam bukanlah sekedar aturan mengenai akidah dan syariah semata, melainkan juga melingkupi keilmuan, kebudayaan, sosial dan peradaban. Dan NU sejak berdirinya di Indonesia pada tahun 1926 M. telah melalui berbagai rintangan untuk mewujudkan cita-cita peradaban Islam

"NU telah banyak menghadapi berbagai penentangan. Bahkan hingga saat ini, Indonesia terus menghadapi berbagai dinamika kehidupan beragama. Namun NU selalu berpegang teguh dengan prinsip-prinsip pokok agama dan bertoleransi terhadap masalah-masalah khilafiyah," terang Kang Said -sapaan akrab KH Said Aqil Siradj.

Lebih lanjut Kang Said menjelaskan, NU selalu mengawal keberagaman umat dengan prinsip-prinsip aswaja yakni lurus toleran moderat dan seimbang. NU selalu menghargai perbedaan-perbedaan, baik karena beda madzhab, suku maupun agama.

Sementara itu Syeikh Hisam Kabbani yang berbicara setelah Kang Said, mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada jajaran pengurus PBNU yang telah menerima dirinya beserta dengan rombongan. Menurutnya, kunjungannya kali ini adalah kunjungan ketiganya ke PBNU.

"Kami sangat apresiatif dengan keberadaan dan sikap-sikap NU dalam kehidupan berbangsa dan pergaulan dunia. NU telah memberikan keteladanan yang bagus dalam menyemai kerukunan hidup di tengah berbagai perbedaan," terang Hisyam seraya memuji Kang Said yang tersenyum-senyum di sampingnya. (min)

Sumber : www.NU.or.id

Friday, May 7, 2010

Damascus.. City of saint

This video features a voyage through some of the holy places of blessed Shaam Serif (Damascus and surrounding region), at the grave sites of such holy people as Saint John the Baptist (Sdn. Yahya), Bilal al-Hibashi, and Sultan al-Awliya Shaykh Abdallah al-faiz ad-Daghestani. Sultan al-Awliya Mawlana Shaykh Nazim al-Haqqani, the living inheritor of the Naqshbandi Golden Chain, addresses us from his home in Cyprus, sharing some advice and saintly wisdom.

Wednesday, May 5, 2010

Kunjungan Syeikh Hisyam Kabbani 2010


http://springtour2010.blogspot.com/

Kunjungan Syeikh Hisyam Kabbani 2009 (2)

Grand Mawlid Nabi (s) with Majelis Ta'lim Nurul Musthofa at Masjid Istiqlal Jakarta (May 2009)

Around 250.000 attendees flocked to the mosque (May 2009)


Mawlid with thousands people at Pondok Pesantren At-Taufiqy Pekalongan (May 2009)


among them are President Susilo Bambang Yudhoyono, ministers, Governoor of Jakarta, Habaib and Ulamas (May 2009)





Mawlid Nabi (s) with Habib Syech Assegaf (Nov 2009)


Habib Novel Alaydrus gave an Indonesian translation to Shaykh Hisham's sohbet at Masjid Al-Madina, Ciledug (Nov 2009)

http://springtour2010.blogspot.com/

Kunjungan Syeikh Hisyam Kabbani 2009 (1)

Mawlid Nabi (s) with Habib Syech Assegaf in Solo (May 2009)

Giving Lecture at Bank Syariah Mandiri Jakarta (May 2009)




Maulid Nabi (s) with K.H. Amir Hamzah at Pesantren Darul Islah Jakarta (Nov 2009)


Give Jumu'ah Khutba at Masjid Pondok Indah (Nov 2009)


Dhikrullah at Masjid Baitul Ihsan Jakarta (Oct 2009)


Meet Habib Abdurrahman Assegaf


Dzikir in Baitul Ihsan Jakarta

http://springtour2010.blogspot.com/